Anda di halaman 1dari 54

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap pada pelaksanaan manajemen proyek yang
mencoba melaksanakan suatu dasar atau awalan proyek untuk yang bertujuan untuk
mempersiapkan semua tugas program, teknis, dan administratif sehingga dapat
dilaksanakan secara aktual. Perencanaan dalam manajemen proyek meletakkan
dasar tujuan dan sasaran dalam menyiapkan segala program teknis dan administrasi
supaya dapat diimplementasikan (Aziz Alfida dkk, 2022).

2.2 Perencanaan Arsitektur


Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang
lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan
perkotaan, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain
perabot dan desain produk (Ratodi Muhamad, 2015).

Perencanaan arsitektur akan memengaruhi perencanaan struktur suatu


bangunan, sehingga perencanaan ini dilakukan lebih awal sebelum merencanakan
struktur. Adapun perencanaan arsitektur meliputi pasangan dinding, pekerjaan
penutup lantai, pekerjaan kusen pintu, pekerjaan pemasangan aksesoris bangunan,
dan lain sebagainya.

2.3 Perencanaan Mekanikal Elektrikal Plumbing


Mekanikal dan elektrikal merupakan suatu sistem yang ada di dalam sebuah
gedung/ bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari pemakaian gedung, sedangkan
sistem plumbing adalah suatu pekerjaan yang meliputi pekerjaan instalasi air bersih,
pekerjaan instalasi air kotor dan air bekas (Prabowo, 2022).

Selain arsitektur, komponen mekanikal elektrikal dan plumbing juga


memengaruhi perencanaan struktur suatu bangunan, sehingga perencanaan ini
biasanya dilakukan bersamaan dengan perencanaan arsitektur dan sebelum
perencanaan struktur. Adapun perencanaan mekanikal elektrikal, dan plumbing
meliputi instalasi listrik, instalasi mekanik, instalasi perpipaan, dan lain sebagainya.

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata cara perancangan sistem


pencahayaan buatan pada bangunan gedung, kebutuhan pencahayaan suatu ruangan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
𝐸×𝐴
Ftotal =𝐾
𝑝 × 𝐾𝑑

dengan,
Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja
(lumen)
E = Tingkat pencahayaan minimum
A = Luas bidang kerja (m2)
Kp = Koefisien penggunaan
Kd = Koefisien deprisiasi (penyusutan)

𝐹
Ntotal = 𝐹𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
1×𝑛

dengan,
Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja
(lumen)
𝐹1 = Fluks luminus satu buah lampu
n = Jumlah lampu dalam satu armatur

Tingkat pencahayaan minimum berdasarkan SNI 03-6575-2001 dapat dilihat pada


tabel berikut ini:
Tabel 2. 1 Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang
direkomendasikan

(Sumber: SNI 03-6575-2001)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Tabel 2. 2 Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang


direkomendasikan (lanjutan)

(Sumber: SNI 03-6575-2001)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Sedangkan, instalasi plambing ditentukan berdasarkan SNI 8153:2015 tentang


Sistem plambing pada bangunan gedung.

Tabel 2. 3 Kebutuhan minimum alat plambing

(Sumber: SNI 8153:2015)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Tabel 2. 4 Kebutuhan minimum alat plambing (lanjutan)

(Sumber: SNI 8153:2015)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Tabel 2. 5 Kebutuhan minimum alat plambing (lanjutan)

(Sumber: SNI 8153:2015)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Tabel 2. 6 Kebutuhan minimum alat plambing (lanjutan)

(Sumber: SNI 8153:2015)

Tabel 2. 7 Unit beban alat plambing sistem penyediaan air dan ukuran minimum
pipa cabang

(Sumber: SNI 8153:2015)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Tabel 2. 8 Unit beban alat plambing sistem penyediaan air dan ukuran minimum
pipa cabang (lanjutan)

(Sumber: SNI 8153:2015)

Tabel 2. 9 UBAP/ fixture unit untuk menentukan ukuran pipa air dan meter air

(Sumber: SNI 8153:2015)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Tabel 2. 10 UBAP/ fixture unit untuk menentukan ukuran pipa air dan meter air
(lanjutan)

(Sumber: SNI 8153:2015)

Pada analisis perhitungan instalasi air kotor mengambil dari Poerbo (1922) dengan
mengacu SNI 8153:2015 tentang Sistem plambing pada bangunan gedung.

Tabel 2. 11 Daya buang rata-rata perlengkapan saniter

(Sumber: Poerbo, 1922)

Gambar 2. 1 Pipa pembuang tegak


(Sumber: Poerbo, 1922)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Tabel 2. 12 Volume kebutuhan septic tank

(Sumber: Poerbo, 1922)

2.4 Perencanaan Struktur


Perencanaan dari suatu konstruksi bangunan harus memenuhi berbagai syarat
konstruksi yang telah ditentukan yaitu kuat, kaku, bentuk yang serasi dan dapat
dilaksanakan dengan biaya yang ekonomis tetapi tidak mengurangi mutu bangunan
tersebut, sehingga dapat digunakan sebagaimana fungsinya. Perencanaan struktur
bisa didefinisikan sebagai perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan yang
dikombinaksikan dengan kemampuan seorang ahli struktur mengenai prilaku
struktur dengan dasar-dasar pengetahuan dalam statiks, dianmika, mekanika bahan,
dan analisa struktur, untuk menghasilkan suatu struktur yang ekonomis dan aman,
selama masa layannya (Saputra, Winarto, dan Ridwan, 2018).

2.5 Sistem Pembebanan


Beban merupakan gaya luar yang bekerja pada suatu komponen struktur.
Pembebanan merupakan salah satu factor penentu perencanaan struktur, di mana
apabilabeban yang ada melebihi beban yang direncanakan akan berakibat fatal pada
bangunan (Arifi dan Setyowulan, 2021).

Pada umunya perhitungan besar beban yang bekerja dalam suatu bangunan
hanya dapat diestimasikan. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi struktur
tertentu dapat diketahui pasti, akan tetapi distribusi beban ke setiap elemen-elemen
struktur membutuhkan asumsi dan pendekatan. Maka dari itu, perencanaan struktur
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

bangunan harus mampu menahan dan menyalurkan beban yang bekerja ke setiap
elemen struktur.

Berdasarkan SNI 1727:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, beban-beban yang bekerja pada bangunan
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori untuk mempermudah analisis
tahap selanjutnya yaitu kombinasi pembebanan (load combination).

2.5.1 Beban Mati (Dead Load)


Beban mati (dead load) adalah berat sendiri dari seluruh bagian bangunan yang
bersifat tetap (Rosadi, 2022). Perhitungan beban mati terdiri atas elemen struktur
bangunan yang ditentukan oleh berat jenis bahan bangunan penyusun elemen
struktur tersebut. Berat ini biasa disebut berat sendiri struktur.

2.5.2 Beban Mati Tambahan (Super Imposed Dead Load)


Beban mati tambahan (super imposed dead load) adalah berat semua bahan
material konstruksi non struktur yang mendukung kepentingan asitektur bangunan,
seperti tembok, partisi pemisah yang permanen, plesteran, mekanikal dan elektrikal,
plafond, dan lain sebagainya. Berdasarkan SNI 1727:2020 tentang beban desain
minimum dan kriteria terkait untuk bangunan gedung dan struktur lain, beban mati
tambahan (super imposed dead load) dapat disajikan pada Gambar 2.1-2.3.

Gambar 2. 2 Tabel beban mati desain minimum (kN∕m2)


(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Gambar 2. 3 (Lanjutan) tabel beban mati desain minimum (kN∕m2)


(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Gambar 2. 4 (Lanjutan) tabel beban mati desain minimum (kN∕m2)


(Sumber: SNI 1727:2020)

2.5.3 Beban Hidup (Live Load)


Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghuni atau pengguna
suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu,
sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan lantai dan atap tersebut (Nugroho,
Saputra, dan Cahyono, 2020).

