Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian


2.1.1. Batas Wilayah Administrasi
Lokasi penelitian berada di Dusun Desa Batu Kecamatan Sungai Kunyit
Kabupaten Mempawah yang letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten
Bengkayang secara administratif batas wilayah Kecamatan Sungai Kunyit adalah
sebagai berikut:
1. Batas Utara : Kabupaten Bengkayang;
2. Batas Timur : Kecamatan Sadaniang;
3. Batas Selatan : Kecamatan Mempawah Hilir;
4. Batas Barat : Selat Karimata (Kecamatan Sungai Kunyit Dalam
Angka,2018).
Lokasi penelitian dilakukan di proyek penambangan Tanah Urug CV. Citra
Palapa Mineral yang berada di Desa Batu, Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten
Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat.
Secara geografis, lokasi penelitian ini dibatasi oleh koordinat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1.
Koordinat IUP CV. Citra Palapa Mineral

No Garis Bujur (BT) Garis Lintang


Titik
Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik LU/LS
1 108 56 31,9 0 31 10 LU
2 108 56 44 0 31 10 LU
3 108 56 44 0 30 46,8 LU
4 108 56 31,9 0 30 46,8 LU
Sumber : CV. Citra Palapa Mineral

3
Gambar 2.1. Peta Lokasi IUP CV. Citra Palapa Mineral

4
5

2.1.2. Luas Wilayah Penelitian

Luas areal Pertambangan CV. Citra Palapa Mineral berdasarkan izin


usaha Pertambangan eksplorasi (WIUP) yang diterbitkan oleh Kepala Dinas
Pertambangan Provinsi Kalimantan Barat Nomor : 843/DESDM-B.1/2018 tanggal
30 April 2018 dengan luasan 26,8 hektar. Setelah melakukan serangkaian survey
tinjau pada lokasi yang dimaksud, kemudian kami melakukan pengajuan
permohonan peningkatan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) menjadi
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Melalui proses persyaratan, maka
diterbitkan Izin Usaha pertambangan (IUP) Eksplorasi yang diterbitkan oleh Kepala
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalimantan
Barat dengan Surat Keputusan Nomor : 503/ 57/ MINERBA/DPMPTSP-C.1/2018
pada tanggal 17 September 2018 dengan luasan 26,8 hektar.
Sumber : CV. Citra Palapa Mineral

Gambar 2.2. Peta Areal Lokasi Penambangan CV. Citra Palapa Mineral

6
7

2.1.3. Kesampaian Lokasi Penelitian


Secara administratif, wilayah IUP CV.Citra Palapa Mineral berada di Desa
Batu Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah dengan luas IUP daerah
sebesar 26,8 Ha. Lokasi tersebut dapat ditempuh dari Kota Pontianak dengan jalur
darat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat menuju Sungai Kunyit
dengan waktu tempuh ± 2 jam, kemudian dilanjutkan menuju lokasi quarry di Desa
Batu dengan jarak 3,8 Km. Kondisi Prasarana transportasi dari Pontianak menuju
Sungai Kunyit ini merupakan jalan Provinsi yang sebagian besar beraspal baik.
Gambar 2.3. Peta Kesampaian Lokasi CV. Citra Palapa Mineral

8
9

2.1.4. Kondisi Fisik Wilayah Penelitian


2.1.4.1. Kondisi Geologi
Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan oleh N.Suwarna (GRDC)
dan R.P.Langford (AGSO) bahwa pembahasan kerangka geologi daerah penyelidikan
termasuk dalam lembar Singkawang skala 1:250.000.
Sejarah Geologi mengatakan selama trias akhir, formasi Banan terdapat di
dalam lingkungan laut dangkal sampai dengan laut terbuka, dekat dengan sumber
batuan gunung api asam. Batuan asal dari batuan didekatnya yang diendapkan dalam
waktu yang sama yaitu formasi sadong di Serawak, mendukung aspek tumbuh asal
pasifik, yang serupa dengan tumbuhan dari Vietnam (Hutchinson, 1989) yang
merupakan bukti penting terhadap asal Daratan Gondwanan untuk Kalimantan Barat
Laut.

Pada waktu jarak awal, kedalaman laut di Singkawang bertambah, seperti


diperlihatkan oleh kemungkinan terbidik yang membentuk formasi Sungai Betung
Kelanjutan gunung api yang diperlihatkan oleh tufa dibagian atas satuan ini
memberikan dugaan dekat satuan tepian lempeng aktif. Jarum jam, menghadap suatu
samudera pasifik moyang (ancestral).

Dibandingkan dengan sumbat Gabro Biwa yang menerobos bagian utara


batolit schwaner di Nangataman, Gabro setinjam mungkin teralih tempatkan pada
kapur akhir. Perlapisannya dan juga kenaikan yang tetap dari landaian gaya berat
kearah singkapan tunggalnya, memberikan dugaan bahwa ini mewakili material kerak
yang dalam.

