Anda di halaman 1dari 9

I.

Pendahuluan
Kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.
Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan
perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan
tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak
maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.

II. Pengertian Akhlak


Pengertian Akhlak Secara Etimologi,
Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa Arab
jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar


mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1. Ibn Miskawaih
Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui ertimbangan pikiran lebih
dahulu.
2. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran
dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan
terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan
jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang
buruk.
3. Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlak.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara
sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam
atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak
dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan
yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya
berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka
akhlak Islami juga bersifat universal.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak
universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan social
yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua
misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan
bagaimana bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat dimanifestasikan
oleh hasil pemikiran manusia.

Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun


peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental,
serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.

III. Macam-macam Akhlak


a) Akhlak Al-Karimah / Akhlak Mahmudah
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun
dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia,
akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

 Akhlak Terhadap Allah


Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang
jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.

 Akhlak terhadap Diri Sendiri


Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati,
menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa
dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya. Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol,
menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang
tercela.

 Akhlak terhadap sesama manusia


Manusia adalah makhluk social yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional
dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama
dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak
yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasaan kita,
dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan
dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.

b) Akhlak Al-Mazmumah
Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan
dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap
membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan
benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.

Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang


tercela, di antaranya:
 Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang
sebenarnya.
 Takabur (sombong)
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.
Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
 Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
 Bakhil atau kikir
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk
orang lain.

Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya di


bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan
perintah Allah dan rasulnya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik,
maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai
dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasulnya dan melahirkan perbuatan-
perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.

IV. Akhlak dan Budi Pekerti Rasul saw.


Perilaku seseorang merupakan barometer akal dan kunci untuk mengenal
hati nuraninya. ‘Aisyah Ummul Mukminin putri Ash-Shiddiq radhiyallahu
‘anhuma seorang hamba terbaik yang mengenal akhlak Rasululloh
shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang dapat menceritakan secara detail
keadaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
adalah orang yang paling dekat dengan beliau baik saat tidur maupun
terjaga, pada saat sakit maupun sehat, pada saat marah maupun ridha.

Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan: “Rasululloh Shalallaahu alaihi


wasalam bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau
bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas
kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan
dan merelakan. (HR: Ahmad)

Demikianlah akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selaku nabi umat


ini yang penuh kasih sayang dan selalu memberi petunjuk, yang penuh
anugrah serta selalu memberi nasihat. Semoga shalawat dan salam
tercurah atas beliau.

Al-Husein cucu beliau menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia


berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasululloh
shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan
beliau, ayahku menuturkan: “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah
seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak
suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja yang
mengharapkanya pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi
undangannya pasti akan senantiasa puas. Beliau meninggalkan tiga
perkara: “riya’, berbangga-bangga diri dan hal yang tidak bermanfaat.”
Dan beliau menghindarkan diri dari manusia karena tiga perkara: “beliau
tidak suka mencela atau memaki orang lain, beliau tidak suka mencari-
cari aib orang lain, dan beliau hanya berbicara untuk suatu maslahat yang
bernilai pahala.” Jika beliau berbicara, pembicaraan beliau membuat
teman-teman duduknya tertegun, seakan-akan kepala mereka dihinggapi
burung (karena khusyuknya). Jika beliau diam, barulah mereka berbicara.
Mereka tidak pernah membantah sabda beliau. Bila ada yang berbicara di
hadapan beliau, mereka diam memperhatikannya sampai ia selesai
bicara.

Pembicaraan mereka disisi beliau hanyalah pembicaraan yang


bermanfaat saja. Beliau tertawa bila mereka tertawa. Beliau takjub bila
mereka takjub, dan beliau bersabar menghadapi orang asing yang kasar
ketika berbicara atau ketika bertanya sesuatu kepada beliau, sehingga
para sahabat shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengharapkan
kedatangan orang asing seperti itu guna memetik faedah. Beliau
bersabda, yang artinya: “Bila engkau melihat seseorang yang sedang
mencari kebutuhannya, maka bantulah dia.” Beliau tidak mau menerima
pujian orang kecuali menurut yang selayaknya. Beliau juga tidak mau
memutuskan pembicaraan seeorang kecuali orang itu melanggar batas,
beliau segera menghentikan pembicaraan tersebut dengan melarangnya
atau berdiri meninggalkan majlis.” (HR: At-Tirmidzi)

Cobalah perhatikan satu persatu akhlak dan budi pekerti nabi umat ini
shallallahu ‘alaihi wasallam. Pegang teguh akhlak tersebut dan
bersungguh-sungguhlah dalam meneladaninya, sebab ia adalah kunci
seluruh kebaikan.

