Blok 11 1 (Mata Merah) Keratitis Fungal
Blok 11 1 (Mata Merah) Keratitis Fungal
“Mata Merah”
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatNya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini. Laporan ini disusun berdasarkan
pemicu “Mata Merah”. Dalam Kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih
kepada tutor dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan tutorial ini.
Kami menyadari laporan yang kami buat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata kami mengharapkan
laporan tutorial ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 6
DATA PELAKSANAAN TUTORIAL
I. JUDUL BLOK
Spesial Sense System
III. TUTOR
Dr. dr. Jenny Sitepu, M.Biomed
IV. TUTORIAL 1
Hari/Tanggal : Selasa, 25 Mei 2021
Pukul : 10.00 −¿ 12.00 WIB
V. TUTORIAL 2
Hari/Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021
Pukul : 10.00 −¿12.00 WIB
PEMICU :
Seorang pasien bernama X, laki laki umur 55 tahun, datang berobat ke RSUD dengan
keluhan mata sebelah kiri merah, kabur dan sering berkotoran mata. Mata sebelah kiri
pasien, 1 minggu yang lalu terkena Lalang padi,
RPO : obat tetes mata Rhino, Air Sirih (+), obat Puskesmas C. xytrol (+),
RPT : DM (-), HT (-).
Apa yang terjadi pada X?
UNFAMILIAR TERMS
- PH : Pin Hole
I. IDENTIFIKASI MASALAH
- Seorang pasien x datang dengan keluhan mata sebelah kiri merah, kabur dan
sering berkotoran mata
- Mata selebah kiri 1 minggu yg lalu terkena Lalang padi
- Sudah diberikan obat tetes mata tapi tidak membaik juga
- Pasien mengalami gangguan refraksi dan defak kornea (+)
II. BRAINSTROM
- Iritasi mata akibat Lalang padi (Trauma) menjadi jalan masuknya Bakteri dan
virus sehingga menyebabkan pelebaran pembuluh darah pada permukaan mata
- Mata kabur dapat disebabkan karena adanya gesekan pada kornea dan berkotoran
mata dapat disebabkan karena penggunaan air sirih yg mungkin tidak steril
- Hiperemis pada mata karena vasodilatasi pembuluh darah dan darah tertahan di
jaringan bawahnya, vasodilatasi ini menyebabkan injeksi di perikornea dan
menyebabkan ulkus kornea sehingga mata kabur
- Gangguan refraksi / mata kabur (mengeluarkan sekret - menilai sekret dahulu)
- Bisa terjadi karena faktor usia - pengurangan pengelihatan karena rusaknya
makula
b) Cornea
Cornea terdapat di lapisan luar (fibrosa) tersusun atas jaringan ikat kolagenosa
kuat. Otot-otot ekstraokular dikaitkan pada bagian yang di anggap sebagai
"bagian putih mata", yaitu Sclera. Sclera berubah menjadi Cornea yang
transparan, avaskular dan terutama terdiri dari kolagen. Cornea membentuk
bagian depan selaput luar bola mata. Permukaan belakang membentuk dinding
depan camera oculi anterior. Derajat kelelngkungan bervariasi biasanya lebih
lengkung pada orang muda dan ke jurusan vertikal. Ketebalan cornea 0,5 mm.
Cornea mendapatkan nutrisi dari tunica conjungtiva bulbi.
c) Humor Aquosus
Humor aquosus dihasilkan pada area pars ciliate tepatnya oleh corpus ciliare
yang dilapisi epitel siliar dan terdapat pada camera oculi posterior ke anterior.