Kemungkinan perenggangan kerak pada pertengahan Eosen di Kalimantan


Barat Laut menimbulkan pengalih tempatan batuan Gunung api Serentak dan batuan
terobosan Dasit Bawang yang berkaitan. Batuan Gunung api nya dan tufa piabung yang
kelihatannya seumur berlitologi serupa lebih jauh ketimur dipercayai mencerminkan
perenggangan kerak yang mengawali cekungan sedimen tersier awal bagian dalam.
(Dokumen Studi Kelayakan CV. Citra Palapa Mineral).
10

2.1.4.2. Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Mempawah adalah alluvial,


organosol, low humid clay, dan litosol. Pada bagian wilayah pantai, jenis tanah yang
dominan adalah tanah alluvial dan organosol. Dari keseluruhan wilayah Kabupaten
Mempawah, secara garis besar jenis tanahnya dapat dibagi sebagai berikut : (Pokja
AMS Kab. Mempawah, 2015)
a. Tanah Alluvial
Yang diusahakan sebagian besar oleh pantai untuk sawah tadah hujan dan
kebun kelapa. Jenis ini sebagian besar terdapat di daerah pantai seperti
Kecamatan Sungai Kunyit, Sungai Pinyuh dan Mempawah Hilir.
b. Tanah Organosal
Merupakan daerah yang terluas di Kabupaten Mempawah yang meliputi
Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah Hilir, Sungai Pinyuh, Siantan dan
Toho.
c. Tanah Low Humic Clay
Merupakan jenis tanah yang tidak begitu luas, jenis tanah ini terdapat sedikit
di daerah Kecamatan.
Gambar 2.4. Peta Geologi Lembar Singkawang

11
12

2.1.5. Stratigrafi
Berdasarkan pada pembagian zona di peta Geologi Lembar Singkawang
dengan skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Bandung Tahun 1993, stratigrafi yang menempati wilayah lokasi
penambangan yaitu daerah perbukitan yang menempati satuan batuan granitik atau
formasi batuan terobosan granodiorit (Klm).
Formasi batuan ini terdiri dari granodiorit, granodiorit hornblend-biotit,
ademelit, tonalit, monzogranit, syenogranit, tonalit diorit kuarsa, monzoit kuarsa
granit dan aplit, kemagnetan sedang sampai kuat, umumnya terubah dan termodifikasi,
setempat tergeruskan kuat, terlimonitkan dan terbreksikan, mengandung batuan asing
(senolit) batuan gunung api dan sedimen, berbutir sedang dan equgranular batuan ini
berupa batolit dan sedikit retas dan stock, menerobos Batuan Gunung Api Kerabai,
Batupasir Bengkayang dan kompleks Batuan Beku dan Malihan Embuoi. Berumur 87
sampai 128 juta tahun yang lalu (kapur awal). Satuan batuan ini merupakan satuan
batuan tertua dan banyak tersingkap di seluruh daerah penyelidikan. Secara genesis
menerobos satuan batuan diatasnya.

2.1.6. Morfologi
Kabupaten Mempawah pada umumnya merupakan dataran rendah, perbukitan
dan pesisir pantainya berawa – rawa. Wilayah ini didominasi oleh kemiringan lereng
0-8 % atau < 8% dan ketinggian antar 0 - 200 mdpl. Wilayah dengan kemiringan lereng
0-8 % terdapat di Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah Hilir, Mempawah Timur,
Sungai Pinyuh, Segedong dan Siantan. Luas wilayah Kabupaten Mempawah
berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng adalah seperti pada tabel 2.2. di bawah ini.
(Pemerintah Kab. Mempawah, 2015)
13

Tabel 2.2.
Luas Kemiringan Lahan (rata-rata) Kabupaten Mempawah
No. Kemiringan Luas (Ha)
1. Datar (0 - 8%) 149.948
2. Landai (9 - 15%) 12.644
3. Agak curam (16 - 25%) 28.042
4. Curam (26 - 45%) 2.862
5. Sangat curam (>46%) 14.331
Jumlah 207.789
Sumber: RTRW Kabupaten Mempawah 2014 - 2034

Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada


tahun 2002 telah menyusun Standard Nasional Indonesia untuk satuan pemetaan
geomorfologi berdasarkan klasifikasi yang dikembangkan oleh Van Zuidam (1983)
selaras dengan skala peta yang digunakan untuk melakukan pemetaan geomorfologi.
Klasifikasi satuan pemetaan geomorfologi tersebut bersifat holistik (holositic), artinya
klasifikasi tersebut dapat dimanfaatkan pada setiap bidang kajian ilmu kebumian,
seperti geologi, geografi, ilmu tanah, perencanaan wilayah dan tata ruang.

Tabel 2.3.
Pembagian Satuan Morfologi Berdasarkan “Van Zuidam”
Satuan Relief Kelas Lereng Ketinggian
Dataran atau sangat datar 0–2% <5m
Bergelombang/ Lereng sangat Landai 3–7% < 5-50 m
Bergelombang - bukit landau 8 – 13 % < 25-75 m
Perbukitan curam 14 – 20 % < 50-200 m
Perbukitan sangat curam 21 – 55 % < 200-500 m
Pegunungan curam 56 – 140 % < 500-1.000 m
Pegunungan sangat curam >140 % < 1.000 m
Sumber : (Verstappen dan Van Zuidam, 1968 dan 1975)
Gambar 2.5. Peta Geologi Daerah Penelitian CV. Citra Palapa Mineral

14
15

Berdasarkan peta diatas, daerah penelitian termasuk dalam daerah geologi


sebagai berikut:

1. Endapan Alluvial dan Rawa (Qa)


Endapan Alluvial (Qa), formasi ini mewakili bagian dari timur sampai selatan
daerah penyelidikan. Pasir, kerikil, dan bongkahan. Berasal dari batuan
malihan, batuan bersifat granit dan kuarsif lepas. Dibeberapa tempat
ditemukan lumpur pasir dan tanah liat mengandung lignit dan limonit. Batuan
yang mengeras juga ditemukan terletak di antar 40 – 50 m diatas permukaan
sungai sekarang. Batuan-batuan tersebut terdapat sebagai endapan sungai,
undak dan rawa. Satuan alluvium ini merupakan endapan kuarter yang
terdapat pada daerah-daerah lembah dan dataran. Satuan ini terdiri dari
lumpur, pasir, kerikil dan sisa-sisa tumbuhan.

