Bab Ii
Bab Ii
id
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap pada pelaksanaan manajemen proyek yang
mencoba melaksanakan suatu dasar atau awalan proyek untuk yang bertujuan untuk
mempersiapkan semua tugas program, teknis, dan administratif sehingga dapat
dilaksanakan secara aktual. Perencanaan dalam manajemen proyek meletakkan
dasar tujuan dan sasaran dalam menyiapkan segala program teknis dan administrasi
supaya dapat diimplementasikan (Aziz Alfida dkk, 2022).
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
dengan,
Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja
(lumen)
E = Tingkat pencahayaan minimum
A = Luas bidang kerja (m2)
Kp = Koefisien penggunaan
Kd = Koefisien deprisiasi (penyusutan)
𝐹
Ntotal = 𝐹𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1×𝑛
dengan,
Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja
(lumen)
𝐹1 = Fluks luminus satu buah lampu
n = Jumlah lampu dalam satu armatur
Tabel 2. 7 Unit beban alat plambing sistem penyediaan air dan ukuran minimum
pipa cabang
Tabel 2. 8 Unit beban alat plambing sistem penyediaan air dan ukuran minimum
pipa cabang (lanjutan)
Tabel 2. 9 UBAP/ fixture unit untuk menentukan ukuran pipa air dan meter air
Tabel 2. 10 UBAP/ fixture unit untuk menentukan ukuran pipa air dan meter air
(lanjutan)
Pada analisis perhitungan instalasi air kotor mengambil dari Poerbo (1922) dengan
mengacu SNI 8153:2015 tentang Sistem plambing pada bangunan gedung.
Pada umunya perhitungan besar beban yang bekerja dalam suatu bangunan
hanya dapat diestimasikan. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi struktur
tertentu dapat diketahui pasti, akan tetapi distribusi beban ke setiap elemen-elemen
struktur membutuhkan asumsi dan pendekatan. Maka dari itu, perencanaan struktur
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
bangunan harus mampu menahan dan menyalurkan beban yang bekerja ke setiap
elemen struktur.
Berdasarkan SNI 1727:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, beban-beban yang bekerja pada bangunan
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori untuk mempermudah analisis
tahap selanjutnya yaitu kombinasi pembebanan (load combination).
Menurut Salmon dan Johnson dalam Fauzy (2016), Beban hidup merupakan
baban-beban gravitasi yang bekerja pada saat struktur telah berfungsi, namun
bervariasi dalam besar dan lokasinya. Contohnya adalah beban orang, furnitur,
perkakas yang dapat bergerak, kendaraan dan barang-barang yang dapat disimpan.
Secara praktis beban hidup bersifat tidak permanen sedangkan, yang lainnya sering
berpindah-pindah tempatnya. Karena tidak diketahui besar, lokasi dan
kepadatannya, besar dan posisi sebenarnya dari beban-beban semacam itu sulit
sekali ditentukan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
Berdasarkan SNI 1727:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, beban hidup (live load) dapat disajikan
pada Gambar 2.5-2.7 berikut:
Gambar 2. 5 Tabel beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan beban
hidup terpusat minimum
(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
Gambar 2. 6 (Lanjutan) tabel beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan
beban hidup terpusat minimum
(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
Gambar 2. 7 (Lanjutan) tabel beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan
beban hidup terpusat minimum
(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
Menurut Afif (2016), beban angin ialah semua beban yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (angin tekan)
dan tekanan negatif (angin isap) yang bekerja tegak lurus pada bidang- bidang yang
ditinjau.
Besarnya tekanan positf dan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2 yang
ditentukan dengan mengkalikan besarnya tekanan tiup angin untuk suatu daerah
dengan koefisien angin yang dipengaruhi oleh jenis bangunan. Besar tekanan tiup
angin diambil minimum 23 kg/m2 , kecuali untuk daerah tepi laut sampai sejauh 5
km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2 (Rahmawati, 2015).
kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran desainnya.