Menurut Salmon dan Johnson dalam Fauzy (2016), Beban hidup merupakan
baban-beban gravitasi yang bekerja pada saat struktur telah berfungsi, namun
bervariasi dalam besar dan lokasinya. Contohnya adalah beban orang, furnitur,
perkakas yang dapat bergerak, kendaraan dan barang-barang yang dapat disimpan.
Secara praktis beban hidup bersifat tidak permanen sedangkan, yang lainnya sering
berpindah-pindah tempatnya. Karena tidak diketahui besar, lokasi dan
kepadatannya, besar dan posisi sebenarnya dari beban-beban semacam itu sulit
sekali ditentukan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Berdasarkan SNI 1727:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, beban hidup (live load) dapat disajikan
pada Gambar 2.5-2.7 berikut:

Gambar 2. 5 Tabel beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan beban
hidup terpusat minimum
(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Gambar 2. 6 (Lanjutan) tabel beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan
beban hidup terpusat minimum
(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Gambar 2. 7 (Lanjutan) tabel beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan
beban hidup terpusat minimum
(Sumber: SNI 1727:2020)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

2.5.4 Beban Angin


Dalam bangunan struktur yang lebih tinggi, angin merupakan massa udara
yang kebanyakan bergerak secara horizontal dari area bertekanan udara tinggi ke
area bertekanan udara rendah sehingga pada bangunan tinggi, tekanan tersebut
dapat membuat gedung bergoyang apabila terjadi angin yang sangat kencang
(Linggasari, Vincent, dan Xavira, 2021).

Menurut Afif (2016), beban angin ialah semua beban yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (angin tekan)
dan tekanan negatif (angin isap) yang bekerja tegak lurus pada bidang- bidang yang
ditinjau.

Besarnya tekanan positf dan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2 yang
ditentukan dengan mengkalikan besarnya tekanan tiup angin untuk suatu daerah
dengan koefisien angin yang dipengaruhi oleh jenis bangunan. Besar tekanan tiup
angin diambil minimum 23 kg/m2 , kecuali untuk daerah tepi laut sampai sejauh 5
km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2 (Rahmawati, 2015).

2.5.5 Beban Gempa


Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada struktur
bangunan karena adanya pergeseran tanah oleh bumi. Pengaruh gempa pada
struktur bangunan didasarkan pada analisis dinamil yang berarti beban gempa yang
dimaksudkan merupakan gaya-gaya yang timbul dalam suatu struktur bangunan
akibat gerakan tanah yang disebabkan oleh gempa. Besar gaya tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya massa bangunan, pendistribusian massa
bangunan, kekakuan struktur, jenis tanah, mekanisme redaman dari struktur,
perilaku dan besar alami getaran, wilayah kegempaan, dan periode getar alami.

2.5.6 Beban Hujan Desain


Berdasarkan SNI 1727:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, Setiap bagian dari atap harus dirancang
untuk mampu menahan beban dari air hujan yang terakumulasi apabila sistem
drainase primer pada bagian tersebut terhambat ditambah beban merata akibat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran desainnya.
Beban hujan dapat direncanakan dengan rumus berikut:

R = 5,2 (ds + dh)

R = 0,0098 (ds + dh), dalam SI

dengan,
R = beban air hujan pada atap yang tidak melendut, dalam lb/ft2 (kN/m2). Apabila
istilah atap yang tidak melendut digunakan, lendutan dari beban (termasuk
beban mati) tidak perlu diperhitungkan ketika menetukan jumlah air hujan
pada atap.
ds = kedalaman air pada atap yang tidak melendut meningkat ke lubang masuk
sistem drainase sekunder apabila sistem drainase primer tertutup (tinggi
statis), dalam in. (mm).
dh = tambahan kedalaman air pada atap yang tidak melendut di atas lubang masuk
sistem drainase sekunder pada aliran air rencana (tinggi hidrolik), dalam in.
(mm).

2.6 Analisis Gempa


2.6.1 Kategori Desain Seismik
Penentuan kategori desain seismik mengacu pada SNI 1726:2019 tentang tata
cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non
gedung. Langkah-langkah untuk menentukan kategori desain seismic adalah
sebagai berikut (Rosadi, 2022):
1. Menentukan Kategori Risiko
Berdasarkan fungsi dan besar risiko kemungikinan korban jiwa pada suatu
bangunan, klasifikasi kategori risiko dapat dilihat pada Tabel 2. 13 di halaman
berikutnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

Tabel 2. 13 Kategori risiko bangunan gedung dan nongedung untuk beban


gempa

(Sumber: SNI 1726:2019)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Tabel 2. 14 Faktor keutamaan gempa

(Sumber: SNI 1726:2019)

2. Menentukan Parameter Percepatan Tanah (Ss dan S1)


Tingkat kerawanan gempa dapat didasarkan pada nilai Ss (respon percepatan
gempa periode 0,2 detik) dan S1 (respon percepatan gempa periode 1 detik).
Nilai Ss dan S1 dapat dilihat pada peta zonasi gempa yang dirilis oleh Puskim
atau pada SNI 1726:2019 yang besar nilainya dapat ditentukan dengan
berdasarkan warna. Daerah dengan warna yang cenderung gelap memiliki
tingkat kerawanan gempa yang tinggi daripada daerah dengan warna yang
lebih terang.

Gambar 2. 8 Parameter gerak tanah Ss, gempa maksium yang


dipertimbangkan risiko tertarget (MCER) wilayah Indonesia untuk spektrum
respons 0,2-detik (redaman kritis 5%)
(Sumber: SNI 1726:2019)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Gambar 2. 9 Parameter gerak tanah, S1, gempa maksimum yang


dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) wilayah Indonesia untuk
spektrum respons 0,2- detik (redaman kritis 5%)
(Sumber: SNI 1726:2019)

Gambar 2. 10 Gempa maksimum yang dipertimbangkan rata-rata geometrik


(MCEG) wilayah Indonesia
(Sumber: SNI 1726:2019)

3. Menentukan Klasifikasi Situs


Klasifikasi situs ditentukan dengan penyelidikan tanah di lapangan dan
laboratorium oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

minimal mengukur secara independent dua dari tiga parameter tanah.


Berdasarkan SNI 1726:2019, parameter klasifikasi situs dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2. 15 Klasifikasi situs

(Sumber: SNI 1726:2019)

4. Menentukan SMS dan SM1


Parameter respon spektral percepatan pada periode pendek (SMS) dan periode 1
detik (SM1) dipengaruhi oleh factor amplikasi percepatan pada getaran periode
pendek (Fa) dan factor amplikasi percepatan yang mewakili getaran periode 1
detik (Fv) dengan penentuan nilai dipengarhui klasifikasi situs dengan
persamaan berikut:
SMS = Fa Ss
SM1 = Fv S1
Nilai koefisien Fa dan Fv berdasarkan SNI 1726:2019 yang disajikan dalam
Tabel 2.16-2.17 pada halaman berikutnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

Tabel 2. 16 Koefisien situs Fa

(Sumber: SNI 1726:2019)

Tabel 2. 17 Koefisien situs Fv

(Sumber: SNI 1726:2019)

5. Menentukan Percepatan Spektral Desain (SDS dan SD1)


Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek (SDS) dan
percepatan spektral desain pada periode 1 detik (SD1) dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
SDS = ⅔ SMS
SD1 = ⅔ SM1

6. Menentukan Kategori Desain Seismik


Kategori desain seismik dapat ditentukan berdasarkan nilai SDS, SD1, dan
kategori risiko bangunan. Kategori desain seismik tersebut disesuaikan dengan
SNI 1726:2019 sebagai berikut pada halaman berikutnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Tabel 2. 18 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respon percepatan


pada periode pendek

(Sumber: SNI 1726:2019)

Tabel 2. 19 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan


pada periode 1 detik

(Sumber: SNI 1726:2019)


7. Menentukan Sistem dan Parameter Struktur
Parameter struktur ditentukan berdasarkan tabel faktor R, Cd, dan 0untuk
sistem pemikul gaya seismik yang mengacu pada SNI 1726:2019
Tabel 2. 20 Faktor R, Cd, dan 0untuk sistem pemikul gaya seismik

(Sumber: SNI 1726:2019)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

2.6.2 Gaya Lateral Ekuivalen


Gaya lateral ekuivalen yang ada harus didistribusikan setiap lantai bangunan
untuk memperoleh pendekatan desain struktur ketika gempa dengan kondisi nyata
struktur ketika gempa. Langkah-langkah untuk menentukan gaya lateral ekuivalen
adalah sebagai berikut (Rosadi, 2022):
1. Menentukan Periode Fundamental Struktur
Periode fundamental struktur (T) tidak melebihi hasil koefisien untuk Batasan
dari perhitungan periode yang dihitung (Cu) dimana nilai Cu dipengaruhi oleh
percepatan spektral desain untuk periode 1 detik (SD1) yang disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 2. 21 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung

(Sumber: SNI 1726:2019)

Periode fundamental struktur juga dapat ditentukan dengan menggunakan


pendekatan langsung yang sesuai dengan SNI 1726:2019 sebagai berikut:
Ta = Ct ℎ𝑛𝑥
dengan,
Ta = periode fundamental pendekatan (s)
hn = ketinggian struktur (m)
Ct dan x = ditentukan SNI 1726:2019 pada Tabel 2.8.