2. Batuan Terobosan Sintang (Toms)


Batuan Terobosan Sintang (Toms), berumur Oligosen, terdiri dari granit,
mikro granit, granogranit, granit kuarsa, gabro kuarsa, tonalit.

2.1.7. Topografi
Secara regional daerah penyelidikan merupakan suatu bentang alam dataran
rendah pesisir pantai dengan keterdapatan perbukitan tanah dan batuan dengan elevasi
ketinggian berkisar 100 mdpl.
Daerah dataran rendah yang berada di sisi barat berada di level elevasi antara
0-10 mdpl. Sedangkan di sisi timur dan relatif ke selatan terdapat juga perbukitan
rendah dengan level elevasi yang hampir sama dengan elevasi ketinggian atas lokasi
komoditas penambangan yang ada. Perbukitan yang ada dihubungkan oleh lembah
yang relative landau dengan elevasi berkisar antara 10-15 mdpl.
Pada utara kondisi topografi juga relatif landai dengan keberadaan level
elevasi berkisar antara 5-40 mdpl, dimana keterdapatan jalan akses yang berada di
elevasi 10 mdpl. Keberadaan jalan akses yang relatif baik memungkinkan untuk dapat
diakses sebagai jalan angkut ke luar lokasi, baik yang berada di sisi utara maupun
yang berada di sisi selatan WIUP.
16

Dengan batasan elevasi akhir penambangan berada pada relatif elevasi 15


mdpl, maka keberadaan jalan akses di 10 mdpl akan berada pada level aman
penggalian. Perencanaan relatif batas penambangan di elevasi 15 mdpl didasarkan pada
pertimbangan aspek hidrologi yang memungkinkan run off akan dapat mengalir sesuai
dengan pola aliran alami, meskipun secara sumber daya memungkinkan untuk
dilakukan penambangan sampai dengan level elevasi 10 mdpl.
Penggunaan topografi (kontur elevasi) dalam kajian studi kelayakan ini
digunakan untuk menghitung estimasi sumber daya dan cadangan. Perubahan kontur
elevasi pada morfologi komoditas tambang digunakan sebagai dasar perhitungan
luasan penampang pada rumusan metodologi estimasi sumber daya dan cadangan
menggunakan kontur elevasi.
Gambar 2.6. Peta Topografi Daerah Penelitian CV. Citra Palapa Mineral

17
18

2.2. Tinjauan Teoritis


2.2.1. Pengertian Tanah Urug
Tanah Urug atau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan
tanah yang berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada lingkungan yang
lembab, dingin, dan mungkin genangan - genangan air. Secara spesifik tanah merah
memiliki profil tanah yang dalam, mudah menyerap air memiliki kandungan bahan
organik yang sedang dan pH netral hingga asam dan banyak mengandung zat besi
dan aluminium sehingga baik digunakan pondasi bangunan karena mudah
menyerap air. Tekstur tanah merah relative padat dan kokoh untuk menopang
bangunan diatasnya dan sering digunakan untuk lahan perkebunan palawija,
jagung, kelapa sawit, karet, cengkih, cokelat, dan kopi. Jenis tanah ini terdapat
mulai dari tepi pantai yang landau sampai dengan pegunungan yang tinggi dengan
iklim agak kering sampai basah persebaran mayoritas meliputi sebagian besar lahan
yang ada di Indonesia.(Mohr, 1933)

Sumber: Dokumentasi CV. Citra Palapa Mineral


Gambar 2.7. Tanah Urug
19

2.2.2. Pemboran dan Pengambilan Contoh Tanah


Eksplorasi tanah itu harus dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah
dari lapisan bawah. Indikator yang berhubungan dengan karakteristik mekanik
tanah pondasi harus dicari dengan pengujian-pengujian yang sesuai pada letak asli
tanah itu. Untuk maksud ini, biasanya dibuatkan suatu lubang bor ke dalam tanah
pondasi dan kemudian dilakukan berbagai pengujian. Pemboran beserta
pengambilan contoh, eksplorasi tanah atau pengujian pada letak asli dapat
memberikan informasi yang lebih teliti dan terpercaya mengenai karakteristik fisik
dan mekanis tanah pondasi dari pada cara-cara yang lain. Akan tetapi metode ini
hanya memberikan informasi dalam arah vertikal pada titik pemboran, sehingga
untuk memperkirakan luas atau penyebaran karaketeristik tanah dalam arah
mendatar, diperlukan suatu rencana survei yang menggabungkan pengujian
pemboran dengan metode survei yang lain seperti penyelidikan geofisika atau
pendugaan. Alat – alat bor yang sering digunakan untuk eksplorasi adalah,
1. Alat bor tangan (hand auger boring)
2. Alat bor rotasi tangan (hand feed rotary drilling)
3. Alat bor rotasi hidrolik (hydraulic feed rotary drilling)
Pemilihan alat untuk pemboran harus disesuaikan dengan tujuan
pemboran, fungsinya dan jenis tanah yang bersangkutan. Untuk maksud itu, maka
disarankan melihat tabel berikut(Suyono, 1980)
20