Memberi zat makanan untuk cornea avascular dan lensa. Humor aquosus
berjalan dari camera oculiposterior berlanjut ke camera oculi anterior dan
bermuara ke sinus venosus sclerae (Canal Schlemm) dan dikeluarkan ke
plexus limbus (vena verticosa & vena ciliaris anterior).
d) Iris
Pupil terbentuk dari celah iris. Pupil biasanya digunakan untuk mengecek
respons dari seseorang pada saat pemeriksaan fisik. Cara pengujian ini
menggunakan senter. Jika cahaya memasuki satu mata maka kedua pupil akan
berkonstriksi, karena, masing-masing retina mengirimkan serat serat ke dalam
tractus opticus dari kedua sisi.
f) Lensa
Lensa berada tepat di belakang pupil dan ketebalan lensa adalah 3,6 mm dengan
diameter 10 mm. Jarak antara retina dan lensa adalah 15,6 mm. Lensa adalah jaringan
transparan, yang berbentuk biconvex. Bagian luar lensa dilapisi oleh capsula lentis
yang berhubungan dengan zonula ciliaris. Di bagian tengahnya terdapat nucleus yang
lunak sehingga memungkinkan terjadi proses akomodasi lensa mata.
g) Vaskularisasi
Arteri utama yang memperdarahi mata berasal dari arteri ophthalmica. Arteri ini
berfungsi sebagai penyuplai darah dan mempertahankan tekanan intra okuler &
tegangan bola mata. Arteri ini mempunyai dua sistem yang berbeda arteri cilliares
untuk memperdarahi di bagian luar dan arteri centralis retina untuk memperdarahi
bagian dalam retina1.
Gambar 23-4. Kornea. (a) Mikrograf dengan (E) epitel skuamosa berlapis eksternal,
(S) stroma, dan (EN) endotel skuamosa internal.100X, H&E. (b) Epitel kornea.
Panah (membran Bowman yang homogen), (S) stroma.400X, H&E. (c) Endotel
skuamosa posterior (internal) dengan membran Descemet (panah). S (stroma). 400X,
H&E.
Lapisan-lapisan kornea :
- Epitel skuamosa eksternal berlapis.
- Membrana limitans anterior, (membran Bowman, membran basal).
- Stroma, substansia propria.
- Membran limitans posterior, (membran Descemet, membran basal).
- Endotel skuamosa internal selapis.
Epitel kornea:
- Epitel kornea, 5-6 lapis, non-keratinisasi.
- Mitosis sel di lapisan basal, tepi kornea.
- Mikrovili, saraf sensoris.
Substantia propria :
2. Humor aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera oculi
posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior dan
kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. 5,15 Humor aqueous
difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan siliaris
di camera oculi posterior
3. lensa
Gambar 23-12. Lensa. (LC) kapsul lensa, (LE) epitel lensa, (DLF) serat lensa yang
berdiferensiasi, (MLF) serat lensa yang matur. 200X, H&E
Struktur Lensa :
1. Kapsul Lensa
- Simpai setebal 10-20 um, homogen.
- Kolagen tipe IV, proteoglikan.
- Asal dari membran basal ektoderma.
- Untuk perlekatan serat zonula.
2. Epitel Lensa
3. Serat Lensa
- Berkembang dari epitel lensa.
- Epitel kehilangan inti dan organel.
- Sitoplasma dipenuhi protein kristalin.
- Ukuran serat matur : panjang 7-10 mm,
- lebar 8-10 um, tebal 2 µm.
4. Zonula Ciliaris
- Serat yang tersusun radial, elastis, ber-
- insersi pada kapsul lensa dan
- badan siliar.
- Berperan, bersama-sama dengan m. si-
- liaris berperan pada proses
- akomodasi.
- Retina (struktur umum dan susunan retina )
Gambar 23-15.
Lapisan retina.
(VB) corpus vitreum,
(C) choroid, (ILL) membrana
limitans interna, (NFL} lapisan serabut saraf, (GL) lapisan ganglion, (IPL) lapisan
pleksiform dalam, (INL) lapisan inti dalam, (OPL) lapisan pleksiform luar, (ONL)
lapisan inti luar, (OLL) membrana limitans externa, (RCL) lapisan sel batang dan
kerucut, (PL) lapisan berpigmen. 150x. H&E2.
B. Ciliar conjungtiva
Melebarnya pembuluh darah perikornea(a. siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada
kornea, radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis.
