Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.1. Peta Lokasi IUP CV. Citra Palapa Mineral
4
5
Gambar 2.2. Peta Areal Lokasi Penambangan CV. Citra Palapa Mineral
6
7
8
9
11
12
2.1.5. Stratigrafi
Berdasarkan pada pembagian zona di peta Geologi Lembar Singkawang
dengan skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Bandung Tahun 1993, stratigrafi yang menempati wilayah lokasi
penambangan yaitu daerah perbukitan yang menempati satuan batuan granitik atau
formasi batuan terobosan granodiorit (Klm).
Formasi batuan ini terdiri dari granodiorit, granodiorit hornblend-biotit,
ademelit, tonalit, monzogranit, syenogranit, tonalit diorit kuarsa, monzoit kuarsa
granit dan aplit, kemagnetan sedang sampai kuat, umumnya terubah dan termodifikasi,
setempat tergeruskan kuat, terlimonitkan dan terbreksikan, mengandung batuan asing
(senolit) batuan gunung api dan sedimen, berbutir sedang dan equgranular batuan ini
berupa batolit dan sedikit retas dan stock, menerobos Batuan Gunung Api Kerabai,
Batupasir Bengkayang dan kompleks Batuan Beku dan Malihan Embuoi. Berumur 87
sampai 128 juta tahun yang lalu (kapur awal). Satuan batuan ini merupakan satuan
batuan tertua dan banyak tersingkap di seluruh daerah penyelidikan. Secara genesis
menerobos satuan batuan diatasnya.
2.1.6. Morfologi
Kabupaten Mempawah pada umumnya merupakan dataran rendah, perbukitan
dan pesisir pantainya berawa – rawa. Wilayah ini didominasi oleh kemiringan lereng
0-8 % atau < 8% dan ketinggian antar 0 - 200 mdpl. Wilayah dengan kemiringan lereng
0-8 % terdapat di Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah Hilir, Mempawah Timur,
Sungai Pinyuh, Segedong dan Siantan. Luas wilayah Kabupaten Mempawah
berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng adalah seperti pada tabel 2.2. di bawah ini.
(Pemerintah Kab. Mempawah, 2015)
13
Tabel 2.2.
Luas Kemiringan Lahan (rata-rata) Kabupaten Mempawah
No. Kemiringan Luas (Ha)
1. Datar (0 - 8%) 149.948
2. Landai (9 - 15%) 12.644
3. Agak curam (16 - 25%) 28.042
4. Curam (26 - 45%) 2.862
5. Sangat curam (>46%) 14.331
Jumlah 207.789
Sumber: RTRW Kabupaten Mempawah 2014 - 2034
Tabel 2.3.
Pembagian Satuan Morfologi Berdasarkan “Van Zuidam”
Satuan Relief Kelas Lereng Ketinggian
Dataran atau sangat datar 0–2% <5m
Bergelombang/ Lereng sangat Landai 3–7% < 5-50 m
Bergelombang - bukit landau 8 – 13 % < 25-75 m
Perbukitan curam 14 – 20 % < 50-200 m
Perbukitan sangat curam 21 – 55 % < 200-500 m
Pegunungan curam 56 – 140 % < 500-1.000 m
Pegunungan sangat curam >140 % < 1.000 m
Sumber : (Verstappen dan Van Zuidam, 1968 dan 1975)
Gambar 2.5. Peta Geologi Daerah Penelitian CV. Citra Palapa Mineral
14
15
2.1.7. Topografi
Secara regional daerah penyelidikan merupakan suatu bentang alam dataran
rendah pesisir pantai dengan keterdapatan perbukitan tanah dan batuan dengan elevasi
ketinggian berkisar 100 mdpl.
Daerah dataran rendah yang berada di sisi barat berada di level elevasi antara
0-10 mdpl. Sedangkan di sisi timur dan relatif ke selatan terdapat juga perbukitan
rendah dengan level elevasi yang hampir sama dengan elevasi ketinggian atas lokasi
komoditas penambangan yang ada. Perbukitan yang ada dihubungkan oleh lembah
yang relative landau dengan elevasi berkisar antara 10-15 mdpl.