Tabel 2.3
Kemampuan Mesin Bor

2.2.3. Pengambilan Inti Terus Menerus Memakai Tabung Terbuka (Single


Tube Core Barrel)
Wesley (2012) cara ini diperlihatkan pada Gambar 2.10. Tabung ditekan
dari atas supaya masuk tanah pada dasar lubang bor; dengan demikian tabung
menjadi penuh dengan inti tanah yang asli. Tabung dengan inti tanah ditarik ke atas
supaya inti dapat dikeluarkan dari tabung. Kemudian tabung dimasukkan lagi di
dalam lubang bor dan inti berikutnya diambil. Dengan demikian kita mendapat
serangkaian inti sepanjang kedalaman lubang bor. Dengan cara ini, kita mendapat
gambar yang lengkap tentang jenis dan sifat tanah sepanjang lubang bor.
21

Gambar 2.8. Pengambilan Inti Terus – Menerus Dengan Memakai


Tabung Terbuka (Single Tube Core Barrel)
2.2.4. Lereng dan Longsoran
Kelongsoran dapat terjadi pada setiap macam lereng, akibat berat tanah
sendiri, ditambah dengan pengaruh yang besar dari rembesan air tanah, serta gaya
lain dari luar lereng.

Wesley (1977) membagi lereng menjadi 3 macam ditinjau dari segi


terbentuknya, yaitu :
a. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk akibat kegiatan alam, seperti
erosi, gerakan tektonik dan sebagainya.
b. Lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada
tanah asli.
c. Lereng timbunan tanah, seperti urugan untuk jalan raya.
Kelongsoran lereng dapat terjadi dari hal – hal sebagai berikut :
a. Penambahan beban pada lereng
b. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng
c. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng
d. Perubahan posisi muka air secara tepat (rapid drawdown)
e. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan
mendorong tanah kearah lateral)
f. Gempa bumi
g. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat
kenaikan kadar air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan
22

oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada lereng mengandung


lempung yang mudah kembang susut, dan lain- lain. (Hardiyatmo,
2003)

Menurut Craig (1989), gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage)


cenderung menyebabkan ketidakstabilan (instability) pada lereng alami (natural
slope), pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul
serta bendungan tanah (earth dams).

Ada 3 tipe utama dari kelongsoran tanah seperti pada Gambar 2.9, yaitu
sebagai berikut :
a. Kelongsoran rotasi (rotational slips), yaitu kelongsoran yang bentuk
permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa busur lingkaran
atau kurva bukan lingkaran.
b. Kelongsoran translasi (translational slips), cenderung terjadi bila
lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang relatif
dangkal di bawah permukaan lereng.
c. Kelongsoran gabungan (compound slips), terjadi bila lapisan tanah yang
berbatasan berada pada kedalaman yang lebih dalam.

Sumber : Craig,1989
Gambar 2.9. Tipe-tipe keruntuhan lereng.

2.2.5. Kuat Geser Tanah


Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang
terjadi pada saat terbebani. Keruntuhan geser (shear failur) tanah terjadi bukan
disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak
23

relatif yang dilakukan oleh butir - butir tanah terhadap di antara butir-butir tanah
tersebut (Santosa, 1998).

Menurut teori Mohr, kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi oleh akibat
adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser.
Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung
tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong pada dinding penahan tanah.

Kuat geser tanah menurut (Hardiyatmo, 2002), adalah gaya perlawanan


gesekan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila pembebanan akan ditahan
oleh :
a. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya,
tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang
geser.
b. Gesekan antara butir - butir tanah yang besarnya berbanding lurus
dengan tegangan normal pada bidang gesernya.

Gambar 2.10. Kuat Geser Tanah


Kekuatan geser tanah (τ) disuatu titik pada suatu bidang tertentu
dikemukakan oleh Coulomb sebagai suatu fungsi linear terhadap tegangan
normal (σ) pada bidang tersebut pada titik yang sama, sebagai berikut:
𝜏 = 𝑐 + 𝜎 tan 𝜑 (2.1)
24

Dengan :
τ = Kekuatan geser tanah (kN/𝑚2 )
c = Kohesi (kN/𝑚2 )
 = Tegangan normal (kN/𝑚2 )
 = Sudut geser dalam tanah ( ° )

2.2.6. Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)


Dengan alat geser langsung kekuatan geser dapat diukur secara langsung.
Contoh yang akan diuji dipasang dalam alat dan diberikan tegangan vertikal (yaitu
tegangan normal) yang konstan. Kemudian contoh diberikan tegangan geser sampai
tercapai nilai maksimum. Tegangan geser ini diberikan dengan memakai kecepatan
bergerak (strainrate) yang konstan, yang cukup perlahan-lahan sehingga tegangan
air pori selalu tetap nol. Percobaan uji geser langsung ini hanya dapat dilakukan
untuk kondisi tanah yang memiliki kondisi drained (Wesley, 2012).

Gambar 2.11. Alat Geser Langsung (Craig, 1989).


Benda uji dibebani gaya vertikal (N) melalui pelat beban (loading plate)
dan secara berangsur-angsur akan timbul tegangan geser dengan membuat
pergeseran di antara kedua bagian kotak tersebut. Gaya geser (τ) diukur
bersamaan dengan perpindahan geser (Δl). Biasanya perubahan tebal benda uji
(Δh) juga diukur. Harga tegangan geser runtuh diplot terhadap tegangan normalnya
untuk mendapatkan parameter-parameter kekuatan geser (Craig, 1989).
25

Pengujian direct shear digunakan untuk mendapatkan nilai kuat geser


tanah, kohesi dan sudut geser dalam. Pada pengujian ini dilakukan dengan bidang
yang dipaksakan dengan keruntuhan geser yang terjadi. Sehingga pada proses
pembebanan yang dilakukan secara horizontal, timbul tegangan yang kompleks
dengan bidang geser, hal inilah salah satu kelemahan utama dalam percobaan ini.
Berikut perumusan besarnya tekanan normal (σ) dan tegangan geser (τ) yaitu :
Gaya normal (N)
Tekanan normal (σ) = Luas Penampang (A) (2.2)
Gaya geser (T)
Tegangan geser (τ) = (2.3)
Luas Penampang (A)

2.2.7. Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam
satuan berat per satuan luas. Kohesi tanah akan semakin besar jika kekuatan gesernya
makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat
geser (Karyono, 2004).

