Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS UU CIPTA KERJA YANG SUDAH

DISAHKAN

Dalam UU Cipta Kerja, diatur ketentuan baru terkait Usaha Mikro Kecil-Menengah
(UMKM), yakni mengenai basis data tunggal dan pengelolaan terpadu usaha mikro dan kecil.
Pasal 88 dan Pasal 89 UU Cipta Kerja, terlihat bahwa adanya upaya untuk mensentralisasi
pengelolaan basis data tunggal dan pengelolaan terpadu usaha mikro dan kecil. Menurut
ketentuan UU Cipta Kerja, kewenangan koordinasi dan evaluasi pengelolaan terpadu UMK
dalam penataan klaster menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Upaya sentralisasi ini tidak
sesuai dengan asas desentralisasi yang dianut dalam ketatanegaraan Indonesia.
UU Cipta Kerja (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja) adalah
sebuah undang-undang yang disahkan oleh pemerintah Indonesia pada Oktober 2020 dengan
tujuan untuk merombak peraturan perundang-undangan terkait investasi, ketenagakerjaan,
dan kemudahan berusaha di Indonesia. Namun, seperti halnya undang-undang lainnya, UU
Cipta Kerja juga mengandung norma-norma yang harus dipatuhi oleh pihak yang terlibat, dan
jika norma-norma tersebut tidak ditaati, dapat berdampak pada implementasi dan efektivitas
undang-undang tersebut.

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan UU Cipta Kerja Berdasarkan


UU Nomor 12 Tahun 2011
Pembentukan Perundang-Undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan
yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan.
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal dalam menyusun peraturan perundang undangan.
Permasalahan yang akan diselesaikan beserta latar belakang dan tujuan penyusunan peraturan
perundang-undangan diinventarisasi. Kemudian dibuat Naskah Akademik yang memuat
permasalahan tersebut. Sebelumnya, permasalahan tersebut telah melalui proses pengkajian
dan penyelarasan. Apabila Naskah akademik telah siap, selanjutnya Naskah Akademik
diusulkan untuk dimasukkan ke dalam program penyusunan peraturan yang disebut Prolegnas
atau Program Legislasi Nasional.
Kesepakatan yang dihasilkan dalam rapat paripurna DPR pada 22 Januari 2020 berupa
Keputusan DPR Nomor 1/DPR RI/II/2019- 2020 Tentang Program Legislasi Nasional Tahun
2020. Pada Lampiran Keputusan tersebut terdapat RUU Cipta Kerja dengan judul
“Rancangan Undang – Undang tentang Cipta Lapangan Kerja” yang dimuat pada Nomor 40
(empat puluh) Halaman 8 (delapan) “Daftar Program Legislasi Nasional Tahun 2020” beserta
usulan yang berasal dari “Pemerintah Republik Indonesia”. Merujuk pada Pasal 43 Ayat (3)
UU PPP, suatu rancangan undang – undang baru yang berasal dari usulan “DPR, Presiden,
atau DPD haruslah disertai dengan Naskah Akademik”. Selanjutnya pada Pasal 45 Ayat (1)
UU a quo menjelaskan bahwa “Rancangan Undang – Undang, baik yang berasal dari DPR
maupun Presiden serta
Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD Kepada DPR disusun berdasarkan
Prolegnas”. Pengaturan diatas dapat dimaknai bahwa Naskah Akademik dan Rancangan
Undang – Undang baru diserahkan dalam waktu yang bersamaan pada Prolegnas.
Bahwa RUU Cipta Kerja dan Naskah Akademik tidak diserahkan pada Prolegnas Tahun
2020 melainkan setelah kesepakatan tersebut. Hal ini terbukti pada “Surat Presiden”
bernomor “R-06/Pres/02/2020” pada 7 Februari 2020. Dengan demikian, Naskah Akademik
RUU Cipta Kerja yang dimuat pada Prolegnas Tahun 2020 tidak sesuai dengan pengaturan
dalam UU PPP.
b. Penyusunan
Terdapat dua definisi terkait Penyusunan peraturan perundang-undangan yaitu Pertama,
penyusunan dalam arti proses, yakni proses penyampaian rancangan dari
Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atau DPR/DPD setelah melalui tahap perencanaan.