Perdarahan subconjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh, bisa
juga terjadi dikarenakan trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya, kelainan sekecil
apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan.
Kornea bagian mata yang avaskuler, bila terjadi infeksi maka proses infiltrasi dan
vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Badan kornea, wandering cell
dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag,
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma,
leukosit polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Etiologi
1. Infeksi
a. Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa
telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah satu penyebab ulkus kornea.
Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri.
b. Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium dan
spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea 40,65% disebabkan oleh jamur.
c. Infeksi virus Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus.
d. Acanthamoeba Infeksi kornea oleh Acanthamoeba sering terjadi pada pengguna lensa
kontak lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak
yang terpapar air yang tercemar.
2. Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH. Bahan asam yang dapat merusak
mata terutama bahan anorganik, organik, dan organik anhidrat. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif (merusak). Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan
pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea;
b. Radiasi atau suhu. Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sianr matahari
yang akan merusak epitel kornea;
c. Sindrom Sjorgen;
d. Defisiensi vitamin A. Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
gangguan pemanfaatan oleh tubuh. Kekurangan vitamin A menyebabkan keratinisasi
generalisata pada epitel di seluruh tubuh. Perubahan pada konjunctiva dan kornea
bersama-sama dikenal sebagai xerofthalmia (mengering atau mengerasnya sel-sel
kornea yang berakibat keratomalasia yaitu hancurnya kornea);
e. Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topikal, immunosupresif);
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma;
g. Pajanan (exposur);
h. Neurotropik.
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas).
Manifestasi klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
g. Silau;
h. Nyeri
2. Gejala objektif3
a. Injeksi silier;
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c. Hipopion.
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu :
1. Ulkus kornea sentral.
A. Ulkus kornea bakterialis
a. Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus
bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung.
b. Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas
tepat dibawah defek epitel.
c. Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat menyebar ke samping dan
ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadangkadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik
mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak. Secara histopatologi, khas pada ulkus ini
ditemukan sel neutrofil yang dominan.
d. Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar
ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen.
Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman.
e. Ulkus Neisseria gonorrhoeae
Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae dan merupakan salah satu dari
penyakit menular seksual. Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang
sangat berarti pada struktur mata yang lebih dalam.
Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa:
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya;
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang;
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih;
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang proses
penyembuhan luka.
2. Penatalaksanaan medikamentosa:
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat
sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. Adapun obat-
obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:
A. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan
dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak
diberikan salep mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan
erosi kornea kembali. Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3 mg, Eritromisin
0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit.
B. Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi:
a. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, Thiomerosal, Natamicin, Imidazol;
b. Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1% tetes mata14,15 ;
c. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.
C. Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder, analgetik
bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa salep asiklovir 3% tiap 4 jam.
D. Anti acanthamoeba
Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau salep klorheksidin
glukonat 0,02%.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:
a. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas atropin karena bekerja
lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
1. Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
2. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
3. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M.
siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalam keadaan istirahat.
Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior
yang ada dapat terlepas dan dapat mencegah pembentukan sinekia posterior yang
baru. 12
b. Skopolamin sebagai midriatika.
c. Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan
sering-sering.
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian nerve growth factor (NGF) secara
topikal menginisiasi aksi penyembuhan luka pada ulkus kornea yang disebabkan oleh trauma
kimia, fisik dan iatrogenik serta kelainan autoimun tanpa efek samping.
3. Penatalaksanaan bedah:
a. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan sejak tahun 1800-an.
Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah mungkin gagal, kerusakan epitel
berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang
efektif dan definitif untuk penyakit permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan kornea yang
terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan mekanik untuk penyembuhan
kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis, memberikan pasokan nutrisi dan
imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya.
Indikasi yang paling umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam pengelolaan ulkus
kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi sensorik kornea (keratitis
neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah ke keratitis paparan, anestesi kornea
setelah herpes zoster oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK kronis) atau
kekurangan sel induk limbal. Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap
konjungtiva selama kornea tidak terlalu menipis.
b. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti :
1. Dengan pengobatan tidak sembuh;
2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.