2.2.8. Sudut Geser Dalam


Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara
tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Sudut geser
dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan
atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar sudut geser
dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar
yang dikenakan terhadapnya.(Karyono, 2004).
Prinsip pengujian direct shear strength test atau juga dikenal dengan shear
box test adalah menggeser langsung contoh tanah atau batuan di bawah kondisi
beban normal tertentu. Pergeseran diberikan terhadap bidang pecahnya, sementara
untuk tanah dapat dilakukan pergeseran secara langsung pada conto tanah tersebut.
Beban normal yang diberikan diupayakan mendekati kondisi sebenarnya di lapangan.
2.2.9. Mengatasi Kelongsoran Lereng
Dalam menghadapi persoalan bagaimana caranya memperbaiki atau
menstabilkan lereng pada suatu daerah yang terjadi kelongsoran. Menurut (Wesley,
26

1977) ada dua cara untuk membuat lereng supaya menjadi lebih aman dan mantap,
yaitu :
1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak, yaitu dengan
mengubah bentuk lereng. Cara yang dilakukan yaitu :
a. Membuat lereng lebih datar, yaitu dengan mengurangi sudut
kemiringan.

b. Memperkecil ketinggian lereng, cara ini hanya dapat dipakai pada


lereng yang ketinggiannya terbatas, yaitu dalam hal kelongsoran
yang bersifat “rational slide”.

2. Memperbesar gaya melawan, yang dapat dilakukan dengan beberapa


cara,yaitu :
a. Dengan memakai counterweight yaitu tanah timbunan pada kaki
lereng.

Sumber: Wesley, 1977.


Gambar 2.12. Memakai Counterweight
27

b. Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.

Sumber: Wesley, 1977.

Gambar 2.13. Mengurangi Tegangan Air Pori

c. Dengan cara injeksi, yaitu dengan menambahkan tanah timbunan


pada kaki lereng, membuat selokan secara teratur pada lereng
dengan mengurangi tegangan air pori pada tanah, dengan
menambahkan bahan kimia atau semen dipompa melalui pipa
supaya masuk ke dalam lereng.

d. Dengan cara mekanis, yaitu dengan membuat dinding penahan atau


dengan memancang tiang. Cara ini dilakukan jika lereng tersebut
mempunyai tingkat kelongsoran yang kecil.

2.2.10. Stabilitas Lereng


Mengingat lereng terbentuk oleh banyaknya variabel dan banyaknya
faktor ketidak pastian antara lain parameter-parameter tanah seperti kuat geser
tanah, kondisi tekanan air pori maka dalam menganalisis selalu dilakukan
penyederhanaan dengan berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak
dapat dihentikan dengan meningkatkan kekuatan gesernya.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor


keamanan adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang
digunakan dalam melakukan analisis stabilitas lereng. Resiko yang dihadapi
dibagi menjadi tiga yaitu : tinggi, menengah dan rendah. Tugas seorang
28

engineer meneliti stabilitas lereng untuk menentukan faktor keamanannya.


Secara umum, faktor keamanan dapat dijelaskan sebagai berikut :

𝜏𝑓
𝐹𝐾 = (2.4)
𝜏𝑑

dimana

FK = Angka keamanan terhadap kekuatan tanah


τf = Kekuatan geser rata - rata dari tanah
τd = Tegangan geser rata - rata yang bekerja sepanjang bidang longsor
Kekuatan geser suatu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi, dan
dapat ditulis,
𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎 tan ϕ (2.5)
dimana,
c = Kohesi tanah penahan
ϕ = Sudut geser penahan
σ = Tegangan normal rata – rata pada permukaan bidang longsor
atau dapat ditulis,
𝜏𝑑 = 𝑐𝑑 + 𝜎 tan ϕd (2.6)

dimana 𝑐𝑑 adalah kohesi dan ϕd sudut geser yang bekerja yang bekerja sepanjang
bidang longsor. Dengan mensubstitusi persamaan (2.5) dan persamaan (2.6) ke
dalam persamaan (2.4) sehingga kita mendapat persamaan yang baru,

𝑐+ 𝜎 tan ϕ
FK = (2.7)
𝑐𝑑 + 𝜎 tan ϕd

FK sama dengan 1 maka lereng dalam keadaan akan longsor. Biasanya,


1.5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk
merencanakan suatu stabilitas lereng (Departemen Pekerjaan Umum, 1987).

