Anda di halaman 1dari 6

Anekdot Hukum Peradilan

1 Pada zaman dahulu di suatu negara (yang pasti bukan negara kita) ada
seorang tukang pedati yang rajin dan tekun. Setiap pagi dia membawa barang
dagangan ke pasar dengan pedatinya. Suatu pagi dia melewati jembatan
yang baru dibangun.
Namun sayang, ternyata kayu yang dibuat untuk jembatan tersebut tidak
kuat. Akhirnya, tukang pedati itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya
hanyut.
2 Si Tukang Pedati dan keluarganya tidak terima karena mendapat kerugian
gara- gara jembatan yang rapuh. Setelah itu, mereka melaporkan kejadian itu
kepada hakim untuk mengadukan si Pembuat
Jembatan agar dihukum dan
memberi uang ganti rugi. Zaman
dahulu orang dapat melapor
langsung ke hakim karena belum
ada polisi.
3 Per mohonan keluarga si Tu
kang Pedati dikabulkan. Hakim
memanggil si Pembuat Jembatan
untuk diadili. N a m un, si P em b
u a t J em b a t a n tentu protes
dan tidak terima. Ia m enimp a ka
n k es a l a h a n k ep ad a tukang
kayu yang menyediakan kayu
untuk bahan jembatan itu. Setelah itu,
Sumber: http://www.golddinarjameela.com/2012/03/
hakim memanggil si Tukang Kayu. ber-muammalah-dengan-timbangan-yang.html
Gambar 4.2 Timbangan sebagai simbol
keadilan
4 Sesampainya di hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim,
“Yang
Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga hamba dipanggil ke
persidangan?”
Yang Mulia Hakim menjawab, “Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang
kamu bawa untuk membuat jembatan itu ternyata jelek dan rapuh
sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan pedati beserta
kudanya. Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan mengganti segala
kerugian si Tukang Pedati.”
Si Tukang Kayu membela diri, “Kalau itu permasalahannya, ya, jangan
salahkan saya, salahkan saja si Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek.”
Yang Mulia Hakim berpikir, “Benar juga apa yang dikatakan si Tukang Kayu
ini. Si Penjual Kayu inilah yang menyebabkan tukang kayu membawa kayu
yang jelek untuk si Pembuat Jembatan.” Lalu, Hakim berkata kepada
pengawalnya, “Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya!”
Pergilah si Pengawal menjemput si Penjual
Kayu.
5 Si Penjual Kayu dibawa oleh pengawal tersebut ke hadapan hakim. “Yang
Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan
ini?” kata si Penjual Kayu.
Sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu sangat besar karena kamu tidak
menjual kayu yang bagus kepada si Tukang Kayu sehingga jembatan yang
dibuatnya tidak kukuh dan menyebabkan seseorang kehilangan kuda dan
barang dagangannya dalam pedati.”
Si Penjual Kayu menjawab, “Kalau itu permasalahannya, jangan
menyalahkan saya. Yang salah pembantu saya. Dialah yang menyediakan
beragam jenis kayu untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang
jelek kepada si Tukang Kayu itu.”
Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hai pengawal bawa si
Pembantu ke hadapanku!” Maka si Pengawal pun menjemput si
Pembantu.
6 Seperti halnya orang yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si
Pembantu pun bertanya kepada hakim perihal kesalahannya. Sang Hakim
memberi penjelasan tentang kesalahan si Pembantu yang menyebabkan
tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya sepedati. Si Pembantu tidak
secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu sehingga ia tidak
bisa memberi alasan yang memuaskan sang Hakim. Akhirnya, sang Hakim
memutuskan si Pembantu harus dihukum dan memberi ganti rugi.
Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal, “Hai, Pengawal, masukkan si
Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya sekarang
juga!”
7 Beberapa menit kemudian, sang Hakim bertanya kepada si Pengawal, ”Hai,
Pengawal apakah hukuman sudah dilaksanakan?”
Si Pengawal menjawab, ”Belum, Yang Mulia, sulit sekali untuk
melaksanakannya.”
Sang Hakim bertanya, “Mengapa sulit? Bukankah kamu sudah biasa
memenjarakan dan menyita uang orang?”
Si Pengawal menjawab, “Sulit, Yang Mulia. Si Pembantu badannya terlalu
tinggi dan gemuk. Penjara yang kita punya tidak muat karena terlalu sempit
dan si Pembantu itu tidak punya uang untuk disita.”
Sang Hakim marah besar, “Kamu bego amat! Gunakan dong akalmu, cari
pembantu si Penjual Kayu yang lebih pendek, kurus, dan punya uang!”
Setelah itu, si Pengawal mencari pembantu si Penjual Kayu yang lain yang
berbadan pendek, kurus, dan punya uang.
8 Si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang bertanya
kepada hakim, “Wahai, Yang Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba
sehingga harus dipenjara?”
Dengan entengnya sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu adalah pendek,
kurus, dan punya uaaaaang!!!!”
9 Setelah si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang itu
dimasukkan ke penjara dan uangnya disita, sang Hakim bertanya kepada
khalayak ramai yang menyaksikan pengadilan tersebut, ”Saudara-saudara
semua, bagaimanakah menurut pandangan kalian, peradilan ini sudah adil?”
Masyarakat yang ada serempak menjawab,
“Adiiill!!!”

