Anda di halaman 1dari 6

Biografi Kasino Warkop DKI

Nama asli beliau adalah Drs. Kasino Hadiwibowo atau biasa dikenal sebagai Kasino Warkop
DKI, Ia merupakan salah satu personil grup lawak legendaris Indonesia yaitu Warkop DKI bersama Dono
Warkop DKI dan Indro Warkop DKI. Kasino dilahirkan di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah, pada
tanggal 15 September 1950, Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 16 Desember 1997 di
Jakarta karena menderita tumor otak, Kemudian di susul oleh Dono Warkop yang juga dipanggil ke
Rahmatullah karena sakit yang ia derita, kini anggota Warkop DKI yang tersisa hanya Indro Warkop.
Kasino kemudian bersekolah di SDN Budi Utomo, Jakarta, kemudian masuk di SMP yaitu SMPN 51
Cipinang, Jakarta pada tahun 1966, setelah itu melanjutkan sekolahnya di SMAN 22 Jatinegara, Jakarta.

Setelah menyelesaikan Sekolahnya ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas


Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial di Jurusan Ilmu Administrasi Niaga. Orangtuanya, dia sendiri dan
bahkan Fakultas Ilmu Sosial UI, tempatnya dulu menuntut ilmu, mungkin tidak pernah membayangkan ia
bakal menjadi pelawak.

Tetapi Kasino mengaku bahwa sense of humour dimilikinya sejak dulu. Dari kecil Kasino sudah
suka ngejailin orang tutur Kasino yang panggilan akrabnya Seky (artinya, si pesek). Di kampus, kebetulan
Seky bertemu orang-orang yang sealiran, seperti Nanu Mulyono (almarhum) dan Wahjoe Sardono alias
Dono.

Jadilah mereka membanyol, meng-kick sana-sini.Keberuntungan Seky bermula di malam Jumat,


saat ia dan kawan-kawannya kongkow di radio Prambors, cuap-cuap sekenanya model obrolan di warung
kopi. Ternyata, acara begitu banyak peminatnya. Setiap acara tiba, pisang goreng, ketan pakai kelapa
parut, dan banyak makanan lain, menumpuk di studio. Kebanyakan yang mengirim ibu-ibu, kata Kasino.
Mereka kemudian menjadi laris, sebagai penjual tawa.

Awalnya Warkop atau sebelumnya Warkop Prambors, juga kemudian dikenal sebagai Trio DKI
adalah grup lawak yang dibentuk oleh Nanu (Nanu Mulyono), Rudy (Rudy Badil), Dono (Wahjoe
Sardono), Kasino (Kasino Hadiwibowo) dan Indro (Indrodjojo Kusumonegoro). Nanu, Rudy, Dono dan
Kasino adalah mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Jakarta sedangkan Indro kuliah di Universitas
Pancasila, Jakarta.

Mereka pertama kali meraih kesuksesan lewat acara Obrolan Santai di Warung Kopi yang
merupakan garapan dari Temmy Lesanpura, Kepala Bagian Programming Radio Prambors. Acara
lawakan setiap Jumat malam antara pukul 20.30 hingga pukul 21.15, disiarkan oleh radio Prambors yang
bermarkas di kawasan Mendut, Prambanan, Borobudur, alias Menteng Pinggir.

Ide awal obrolan Warkop Prambors berawal dari dedengkot radio Prambors, Temmy Lesanpura.
Radio Prambors meminta Hariman Siregar, dedengkot mahasiswa UI untuk mengisi acara di Prambors.
Hariman pun menunjuk Kasino dan Nanu, sang pelawak di kalangan kampus UI untuk mengisi acara ini.

Ide ini pun segera didukung oleh Kasino, Nanu, dan Rudy Badil, lalu disusul oleh Dono dan
Indro. Rudy yang semula ikut Warkop saat masih siaran radio, tak berani ikut Warkop dalam melakukan
lawakan panggung, karena demam panggung (stage fright).

Dono pun awalnya saat manggung beberapa menit pertama mojok dulu, karena masih malu dan
takut. Setelah beberapa menit, barulah Dono mulai ikut berpartisipasi dan mulai kerasan, hingga akhirnya
terus menggila hingga akhir durasi lawakan. Indro adalah anggota termuda, saat anggota Warkop yang
lain sudah menduduki bangku kuliah, Indro masih pelajar SMA.