Tabel 2. 22 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x

(Sumber: SNI 1726:2019)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

2. Menentukan Spektrum Respon Desain


Spektrum respon desain ditentukan dengan mengacu pada SNI 1726:2019
sebagai berikut:
a. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respon percepatan desain
(Sa) harus ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑇
Sa = SDS(0,4 + 0,6 𝑇 )
0

b. Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0 dan lebih kecil atau sama
dengan Ts, spektrum respon percepatan desain (Sa) sama dengan (SDS).
c. Untuk periode lebih besar dari Ts, tetapi lebih kecil atau sama dengan TL,
respon spectral percepatan desain (Sa) ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑆𝐷1
Sa = 𝑇

d. Untuk periode lebih besar dari TL, respon spektral percepatan desain (SDS)
ditentukan berdasarkan persamaan:
𝑆𝐷1 𝑇𝐿
Sa = 𝑇2

dengan,
𝑆
T0 = 0,2 𝑆𝐷1
𝐷𝑆

𝑆𝐷1
Ts = 𝑆
𝐷𝑆

3. Menentukan Koefisien Respon Seismik


Koefisien respon seismic digunakan dalam perhitungan gaya dasar seismic (V)
yang ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑆𝑎
Cs = 𝑅
( )
𝐼𝐸

𝑆𝐷1
Csmaks = 𝑅
𝑟1 ( )
𝐼𝐸

4. Menentukan Gaya Dasar Seismik


Gaya dasar seismic (V) merupakan gaya geser yang disebabkan oleh gempa
sesuai dengan persamaan:
Vs = Cs Wt
dengan, nilai Cs sesuai dengan persamaan pada koefisien respon seismik dan
Wt merupakan total berat struktur banguanan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

5. Menentukan Distribusi Vertikal Gaya Gempa


Gaya dasar seismik harus didistribusikan ke setiap tingkatan bangunan dengan
persamaan sebagai berikut:
Fx = Cvx V
𝑤 ℎ𝑥𝑘
Cvx = ∑ 𝑤𝑥 𝑘
𝑥 ℎ𝑥

dengan,
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total (kN)
wx = berat seismik total pada suatu tingkat (kg)
hx = tinggi dari dasar sampai tingkat x (m)
k = nilai eksponen yang terkait dengan periode struktur dengan nilai
sebagai berikut:
untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, maka k = 1
untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, maka k = 2
untuk struktur dengan 0,5 < T ≥ 2,5 detik, maka k = 2 atau ditentukan
dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

2.7 Struktur Baja


Baja merupakan salah satu bahan yang sangat banyak dipakai di seluruh dunia
untuk keperluan kehidupan manusia, khususnya di dunia industri. Ditemukan buat
pertama kali oleh orang Mesir lebih dari 4000 tahun yang lalu untuk perhiasan dan
alat rumah tangga yang kemudian berkembang menjadi bahan berharga dan
dimanfaatkan orang setiap hari saat ini. Untuk menjadikan baja, banyak proses yang
dilakukan, sehingga membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat
dipakai dalam berbagai keperluan (Lukmansa, 2015).

Baja sebagai elemen struktural dikelompokkan berdasarkan komposisi


penyusun, sifat tarik, dan metode pembuatan baja. Jenis material baja, diantaranya
baja karbon (carbon steel), baja kekuatan tinggi rendah aluminium (high-strenght
low-alloy) HSLA, baja karbon dengan perlakuan panas (heat-treated carbon steel),
dan baja aluminium konstruksi perlakuan panas (heat-treated constructional alloy
steel).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

2.7.1 Sifat Mekanis Baja


Sifat mekanis baja adalah kemampuan material baja memberikan perlawanan
terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanis baja yang digunakan dalam
perencanaan bangunan, diantaranya modulus elastisitas (E), modulus geser (G),
nisbah poisson (µ), koefisien pemuaian (α), tegangan ultimit/ putus (fu), dan
tegangan leleh (fy).

Tabel 2. 23 Sifat mekanis baja struktural secara umum


Sifat Mekanis Simbol Nilai Satuan
Modulus elastisitas E 200.000 MPa
Modulus geser G 80.000 MPa
Nisbah poisson µ 0,3
Koefisien pemuaian α 12 x 10-6 /oC
(Sumber: SNI 03-1729-2022)

Tabel 2. 24 Sifat mekanis baja struktural berdasarkan mutu baja


Tegangan putus Tegangan leleh
Peregangan
Jenis Baja minimum, fu minimum, fy
minimum (%)
(MPa) (MPa)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
(Sumber: SNI 03-1729-2022)

2.7.2 Metode Desain Load and Resistance Factor Design (LRFD)


Desain kekuatan dengan Load and Resistance Factor Design (LRFD) atau juga
yang disebut Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBT) memenuhi syarat
apabila kekuatan desain pada setiap komponen struktur sama atau melebihi
kekuatan perlu yang ditentukan berdasarkan kombinasi beban DFBT (SNI
1729:2020).
Ru ≤ ϕRn
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

dengan,
Ru = kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBT
Rn = kekuatan nominal
ϕ = faktor ketahanan
ϕRn = kekuatan desain

2.7.3 Kombinasi Beban


Kombinasi beban yang digunakan dalam metode Load and Resistance Factor
Design (LRFD) atau Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBT) terdapat 7
(tujuh) kombinasi beban dengan D (beban mati/ dead load), L (beban hidup/ live
load), Lr (beban hidup atap), S (beban salju), R (beban hujan), W (beban angin), dan
E (beban gempa). Desain komponen struktur harus mempunyai kekuatan desau
paling sedikit sama dengan kekuatan perlu yang dihitung untuk beban yang bekerja
dalam kombinasi pembebanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Berikut kuat
perlu (U) dari beban terfaktor yang bekerja disajikan dalam Tabel 2.25.:

Tabel 2. 25 Kombinasi beban terfaktor yang digunakan dalam metode DFBT/


LRFD
Kombinasi Beban Beban Utama
1,4D D
1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R) L
1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (1,0L atau 0,5W) Lr atau R
1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) W
1,2D + 1,0E + L + 0,2S E
0,9D + 1,0W W
0,9D + 1,0E E
(Sumber: SNI 1727:2013)

2.7.4 Batang Tarik


Batang tarik adalah elemen struktur yang direncanakan dengan
mengansumsikan bahwa batang hanya mengalami gaya aksial tarik. Batang tarik
menjadi elemen struktur utama pada sistem rangka (truss) seperti pada rangka
jembatan, rangka atap, maupun pada rangka Menara transmisi (Rahmawati, 2015).
Perencanaan struktur baja batang tarik ditentukan dengan syarat-syarat berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