Definisi : adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal akibat gangguan pada
sistem aliran cairan mata
Etiologi : etiologi glaukoma dibagi berdasarkan klasifikasinya. Tapi secara garis besar
penyebab glaukoma adalah tidak normalnya tekanan intraocular
Klasifikasi :
A. Glaukoma primer : belum diketahui penyebab pastinya, penderita biasanya terkena glaukoma
karena gangguan fasilitas pengeluaran humor aqueous atau bisa disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan pada sudut bilik mata depan. Adapun klasifikasi glaukoma primer yaitu :
Biasanya pasien mendapati glaukoma karena kelainan gen. Dan Perjalanan penyakit berjalan
perlahan sehingga tidak menimbulkan gejala seperti mata merah dan keluhan mata lainnya
Walaupun tekanan intraocularnya normal. Penderita bisa terkena glaukoma karena kepekaan
yang abnormal terhadap tekanan intraocular terdapat kelainan vaskular atau mekanis di kaput
nervus optik, atau bisa dikarenakan adanya penyakit vascular
Glaukoma sudut terturup terjadi apabila humor aqueous tiba-tiba tertutup dan menyebaban
kenaikan tekanan bola mata yang tinggi. Biasanya ini dapat terjadi karena dilatasi pupil yang
terjadi secara spontan, dan juga bisa disebabkan oleh obat-obatan yang mempunyai efek
antikolinergik atau simpatomimetik.
Glaukoma akibat kelainan lensa sering dihubungkan dengan katarak pada orang tua, dimana
glaukoma terjadi akibat lensa yang menyerap cairan sehingga ukuran lensa membesar dan
mendesak bilik mata depan, dan terjadi sumbatan pupil dan pendesakan sudut
2. Glaukoma akibat trauma
Trauma pada mata dapat menyebabkan glaukoma, khususnya apabila terdapat pendarahan di
bilik mata depan, sehingga terjadi penyumbatan anyaman trabekular oleh sel darah dan
makrofag yang akan meningkatkan tekanan intraocular.
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang dibawa sejak lahir, hal ini. Defek pada glaukoma
kongenital terdapat pada anyaman trabekular yang abnormal.
Manifestasi klinis :
Mata kabur
Photophobia
Blepharospasme
Tatalaksana :
Menurunkan TIO : Biasanya dimulai dengan tetes mata Timolol 0,5 % 2 kali sehari jika TIO
masih > 21 mmHg atau tidak memperlihatkan perbaikan berikan Pilokarpin 2 % 3-6 kali
sehari, Asetazolamide 1-3 kali 250 mg, suplemen kalium 1-2 kali sehari. Bila dengan
pengobatan di atas tekanan bola mata terkontrol baik maka obat-obat tersebut dipakai seumur
hidup. Bila dengan pengobatan tidak terdapat perbaikan maka dilakukan pembedahan seperti
trabekulektomi (membuang Sebagian organ jaring trabecular) untuk glaukoma terbuka dan
iridektomi (sebagian dari pinggiran akar iris) untuk glaukoma tertutup 5.
3. Uveitis
Definisi : Istilah "uveitis" menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis),
corpus ciliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid
(koroiditis).
• Temuan Klinis
a. Gejala dan tanda klinis
Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan bisa mengenai lebih dari satu bagian
mata secara bersamaan.
Uveitis anterior adalah bentuk yang paling umum dan biasanya unilateral dengan onset akut.