Pertama kali Warkop muncul di pesta perpisahan (kalau sekarang prom nite) SMA IX yang
diadakan di Hotel Indonesia. Semua personel gemetar, alias demam panggung, dan hasilnya hanya bisa
dibilang lumayan saja, tidak terlalu sukses. Namun peristiwa pada tahun 1976 itulah pertama kali Warkop
menerima honor yang berupa uang transport sebesar Rp20.000.

Uang itu dirasakan para personel Warkop besar sekali, namun akhirnya habis untuk menraktir
makan teman-teman mereka. Berikutnya mereka manggung di Tropicana. Sebelum naik panggung,
kembali seluruh personel komat-kamit dan panas dingin, tapi ternyata hasilnya kembali lumayan

Baru pada acara Terminal Musikal (asuhan Mus Mualim), grup Warkop Prambors baru benar-
benar lahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak Indonesia. Acara Terminal Musikal sendiri tak hanya
melahirkan Warkop tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP (Pancaran Sinar Petromaks), yang
bertetangga dengan Warkop. Sejak itulah honor mereka mulai meroket, sekitar Rp 1.000.000 per
pertunjukan atau dibagi empat orang, setiap personel mendapat no pek go ban (Rp 250.000).

Mereka juga jadi dikenal lewat nama Dono-Kasino-Indro atau DKI (yang merupakan pelesetan
dari singkatan Daerah Khusus Ibukota). Ini karena nama mereka sebelumnya Warkop Prambors memiliki
konsekuensi tersendiri. Selama mereka memakai nama Warkop Prambors, maka mereka harus mengirim
royalti kepada Radio Prambors sebagai pemilik nama Prambors. Maka itu kemudian mereka mengganti
nama menjadi Warkop DKI, untuk menghentikan praktik upeti itu.

Dari semua personel Warkop, mungkin Dono lah yang paling intelek, walau ini agak bertolak
belakang dari profil wajahnya yang ‘ndeso’ itu. Dono bahkan setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen
di FISIP UI tepatnya jurusan Sosiologi. Dono juga kerap menjadi pembawa acara pada acara kampus atau
acara perkawinan rekan kampusnya. Kasino juga lulus dari FISIP. Selain melawak, mereka juga sempat
berkecimpung di dunia pencinta alam. Hingga akhir hayatnya Nanu, Dono, dan Kasino tercatat sebagai
anggota pencinta alam Mapala UI.

Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop mulai membuat film-film komedi yang
selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dari filmlah para personel Warkop mulai meraup kekayaan
berlimpah. Dengan honor Rp 15.000.000 per satu film untuk satu grup, maka mereka pun kebanjiran
uang, karena tiap tahun mereka membintangi minimal 2 judul film pada dekade 1980 dan 1990-an yang
pada masa itu selalu diputar sebagai film menyambut Tahun Baru Masehi dan menyambut Hari Raya Idul
Fitri di hampir semua bioskop utama di seluruh Indonesia.

Dalam era televisi swasta dan menurunnya jumlah produksi film, DKI pun lantas memulai serial
televisi sendiri. Serial ini tetap dipertahankan selama beberapa lama. Kasino, wafat pada usia 47 tahun, di
selasa malam tanggal 16 Desember 1997, di rumah sakit cipto Mangunkusumo Jakarta Setelah menderita
tumor otak. Kasino meninggalkan satu istri dan dua anak.

Setelah Dono juga meninggal pada tahun 2001, Indro menjadi satu-satunya personel Warkop.
Sedangkan Nanu sudah meninggal tahun 1983 karena sakit liver dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir
Jakarta.

PERJALANAN KARIER KASINO WARKOP DKI

 Penyiar Radio Prambors (1974-1980)


 Pimpinan Warung Kopi Corporation

Filmografi

 Mana Tahan (1980)


 Gengsi Dong (1980)
 Gede Rasa (1981)
 Pintar-pintar Bodoh (1981)
 Manusia Enam Juta Dolar (1982)
 IQ Jongkok (1982)
 Setan Kredit (1982)
 Dongkrak Antik (1982)
 Chip (1983)
 Maju Kena Mundur Kena (1983)
BIOGRAFI MAMAH DEDEH

Mamah Dedeh adalah seorang ustadzah yang dikenal lewat acaranya "Mamah dan Aa". Mamah
Dedeh mempunyai nama lengkap Dedeh Rosidah Syarifudin dan berasal dari daerah Pasir
Angin, Ciamis. Mamah Dedeh dari kecil sudah dibesarkan di lingkungan pesantren. Mamah
Dedeh mempunyai hobi melukis dan bercita-cita menjadi pelukis profesional. Hobinya ini tidak
didukung oleh ayahnya, K.H. Sujai (Alm) yang juga seorang mubalig. Oleh karena itulah pada
tahun 1968 Mamah Dedeh dikirim ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas
Tarbiyah Institut Ilmu Agama Islam Negeri yang sekarang telah berubah namanya menjadi
Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Ciputat. Sejak kuliah Mamah Dedeh sudah aktif
mensyiarkan Islam ke kampung-kampung.