1. Syarat Kekuatan
Berdasarkan SNI 1729:2020, suatu komponen struktur yang mengalami gaya
tarik akibat beban terfaktor (Pu) harus memenuhi syarat:
Pu ≤ ϕ𝑡 Pn

dengan,
Pu = beban terfaktor
Pn = kuat tekan nominal
ϕ𝑡 = faktor reduksi kekuatan (0,9)
Kekuatan tarik desain (ϕ𝑡 Pn) dan kekuatan tarik izin (Pn/𝛺𝑡 ), komponen
struktur tarik harus merupakan nilai terendah yang diperoleh sesuai dengan
keadaan batas leleh tarik pada penampang bruto dan keruntuhan tarik pada
penampang neto (SNI 1729:2020), dengan persamaan sebagai berikut:
a. Leleh tarik pada penampang bruto
Pn = fy Ag
b. Keruntuhan tarik pada penampang neto
Pn = fu Ae
dengan,
Pn = kuat tekan nominal
fy = tegangan leleh minimum (MPa)
fu = tegangan tarik minimum (MPa)
Ag = luas penampang bruto (mm2)
Ae = luas neto efektif (mm2)

2. Syarat Kelangsingan
Kelangsingan elemen struktur baja batang tarik harus memenuhi syarat:
𝐿
≤ 300
𝑟

dengan,
L = panjang batang tanpa pengaku (mm)
r = Radius gyrase penampang (mm)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

2.7.5 Batang Tekan


Batang tekan adalah elemen struktur yang mengalami pembebanan aksial tekan
tepat pada sumbu aksial batang (Rahmawati, 2015). Batang tekan pada portal
bangunan biasanya digunakan sebagai elemen struktur kolom untuk menahan beban
yang bekerja dari balok, plat, atap, dan bidang lain yang berada di atasnya.
Perencanaan struktur baja batang tekan ditentukan dengan syarat-syarat berikut:
1. Syarat Kekuatan
Berdasarkan SNI 1729:2020, suatu komponen struktur yang mengalami gaya
tekan akibat beban terfaktor (Pu) harus memenuhi syarat:
Pu ≤ ϕ𝑐 Pn
dengan,
Pu = beban terfaktor
Pn = kuat tekan nominal
ϕ𝑐 = faktor reduksi kekuatan (0,9)
Kekuatan tekan nominal (Pn) ditentukan dengan persamaan berikut:
Pn = Fcr Ag
Dengan tegangan kritis (Fcr) ditentukan sebagai berikut:
𝐿𝑐 𝐸 𝑓𝑦
a. Apabila ≤ 4,71 √𝑓 atau 𝑓 ≤ 2,25, maka
𝑟 𝑦 𝑒
𝑓𝑦
Fcr = (0,658 𝑓𝑒 ) 𝑓𝑦

𝐿𝑐 𝐸 𝑓𝑦
b. Apabila ≤ 4,71 √𝑓 atau 𝑓 ≤ 2,25, maka
𝑟 𝑦 𝑒

Fcr = 0,877 fe
dimana,
Pn = kuat tekan nominal
Fcr = tegangan kritis
Ag = luas penampang melintang bruto (mm2)
Lc = panjang efektif dengan rumus Lc = K L (mm)
r = radius girasi (MPa)
E = modulus elastisitas baja (200.000 MPa)
fy = tegangan leleh (MPa)
fe = tegangan tekuk elastis dengan rumus fe = 𝜋2 𝐸
𝐿 2
(MPa)
( 𝑐)
𝑟
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

2. Syarat Kelangsingan
Kelangsingan elemen struktur baja batang tekan harus memenuhi syarat:
𝜆 < 𝜆𝑟
dengan,
𝜆 = rasio lebar terhadap tebal
𝜆𝑟 = batas rasio lebar terhadap tebal

Rasio lebar terhadap tebal elemen tekan komponen struktur baja diatur dalam
SNI 1729:2020 yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 26 Rasio lebar terhadap tebal


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

(Sumber: SNI 1729:2020)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

2.7.6 Batang Lentur


Batang lentur merupakan elemen yang dominan menerima gaya lentur seperti
struktur balok. Komponen struktur balok terdiri atas perpaduan antara elemen tekan
dan elemen tarik yang memikul beban-beban akibat gravitasi, sehingga dapat
diasumsikan bahwa komponen ini tidak akan tertekuk karena bagian elemen yang
mengalami tekan akan sepenuhnya terkekang dengan baik dalam arah sumbu kuat
maupun sumbu lemah komponen tersebut. Kekuatan lentur desain (ϕ𝑏 Mn) dan
kekuatan lentur izin (Mn/𝛺𝑏 ) harus memenuhi syarat berikut:

Mu ≤ ϕ𝑏 Mn

dengan,
Mu = kekuatan perlu atau momen maksimum hasil kombinasi
Mn = kuat lentur nominal
ϕ𝑏 = faktor reduksi untuk lentur (0,90)

Berdasarkan SNI 1729:2020, kekuatan lentur nominal (Mn) diperoleh dari nilai
terendah keadaan batas leleh (momen plastis) dan tekuk torsi lateral. Berikut
perhitungan batas leleh (momen plastis) dan tekuk torsi lateral:
1. Batas Leleh (Momen Plastis)
Mn = Mp = fy Zx
dengan,
fy = tegangan leleh minimum (MPa)
Zx = modulus penampang plastis terhadap sumbu x (mm3)

2. Tekuk Torsi Lateral


a. Apabila Lp ≤ Lb, keadaan batas tekuk torsi lateral tidak berlaku.
𝐸
Dengan, Lp = 1,76 ry √𝑓
𝑦

b. Apabila Lp < Lb ≤ Lr

𝐸 𝐽 𝐽 2 0,7𝑓𝑦 2
Dengan, Lr = 1,95 rts 𝑓 √𝑆 𝑐ℎ √(𝑆 ℎ𝑐 ) + 6,76 ( 𝐸 )
𝑦 𝑥 0 𝑥 0
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Maka momen nominal yang dihasilkan,


𝐿 −𝐿𝑝
Mn = Cb [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,7𝑓𝑦 𝑆𝑥 ) (𝐿𝑏−𝐿 )] ≤ 𝑀𝑝
𝑟 𝑝

c. Apabila Lb > Lr
Maka momen nominal yang dihasilkan,
Mn = Fcr Sx ≤ Mp
𝐶𝑏 𝜋 2 𝐸 𝐽𝑐 𝐿 2
Dengan, Fcr = 2 √1 + 0,078 (𝑟 𝑏 )
𝐿 𝑆𝑥 ℎ0
( 𝑏) 𝑡𝑠
𝑟𝑡𝑠

dimana,
Lb = Panjang antara titik-titik (mm)
Lp = Batas panjang tak terbreis lateral untuk keadaan batas leleh (mm)
Lr = Batas panjang tak terbreis untuk keadaan batas pada tekuk torsi lateral
(mm)
E = Modulus elastisitas baja (MPa)
fy = Kuat leleh (MPa)
Jc = Konstanta torsi
Sx = Modulus penampang elastis (MPa)
h0 = Jarak antara titik berat sayap (mm)
Cb = Faktor modifikasi tekuk torsi lateral
Fcr = Tegangan kristis penampang (MPa)

2.7.7 Tekuk Torsi Lateral


Tekuk torsi lateral adalah kondisi batas yang menentukan kekuatan sebuah
balok. Sebuah balok mampu memikul momen maksimum hingga mencapai momen
plastis. Keruntuhan dari sebuah struktur balok adalah sebagai berikut (Setiawan,
2013):
1. Tekuk lokal pada flens tekan
2. Tekuk lokal dari web dalam tekan lentur
3. Tekuk torsi lateral
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, perilaku balok terhadap tekuk torsi lateral
adalah sebagai berikut:
1. Apabila Lp ≤ Lb, keadaan batas tekuk torsi lateral tidak berlaku.
𝐸
Dengan, Lp = 1,76 ry √𝑓
𝑦

2. Apabila Lp < Lb ≤ Lr

𝐸 𝐽 𝐽 2 0,7𝑓𝑦 2
Dengan, Lr = 1,95 rts 𝑓 √𝑆 𝑐ℎ √(𝑆 ℎ𝑐 ) + 6,76 ( 𝐸 )
𝑦 𝑥 0 𝑥 0

Maka momen nominal yang dihasilkan,


𝐿 −𝐿𝑝
Mn = Cb [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,7𝑓𝑦 𝑆𝑥 ) (𝐿𝑏−𝐿 )] ≤ 𝑀𝑝
𝑟 𝑝

3. Apabila Lb > Lr
Maka momen nominal yang dihasilkan,
Mn = Fcr Sx ≤ Mp

2.7.8 Sambungan Baut


Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir yang salah satu
ujungnya dibentuk kepala baut (umumnya bentuk kepala segi enam) dan ujung
lainnya dipasang mur/ pengunci (Rahmawati, 2015).