Gejala yang khas meliputi, nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan
biasanya ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva palpebralis dan
sekret yang minimal. Pupil kemungkinan kecil (miosis) atau iregular karena terdapat sinekia
posterior. Peradangan yang terbatas pada bilik mata depan disebut "iritis", peradangan pada
bilik mata depan dan vitreus anterior sering disebut sebagai "iridosiklitis". Sensasi kornea dan
tekanan intraokular harus diperiksa pada setiap pasien uveitis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan pada pasien uveitis ringan dan pasien
dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini atau dengan tanda-tanda infeksi virus
herpes simplex atau herpes zoster yang jelas, seperti dermatitis vesikular penyerta, keratitis
dendritik atau disciformis, atau atrofi iris sektoral. Di lain pihak, pemeriksaan sebaiknya juga
ditunda pada pasien usia muda hingga pertengahan yang sehat dan asimptomatik, yang
mengalami episode pertama iritis atau iridosiklitis unilateral akut ringan sampai sedang yang
cepat berespons terhadap pengobatan kortikosteroid topikal dan sikloplegik.
• Diagnosis Diferensial
Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis diferensial yang sangat
luas dan tidak dapat tercakup seluruhnya dalam bahasan ini. Beberapa kelainan yang sering
dikelirukan dengan uveitis, antara Iain: konjungtivitis, dibedakan dengan adanya sekret dan
kemerahan pada konjungtiva palpebralis maupun bulbaris; keratitis, dibedakan dengan adanya
pewarnaan atau defek pada epitel, atau adanya penebalan atau infiltrat pada stroma; dan
glaukoma akut sudut tertutup, ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular, kekeruhan
dan edema kornea, dan sudut bilik mata depan yang sempit yang sering kali terlihat lebih jelas
pada mata yang sehat.
• Penatalaksanaan
Terapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen midriatik/sikloplegik. Selama
pemberian terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan; kemungkinan defek epitel dan trauma
tembus harus disingkirkan pada riwayat tuauma, harus diperiksa sensibilitas kornea dan
tekanan intraokular untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpes simplex atau zoster.
Terapi topikal yang agresif dengan prednisolone acetate 1%, satu atau dua tetes pada mata
yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga, biasanya marnpu mengontrol peradangan
anterior. Prednisolone acetate adalah suatu suspensi dan harus dikocok selama 30-40 menit
sebelum tiap-tiap penggunaan Homatropin 2-5%, dua sampai empat kali sehari, membantu
mencegah terbentuknya sinekia dan meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris.
Peradangan noninfeksi intermediet, posterior, dan difus berespons baik terhadap penyuntikan
triamcinolone acetonide sub-Tenon, biasanya 1 mL (40 mg), pada daerah superotemporal.
Triamcinolone acetonide intraokular, 0,1 mL (4 mg), atau prednisone oral, 0,5-1,5 mg/kg/hari
juga efektif. Corticosteroid-sparing agent seperti methotrexate, azathioprine, mycophenolate
mofetil, cylcosporine, tacrolimus, cyclophosphamide, atau chlorambucil sering diperlukan
pada peradangan noninfeksi bentuk berat atau kronik, terutama bila ditemukan adanya
keterlibatan sistemik.
• Komplikasi
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior maupun posterior. Sinekia anterior dapat
mengganggu aliran keluar aqueous di sudut bilik mata dan menyebabkan glaukoma. Sinekia
posterior, jika luas, dapat menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup dengan
terbentuknya seclusio pupil dan penonjolan iris ke depan (iris bombo) 6.
Klasifikasi :
4. Konjungtivitis
Definisi :Konjungtivitis adalah keadaan terjadinya inflamasi atau peradangan pada
konjungtiva,hal ini diseabkan oleh agen infeksi baik endogen (reaksi hipersensitivitas
dan autoimun) maupun eksogen (bakteri,virus,jamur.
Klasifikasi konjungtivitis
Konjungtivitis bakteri
-Tanda dan gejala : konjungtivitis bakteri bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan
pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral, eksudat purulen, eksudat purulen
dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edema
palpebra.
Konjungtivitis virus
-Tanda dan gejala : hiperemia akut, fotofobia, mata berarir (watery discharge) serta
edema pada kelopak mata, bisa unilateral maupun bilateral. Pada anak-anak, mungkin
terdapat gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media
dan diare. Sensasi kornea normal dan nodus preaurikular positif adalah tanda yang
khas.