Di antara petunjuk Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah


mengajarkan perkara agama kepada teman-teman duduknya, di antara
yang beliau ajarkan adalah: “Barangsiapa yang wafat sedangkan ia
memohon kepada selain Allah, ia pasti masuk Neraka.” (HR: Al-Bukhari)

Di antaranya juga: “Seorang muslim adalah yang kaum muslimin dapat


terhindar dari gangguan lisan dan tangan-nya, seorang muhajir (yang
berhijrah) adalah yang meninggalkan segala yang dilarang Alloh
Subhanahu wata’ala” (Muttafaq ‘alaih).

Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang artinya:


“Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan ke
masjid di malam kelam, berupa cahaya yang sempurna pada Hari
Kiamat.” (HR: At-Tirmidzi dan Abu Daud)

Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang artinya:


“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kamu.” (HR: Abu
Daud)

Diriwayatkan juga dari beliau, yang artinya: “Sesungguhnya seorang


hamba berbicara dengan sebuah perkataaan yang belum jelas
bermanfaat baginya sehingga membuat ia terperosok ke dalam api
Neraka lebih jauh daripada jarak timur dan barat.” (Muttafaq ‘alaih)
ADAB TERHADAP KEDUA ORANG TUA
Seorang Muslim tentu mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya dan
kewajiban berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap keduanya. Bukan hanya
karena mereka berdua menjadi sebab keberadaannya, atau karena mereka telah
berbuat baik terhadapnya dan memenuhi kebutuhannya, atau karena mereka
adalah manusia paling berjasa dan utama bagi dirinya, akan tetapi lebih dari itu
karena Allah Ta’ala telah menetapkan kewajiban atas anak untuk berbakti dan
berbuat baik kepada kedua orang tuanya, bahkan perintah tersebut penyebutannya
disertakan dengan kewajiban hamba yang paling utama yaitu kewajiban
beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukanNya.
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)

Hak kedua orang tua merupakan hak terbesar yang harus dilaksanakan oleh setiap
muslim, berikut ini adalah beberapa petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam berbakti kepada kedua orang tua baik semasa hidup keduanya
atau sepeninggal mereka.

Hak-Hak yang Wajib Dilaksanakan Semasa Hidup Orang Tua.

1. Menaati mereka selama tidak mendurhakai Allah Ta’ala.


Menaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap muslim, sedang
mendurhakai keduanya merupakan perbuatan yang diharamkan, kecuali jika
mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah Ta’ala (berbuat syirik) atau
bermaksiat kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, ….” (QS.Luqman:15)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada ketaatan untuk
mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan
kebaikan”. (HR. Al-Bukhari)

2. Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orang tua


Allah Ta’ala berfirman, artinya, “…dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan «ah»
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”
(QS. Al-Israa’: 23-24)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh merugi, sungguh
merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orang tuanya
yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat
memasukkannya ke dalam surga.” (HR.Muslim)
3. Berbicara dengan lemah lembut di hadapan mereka
Di antara bakti terhadap kedua orang tua adalah menjauhkan ucapan dan
perbuatan yang dapat menyakiti mereka, walaupun berupa isyarat atau dengan
ucapan ‘ah’, tidak mengeraskan suara melebihi suara mereka. Rendahkanlah
diri dihadapan keduanya dengan cara mendahulukan segala urusan mereka.

4. Menyediakan makanan untuk mereka


Hal ini juga termasuk bentuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika hal
tersebut merupakan hasil jerih payah sendiri. Lebih-lebih jika kondisi
keduanya sudah renta. Sudah seyogyanya, mereka disediakan makanan dan
minuman yang terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua dari pada
dirinya, anaknya dan istrinya.