Menikah Saat Kuliah


Lulus dari SD, Mamah Dedeh meneruskan ke Pendidikan Guru Agama (PGA) dan lulus
pada tahun 1968 dan langsung kuliah di IAIN Jakarta. Pada saat kuliah Mamah Dedeh bertemu
dengan idaman hatinya yang bernama Drs. H. M. Syarifuddin yang kelak menjadi pendamping
hidupnya. Suaminya juga anak dari seorang mubaligh di Jakarta yang bernama KH. Hasan Basri
yang masih keturunan dari Guru Mughni. Mamah Dedeh menikah pada tahun 1970 ketika
menginjak tahun ke tiga kuliahnya. Mamah Dedeh menikah secara sederhana dan tidak
dirayakan.

Setelah menikah, Mamah Dedeh kembali ke kampus untuk meneruskan kuliah dan tetap
tinggal di asrama kampus. Seminggu sekali, setiap Sabtu siang, Mamah Dedeh dijemput
suaminya untuk pulang ke rumah orangtuanya di Tanah Abang. Tiap kali pulang ke rumah
mertuanya, Mamah Dedeh membantu melakukan pekerjaan rumah tangga, termasuk menyiram
tanaman, menyapu dan sebagainya. Senin Subuh, barulah aku diantarkan kembali ke asrama.

Pindah Rumah
Menikah sambil kuliah tidak menjadi hambatan bagi mamah dedeh, karena ia
menjalaninya dengan senang hati. Empat tahun setelah menikah, yaitu tahun 1974, Mamah
Dedeh melahirkan anak pertama. Waktu itu, ia sudah lulus kuliah dan pulang ke rumah
mertuanya. Lima tahun kemudian, setelah punya dua anak, Mamah Dedeh pindah ke Depok dan
disinilah ia melahirkan dua anak lagi. Karena dulunya terbiasa hidup di kampung dan terbiasa
bekerja, mengurus anak-anak tidaklah masalah baginya.

Setelah menikah, selain berdakwah di Ciputat, Mamah Dedeh juga mengajar mengaji di
Tanah Abang, mengikuti kegiatan keluarga suami. Setelah pindah ke Depok, semakin luas
pergaulannya, dan makin banyak tempatnya berdakwah. Pada tahun 1995 Aktivitas dakwah off
air dari kampung ke kampung, kota ke kota dan menjadi narasumber di berbagai kelompok
pengajian rupanya menarik perhatian almarhum Benjamin Sueb, pendiri sekaligus pemilik Bens
Radio meminta Mamah Dedeh untuk ceramah on air di Bens Radio yang ditayangkan secara
LIVE dan akhirnya menjadi penceramah tetap untuk mengisi program "Ngaji" yang diadakan
setiap Jumat.
Diundang Menteri
Sejak tahun 1980, Mamah Dedeh yang juga pendakwah beserta teman-temannya
mempunya ratusan anak asuh. Mereka membiayai sekolah mereka, mulai dari siswa SD sampai
SMA. Salah satu dari anak asuhnya itu ada yang jadi penyiar di Bens Radio milik almarhum
Benyamin S. Tahun 1994, kebetulan Benyamin sedang mencari pendakwah perempuan. Anak
asuhnya itu menyodorkan nama Mamah Dedeh. Mamah Dedeh juga sering diundang oleh
berbagai kalangan, mulai dari kelompok pengajian, gubernur, sampai menteri.

Pada awal Maret 2007, Mamah Dedeh mulai muncul di televisi lewat sebuah program
talk show religius di Indosiar. Acara ini diberi nama "Mamah dan Aa"ditayangkan setiap Jumat-
Sabtu pada pagi hari.
Biografi Tukul Arwana.

Dengan nama asli Tukul Riyanto atau dikenal sebagai Tukul Arwana lahir di Perbalan,
Purwosari, Semarang, 16 Oktober 1963 Sejak lahir, ia diberi nama Riyanto, bukan Tukul Riyanto seperti
yang dikenal sekarang. Merupakan anak dari pasangan Abdul Wahid dan Sutimah (alm.). Karena ia
sering sakit, namanya ditambah kata “Tukul” menjadi Tukul Riyanto. Anehnya, setelah namanya diubah
demikian, ia menjadi jarang sakit. Ia pun akhirnya akrab dipanggil Tukul. Di usia 5 bulan, Tukul yang
sering sakit diasuh oleh tetangganya, Suwandi. Orang tua Tukul, Abdul Wahid dan Sutimah (alm.) yang
memiliki empat orang anak rela menyerahkan Tukul, karena Suwandi sangat ingin menjadikan Tukul
sebagai anak angkat.