Konjungtivitis alergi
-Etiologi: Konjungtivitis alergi seasonal biasanya di sebabkan oleh adanya serbuk sari
(pollen), seperti tepung sari, rumput, gulma dan lain-lain, dimana alergen ini hanya
muncul pada musim tertentu saja. Konjungtivitis alergi parennial biasanya
disebabkan oleh alergen yang biasa kita temui (tidak memerlukan musim tertentu),
seperti tungau. Keratokonjungtivitis vernal hampir selalu lebih parah selama musim
semi, musim panas dan musim gugur.
-Tanda dan gejala : gatal, kemerahan, mata berair, dan merasa “mata seolah-olah
tenggelam dalam jaringan sekitarnya, injeksi ringan konjungtiva. Tanda khas pada
konjungtivitis alergi parennial adalah bilateral atau unilateral,gatal, kemerahan, dan
mata bengkak (puffy eyes), mata berair, ada sekret mukus, dan rasa
terbakar.konjungtivitis vernal adalah bilateral,sangat gatal,pada palpebra superior
ditemukan papila raksasa.Pada konjungtivitis atopik yaitu bilateral,hiperemis,sekret
mukoid dan gatal hebat.
2) Glaukoma
Definisi
Glaucoma adalah kerusakan saraf mata akibat meningkatnya tekanan pada bola
mata (intraocular)
Patofisiologi
Humor aquous mengalis ke dalam bilik posterior lalu melalui pupil / iris menuju
ke bilik anterior (A,B). Meninggalkan bilik anterior melalui dua jalur :
1. Jalur konvensional / trabecular (sekitar 90%) : memalui trabecular meshwork
(terletak antara garis Schwalbe dan scleral spur) dari sclera masuk ke kanal
Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aquous) ke kanal
kolektor lalu ke pembuluh darah sclera (C,D)
2. Jalur uveosklera (sekitar 10%) : humor aquous mengalir melalui korpus
ciliaris menuju ke ruang supra-koroid menuju ke aliran vena (E)
Glaukoma diyakini disebebkan oleh obstruksi jaringan trabekuler yang disebabkan
oleh sinekia anterior perifer, atau yang lebih jarang adanya membrane seluler yang
abnormal
Sinekia anterior adalah iris melekat pada korena, sedangkan sinekia posterior iris
melekat pada lensa mata
Tekanan intra ocular (TIO) normalnya 10-21 mmHg
Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
3) Endophthalmitis
Endophthalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder
pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata.
Endophthalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun
parasite dari focus infeksi dalam tubuh.
Bakteri yang sering menjadi penyebab adalah stapilococcus, streptococcus,
pneumococcus, pseodumonas, bacillus sp.
Jamur yang sering menjadi penyebab adalah aktinomises, aspergilus, phitomikosis
sporothrix dan kokidioides.
Prognosis
Prognosisnya sangat bervariasi karena variasi organisme yang terlibat. Infeksi
streptococcus cenderung lebih buruk daripada infeksi stapilococcus
Pasien dalam subkelompok traumatis, terutama yang disebabkan oleh infeksi
Bacillus , biasanya memiliki hasil visual yang buruk.
Pada kelompok studi vitrektomi endophthalmitis, 74% pasien mengalami
pemulihan visual 20/100 atau lebih baik.
Uveitis adalah peradangan yang terjadi pada uvea atau lapisan tengah mata.
Kondisi ini ditandai dengan salah satu atau kedua mata terlihat sangat merah, yang
dapat disertai rasa nyeri pada mata dan penglihatan menjadi kabur.