(1) Teks anekdot itu panjang, tetapi struktur teksnya sederhana dan sama
d e ng an s t r u ktu r t e k s an e kd ot s e b e lu m nya . St r u ktu r te k s
itu ad a l a h abstraksi^orientasi^krisis^reaksi^koda.
Untuk mengidentifikasi struktur teks anekdot tersebut, lengkapilah titik-titik
pada diagram berikut ini dengan hanya menuliskan satu atau dua kalimat
pendek. Sertakan juga nomor paragraf tempat kalimat tersebut berasal.
Pada zaman dahulu di suatu negara (yang pasti
bukan negara kita) ada seorang tukang pedati yang
Abstraksi rajin dan tekun. Setiap pagi dia membawa barang
dagangan ke pasar dengan pedatinya. ( paragraf 1)

Suatu pagi saat Tukang Pedati melewati jembatan, jembatan itu


tidak kuat,sehingga dagangan, kuda dan Tukang Pedati itu jatuh ke
Orientasi sungai. Si tukang pedati dan keluarganya melaporkan si pembuat
Jembatan ke hakim,karena merasa dirugikan.(1 dan 2)

Tidak ada yang mengaku bersalah, Si ukang Jembatan


menyalahkan si Tukang kayu,si Tukang kayu menyalahkan
Krisis Si Penjual Kayu,dan si Penjual kayu menyalahkan
pembantunya.Meraka saling membela diri.(3, 4, 5 dan 6)

Penjara tidak muat untuk si Pembantu yang gemuk, dan dia tidak
punya uang untuk disita.Lalu Si Hakim menyuruh pengawalnya
Reaksi untuk mencari pembantu yang berbadan kurus, pendek dan punya
uang dan memenjarakanya. ( paragraf 7 )

Akhirnya pembantu yang berbadan pendek, kurus,dan punya


uang dimasukan penjara dan disita uangnya. Peradilan pun
Koda dianggap adil.(paragraf 8)

(2) Partisipan yang terlibat pada anekdot tersebut adalah partisipan manusia,
seperti yang mulia hakim. Partisipan manusia yang lain adalah:
 1.Si Tukang Pedati dan keluarganya.
 2.Si Pembuat Jembatan
 3.Si Tukang Kayu.
 4.Si Penjual Kayu.
 5.Si Pengawal
 6.Si Pembantu berbadan tinggi dan gemuk.
 7.Si Pembantu berbadan pendek, kurus, dan punya uang.
(3) Dalam teks anekdot itu tidak terdapat unsur lucu, tetapi menggambarkan
kekonyolan bahwa orang yang tidak bersalah dihukum dan dimasukkan ke
penjara. Mengapa si Pembantu yang kurus dan pendek dihukum dan dipenjara,
tetapi si Pembantu yang gemuk dan tinggi tidak?
(4) Dalam teks anekdot itu terkandung sindiran, yaitu keputusan yang tidak adil
dikatakan adil. Siapa yang disindir?
(5) Betulkah sindiran itu dapat diungkapkan dengan pengandaian? Salah satu
pengandaian yang ditemukan dalam teks anekdot di atas adalah bahwa
peradilan itu dilaksanakan di suatu negara, bukan di negara kita. Pengandaian
yang lain adalah:
 Seandainya si Tukang Pedati tidak melewati Jembatan maka dia tidak
mungkin jatuh
 Seandainya zaman dahulu ada Polisi, maka Masyarakat tidak bisa melapor
langsung kepada Hakim
 Seandainya kayu Jembatan itu kuat, maka si Tukang Pedati tidak akan jatuh
 Jika Penjara itu besar, dan Pembantu gemuk dan tinggi itu mempunyai
uang, maka dia akan dimasukkan ke dalam Penjara.
(6) Betulkah sindiran itu dapat diungkapkan dengan lawan kata (antonim)? Dua
contoh lawan kata yang digunakan pada anekdot tersebut adalah adil–tidak adil
dan benar–salah. Maksudnya adalah bahwa sesuatu yang tidak adil dikatakan
sebagai sesuatu yang adil dan sesuatu yang salah dikatakan sebagai sesuatu
yang benar atau sebaliknya. Contoh lawan kata yang lain adalah sebagai
berikut.
 Tinggi x Pendek
 Kurus x Gemuk
 Punya uang x Tidak punya uang
 Bodoh x Pintar
(7) Dalam anekdot tersebut terkandung konjungsi lalu untuk menyatakan urutan
peristiwa. Konjungsi yang berfungsi sejenis dengan itu adalah sebagai berikut.
 kemudian
 mula-mula
 selanjutnya
 Setelah itu.
(8) Dalam anekdot itu terkandung konjungsi maka untuk menyatakan akibat
perbuatan yang dilakukan oleh seorang tersangka. Konjungsi yang berfungsi
sejenis dengan itu adalah:
 Hingga.
 Sehingga.
 Makanya.
 Karena.
(9) Fungsi konjungsi dapat digantikan oleh kata-kata. Sebagai contoh, konjungsi setelah dapat
diungkapkan dengan sesampainya di hadapan hakim (paragraf 4). Kata-kata lain seperti itu
pada teks anekdot itu adalah:
 Maka digantikan oleh karena itu.
 Lalu digantikan kemudian.
 Beberapa saat kemudian digantikan setelah itu.
(10) Dari teks anekdot tersebut, dapatkah kalian menyimpulkan bahwa orang yang tidak dapat
berdebat di sidang pengadilan akan kalah? Tunjukkan buktinya pada teks anekdot tersebut.
Apakah keadaan itu menggambarkan bahwa layanan publik di bidang hukum belum bagus?

Anda mungkin juga menyukai