Sesuai Pasal 18 UU PPP telah menentukan beberapa aspek yang dijadikan sebagai dasar
dalam penyusunan Daftar RUU pada Prolegnas yaitu perintah Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Perintah Undang – Undang lainnya, sistem perencanaan pembangunan nasional,
rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana pembangunan jangka menengah,
rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR, serta aspirasi dan kebutuhan hukum
masyarakat. Selanjutnya pada pasal 19 UU a quo, telah dijelaskan bahwa dalam perencanaan
penyusunan Undang-Undang Pada Prolegnas memuat judul Rancangan Undang – Undang,
materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan Perundang – undangan lainnya yang
telah melalui pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam Naskah Akademik. Dari
ketentuan di atas mengartikan Dasar penyusunan “Rancangan Undang – Undang” pada
Daftar Program Legislasi Nasional haruslah memuat materi yang dituangkan dalam Naskah
Akademik, Ketentuan tersebut begitu pula mengikat dalam “Pembentukan Undang – Undang
Cipta Kerja”.
c. Pembahasan
Perbincangan mengenai substansi peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh
para pihak yang bersangkutan disebut pembahasan. Peraturan Perundang-undangan yang
berupa Undang-Undang dibahas Presiden atau Menteri bersama dengan DPR melalui tingkat-
tingkat pembicaraan. Sedangkan berbagai peraturan perundang-undangan yanrg berada
dibawahnya dibahas oleh instantsi yang berhubungan langsung tanpa keterlibatan DPR 14
Menurut ketentuan Pasal 66 dan 67 UU PP, pembahasan RUU dilakukan melalui 2 tingkat
pembicaraan yakni Pembicaraan Tingkat I dalam rapat Komisi, rapat Gabungan Komisi, rapat
Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus serta Pembicaraan
Tingkat II dalam rapat paripurna. Apabila pembahasan materi RUU berkaitan dengan sebuah
LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) tertentu, maka LSM tersebut hendaklah diundang.
Pendapat yang dikeluarkan oleh Lembaga lain sangatlah diperlukan sehingga dapat
membawa kemanfaatan dan mencegah kerugian bagi masyarakat. Pelibatan partisipasi
penting dilakukan sehingga dapat mewujudkan tujuan penegakan keadilan dan
penyejahteraan kehidupan masyarakat. Asas keterbukaan dalam Pembentukan Perundang-
undangan memiliki arti bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat.
Dalam tahapan pembahasan
draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja tidak diikutsertakan partisipasi dari Lembaga
Sosial Masyarakat (LSM).
d. Pengesahan
Peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang, Rancangan yang telah
disetujui secara bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada
Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.
Pada tahap pengesahan, didalam ruang rapat Sidang Paripurna DPR seolah-olah seluruh
fraksi Partai Politik menyetujui RUU Cipta Kerja. Secara tegas menolak RUU Cipta Kerja
untuk disahkan yaitu Demokrat dan PKS. Dalam situasi ini seharusnya yang dilakukan oleh
Pimpinan Sidang Paripurna adalah merujuk kepada Pasal 308 ayat (3) yang menyebutkan
bahwa apabila pengambilan keputusan dengan cara musyawarah mufakat tidak tercapai,
maka dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Disamping itu, keabsahan pengambilan
keputusan dalam Sidang Paripurna DPR pengesahan RUU Cipta Kerja pun patut
dipertanyakan. Hal ini disebabkan jumlah anggota DPR yang menghadiri Sidang Paripurna
DPR untuk memutuskan RUU Cipta Kerja tidak banyak. Dalam hal ini DPR harus mampu
membuktikan bahwa keputusannya dalam Sidang Paripurna DPR untuk mengambil
keputusan pengesahan RUU Cipta Kerja telah memenuhi kuorum.