Dengan bakat alaminya, Tukul muda sudah mulai melawak sejak kelas VI SD. Berbagai macam
perlombaan lawak, mulai dari tingkat Kotamadya Semarang, Jawa Tengah, DKI, dan Jabotabek, serta
tingkat nasional ia coba. Usahanya ini tidak sia-sia. Ia berhasil menjuarai berbagai perlombaan melawak.
Setelah lulus SD, putra ketiga dari pasangan Abdul Wahid dan almarhumah Sutimah itu melanjutkan
sekolahnya ke SMP Muhammadiyah Indraprasta. Namun, pada saat Tukul duduk di bangku kelas III,
orang tua angkatnya, Suwandi mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan, rumah yang selama itu
ditempatinya harus dijual. Puncaknya, saat menuntut ilmu di SMA Ibu Kartini, Jalan Sultan Agung,
Semarang, Tukul mulai kesulitan untuk membayar biaya sekolah. Tukul pun mulai mencari pekerjaan
untuk membiayai sekolahnya.

Selepas SMA, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, selain melawak ia juga pernah bekerja
sebagai sopir angkutan (jurusan Johar-Panggung di Semarang). Setelah dua tahun, Tukul berganti
pekerjaan menjadi sopir truk gas elpiji di daerah Tanah Mas, Semarang Utara selama dua tahun, sebelum
akhirnya kembali menjadi sopir angkutan. Setelah berganti-ganti pekerjaan, Tukul akhirnya
memuntuskan untuk hijrah Jakarta atas ajakan temannya Joko Dewo dan Tony Rastafara sekitar tahun
1992. Selama beberapa tahun di Jakarta, nasibnya belum juga berubah.

Di kontrakannya yang terletak di bilangan Blok S Jakarta Selatan, Tukul banyak dibantu Joko
Dewo dan Tony Rastafara untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam keadaan ekonomi yang belum
berkecukupan, Tukul menikah dengan gadis berdarah Padang bernama Susiana. Ia dikaruniai 2 orang
anak perempuan dan laki laki. Perempuan bernama Novita Eka Afriana dan yang kecil bernama Wahyu
Jovan Utama. Setelah menikah, Tukul dan keluarganya tinggal di sebuah kontrakan di daerah Cipete
Utara. Sampai akhirnya Tukul melamar kerja di Radio Humor SK dan bekerja di sana bersama rekan
pelawak yang lain seperti Bagito, Patrio, Ulfa Dwiyanti, dan lain-lain. Sebelumnya, Tukul sempat
menjadi sopir pribadi untuk menafkahi keluarganya.

Nasib mujur Tukul semakin membaik ketika ia diajak dalam produksi Lenong Rumpi oleh
Ramon Tommybens. Titik balik kariernya pun mencuat ketika menjadi pendamping Joshua di video klip
“Air” dengan iKon diobok-obok-nya sekitar tahun 1997. Nama Tukul Arwana semakin melambung
ketika dipercayai untuk menjadi pembawa acara acara musik “Aduhai” di TPI serta acara “Dangdut Ria”
di Indosiar. Saat ini, namanya kian melesat ketika TV7 (kini Trans7) mempercayakannya menjadi
pembawa acara talk show Empat Mata (Kini Bukan Empat Mata).
Tukul juga membintangi film layar lebar pertamanya yang berjudul Otomatis Romantis. Dalam
film yang disutradarai Guntur Soehardjanto ini, Tukul berperan sebagai suami Wulan Guritno dalam
sebuah rumah tangga yang ada di ujung kehancuran. Tukul dikenal dengan acara Bukan Empat Mata yang
dibawakannya. Selain menjadi pelaku hiburan, Tukul juga merintis usaha yang bergerak di bidang
hiburan, yang bernama “Ojo Lali Entertainment”. suka makan mie ayam mbok darmi. Nama “Arwana”
diberikan oleh rekannya, Tony Rastafara agar Tukul bisa menjadi orang kaya, karena ikan arwana banyak
dipelihara orang kaya, sehingga menjadi Tukul Arwana.

Anda mungkin juga menyukai