Parameter yang digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga


batas atau sisa dengan mempertimbangkan ketelitiannya. Tabel 2.5
memperlihatkan faktor keamanan terendah berdasar hal-hal tersebut di atas.
29

Tabel 2.5.
Faktor Keamanan Minimum Stabilitas Lereng
Parameter Kekuatan Geser
Kondisi Maksimum Sisa
Risiko
Beban Kurang Kurang
Teliti Teliti
Teliti Teliti
Dengan 1,50 1,75 1,35 1,50
Gempa
Tinggi
Tanpa 1,80 2,00 1,60 1,80
Gempa
Dengan
1,30 1,60 1,20 1,40
Gempa
Menengah
Tanpa
1,50 1,80 1,35 1,50
Gempa
Dengan
1,10 1,25 1,00 1,10
Gempa
Rendah
Tanpa
1,25 1,40 1,10 1,20
Gempa
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada
pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting. Resiko
menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu
penting. Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan
terhadap bangunan (sangat murah) (Departemen Pekerjaan Umum, 1987).

Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila


massa tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang
diskontinuitas (perlapisan, rekahan, sesar dan sebagainya) dan belum pernah
mengalami gerakan. Kekuatan residual dipakai apabila : (i) massa tanah/batuan
yang potensial bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah
bergerak (walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas) (Departemen
Pekerjaan Umum, 1987).

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi
dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :
1) Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung
30

dilapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau


diperkirakan bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng
labil maupun stabil dengan memanfaatkan pengalaman dilapangan
(Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman
seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat
pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah
dalam suatu peta lereng.
2) Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara
Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis
kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama
gerakan tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi :
(a) Tak terdrainase,
(b) Efektif untuk beberapa kasus pembebanan,
(c) Meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu)
atau dengan kedalaman,
(d) Berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan
waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air
tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng
tanah melalui metode sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir
saja yang dapat dihitung.
3) Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar
(Taylor, Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini
dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana. Material
yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan
penggunaan rumus (cara komputasi).
Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat
menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip
kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang
menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor
31

Keamanan (F) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989), seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6.
Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor

NILAI FAKTOR
KEJADIAN / INTENSITAS LONGSOR
KEAMANAN

Fk kurang dari 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)


Fk antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)

Fk diatas 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

Sumber : (Bowles, 1989)


Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan
tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia
(pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan
dengan terdapat dalam bermacam- macam jenis pekerjaan, misalnya pada
pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah
faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya- gaya
yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut
dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
momen penahan
Faktor keamanan (F) = (2.8)
momen penggerak

Dimana untuk keadaan:


➢ F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
➢ F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor
➢ F < 1,0 : lereng tidak mantap

2.2.11. Fellenius
Cara ini dapat dipakai pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non
isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri atas
32

beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan
sedemikian sehingga lengkung busur didasar elemen dapat dianggap garis lurus
(SKBI- 2.3.06, 1987).
Berat ”total” tanah/batuan pada suatu elemen (Wt) temasuk beban luar
yang bekerja pada permukaan lereng Gambar 2.14. Wt diuraikan dalam
komponen tegak lurus dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini
pengaruh gaya T dan E yang bekeja disamping elemen diabaikan. Faktor
keamanan adalah perbandingan momen penahan longsoran dengan penyebab
longsor. Pada Gambar 2.14 momen tahanan geser pada bidang longsoran adalah
(SKBI-2.3.06, 1987) :
Mpenahan = R . r
(2.9)
dimana R adalah gaya geser dan r adalah jari-jari bidang longsoran. Tahanan
geser pada dasar tiap elemen adalah :

𝑊𝑡 cos 𝛼
R = S. l = l ( c + σ tan ) ; σ = (2.10)
𝑙
Perhitungan faktor keamanan suatu lereng menggunakan nilai kohesi,
panjang irisan sayatan, berat jenis dan sudut geser dalam serta derajat kelerengan
lereng yang akan dicari faktor keamanannya. Rumus yang digunakan dalam
perhiungan menggunakan metode Fellenius tanpa menyertakan pengaruh air pori
di dalam tanah.
Berikut adalah rumus perhitungan faktor keamanan menurut Fellenius:
Ʃ(𝑐.𝐿+𝑊𝑡 cos 𝛼 tan ϕ) (2.11)
FK = ∑ 𝑊𝑡 sinα

Keterangan :
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m2)
L = Panjang irisan sayatan (m)
𝑊𝑡 = Berat irisan tanah (kN/m3)
α = Sudut lereng (°)
ϕ = Sudut geser dalam (o)

(Anderson dan Richard, 1987)


33

γ1, c1, 1

γ2, c2, 2

Wt
γ3, c3, 3
Gambar 2.14. Sistem gaya pada cara Fellenius
2.2.12. Bishop
Cara analisis yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara
elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen. Persyaratan keseimbangan
yang diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor
keamanan terhadap keruntuhan didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan
geser maksimum yang dimiliki tanah dibidang longsoran (Stersedia) dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu) (SKBI-2.3.06,
1987).

𝑆𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
𝐹𝐾 = (2.12)
𝑆𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢

Bila kekuatan geser tanah adalah :


Stersedia = c'+( −  )tan ' = c'+ ' tan ' (2.13)
maka tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan adalah :
1
𝑆𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = (𝑐 + (𝜎 − 𝜇 ) tan 𝜙) (2.14)
𝐹𝐾
Faktor keamanan dihitung berdasar rumus :
1 (2.15)
∑ (𝑐𝑙 + (𝑊 − 𝜇𝑙 )𝑡𝑎𝑛𝜙)
𝑚
𝐹𝐾 =
𝑊 sin 𝛼
34

2.2.13. Janbu
Pada tahun 1954 Janbu membuat metode analisa yang dapat digunakan
pada permukaan longsor yang berbentuk circular dan non-circular. Rumus-rumus
dasar telah dikembangkan untuk menganalisa daya dukung dan masalah tekanan
tanah oleh Janbu 1957. Ini merupakan metode irisan (slice). Janbu merumuskan
persamaan umum keseimbangan dengan menyelesaikan secara vertical dan sejajar
pada dasar tiap-tiap irisan. Dengan memperhitungkan seluruh keseimbangan gaya
maka rumus untuk faktor keamanan Ff diperoleh sebagai berikut (Anderson dan
Richards, 1987):