e. Pengundangan
Undang-Undang yang telah disahkan selanjutnya diletakkan didalam Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara
Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

Pengundangan UU Cipta Kerja harus dilakukan dalam lembaran negara oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan atau tanpa ditandatangani oleh Presiden setelah
jangka waktu pengesahan berakhir, 30 hari sejak ada persetujuan bersama. UU Cipta Kerja
akan berlaku sebagai hukum yang harus dipatuhi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal
20 ayat
(5) UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan dalam hal rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan. Dengan demikian bagi masyarakat, baik perorangan,
kelompok orang, maupun badan usaha/badan hukum, yang merasa dirugikan dan/atau
dilanggar hak asasi manusia dengan hadirnya undang-undang ini, serta undang-undang ini
dinilai bertentangan dengan konstitusi secara formal dan/ atau materi dapat mengajukan
judicial review ke Makhkamah Konstitusi.
UU Cipta Kerja yang baru, yaitu UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Namun,
berdasarkan informasi yang Anda berikan, berikut adalah beberapa analisis potensial, yaitu :
 Perubahan dalam Ketentuan Hukum: Dengan dicabutnya UU Cipta Kerja yang lama
dan diberlakukannya UU yang baru, yaitu UU No. 6 Tahun 2023, kemungkinan
terjadi perubahan dalam ketentuan hukum yang mengatur investasi, ketenagakerjaan,
dan kemudahan berusaha di Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi cara pelaksanaan
dan implementasi UU Cipta Kerja serta dampaknya terhadap para pemangku
kepentingan yang terkait.
 Penyesuaian oleh Pihak Terkait: Dengan adanya UU Cipta Kerja yang baru, pihak
terkait, seperti pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, mungkin perlu melakukan
penyesuaian terhadap kebijakan, prosedur, atau praktik mereka untuk mematuhi
ketentuan yang baru. Hal ini dapat mempengaruhi strategi bisnis, kebijakan
ketenagakerjaan, serta interaksi antara perusahaan dan pihak ketiga, seperti pekerja,
masyarakat, dan lingkungan.
 Dampak pada Pelaksanaan UU Cipta Kerja: Dicabutnya UU Cipta Kerja yang lama
dan diberlakukannya UU yang baru, dapat berdampak pada pelaksanaan UU Cipta
Kerja secara keseluruhan. Pelaksanaan undang-undang dapat menghadapi tantangan
atau perubahan dalam hal interpretasi, implementasi, atau pengawasan, yang dapat
mempengaruhi efektivitas atau tujuan yang ingin dicapai dari UU Cipta Kerja.
 Pengawasan dan Penegakan Hukum: Dalam UU Cipta Kerja yang baru, yaitu UU No.
6 Tahun 2023, mungkin termasuk mekanisme pengawasan dan penegakan hukum
yang diperbarui atau diperkuat. Hal ini dapat berdampak pada bagaimana pelaksanaan
UU Cipta Kerja dipantau, dilaporkan, dan ditegakkan, serta konsekuensi bagi
pelanggaran ketentuan dalam undang-undang tersebut.

UU No. 12 Tahun 2011 untuk menghindari uji materil secara formal oleh Mahkamah
Konstitusi pada 15 Mei 2019, ketika menjadi undang-undang. Praktik politik pada hakikatnya
harus didasarkan pada legitimasi rakyat atau legitimasi demokrasi. Artinya, semua kebijakan
dan pembangunan legislatif harus memenuhi tujuan undang-undang yaitu memiliki tiga
undangundang dasar. Gagasan yang diidentifikasi oleh sebagian besar ahli teori dan filsafat
hukum adalah tiga tujuan hukum, antara lain keadilan, kemudahan, dan kepastian hukum
(Poerwadarminta, 1986). Dan baru-baru ini pemerintah mengusulkan kepada DPR RI RUU
penciptaan lapangan kerja. Asas hukum dapat menjadi dasar untuk mengembangkan norma
hukum yang berkaitan dengan penegakan peraturan hukum dan dapat dijadikan acuan atas
dasar landasan atau tujuan hukum Administrasi Terkait Jika undang-undang penciptaan
lapangan kerja yang komprehensif disahkan, itu dapat membingungkan, bukan hanya karena
tidak mendukung daerah, tetapi juga karena dapat menyebabkan kebingungan jika
diberlakukan. Padahal UU Cipta Kerja Komprehensif diharapkan dapat menggantikan
ketentuan yang tumpang tindih yakni 82 undang-undang menjadi undang-undang tunggal.