Patofisiologi uveitis
Peradangan uvea disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakanmek
anisme alergi. Infeksi piogenik biasanya akibat suatu trauma tembus pada mata
walaupun kadang kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terahadap zat toksik
yang diproduksi oleh mikroba yang mengin feksi jaringan diluar tubuh mata. 50%
penyebab uvetis adalah idiopatik . Selain itu terdapat inflamasi intraokular yang
menyerupai uveitis disebut masquerade syndrome,sebagian besar disebabkan oleh
keganasan. Uveitis disebabkan dari penyebaran infeksi secara hematogen dari luar
tubuh melalui pembuluh darah uvea. Patofisiologi uveitis tergantung dari etiologi
spesifik yang mendasari, namun secara garis besar semuanya memiliki defek
pada blood-ocular barrier .Membran semi permeable padablood-ocular
barrier mirip dengan blood-brain barrier yang normalnya bekerja mencegah sel sel
dan protein besar masuk kedalam mata serta menjaga cairan intaokular tetap
jernih. Infeksi tersbut terjadi akibat terganggunya barrier tersebut dan masuk
WBC kedalam mata
Komplikasi Uveitis
Jika tidak segera diobati, uveitis dapat menimbulkan komplikasi berupa:
Ablasi retina, yaitu kondisi ketika retina lepas dari lapisan pembuluh darah
yang memberi oksigen dan nutrisi
Edema makula kistoid, yaitu pembengkakan pada retina
Sinekia posterior, yaitu peradangan yang menyebabkan iris melekat pada lensa
mata
Prognosis uveitis
Prognosi uveitis tergantung tingkat keparahannya
Panuveitis adalah salah satu jenis dari uveitis atau peradangan bola mata.
Seseorang mengalami panuveitis bila peradangan terjadi pada seluruh bagian
uvea, mulai dari depan hingga belakang.
Panuveitis bisa berkaitan dengan suatu gangguan kesehatan, atau bisa berdiri
sendiri sebagai suatu penyakit tanpa sebab yang diketahui (idiopathic).
Panuveitis bisa merusak mata dengan sangat cepat dan menyebabkan komplikasi
yang bersifat jangka panjang dan mengancam penglihatan pasien.
Komplikasi yang paling sering terjadi termasuk
Lepasnya retina
Neovaskularisasi pada retina, syaraf optik, atau iris
Prognosis Panuveitis
Prognosis panuveitis tergantung pada tingkat keparahan lokasi dan penybab
peradangan
Keratopati
Keratopati adalah pembengkakan kornea yang paling sering terjadi pada usia
lanjut.
Patofisiologi
keratopati perubahan pada endotel kornea yang menyebabkan kornea menjadi
hidrasi. Sel-sel endotel mengalami kerusakan, sehingga sel-sel endotel yang masih
sehat bertambah besar dan berbentuk tidak teratur. Kerusakan yang terjadi pada
sel endotel akan memicu pembentukan membran Descement baru, yang secara
kualitatif berbeda sifatnya dengan membran Descement yang asli.
Ketidakteraturan densitas dan karakteristik permukaan membran baru tersebut
memberikan gambaran yang disebut kornea gutata
Komplikasi
bila tekanan intra okuler meningkat dapat semakin mengganggu fungsi endotel
dan menyebabkan edema epitel serta kerusakan endotel lebih lanjut.
Prognosis
Edema kornea yang menetap selama 3 bulan setelah operasi katarak tidak akan
hilang dengan sendirinya. Deteksi dini dan penanganan dengan segera d
Pseudophakic bullous keratopathymerupakan kelainan sekunder akibat ekstraksi
katarak dengan pemasangan lensa intraokular yang ditandai dengan edema kornea
dapat mencegah keparahan penyakit3.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pasien disimpulkan menderita Keratitis fungal karena adanya defek juga pada pengobatan
antibotik tidak terdapat perbaikan.
Daftar Pustaka
1. F, Paulsen Waschke J. Atlas anatomi manusia kepala, leher, dan neuroanatomi. In:
Sobotta. 23rd ed. Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2013.
2. Meschel AL. Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas. Vol. 12, Histologi Dasar
JUNQUEIRA Teks & Atlas. 2012. 396–398 p.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014. 110–118, 335–415
p.
4. Farida Y. Corneal ulcers treatment. Med J Lampung Univ. 2015;4(1):119–27.
5. Saleh, obby dkk. Glaukoma. 2017;(14000027):1–20.