Macam baut terdapat 2 (dua) macam yaitu baut mutu normal dan baut mutu
tinggi. Baut mutu normal dapat dikencangkan dengan tenaga manusia, sedangkan
baut mutu tinggi dapat dikencangkan dengan tenaga manusia kemudian dikunci
dengan ½ (setengah) putaran (turn of the nut method) dengan menggunakan alat.

Suatu baut yang memikul beban terfaktor (Ru), harus memenuhi syarat berikut:
Ru ≤ ϕRn

dengan,
Ru = beban terfaktor
Rn = kekuatan nominal baut
ϕ = faktor reduksi kekuatan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Sambungan baut dapat direncanakan dengan uraian sebagai berikut:


1. Kontrol Jarak Baut
a. Jarak Tepi Minimum
Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan
kriteria terkait untuk bangunan gedung dan struktur lain, jarak tepi
minimum baut adalah sebeagi berikut:
Tabel 2. 27 Jarak Tepi Minimum

(Sumber: SNI 1729:2020)


b. Spasi Minimum
Jarak as ke as antara lubang standar, ukuran berlebih, atau slot tidak
boleh kurang dari 2⅔ kali diameter nominal (d) dari pengencang. Namun,
jarak bersih antara lubang baut atau slot tidak boleh kurang dari d (SNI
1729:2020).
c. Spasi Maksimum dan Jarak Tepi
Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan
kriteria terkait untuk bangunan gedung dan struktur lain, jarak maksimum
dari pusat setiap baut ke tepi terdekat pada bagian-bagian yang saling
kontak harus 12 kali tebal bagian tersambung yang sedang ditinjau, tetapi
tidak boleh melebihi 6 in. (150 mm). Spasi longitudinal pengencang antara
elemen-elemen yang terdiri dari satu pelat dan satu profil, atau dua pelat,
yang saling kontak secara kontinu harus memenuhi:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

1) Untuk komponen struktur yang dicat atau komponen struktur yang


tidak dicat yang tidak mengalami korosi, spasi tersebut tidak boleh
melebihi 24 kali tebal bagian tertipis atau 12 in. (300 mm).
2) Untuk komponen struktur yang tidak dicat dari baja yang berhubungan
dengan cuaca yang mengalami korosi atmosfer, spasi tersebut tidak
boleh melebihi 14 kali tebal bagian tertipis atau 7 in. (180 mm).

Catatan pengguna: dimensi pada (1) dan (2) tidak berlaku untuk elemen
yang terdiri dari dua profil yang saling kontak secara kontinu.

2. Kuat Nominal Terhadap Tarik dan Geser


Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, kekuatan tarik atau geser desain
(ϕRn) dan kekuatan tarik atau geser izin (Rn/𝛺) pada baut yang dikencangkan
pas atau baut kekuatan tinggi pratarik atau bagian berulir harus ditentukan
sesuai dengan keadaan batas keruntuhan tarik dan keruntuhan geser sebagai
berikut:
Rn = fn Ab
dengan,
Rn = kekuatan tarik nominal
ϕ = faktor reduksi tarik (0,75)
fn = tegangan tarik nominal (fnt) atau tegangan geser (fnv) dalam MPa
Ab = luas bagian baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm2)

3. Kuat Nominal Tumpu


Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, kekuatan tumpuan nominal untuk
baut pada sambungan dengan lubang standar, ukuran berlebih dan slot pendek,
tidak tergantung dari arah beban, atau lubang slot panjang dengan slot tersebut
paralel terhadap arah gaya tumpu apabila deformasi di lubang baut pada beban
layan adalah tinjauan desain:
Rn = 2,4 d t fu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

dengan,
Rn = kekuatan tarik nominal
d = diameter baut nominal (mm)
t = tebal (mm)
fu = kuat tarik putus terendah dari baut atau plat (MPa)

4. Jumlah Baut
Jumlah baut dapat ditentukan dengan rumus:
𝑅
n = ∅𝑅𝑢 , dimana:
𝑛

n = kekuatan tarik nominal


Rn = tahanan nominal
Ru = beban terfaktor

5. Kekuatan Geser Blok


Berdasarkan SNI 1729:2020 tentang beban desain minimum dan kriteria terkait
untuk bangunan gedung dan struktur lain, kekuatan tersedia untuk keadaan
batas keruntuhan blok geser sepanjang alur kegagalan geser dan alur kegagalan
tarik tegak lurus harus diambil sebesar:
Rn = 0,6 fu Anv + Ubs fu Ant ≤ 0,6 fy Agv + Ubs fu Ant
dengan,

Rn = tahanan nominal
fu = kuat tarik minimum
fy = kuat leleh minimum
Anv = luas netto (dengan lubang) potongan yang mengalami gaya geser
Agv = luas utuh (tanpa lubang) potongan yang mengalami gaya geser
Ant = luas netto potongan (dengan lubang) yang mengalami gaya tarik
Ubs = untuk tegangan tarik merata (Ubs = 1.0)
untuk tegangan tarik tidak merata (Ubs = 0.5)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

2.8 Struktur Beton Bertulang


Beton merupakan material konstruksi yang terdiri dari campuran agregar halus,
agregat kasar, semen, air, dan bahan tambahan lainnya. Beton memiliki kuat tekan
yang tinggi tetapi kuat tarik dari beton sendiri sangat rendah. seiring berjalannya
waktu, material tulangan baja ditambahkan sebagai komposit untuk memberikan
kuat tarik pada beton yang biasanya disebut beton bertulang. Beton bertulang
merupakan campuran antara beton dan tulangan baja untuk bekerja besama-sama
memikul beban yang ada sehingga elemen struktur yang dihasilkan memiliki kuat
tekan dan kuat tarik yang tinggi.

2.8.1 Sifat Mekanis Beton Bertulang


Sifat mekanis beton bertulang menurut Setiawan (2016) terdapat beberapa sifat
diantaranya:
1. Kuat Tekan
Kuat tekan beton ditentukan dengan melakukan uji kuat tekan dengan mengacu
pada ASTM C39/ C39M-12a “Standart Test Method for Compressive Strenght
of Cylindrical Concrete Specimens”. Benda uji yang digunakan berupa silinder
berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm (Setiawan, 2016).
2. Kuat Lentur
Kuat lentur atau yang biasa disebut modulus hancur beton (modulus of rupture)
menunjukkan kuat tarik maksimum beton pada kondisi lentur. Pengujian kuat
lentur mengacu pada ASTM C78/ C78M-10 “Standart Test Method for
Flexural Strenght of Concrete (Using Simple Beam with Third Point Loading)”
dengan benda uji berbentuk balok berukuran 150 mm x 150 mm x 600 mm.
3. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas merupakan properti mekanik dari struktur beton yang
sangat penting. Pengujian modulus elastisitas mengacu pada ASTM C469/
C469M-10 “Standart Test Method for Static Modulus of Elasticity and
Poisson’s Ratio of Concrete in Compression” dengan benda uji berupa silinder
berdiamter 150 mm dan tinggi 300 mm.