Beban hujan dapat direncanakan dengan rumus berikut:
dengan,
R = beban air hujan pada atap yang tidak melendut, dalam lb/ft2 (kN/m2). Apabila
istilah atap yang tidak melendut digunakan, lendutan dari beban (termasuk
beban mati) tidak perlu diperhitungkan ketika menetukan jumlah air hujan
pada atap.
ds = kedalaman air pada atap yang tidak melendut meningkat ke lubang masuk
sistem drainase sekunder apabila sistem drainase primer tertutup (tinggi
statis), dalam in. (mm).
dh = tambahan kedalaman air pada atap yang tidak melendut di atas lubang masuk
sistem drainase sekunder pada aliran air rencana (tinggi hidrolik), dalam in.
(mm).
b. Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0 dan lebih kecil atau sama
dengan Ts, spektrum respon percepatan desain (Sa) sama dengan (SDS).
c. Untuk periode lebih besar dari Ts, tetapi lebih kecil atau sama dengan TL,
respon spectral percepatan desain (Sa) ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑆𝐷1
Sa = 𝑇
d. Untuk periode lebih besar dari TL, respon spektral percepatan desain (SDS)
ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑆𝐷1 𝑇𝐿
Sa = 𝑇2
dengan,
𝑆
T0 = 0,2 𝑆𝐷1
𝐷𝑆
𝑆𝐷1
Ts = 𝑆
𝐷𝑆
𝑆𝐷1
Csmaks = 𝑅
𝑟1 ( )
𝐼𝐸
dengan,
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total (kN)
wx = berat seismik total pada suatu tingkat (kg)
hx = tinggi dari dasar sampai tingkat x (m)
k = nilai eksponen yang terkait dengan periode struktur dengan nilai
sebagai berikut:
untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, maka k = 1
untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, maka k = 2
untuk struktur dengan 0,5 < T ≥ 2,5 detik, maka k = 2 atau ditentukan
dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
dengan,
Ru = kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBT
Rn = kekuatan nominal
ϕ = faktor ketahanan
ϕRn = kekuatan desain
1. Syarat Kekuatan
Berdasarkan SNI 1729:2020, suatu komponen struktur yang mengalami gaya
tarik akibat beban terfaktor (Pu) harus memenuhi syarat:
Pu ≤ ϕ𝑡 Pn
dengan,
Pu = beban terfaktor
Pn = kuat tekan nominal
ϕ𝑡 = faktor reduksi kekuatan (0,9)
Kekuatan tarik desain (ϕ𝑡 Pn) dan kekuatan tarik izin (Pn/𝛺𝑡 ), komponen
struktur tarik harus merupakan nilai terendah yang diperoleh sesuai dengan
keadaan batas leleh tarik pada penampang bruto dan keruntuhan tarik pada
penampang neto (SNI 1729:2020), dengan persamaan sebagai berikut:
a. Leleh tarik pada penampang bruto
Pn = fy Ag
b. Keruntuhan tarik pada penampang neto
Pn = fu Ae
dengan,
Pn = kuat tekan nominal
fy = tegangan leleh minimum (MPa)
fu = tegangan tarik minimum (MPa)
Ag = luas penampang bruto (mm2)
Ae = luas neto efektif (mm2)
2. Syarat Kelangsingan
Kelangsingan elemen struktur baja batang tarik harus memenuhi syarat:
𝐿
≤ 300
𝑟
dengan,
L = panjang batang tanpa pengaku (mm)