Tetapi sebaliknya, duplikasi telah meningkat sebelumnya, karena undang-undang. Ada
beberapa undang-undang, beberapa di antaranya belum sepenuhnya dihapuskan. Jadi,
meskipun tidak ada cara untuk menyederhanakannya, menggunakan "hukum global" ini akan
semakin membingungkan masyarakat umum, pelaku bisnis, dan lembaga penegak hukum.
Ketika "Hukum Komprehensif" menjadi undang-undang, tidak akan berfungsi secara efektif
pada tahap penegakan karena ketentuan penegakan diperlukan untuk penegakan "UU
Pemberlakuan Hukum yang Komprehensif". Setelah RRU itu disahkan, sekitar 519 aturan
pemerintah, 14 aturan presiden, dan satu aturan kementerian akan diberlakukan. Untuk
meringkas seluruh ketentuan penegakan hukum hak cipta, 534 ketentuan penegakan hukum
perlu diterbitkan, yang kemungkinan besar tidak akan selesai satu atau dua tahun sebelum
masa jabatan Jokowi berakhir. Salah satu penyebab banyaknya undang-undang yang
sekarang tidak berlaku dan mubazir adalah karena undang-undang tersebut telah dihapus dan
diganti dengan yang baru, tetapi aturan pelaksanaan undang-undang tersebut belum
terbentuk.
Omnibus law memiliki karakteristik khusus yang dapat merugikan demokrasi. Penetapan
konsep ini dapat menembus banyak pemangku kepentingan, sehingga DPR dan pemerintah
perlu memperluas akses informasi dan melibatkan seluruh masyarakat. Jika mengacu pada
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011, ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 juga dilaksanakan secara formal. Dalam hal ini, negara harus membuat saluran
untuk mengkomunikasikan secara jelas wadah yang akan dipegang dan keterlibatan
masyarakat. Hingga saat ini mekanisme partisipasi masyarakat masih belum jelas, sehingga
partisipasi masyarakat hanya dianggap sebagai persyaratan resmi undang-undang. Massa
rakyat adalah badan utama hukum dan harus berpartisipasi di dalamnya. Untuk
mempersiapkan legislasi, masyarakat terlebih dahulu harus ikut menentukan arah kebijakan.
Peraturan hukum tidak dapat diatur dan dilaksanakan dengan baik tanpa partisipasi
masyarakat. Memang, salah satu persyaratan utama untuk menghasilkan umpan balik adalah
partisipasi dalam masyarakat. Menurut Nonet dan Selznick, pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pembentukan produk hukum adalah membentuk partisipasi dengan
melibatkan sebanyak mungkin partisipasi semua sektor masyarakat dari sudut pandang
individu dan kelompok masyarakat. Anda juga harus memulai dengan keinginan dan harapan
masyarakat dan aspirasi. Sayangnya, hukum telah melupakan hak setiap orang untuk
mendapatkan kesempatan yang sama. Keterlibatan masyarakat tidak memiliki jaminan
hukum yang lebih baik, khususnya untuk mekanisme pemantauan aspirasi masyarakat dan
pernantauan aspirasi tersebut, dan untuk pengembangan mekanisme komunikasi atau aspirasi
dua arah. Masyarakat sering dilupakan dalam proses legislasi dan karenanya menolak hukum
di masyarakat. Kurangnya partisipasi publik memberi RUU itu hak veto yang luas, dan
bahkan amandemen yang tidak berdasar harus ditinjau konstitusional oleh Mahkamah
Konstitusi. N arnun karena keberanian dan likuiditas partisipasi rnasyarakat tidak diketahui,
maka partisipasi masyarakat dalam peraturan perundangundangan hanya dapat dijadikan
sebagai syarat formal yang tidak baku. Tidak adanya platform dan proses yang jelas juga
menimbulkan klaim bahwa partisipasi publik hanyalah hasil operasi. Begitu kehendak publik