2.8.2 Kombinasi Beban


Kombinasi beban yang digunakan dalam metode Load and Resistance Factor
Design (LRFD) atau Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBT) terdapat 7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

(tujuh) kombinasi beban dengan D (beban mati/ dead load), L (beban hidup/ live
load), Lr (beban hidup atap), S (beban salju), R (beban hujan), W (beban angin), dan
E (beban gempa). Desain komponen struktur harus mempunyai kekuatan desau
paling sedikit sama dengan kekuatan perlu yang dihitung untuk beban yang bekerja
dalam kombinasi pembebanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Berikut kuat
perlu (U) dari beban terfaktor yang bekerja diantaranya:

Tabel 2. 28 Kombinasi beban terfaktor yang digunakan dalam metode DFBT/


LRFD
Kombinasi Beban Beban Utama
1,4D D
1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R) L
1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (1,0L atau 0,5W) Lr atau R
1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) W
1,2D + 1,0E + L + 0,2S E
0,9D + 1,0W W
0,9D + 1,0E E
(Sumber: SNI 1727:2013)

2.8.3 Spasi Minimum Tulangan


Spasi minimum tulangan diatur dalam SNI 2847:2019 dengan syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Untuk tulangan nonprategang yang sejajar pada satu lapisan horizontal,
spasi bersih tulangan harus tidak kurang dari nilai terbesar dari 25 mm, db,
dan 4/3 dagg.
2. Untuk tulangan nonprategang sejajar yang dipasang pada dua atau lebih
lapisan horizontal, tulangan pada lapisan atas harus diletakkan tepat di atas
tulangan lapisan bawah dengan spasi bersih paling sedikit 25 mm.
3. Untuk tulangan longitudinal pada kolom, pedestal, strut, dan elemen batas
pada dinding, spasi bersih antar tulangan harus tidak kurang dari nilai
terbesar dari 40 mm, 1,5 db, dan 4/3 dagg.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

2.8.4 Tebal Pelindung Beton untuk Tulangan Baja


Berdasarkan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan beton structural untuk
bangunan gedung, komponen struktur beton nonprategang yang dicor di tempat
harus memiliki selimut beton sekurang-kurangnya seperti yang tercantum dalam
SNI 2847:2019.

Gambar 2. 11 Ketebalan selimut beton untuk komponen struktur beton


nonprategang yang dicor di tempat
(Sumber: SNI 2847:2019)
2.8.5 Sengkang
Diameter sisi dalam bengkokan minimum untuk batang yang digunakan
sebagai tulangan transversal dan kait standar untuk batang yang digunakan sebagai
angkur sengkang, ikat silang, sengkang pengekang, dan spiral harus sesuai dengan
SNI 2847:2019 sebagai berikut:

Gambar 2. 12 Diameter sisi dalam bengkokan minimum dan geometri


kait standar untuk sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang
(Sumber: SNI 2847:2019)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

2.8.6 Perencanaan Pelat


Pelat beton adalah elemen struktur yang menerima dan menyalurkan beban
terfaktor yang bekerja pada suatu bangunan ke elemen struktur yang lain. Elemen
plat dapat ditumpu oleh dinding, balok, kolom, dan dapat langsung terletak di atas
tanah (slab on ground). Perencanaan plat berdasarkan SNI 2847:2019 adalah
sebagai berikut:
1. Ketebalan Minimum Pelat
Ketebalan minimum pelat disesuaikan dengan SNI 2847:2019 berikut:

Gambar 2. 13 Ketebalan minimum plat solid satu arah nonprategang


(Sumber: SNI 2847:2019)
Angka pada tabel tersebut berlaku untuk beton dengan berat normal dan fy ≤
420 MPa. Sedangkan plat beton dengan fy > 420 MPa harus dikalikan dengan
(0,4 + fy/700).
2. Beban Rencana Terfaktor
Beban rencana terfaktor dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
qU = 1,2 qD + 1,6 qL
3. Tipe Skema Pembebanan
Tipe skema pembebanan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
𝐿𝑥
𝐿𝑦

4. Momen Pelat Akibat Beban Terfaktor


Perhitungan momen plat dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Mulx = Clx x 0,001 x qU x Lx2
Muly = Cly x 0,001 x qU x Lx2
Mutx = Ctx x 0,001 x qU x Lx2
Muty = Cty x 0,001 x qU x Lx2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

5. Rasio Tulangan dalam Kondisi Seimbang (Balance)


Rasio tulangan dalam kondisi balance dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
𝑓′ 600
𝜌𝑏 = β1 x 𝑓𝑐 x 0,85 x 600+𝑓
𝑦 𝑦

6. Faktor Tahanan Momen Maksimum


Faktor tahanan momen maksimum dapat dihitung dengan persamaan berikut:
1
1− ×0,75×𝜌𝑏 ×𝑓𝑦
2
Rmaks = 0,75 x 𝜌𝑏 x fy x 0,85×𝑓𝑐′

7. Syarat Faktor Tahanan Momen


Desain plat harus memenuhi syarat factor tahanan momen sebagai berikut:
Rn ≤ Rmaks , dengan
𝑀𝑛 ×10−6 𝑀𝑢
Rn = ; Mn =
𝑏×𝑑2 𝜙

8. Rasio Tulangan yang Diperlukan


𝑓′ 1−2×𝑅
𝜌𝑏 = 0,85 x 𝑓𝑐 x (1 − √ 0,85×𝑓𝑛′ )
𝑦 𝑐

9. Luas Tulangan yang Diperlukan


Luas tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus berikut:
As = 𝜌 x b x d
10. Jarak Tulangan yang Diperlukan
Jarak tulangan dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
1
𝜋×𝐷 2 ×𝑏
4
s= 𝐴𝑠

2.8.7 Perencanaan Balok Sloof


Balok-balok sloof (grade) yang didesain untuk bekerja sebagai pengikat
horizontal antara poer atau fondasi telapak harus diproporsikan sedemikian hingga
dimensi penampang terkecil harus sama dengan atau lebih besar daripada spasi
bersih antara kolom-kolom yang disambung dibagi dengan 20, tetapi tidak perlu
lebih besar dari 450 mm. Sengkang pengekang tertutup harus dipasang dengan spasi
tidak melebihi yang lebih kecil dari setengah dimensi penampang ortogonal terkecil
dan 300 mm (SNI 2847:2019). Perencanaan balok sloof dapat ditentukan dengan
persamaan pada halaman berikutnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

1. Perhitungan Tulangan Lentur


a. Momen Nominal
𝑀𝑢
Mn = 𝜙

b. Faktor Tahanan Momen


𝑀
Rn = 𝑏×𝑑𝑛 2

c. Rasio Tulangan yang Diperlukan


1 2×𝑚×𝑅𝑛 𝑓𝑦
𝜌𝑎𝑑𝑎 = 𝑚 x (1 − √1 − ) ; m = 0,85×𝑓′
𝑓𝑦 𝑐

0,85×𝑓𝑐′ 600
𝜌𝑏 = x β x 600+𝑓
𝑓𝑦 𝑦

𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 x 𝜌𝑏
1,4
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑦

𝜌𝑚𝑖𝑛 < 𝜌 < 𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 , maka digunakan tulangan tunggal


1
𝜌 < 𝜌𝑚𝑖𝑛 , maka digunakan 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 4 x fy

d. Luas Tulangan yang Diperlukan


As = 𝜌 x b x d

2. Perhitungan Tulangan Geser


Desain tulangan geser harus memenuhi syarat:
Vu ≤ ϕVn

√𝑓𝑐′
dengan, Vn = Vc + Vs ; Vc = x b x d x 10-3 ; Vs = Vu - ϕ x Vc
6

dimana,
Vu = gaya geser terfaktor
Vn = kuat geser nominal penampang
ϕ = faktor reduksi geser
Vc = kuat geser nominal yang disediakan beton
Vs = kuat geser nominal yang disediakan tulangan geser
𝑓𝑐′ = kuat tekan beton (MPa)
b = lebar balok (mm)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

d = tinggi efektif (mm)

2.8.8 Perencanaan Fondasi


Pondasi merupakan suatu konstruksi pada bagian dasar bangunan yang berfungsi
meneruskan beban dari bagian atas struktur bangunan ke lapisan tanah yang berada
di bagian bawahnya (Kurniawan dkk, 2019). Perencanaan fondasi suatu bangunan
adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas Dukung Tanah
Menurut Terzaghi dan Peck (1943)
𝜙
𝜙 = 180𝜋
3𝜋 ∅
a = 𝑒 ( 4 −2)𝑡𝑎𝑛∅
1
Kpy= 3 x tan2 x [450 + 2 (𝜙 + 330)]

1 𝑎2
Nc = 𝑡𝑎𝑛∅ × [ ∅ ]
2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ )−1
2

𝑎2
Nq = ∅
2×𝑐𝑜𝑠2 (45+ )−1
2

1 𝐾𝑝𝛾
Ny = 2 x tan𝜙 x [𝑐𝑜𝑠2 ∅−1]
𝐵 𝐵
qu = c x Nc x (1 + 0,3 𝐿 ) + Df x 𝛾 x Nq + 0,5 x B x Ny x (1 − 0,2 𝐿 )
𝑞𝑢
qa = 3