r = Radius gyrase penampang (mm)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
𝐿𝑐 𝐸 𝑓𝑦
b. Apabila ≤ 4,71 √𝑓 atau 𝑓 ≤ 2,25, maka
𝑟 𝑦 𝑒
Fcr = 0,877 fe
dimana,
Pn = kuat tekan nominal
Fcr = tegangan kritis
Ag = luas penampang melintang bruto (mm2)
Lc = panjang efektif dengan rumus Lc = K L (mm)
r = radius girasi (MPa)
E = modulus elastisitas baja (200.000 MPa)
fy = tegangan leleh (MPa)
fe = tegangan tekuk elastis dengan rumus fe = 𝜋2 𝐸
𝐿 2
(MPa)
( 𝑐)
𝑟
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
2. Syarat Kelangsingan
Kelangsingan elemen struktur baja batang tekan harus memenuhi syarat:
𝜆 < 𝜆𝑟
dengan,
𝜆 = rasio lebar terhadap tebal
𝜆𝑟 = batas rasio lebar terhadap tebal
Rasio lebar terhadap tebal elemen tekan komponen struktur baja diatur dalam
SNI 1729:2020 yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Mu ≤ ϕ𝑏 Mn
dengan,
Mu = kekuatan perlu atau momen maksimum hasil kombinasi
Mn = kuat lentur nominal
ϕ𝑏 = faktor reduksi untuk lentur (0,90)
Berdasarkan SNI 1729:2020, kekuatan lentur nominal (Mn) diperoleh dari nilai
terendah keadaan batas leleh (momen plastis) dan tekuk torsi lateral. Berikut
perhitungan batas leleh (momen plastis) dan tekuk torsi lateral:
1. Batas Leleh (Momen Plastis)
Mn = Mp = fy Zx
dengan,
fy = tegangan leleh minimum (MPa)
Zx = modulus penampang plastis terhadap sumbu x (mm3)
b. Apabila Lp < Lb ≤ Lr
𝐸 𝐽 𝐽 2 0,7𝑓𝑦 2
Dengan, Lr = 1,95 rts 𝑓 √𝑆 𝑐ℎ √(𝑆 ℎ𝑐 ) + 6,76 ( 𝐸 )
𝑦 𝑥 0 𝑥 0
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
c. Apabila Lb > Lr
Maka momen nominal yang dihasilkan,
Mn = Fcr Sx ≤ Mp
𝐶𝑏 𝜋 2 𝐸 𝐽𝑐 𝐿 2
Dengan, Fcr = 2 √1 + 0,078 (𝑟 𝑏 )
𝐿 𝑆𝑥 ℎ0
( 𝑏) 𝑡𝑠
𝑟𝑡𝑠
dimana,
Lb = Panjang antara titik-titik (mm)
Lp = Batas panjang tak terbreis lateral untuk keadaan batas leleh (mm)
Lr = Batas panjang tak terbreis untuk keadaan batas pada tekuk torsi lateral
(mm)
E = Modulus elastisitas baja (MPa)
fy = Kuat leleh (MPa)
Jc = Konstanta torsi
Sx = Modulus penampang elastis (MPa)
h0 = Jarak antara titik berat sayap (mm)
Cb = Faktor modifikasi tekuk torsi lateral
Fcr = Tegangan kristis penampang (MPa)
Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, perilaku balok terhadap tekuk torsi lateral
adalah sebagai berikut:
1. Apabila Lp ≤ Lb, keadaan batas tekuk torsi lateral tidak berlaku.
𝐸
Dengan, Lp = 1,76 ry √𝑓
𝑦
2. Apabila Lp < Lb ≤ Lr
𝐸 𝐽 𝐽 2 0,7𝑓𝑦 2
Dengan, Lr = 1,95 rts 𝑓 √𝑆 𝑐ℎ √(𝑆 ℎ𝑐 ) + 6,76 ( 𝐸 )
𝑦 𝑥 0 𝑥 0
3. Apabila Lb > Lr
Maka momen nominal yang dihasilkan,
Mn = Fcr Sx ≤ Mp
Macam baut terdapat 2 (dua) macam yaitu baut mutu normal dan baut mutu
tinggi. Baut mutu normal dapat dikencangkan dengan tenaga manusia, sedangkan
baut mutu tinggi dapat dikencangkan dengan tenaga manusia kemudian dikunci
dengan ½ (setengah) putaran (turn of the nut method) dengan menggunakan alat.