∑(𝑐 𝑖 𝑙+(𝑃−𝑢𝑙)𝑡𝑎𝑛𝜃1 )𝑠𝑒𝑐𝛼


FK= (2.16)
∑(𝑊−(𝑋𝑅 −𝑋𝐿 )𝑡𝑎𝑛𝛼

Gambar 2.15. Lereng Serta Gaya - Gaya yang Bekerja Untuk


Metode Janbu
35

2.2.14. Roscience Slide


Roscience slide adalah salah satu perangkat lunak geoteknik yang
mempunyai spesialisasi sebagai software perhitungan kestabilan lereng. Pada
dasarnya Roscience Slide adalah salah satu program didalam paket perhitungan
geoteknik Roscience yang terdiri dari Swedge, Roclab, Phase2, RocPlane,
Unwedge, dan Roc Data.
Secara umum langkah analisis kestabilan lereng dengan Roscience Slide
adalah permodelan, identifikasi metode dan parameter perhitungan, identifikasi
material, penentuan bidang gelincir, dll. Roscience slide banyak digunakan di
industri khususnya pertambangan dan kontruksi khususnya tanggul, bendungan,
dan lereng pada sisi jalan (Maulana,H., 2013)
Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan adalah mengenai nilai-nilai
parameter pada tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini
adalah tanah di daerah Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah. Data tersebut
digunakan sebagai input, adapun prosedur dari program Roscience slide antara lain
sebagai berikut:
1. Sebelum masuk ke Roscience Slide geometri desain harus dibuat

di AutoCad dan disimpan dalam format dxf.

2. Setelah geometri siap selanjutnya adalah memasukkan geometri

tersebut ke Rocscience Slide. Setelah aplikasi Rocscience Slide

dibuka langkah pertama adalah membuat nama file baru.

Kemudian mengambil gambar dalam format dxf melalui langkah

file-import-importdxf. Pertama kali kita harus mengimpor external

boundary atau batas paling luar dari section yang dianalisis.

Setelah itu impor material boundary.


36

Gambar 2.16. Langkah Mengimpor External Boundary


3. Setelah itu akan muncul top up menu seperti pada gambar 2.17
hingga 2.18. Project setting terdiri dari beberapa bagian yaitu
General, Methods, Groundwater, Statistics, dan Random Numbers.
General adalah pengaturan umum tentang judul, satuan, arah
longsoran, dan beberapa data penunjang.

Gambar 2.17. Geometri Material Boundary Setelah Diimpor ke


Slide
37

Gambar 2.18. Pengaturan Umum Dalam Project Setting


Methods adalah pengaturan metode perhitungan yang digunakan.
Dalam Skripsi ini metode yang digunakan adalah Ordinary/Fellenius.
Metode yang akan digunakan dapat dipilih lebih dari satu dan masing-masing
metode dapat dinterpretasikan dengan software komplemen Rocscience Slide
yaitu Rocscience Slide Interpret. Pada kolom Converage Options terdapat
pilihan jumlah slice/irisan dalam perhitungan FoS. Jumlah irisan yang
digunakan sebanyak 10. Sedangkan Tolerance dan Maximum Number of
Iterations adalah alat bantu sampling statistik untuk menentukan
kemungkinan yang tidak pasti dalam perhitungan.
38

Gambar 2.19. Pengaturan Metode yang Digunakan


4. Material pembentuk lereng yang akan dianalisis harus dimasukkan
ke dalam data Rocscience Slide. Langkah untuk mengatur material
adalah klik Menu Properties-Define Materials.

Gambar 2.20. Langkah Untuk Membuka Menu Pengaturan


Material
5. Setelah itu akan muncul pop up menu pengaturan material. Setiap
material bisa diatur nama dan warnanya untuk memudahkan dalam
penyajian. Karekteristik pertama yang harus dimasukkan adalah
bobot isi/unit weight. Setelah itu pilih jenis analisis kekuatan.
Setiap jenis akan meminta parameter yang berbeda. Misalnya jika
digunakan Mohr-Coulomb maka parameter yang harus dilengkapi
adalah kohesi dan sudut geser dalam.
39

Gambar 2.21. Menu Pengaturan Material

6. Selanjutnya klik Auto Grid. untuk membuat grid yang memuat


kemungkinan pusat gelincir. Jika dipilih Auto Grid maka
Rocscience Slide akan membuat sebuah kota dengan kemungkinan
bidang longsoran. Metode ini adalah metode paling lengkap dan
efektif.
7. Langkah terakhir dalam Roscience adalah running.