Menurut Meyerhof (1956)


𝐷𝑓
Kd = 1 + 0,33 x 𝐵
𝑞𝑐
qa = 𝐵+0,3 2
33×( ) ×𝐾𝑑
𝐵

2. Kontrol Tegangan Tanah


A = Bx x By
1
Wx = x By x Bx2
6
1
Wy = x Bx x By2
6

q = h x 𝛾𝑐 + z x 𝛾
𝑀𝑢𝑥 𝐵𝑥 𝑀𝑢𝑦 𝐵𝑦
𝑃𝑢
< 6
 OKE ; 𝑃𝑢
< 6
 OKE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

𝑃𝑢 𝑀𝑢𝑥 𝑀𝑢𝑦
qmax= + + +𝑞
𝐴 𝑊𝑥 𝑊𝑦

qmaks < qa  OKE

𝑃𝑢 𝑀𝑢𝑥 𝑀𝑢𝑦
qmin= − − +𝑞
𝐴 𝑊𝑥 𝑊𝑦

qmin > 0  tidak terjadi tegangan tarik (OKE)

3. Gaya Geser Pada Fondasi


a. Tinjauan Geser Arah x
𝐵𝑥− 𝑎𝑥
qx = 𝑞𝑚𝑖𝑛 + × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑚𝑖𝑛 )
𝐵𝑥
𝑞𝑚𝑎𝑥− 𝑞𝑥
Vux = (𝑞𝑥 + ) × 𝑎𝑥 × 𝐵𝑦 )
2−𝑞
1
Vc = 3 x √𝑓𝑐 ′ x b x d x 10-3

𝜙Vc ≥ Vux  AMAN

b. Tinjauan Geser Arah y


𝐵𝑦− 𝑎𝑦
qy = 𝑞𝑚𝑖𝑛 + × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑚𝑖𝑛 )
𝐵𝑦
𝑞𝑚𝑎𝑥− 𝑞𝑦
Vuy = (𝑞𝑦 + ) × 𝑎𝑦 × 𝐵𝑥 )
2−𝑞
1
Vc = 3 x √𝑓𝑐 ′ x b x d x 10-3

𝜙Vc ≥ Vuy  AMAN

c. Tinjauan Geser Dua Arah (Pons)


Lebar bidang geser pons arah x,
cx = bx + 2 x d
Lebar bidang geser pons arah y,
cy = by + 2 x d

𝑞𝑚𝑎𝑥 +𝑞𝑚𝑖𝑛
Vup = (Bx x By + cx x cy) x ( )
2−𝑞

bp = 2 x (cx + cy)
𝛼𝑠 ×𝑑 √𝑓𝑐 ′
fp = ( + 2) x
𝑏𝑝 12

Ap = 2 x (cx + cy) x d
Vnp = Ap x fp x 103
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

𝜙Vnp ≥ Vup  AMAN; 𝜙Vnp ≥ Pu  AMAN

4. Pembesian Fondasi
a. Tulangan Lentur Arah x
𝐵𝑥− 𝑏𝑥 1,75−0,50
𝑎𝑥 = =
2 2
𝐵𝑥 −𝑎𝑥
𝑞𝑥 = 𝑞𝑚𝑖𝑛 + × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑚𝑖𝑛 )
𝐵𝑥
1 2
𝑀𝑢𝑥 = 2 × 𝑎𝑥 2 × [𝑞𝑥 + 3 × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑥 ) − 𝑞] × 𝐵𝑦
𝑓𝑐 ′ 600
𝜌𝑏 = 𝛽1 × 0,85 × × 600+𝑓
𝑓𝑦 𝑦

𝑀𝑢𝑥
𝑀𝑛 = ϕ

𝑀𝑛 ×106
𝑅𝑛 =
𝑏×𝑑2

𝑓𝑦 2×𝑅
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 0,85 × 𝑓 ′ × (1 − √1 − 0,85×𝑓𝑛 ′ )
𝑐 𝑐

Asperlu =  x b x d
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
s = 𝐴𝑠
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
Aspakai = 𝑠

Aspakai > Asperlu  AMAN

b. Tulangan Lentur Arah y


𝐵𝑦− 𝑏𝑦
𝑎𝑦 = 2
𝐵𝑥 −𝑎𝑥
𝑞𝑦 = 𝑞𝑚𝑖𝑛 + × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑚𝑖𝑛 )
𝐵𝑥
1 2
𝑀𝑢𝑦 = 2 × 𝑎𝑦 2 × [𝑞𝑦 + 3 × (𝑞𝑚𝑎𝑥 − 𝑞𝑦 ) − 𝑞] × 𝐵𝑥
𝑓𝑐 ′ 600
𝜌𝑏 = 𝛽1 × 0,85 × × 600+𝑓
𝑓𝑦 𝑦

𝑀𝑢𝑦
𝑀𝑛 = ϕ

𝑀𝑛 ×106
𝑅𝑛 = 𝑏×𝑑2

𝑓𝑦 2×𝑅
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 0,85 × 𝑓 ′ × (1 − √1 − 0,85×𝑓𝑛 ′ )
𝑐 𝑐

Asperlu =  x b x d
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
s = 𝐴𝑠
1
×𝜋× 𝐷2 ×𝑏
4
Aspakai = 𝑠

Aspakai > Asperlu  AMAN

2.9 Perencanaan Anggaran Biaya


Dalam suatu pembangunan tentu membutuhkan anggaran biaya. Rencana
anggaran biaya (RAB) adalah tolak ukur dalam perencanaan pembangunan baik
rumah tinggal, ruko, rukan, maupun gedung lainnya (Irwandana dan Kurniawan,
2018). Rencana anggaran biaya (RAB) bertujuan untuk mengukur dan mengontrol
biaya yang dikeluarkan dalam suatu pembangunan, serta mampu mengetahui harga
satuan dari setiap jenis-jenis material yang digunakan.

Berdasarkan Siswanto dan Salim (2021), kegunaan rencana anggaran belanja


(RAB) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan dasar usulan pengajuan proposal agar didapatkannya sejumlah
alihan dana bagi sebuah pelaksanaan proyek dari pemerintah pusat ke daerah
pada instansi-instansi tertentu.
2. Sebagai standar harga patokan sebuah proyek yang dibuat oleh stakes holder
dalam bentuk owner estimate (OE).
3. Sebagai bahan pembanding harga bagi stakes holder dalam menilai tingkat
kewajaran owner estimate yang dibuatnya dalam bentuk engineering estimate
(EE) yang dibuat oleh pihak konsultan.
4. Sebagai rincian item harga penawaran yang dibuat kontraktor dalam menawar
pekerjaan proyek.
5. Sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi teknik sebuah investasi proyek
sebelum dilaksanakan pembangunannya.

2.9.1 Data Perencanaan Anggaran Biaya


Dalam merencanakan anggaran biaya suatu pembangunan konstruksi,
diperlukan beberapa data untuk menunjang perhitungan rencana anggaran biaya.
Secara umum data yang dibutuhkan untuk menghitung rencana anggaran biaya
(RAB) adalah sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

1. Gambar Kerja
Gambar kerja merupakan kumpulan gambar rencana yang terdapat ukuran
disetiap detail pekerjaannya.
2. Volume Pekerjaan
Menurut H. Bachtiar Ibrahim dalam Sandi, dkk (2021), volume pekerjaan
ialah menghitung jumlah banyaknya volume pekerjaan dalam satu satuan.
Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan.
3. Harga Satuan Upah
Upah tenaga kerja didapatkan di lokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam
satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah. Untuk menentukan upah
pekerja dapat diambil standar harga yang berlaku di pasaran atau daerah tempat
proyek dikerjakan yang sesuai dengan spesifikasi dari Dinas Pekerjaan Umum
(Sandi, Mahfud, dan Rio, 2021)
4. Harga Satuan Bahan dan Material
Harga satuan bahan dan material didapatkan dari harga material/ bahan di
pasaran yang kemudian dikumpulkan dalam suatu rekapan daftar harga satuan
bahan daerah tersebut.
5. Harga Satuan Alat
Harga satuan alat didapatkan dari harga pasaran sewa alat ataupun
kepemilikan pribadi.
6. Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Analisis harga satuan pekerjaan (AHSP) merupakan analisis perhitungan
kebutuhan volume setiap tenaga kerja, bahan, dan alat untuk mengetahui
besaran biaya yang dibutuhkan dalam satuan pekerjaan di suatu pembangunan.
Analisis harga satuan pekerjaan dapat berpedoman pada peraturan walikota/
bupati serta peraturan pemerintah yang berlaku.