Suatu baut yang memikul beban terfaktor (Ru), harus memenuhi syarat berikut:
Ru ≤ ϕRn
dengan,
Ru = beban terfaktor
Rn = kekuatan nominal baut
ϕ = faktor reduksi kekuatan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
Catatan pengguna: dimensi pada (1) dan (2) tidak berlaku untuk elemen
yang terdiri dari dua profil yang saling kontak secara kontinu.
dengan,
Rn = kekuatan tarik nominal
d = diameter baut nominal (mm)
t = tebal (mm)
fu = kuat tarik putus terendah dari baut atau plat (MPa)
4. Jumlah Baut
Jumlah baut dapat ditentukan dengan rumus:
𝑅
n = ∅𝑅𝑢 , dimana:
𝑛
Rn = tahanan nominal
fu = kuat tarik minimum
fy = kuat leleh minimum
Anv = luas netto (dengan lubang) potongan yang mengalami gaya geser
Agv = luas utuh (tanpa lubang) potongan yang mengalami gaya geser
Ant = luas netto potongan (dengan lubang) yang mengalami gaya tarik
Ubs = untuk tegangan tarik merata (Ubs = 1.0)
untuk tegangan tarik tidak merata (Ubs = 0.5)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
(tujuh) kombinasi beban dengan D (beban mati/ dead load), L (beban hidup/ live
load), Lr (beban hidup atap), S (beban salju), R (beban hujan), W (beban angin), dan
E (beban gempa). Desain komponen struktur harus mempunyai kekuatan desau
paling sedikit sama dengan kekuatan perlu yang dihitung untuk beban yang bekerja
dalam kombinasi pembebanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Berikut kuat
perlu (U) dari beban terfaktor yang bekerja diantaranya:
0,85×𝑓𝑐′ 600
𝜌𝑏 = x β x 600+𝑓
𝑓𝑦 𝑦
𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 x 𝜌𝑏
1,4
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑦
√𝑓𝑐′
dengan, Vn = Vc + Vs ; Vc = x b x d x 10-3 ; Vs = Vu - ϕ x Vc
6
dimana,
Vu = gaya geser terfaktor
Vn = kuat geser nominal penampang
ϕ = faktor reduksi geser
Vc = kuat geser nominal yang disediakan beton
Vs = kuat geser nominal yang disediakan tulangan geser
𝑓𝑐′ = kuat tekan beton (MPa)
b = lebar balok (mm)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
1 𝑎2
Nc = 𝑡𝑎𝑛∅ × [ ∅ ]
2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ )−1
2
𝑎2
Nq = ∅
2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ )−1
2
1 𝐾𝑝𝛾
Ny = 2 x tan𝜙 x [𝑐𝑜𝑠2 ∅−1]
𝐵 𝐵
qu = c x Nc x (1 + 0,3 𝐿 ) + Df x 𝛾 x Nq + 0,5 x B x Ny x (1 − 0,2 𝐿 )
𝑞𝑢
qa = 3
q = h x 𝛾𝑐 + z x 𝛾
𝑀𝑢𝑥 𝐵𝑥 𝑀𝑢𝑦 𝐵𝑦
𝑃𝑢
< 6
OKE ; 𝑃𝑢
< 6
OKE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
𝑃𝑢 𝑀𝑢𝑥 𝑀𝑢𝑦
qmax= + + +𝑞
𝐴 𝑊𝑥 𝑊𝑦
𝑃𝑢 𝑀𝑢𝑥 𝑀𝑢𝑦
qmin= − − +𝑞
𝐴 𝑊𝑥 𝑊𝑦
𝑞𝑚𝑎𝑥 +𝑞𝑚𝑖𝑛
Vup = (Bx x By + cx x cy) x ( )
2−𝑞
bp = 2 x (cx + cy)
𝛼𝑠 ×𝑑 √𝑓𝑐 ′
fp = ( + 2) x
𝑏𝑝 12
Ap = 2 x (cx + cy) x d
Vnp = Ap x fp x 103
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
4. Pembesian Fondasi
a. Tulangan Lentur Arah x
𝐵𝑥− 𝑏𝑥 1,75−0,50
𝑎𝑥 = =
2 2
𝐵𝑥 −𝑎𝑥
𝑞𝑥 = 𝑞𝑚𝑖𝑛 + × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑚𝑖𝑛 )
𝐵𝑥
1 2
𝑀𝑢𝑥 = 2 × 𝑎𝑥 2 × [𝑞𝑥 + 3 × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑥 ) − 𝑞] × 𝐵𝑦
𝑓𝑐 ′ 600
𝜌𝑏 = 𝛽1 × 0,85 × × 600+𝑓
𝑓𝑦 𝑦
𝑀𝑢𝑥
𝑀𝑛 = ϕ
𝑀𝑛 ×106
𝑅𝑛 =