Pada utara kondisi topografi juga relatif landai dengan keberadaan level
elevasi berkisar antara 5-40 mdpl, dimana keterdapatan jalan akses yang berada di
elevasi 10 mdpl. Keberadaan jalan akses yang relatif baik memungkinkan untuk dapat
diakses sebagai jalan angkut ke luar lokasi, baik yang berada di sisi utara maupun
yang berada di sisi selatan WIUP.
16
17
18
Tabel 2.3
Kemampuan Mesin Bor
Ada 3 tipe utama dari kelongsoran tanah seperti pada Gambar 2.9, yaitu
sebagai berikut :
a. Kelongsoran rotasi (rotational slips), yaitu kelongsoran yang bentuk
permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa busur lingkaran
atau kurva bukan lingkaran.
b. Kelongsoran translasi (translational slips), cenderung terjadi bila
lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang relatif
dangkal di bawah permukaan lereng.
c. Kelongsoran gabungan (compound slips), terjadi bila lapisan tanah yang
berbatasan berada pada kedalaman yang lebih dalam.
Sumber : Craig,1989
Gambar 2.9. Tipe-tipe keruntuhan lereng.
relatif yang dilakukan oleh butir - butir tanah terhadap di antara butir-butir tanah
tersebut (Santosa, 1998).
Menurut teori Mohr, kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi oleh akibat
adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser.
Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung
tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong pada dinding penahan tanah.
Dengan :
τ = Kekuatan geser tanah (kN/𝑚2 )
c = Kohesi (kN/𝑚2 )
= Tegangan normal (kN/𝑚2 )
= Sudut geser dalam tanah ( ° )
2.2.7. Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam
satuan berat per satuan luas. Kohesi tanah akan semakin besar jika kekuatan gesernya
makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat
geser (Karyono, 2004).
1977) ada dua cara untuk membuat lereng supaya menjadi lebih aman dan mantap,
yaitu :
1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak, yaitu dengan
mengubah bentuk lereng. Cara yang dilakukan yaitu :
a. Membuat lereng lebih datar, yaitu dengan mengurangi sudut
kemiringan.
𝜏𝑓
𝐹𝐾 = (2.4)
𝜏𝑑
dimana
dimana 𝑐𝑑 adalah kohesi dan ϕd sudut geser yang bekerja yang bekerja sepanjang
bidang longsor. Dengan mensubstitusi persamaan (2.5) dan persamaan (2.6) ke
dalam persamaan (2.4) sehingga kita mendapat persamaan yang baru,
𝑐+ 𝜎 tan ϕ
FK = (2.7)
𝑐𝑑 + 𝜎 tan ϕd
Tabel 2.5.
Faktor Keamanan Minimum Stabilitas Lereng
Parameter Kekuatan Geser
Kondisi Maksimum Sisa
Risiko
Beban Kurang Kurang
Teliti Teliti
Teliti Teliti
Dengan 1,50 1,75 1,35 1,50
Gempa
Tinggi
Tanpa 1,80 2,00 1,60 1,80
Gempa
Dengan
1,30 1,60 1,20 1,40
Gempa
Menengah
Tanpa
1,50 1,80 1,35 1,50
Gempa
Dengan
1,10 1,25 1,00 1,10
Gempa
Rendah
Tanpa
1,25 1,40 1,10 1,20
Gempa
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada
pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting. Resiko
menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu
penting. Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan
terhadap bangunan (sangat murah) (Departemen Pekerjaan Umum, 1987).
Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi
dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :
1) Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung
30
Keamanan (F) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989), seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6.
Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor
NILAI FAKTOR
KEJADIAN / INTENSITAS LONGSOR
KEAMANAN
2.2.11. Fellenius
Cara ini dapat dipakai pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non
isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri atas
32
beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan
sedemikian sehingga lengkung busur didasar elemen dapat dianggap garis lurus
(SKBI- 2.3.06, 1987).