Gambar 2.22. Perintah untuk running


40

Gambar 2.23. Proses running Roscience Slide


Menu Slope Stability Compute akan otomatis tertutup setelah proses
perhitungan mencapai 100%. Selanjutnya adalah melakukan interpretasi nilai Fk
dengan Rocscience Slide Interpret dengan perintah seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.24. Perintah untuk membuka Interpret


8. Setelah interpret nilai Fk akan muncul seperti gambar 2.25.

Gambar 2.25. Hasil Analisis Kestabilan Lereng


2.3. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2.7.
Penelitian Terdahulu
NO. Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Violetta Gabriella Analisis Perhitungan analisis kestabilan • Dari hasil analisis perhitungan komputer
Margaretha, 2014 Kestabilan Lereng lereng dengan menggunakan menggunakan program Slide 6
dengan Metode program Slide memer- lukan data- menunjukkan nilai Faktor Keamanan dari
Fellenius ( Studi data yang diketahui lebih dahulu lereng di Kawasan Citraland adalah 0,193.
kasus : Kawasan yaitu titik koordinat lereng dan data- Itu berarti lereng di Kawasan Citraland
Citraland) data tanah lereng tersebut (c, Ø, γ). tersebut dalam kondisi tidak stabil. Itu
Data-data lereng tersebut diperoleh berbahaya dan dapat mengakibatkan
dari hasil penelitian di laboratorium longsor pada kemudian hari.
Mekanika Tanah Teknik Sipil
Universitas Sam Ratulangi Manado. • Dari grafik hubungan FK vs α, didapat
hubungan bahwa semakin besar nilai sudut
kemiringan lereng maka semakin kecil
nilai faktor keamanan. Itu artinya semakin
curam lereng maka kondisinya semakin
tidak aman

• Dari grafik hubungan FK vs c & Ø


41 didapat hubungan bahwa semakin besar
nilai c & Ø maka semakin besar nilai
faktor keamanan yang didapat.
NO. Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
2. Hermawan Arbenta, Analisa Stabilitas Berdasarkan data hasil penelitian Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil
2016 Lereng dan yang diperoleh dari hasil pengujian analisis stabilitas lereng adalah sebagai
Penanggulangan laboratorium kemudian dilakukan berikut :
Kelongsoran analisa untuk masing-masing • Karakteristik dan parameter tanah
Lereng pada Ruas pengujian sehingga didapatkan sifat lereng sangat berpengaruh tehadap
Jalan Batas Kota fisik dan mekanik untuk tiap sample hasil analisis stabilitas lereng.
Liwa – Simpang tanah, setelah didapatkan data sifat • Dari hasil perhitungan dengan metode
Gunung Kemala, fisik dan mekanik tanah tahap fellenius didapat nilai faktor aman <
Taman Nasional, selanjutnya dilakukan analisa 1,5. Dimana lereng tersebut
Bukit Barisan kestabilan lereng dengan metode dinyatakan rawan longsor, sehingga
Selatan, Lampung fellenius yang dilakukan sebanyak 3 perlu dilakukan perencanaan untuk
Barat model irisan yang berbeda-beda, mengatasi bahaya longsor tersebut.
sehingga didapatkan nilai faktor
aman kestabilan lereng yang lebih • Nilai faktor aman hasil analisis
akurat. stabilitas lereng dengan metode
fellenius :

• Lereng dibagi 4 irisan =


42 0,2988

• Lereng dibagi 8 irisan


NO. Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
3. Hidayah Susi, 2007 Program Analisis Metode analisis yang digunakan Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas
Stabilitas Lereng adalah menggunakan metode irisan lereng dengan menggunakan Program
(Slice Method) Analisis Stabilitas Lereng maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Perhitungan faktor keamanan
stabilitas lereng membutuhkan ketelitian dan
membutuhkan proses iterasi sehingga
diperoleh angka keamanan yang paling
minimum. Dengan program stabilitas lereng
ini dapat mempermudah dan mempersingkat
waktu dalam perhitungan faktor keamanan
suatu lereng.
2. Dengan hasil faktor keamanan kritis
yang diperoleh dari program cukup akurat
dan lebih konservatif.
3. Program ini cukup baik, efisien
dan teliti untuk dipakai dalam analisis
stabilitas lereng dengan tingkat
kesalahan rata-rata 1.57%.

43 •

• Nilai faktor aman hasil analisis


NO Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
4. Inayatillah Attiya Analisis Kestabilan Metode analisis yang digunakan Dari hasil analisis dapat disimpulkan :
dan Darmadi. Ir. Lereng dengan adalah menggunakan metode irisan 1) Semakin besar beban yang ada pada crest
2010 software roscience (Slice Method) lereng maka nilai FoS semakin kecil. Makin
slide besar beban maka driving forces yang ada pada
lereng semakin besar sehingga nilai FoS
semakin kecil.
2) Nilai FoS untuk semua metode, section, dan
lebar ramp lebih besar dalam kondisi kering
daripada basah. Oleh karena itu air sangat
berpengaruh terhadap kestabilan lereng. Di
section 1, 2, dan 3 air akan menurunkan nilai
FoS sekitar 12% (sesuai dengan nilai Ru)
3) Semakin besar jarak beban dari crest lereng
maka maka nilai FoS semakin besar. Semakin
dekat jarak

44
NO Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
5. Nur Offi Eveny. Perbandingan Metode analisis yang digunakan Berdasarkan hasil penelitian mengenai
2014 Metode Bishop, adalah menggunakan metode Perbedaan metode Bishop, Janbu dan
Janbu dan Spencer Bishop, Janbu, Spencer Spencer dalam analisis stabilitas lereng,
Dalam Perhitungan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut
Stabilitas Lereng :
Pada Batuan Tuff Perbedaan hasil FK Slide dan hasil FK manual
diperoleh selisih 5%-10%. Hasil FK yang
diperoleh dengan perhitungan manual
mempunyai nilai FK yang lebih kecil
dibandingkan hasil slide. Perbedaan FK antara
hasil slide dan manual disebabkan karna pada
program slide geometri bidang longsor selalu
berubah pada setiap metode yang digunakan.
Jumlah irisan sangat berpengaruh pada hasil
FK, semakin banyak

45

Anda mungkin juga menyukai