𝑏×𝑑2
𝑓𝑦 2×𝑅
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 0,85 × 𝑓 ′ × (1 − √1 − 0,85×𝑓𝑛 ′ )
𝑐 𝑐
Asperlu = x b x d
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
s = 𝐴𝑠
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
Aspakai = 𝑠
𝑀𝑢𝑦
𝑀𝑛 = ϕ
𝑀𝑛 ×106
𝑅𝑛 = 𝑏×𝑑2
𝑓𝑦 2×𝑅
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 0,85 × 𝑓 ′ × (1 − √1 − 0,85×𝑓𝑛 ′ )
𝑐 𝑐
Asperlu = x b x d
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
s = 𝐴𝑠
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
Aspakai = 𝑠
1. Gambar Kerja
Gambar kerja merupakan kumpulan gambar rencana yang terdapat ukuran
disetiap detail pekerjaannya.
2. Volume Pekerjaan
Menurut H. Bachtiar Ibrahim dalam Sandi, dkk (2021), volume pekerjaan
ialah menghitung jumlah banyaknya volume pekerjaan dalam satu satuan.
Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan.
3. Harga Satuan Upah
Upah tenaga kerja didapatkan di lokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam
satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah. Untuk menentukan upah
pekerja dapat diambil standar harga yang berlaku di pasaran atau daerah tempat
proyek dikerjakan yang sesuai dengan spesifikasi dari Dinas Pekerjaan Umum
(Sandi, Mahfud, dan Rio, 2021)
4. Harga Satuan Bahan dan Material
Harga satuan bahan dan material didapatkan dari harga material/ bahan di
pasaran yang kemudian dikumpulkan dalam suatu rekapan daftar harga satuan
bahan daerah tersebut.
5. Harga Satuan Alat
Harga satuan alat didapatkan dari harga pasaran sewa alat ataupun
kepemilikan pribadi.
6. Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Analisis harga satuan pekerjaan (AHSP) merupakan analisis perhitungan
kebutuhan volume setiap tenaga kerja, bahan, dan alat untuk mengetahui
besaran biaya yang dibutuhkan dalam satuan pekerjaan di suatu pembangunan.
Analisis harga satuan pekerjaan dapat berpedoman pada peraturan walikota/
bupati serta peraturan pemerintah yang berlaku.
Menurut Siswanto dan Salim (2021), terdapat beberapa teknik atau metode
yang digunakan dalam menuliskan network planning, yaitu sebagai berikut:
1. Metode diagram grafik (chart method diagram), digunakan untuk prencanaan
dan pengendalian proyek dalam bentuk diagram grafik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
Net Present Value (NPV) merupakan suatu metode untuk mengetahui selisih
antara nilai investasi dengan nilai penerimaan kas bersih di masa mendatang yang
ditentukan tingkat suku bunga setiap tahun.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
Dalam evaluasi kelayakan bangunan dengan metode Net Present Value (NPV)
terdapat tolak ukur untuk menentukan kelayakan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Apabila NPV > 0, maka suatu proyek menguntungkan dan layak untuk
diusahakan.
2. Apabila, NPV < 0, maka suatu proyek tidak memiliki keuntungan dan tidak
layak diusahakan.
3. Apabila NPV = 0, maka suatu proyek netral atau berada pada Break Event Point
(BEP).