2.9.2 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya


Dalam perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) pada suatu pembangunan
konstruksi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Memahami gambar kerja yang sudah direncanakan.
2. Menghitung volume setiap pekerjaan yang berpedomankan gambar kerja.
3. Menganalisis harga satuan pekerjaan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

4. Menghitung jumlah harga suatu pekerjaan dalam volume tertentu dengan


mengkalikannya.
5. Merekapitulasi jumlah seluruh pekerjaan pada suatu pembangunan konstruksi.
6. Menambahkan pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 11% setelah rekapitulasi
jumlah biaya seluruh pekerjaan.

2.10 Perencanaan Jadwal


Waktu merupakan aspek pengendalian dalam suatu pembangunan konstruksi.
Permasalahan waktu dapat menimbulkan kerugian dan keuntungan dalam segi
biaya dan tenaga. Oleh karena itu, perencanaan jadwal pelaksanaan suatu
pembangunan konstruksi sangat penting. Perencanaan jadwal dapat didasarkan
pada 3 (tiga) diantaranya network planning, time schedule, dan s-curve (kurva s).

2.10.1 Network Planning


Network planning menyatakan satuan urutan pekerjaan secara rinci untuk
setiap item pekerjaan yang dimulai dari awal pekerjaan sampai akhir suatu proyek
serta waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap pekerjaan maupun seluruh
pekerjaan. Network planning digunakan sebagai pedoman bagi kontrkator/
pelaksana dalam mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan di lapangan.

Menurut Handoko dalam Siswanto dan Salim (2021), manfaat network


planning adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan suatu proyek yang kompleks.
2. Scheduling pekerjaan-pekerjaan sedemikian rupa dalam urutan yang praktis
dan efisien.
3. Mengadakan pembagian kerja dari tenaga kerja dan dana yang tersedia.
4. Scheduling ulang untuk mengatasi hambatan-hambatan dan keterlambatan-
keterlambatan.
5. Menentukan trade off (kemungkinan pertukaran) antara waktu dan biaya.
6. Menentukan probabilitas penyelesaian suatu proyek tertentu.

Menurut Siswanto dan Salim (2021), terdapat beberapa teknik atau metode
yang digunakan dalam menuliskan network planning, yaitu sebagai berikut:
1. Metode diagram grafik (chart method diagram), digunakan untuk prencanaan
dan pengendalian proyek dalam bentuk diagram grafik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

2. Teknik manajemen jaringan (network management technique), digunakan


untuk perencanaan dan pengendalian proyek berbasis teknologi informasi (IT).
3. Prosedur dalam penilaian program (program evaluation procedure), digunakan
untuk merencanakan, mengendalikan, dan menilai kemajuan suatu program.
4. Analisis jalur kritis (critical path analysis), digunakan untuk penjadwalan dan
mengendalikan sumber daya proyek.
5. Metode jalur kritis (crtical path method), digunakan untuk menjadwalkan dan
mengendalikan proyek yang sudah pernah dikerjakan sehingga data, waktu dan
biaya setiap unsur kegiatan telah diketahui oleh evaluator.
6. Teknik menilai dan meninjau kembali (program evaluation and review
technique), digunakan pada perencanaan dan pengendalian proyek yang belum
pernah dikerjakan.

2.10.2 Time Schedule


Time schedule pekerjaan berarti sebuah usaha untuk mengatur rencana kerja
dari satu pekerjaan atau unit pekerjaan. Time schedule disusun sebagai alat kontrol
untuk mengukur tingkat prestasi pekerjaan dengan lamannya pelaksanaan dengan
memperhatikan urutan pengaturan waktu, tenaga, peralatan dan material agar
dicapai efektivitas kerja yang baik. Kegiatan yang tercantum dalam time schedule
meliputi schedule bahan, schedule peralatan, schedule tenaga kerja, dan schedule
biaya. Selain itu, time schedule memiliki beberapa tujuan dan manfaat dalam suatu
pembangunan konstruksi, diantaranya sebagai berikut:
1. Pedoman waktu untuk pengadaan sumber daya manusia yang dibutuhkan.
2. Pedoman waktu untuk pendatangan material yang sesuai dengan item
pekerjaan yang akan dilaksanakan.
3. Pedoman waktu untuk pengadaan alat-alat kerja.
4. Sebagai alat pengendali waktu pelaksanaan proyek.
5. Sebagai tolak ukur pencapaian target waktu pelaksanaan pekerjaan.
6. Sebagai acuan untuk memulai dan mengakhiri sebuah kontrak kerja proyek
konstruksi.
7. Sebagai pedoman pencapaian progress pekerjaan setiap waktu tertentu.
8. Sebagai pedoman untuk penentuan batas waktu denda atas keterlambatan
proyek atau bonus atas percepatan proyek.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

9. Sebagai pedoman untuk mengukur nilai suatu investasi.

Dalam pembuatan time schedule suatu pembangunan konstruksi, ada beberapa


hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1. Uraian jenis pekerjaan.
2. Satuan yang digunakan dalam pelaksanaan masing-masing pekerjaan.
3. Nilai bobot masing-masing junis pekerjaan yang dinyatakan dalam persen.
4. Waktu pelaksanaan masing-masing pekerjaan.
5. Batas waktu pekerjaan.

2.10.3 S-Curve (Kurva S)


Kurva S (S-curve) merupakan perpaduan antara network planning dan time
schedule. Di dalam kurva S ini mencantumkan rencana proyek dan realisasi yang
dilengkapi dengan bobot masing-masing item pekerjaan dan durasi pelaksanaan
pekerjaan, sehingga dari kurva S ini dapat diketahui suatu proyek mengalami
keterlambatan atau kemajuan. Pada tahap perencanaan kurva S dibuat sesuai design
teknis yang telah disesuaikan dengan network planning dan time schedule.

Dalam pelaksanaannya, apabila kurva realisasi yang didapat di bawah rencana


maka proyek mengalami keterlambatan. Demikian sebaliknya, apabila kurva
realisasi berada di atas kurva rencana maka proyek mengalami kemajuan. Selisih
antara kurva rencana dengan realisasi disebut deviasi.

2.11 Ekonomi Teknik


Ekonomi teknik pada rekayasa pembangunan digunakan sebagai alat untuk
menentukan kelayakan suatu proyek serta mengevaluasi dalam pengambilan
kebijakan pembangunan dari sudut pandang ekonomi (Handayani S. Fajar, 2022).
Dalam suatu pasar yang kompetitif, apabila suatu perusahaan dituntut untuk tetap
dapat berkembang dan survive (dalam arti profitable), maka setiap keputusan yang
memperhitungkan setiap rupiah dalam proses rekayasanya dapat disebut sebagai
keputusan yang melibatkan aspek ekonomi teknik.

Net Present Value (NPV) merupakan suatu metode untuk mengetahui selisih
antara nilai investasi dengan nilai penerimaan kas bersih di masa mendatang yang
ditentukan tingkat suku bunga setiap tahun.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

NPV = PWpendapatan − PWpengeluaran

Dalam evaluasi kelayakan bangunan dengan metode Net Present Value (NPV)
terdapat tolak ukur untuk menentukan kelayakan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Apabila NPV > 0, maka suatu proyek menguntungkan dan layak untuk
diusahakan.
2. Apabila, NPV < 0, maka suatu proyek tidak memiliki keuntungan dan tidak
layak diusahakan.
3. Apabila NPV = 0, maka suatu proyek netral atau berada pada Break Event Point
(BEP).

Anda mungkin juga menyukai