Berat ”total” tanah/batuan pada suatu elemen (Wt) temasuk beban luar
yang bekerja pada permukaan lereng Gambar 2.14. Wt diuraikan dalam
komponen tegak lurus dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini
pengaruh gaya T dan E yang bekeja disamping elemen diabaikan. Faktor
keamanan adalah perbandingan momen penahan longsoran dengan penyebab
longsor. Pada Gambar 2.14 momen tahanan geser pada bidang longsoran adalah
(SKBI-2.3.06, 1987) :
Mpenahan = R . r
(2.9)
dimana R adalah gaya geser dan r adalah jari-jari bidang longsoran. Tahanan
geser pada dasar tiap elemen adalah :
𝑊𝑡 cos 𝛼
R = S. l = l ( c + σ tan ) ; σ = (2.10)
𝑙
Perhitungan faktor keamanan suatu lereng menggunakan nilai kohesi,
panjang irisan sayatan, berat jenis dan sudut geser dalam serta derajat kelerengan
lereng yang akan dicari faktor keamanannya. Rumus yang digunakan dalam
perhiungan menggunakan metode Fellenius tanpa menyertakan pengaruh air pori
di dalam tanah.
Berikut adalah rumus perhitungan faktor keamanan menurut Fellenius:
Ʃ(𝑐.𝐿+𝑊𝑡 cos 𝛼 tan ϕ) (2.11)
FK = ∑ 𝑊𝑡 sinα
Keterangan :
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m2)
L = Panjang irisan sayatan (m)
𝑊𝑡 = Berat irisan tanah (kN/m3)
α = Sudut lereng (°)
ϕ = Sudut geser dalam (o)
γ1, c1, 1
γ2, c2, 2
Wt
γ3, c3, 3
Gambar 2.14. Sistem gaya pada cara Fellenius
2.2.12. Bishop
Cara analisis yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara
elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen. Persyaratan keseimbangan
yang diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor
keamanan terhadap keruntuhan didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan
geser maksimum yang dimiliki tanah dibidang longsoran (Stersedia) dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu) (SKBI-2.3.06,
1987).
𝑆𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
𝐹𝐾 = (2.12)
𝑆𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢
2.2.13. Janbu
Pada tahun 1954 Janbu membuat metode analisa yang dapat digunakan
pada permukaan longsor yang berbentuk circular dan non-circular. Rumus-rumus
dasar telah dikembangkan untuk menganalisa daya dukung dan masalah tekanan
tanah oleh Janbu 1957. Ini merupakan metode irisan (slice). Janbu merumuskan
persamaan umum keseimbangan dengan menyelesaikan secara vertical dan sejajar
pada dasar tiap-tiap irisan. Dengan memperhitungkan seluruh keseimbangan gaya
maka rumus untuk faktor keamanan Ff diperoleh sebagai berikut (Anderson dan
Richards, 1987):
43 •
44
NO Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
5. Nur Offi Eveny. Perbandingan Metode analisis yang digunakan Berdasarkan hasil penelitian mengenai
2014 Metode Bishop, adalah menggunakan metode Perbedaan metode Bishop, Janbu dan
Janbu dan Spencer Bishop, Janbu, Spencer Spencer dalam analisis stabilitas lereng,
Dalam Perhitungan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut
Stabilitas Lereng :
Pada Batuan Tuff Perbedaan hasil FK Slide dan hasil FK manual
diperoleh selisih 5%-10%. Hasil FK yang
diperoleh dengan perhitungan manual
mempunyai nilai FK yang lebih kecil
dibandingkan hasil slide. Perbedaan FK antara
hasil slide dan manual disebabkan karna pada
program slide geometri bidang longsor selalu
berubah pada setiap metode yang digunakan.
Jumlah irisan sangat berpengaruh pada hasil
FK, semakin banyak
45