terbentuk, pengingkaran hukum tidak benar-benar terjadi. Jika kebijakan itu tidak diinginkan,
kriteria yang menentukan siapa mendapat apa bisa dipertanyakan. Di sisi lain, proses
pembuatan kebijakan yang terbuka dan akrab tampaknya tersembunyi. Demikian pula,
konsep omnibus law diterapkan untuk memenuhi keinginan pemerintah untuk mengubah
dan/atau mencabut banyak undang-undang yang diyakini menghambat perekonomian dan
investasi, hasilnya adalah produk yang sah. Undang-Undang Komprehensif tentang
penciptaan lapangan kerja di harapkan dapat mengubah ketentuan yang tumpang tindih dari
82 undang-undang menjadi satu undang-undang dan mempromosikan investasi di Indonesia.
Di sisi lain, peraturan telah berubah dan hanya
beberapa peraturan yang dihapus dari undang-undang yang lama. Meningkatnya duplikasi
dengan peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya menghapuskan undang-
undang tersebut, seluruh pasal dalam pasal ini dan setiap klausa pasal tersebut adalah 1.028
halaman. Jadi sementara tidak ada cara untuk menyederhanakan ini, menggunakan omnibus
law akan semakin membingungkan bisnis populer dan pejabat penegak hukum. Hukum
Komprehensif Undang- undang ini tidak akan berjalan efektif pada tahap penegakan. Sebab,
ketentuan harus ditetapkan agar UU Ketenagakerjaan Komprehensif dapat berlaku. ltu
sebabnya SK yang bersumber dari omnibus law tidak jelas. RUU harus dianggap sebagai
undang-undang baru, tetapi jika dokumen tentang undang-undang yang diubah diterbitkan,
teknik pembentukannya tidak tunduk pada lampiran undang-undang yang membuat undang-
undang tersebut.
Penting untuk diingat bahwa analisis yang lebih rinci tentang UU Cipta Kerja yang baru,
yaitu UU No. 6 Tahun 2023, akan memerlukan akses langsung terhadap teks undang-undang
itu sendiri serta pemahaman yang mendalam tentang konteks hukum dan peraturan di
Indonesia. Bagi pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, untuk
mematuhi norma-norma yang terkandung dalam UU Cipta Kerja atau undang-undang
lainnya, serta melibatkan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan
implementasi yang baik dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jika ada indikasi
pelanggaran, maka langkah-langkah penegakan hukum.
Maka dari itu Adapun saran terkait UU CIPTA KERJA terbaru yang disahkan namun ada
norma-norma yang tidak ditaati. Presiden akan segera menerbitkan Keputusan Presiden
terkait lembaga yang dipimpin oleh Kepala Badan Mgislati f yang menangani pekerjaan
administrasi di bidang peraturan perundangundangan, yang dikodifikasikan dengan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2019 (Perubahan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2019). Salah
satu fungsi surat undangan adalah untuk menangani duplikat aturan menggunakan undang-
undang lengkap berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011. Dan Pemerintah harus segera
menyiapkan regulasi untuk penegakan hukum umum tentang penciptaan lapangan kerja.
Pemerintah juga perlu memantau kebijakan pemerintah, khususnya yang terkait dengan
regulasi, sebagaimana diatur dalam undang-undang ini agar pemberlakuan undang-undang ini
dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional di masa mendatang.
Masyarakat harus lebih sadar akan hak- haknya dalam politik dan membuat ketentuan hukum
agar tidak ada lagi wilayah kekuasaan birokrasi dan parlementer.

Anda mungkin juga menyukai