5. Meminta izin kepada mereka sebelum berjihad dan pergi untuk urusan
lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan
(kewajibannya untuk dirinya-pent). Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah
apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya, ‘Apakah kamu masih
mempunyai kedua orang tua?’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Masih’. Beliau
bersabda, ‘Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya’.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim), dan masih banyak hadits yang semakna dengan hadits
tersebut.

6. Memberikan harta kepada orang tua sebesar yang mereka inginkan.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang laki-
laki ketika ia berkata, “Ayahku ingin mengambil hartaku”. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap
orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil,
serta telah berbuat baik kepadanya.

7. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang


dicintainya.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tuanya ridha dengan berbuat baik
kepada orang-orang yang mereka cintai. Yaitu dengan memuliakan mereka,
menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang
tua) kepada mereka, dan lain sebagainya.

8. Memenuhi sumpah / Nazar kedua orang tua


Jika kedua orang tua bersumpah untuk suatu perkara tertentu yang di
dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak
untuk memenuhi sumpah keduanya karena hal itu termasuk hak mereka.
9. Tidak Mencaci maki kedua orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Termasuk dosa besar
adalah seseorang mencaci maki orang tuanya.” Para sahabat bertanya, ‘Ya
Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orang tuanya?’ Beliau
menjawab, “ Ada. ia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut
membalas mencaci maki orang tuanya. Ia mencaci maki ibu orang lain lalu
orang itu membalas mencaci maki ibunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Terkadang perbuatan tersebut tidak dirasakan oleh seorang anak, dan


dilakukan dengan bergurau padahal hal ini merupakan perbuatan dosa besar.

10. Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah


Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?”
beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’
Beliau kembali menjawab, “Ibumu”. Lelaki itu kembali bertanya, “Kemudian
siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya.
“Ayahmu,” jawab beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas tidak bermakna lebih menaati ibu daripada ayah. Sebab,
menaati ayah lebih didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang
sama dan dalam hal yang dibolehkan syari’at. Alasannya, ibu sendiri
diwajibkan taat kepada suaminya.
Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits tersebut
adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah. Sebagian
Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk
dipenuhi.”

11. Mendahulukan berbakti kepada kedua orang tua daripada berbuat baik
kepada istri.
Di antara hadits yang menunjukkan hal tersebut adalah kisah tiga orang yang
terjebak di dalam gua lalu mereka tidak bisa keluar kemudian mereka
bertawasul dengan amal baik mereka, di antara amal mereka, ‘ada yang
mendahulukan memberi susu untuk kedua orang tuanya, walaupun anak dan
istrinya membutuhkan’.
Hak-Hak Orang Tua Setelah Mereka Meninggal Dunia

1. Mengurus jenazahnya dan banyak mendoakan keduanya, karena hal ini


merupakan bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.

2. Beristighfar (memohonkan ampun kepada Allah Ta’ala) untuk mereka


berdua, karena merekalah orang yang paling utama untuk didoakan agar
Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa mereka dan menerima amal baik
mereka.

3. Menunaikan janji dan wasiat kedua orang tua yang belum terpenuhi semasa
hidup mereka, dan melanjutkan amal-amal baik yang pernah mereka
kerjakan selama hidup mereka. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada
mereka berdua apabila amal baik tersebut dilanjutkan.

4. Memuliakan teman atau sahabat dekat kedua orang tua, Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Sesungguhnya bakti anak
yang terbaik adalah seorang anak yang menyambung tali persahabatan
dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya meninggal”. (HR.
Muslim)

5. Menyambung tali silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah. Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang ingin
menyambung silaturrahim ayahnya yang ada dikuburannya, maka
sambunglah tali silaturrahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia
meninggal”. (HR. Ibnu Hibban).

Semoga petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berbakti


kepada kedua orang tua di atas dapat kita wujudkan dalam kehidupan kita.
Karena hal tersebut merupakan hak mereka berdua sekaligus sebagai kewajiban
kita sebagai anak yang shalih untuk melakukannya. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai