Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS POSTMODERN HUDCHEON DAN LYOTARD

DALAM CERPEN “POTRET PENGEMIS” KARYA TONI


LESMANA
(The analsyis of Hudcheon and Lyotard postmodernism about “Potret
Pengemis” in the Toni lesmana’s short story)
Firnanda Khoirun Nisa
190210402005
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Abstrak
Pembuatan artikel ini melakukan analisis teori postmodernisme Hudcheun dan
Lyotard pada cerita pendek “Potret Pengemis” karya Toni Lesmana. Analisis cerpen
ini menggunakan metode deskriptif sehingga ditemukan kepostmodernan yang
menyimpang, pergeseran makna, kontekstual, sublimasi bahasa, dan fragmentasi
totalitas dalam cerpen. Terlihat dari terdapatnya pengemis ,musim pengemis, dan
pesta pengemis di suatu kota Owah yang dapat dijadikan suatu tanda bahwa telah
terjadi penyimpangan dalam situasi sosial dan bergesernya makna. Adanya musim
pengemis dalam cerpen ini mengkritik ketidak berhasilan atas masyarakat modern
dan kegagalan modernisasi dalam memenuhi janji-janjinya. Cerpen ini
menganalogikan penguasa daerah pada saat ini yang mana seluruhnya serba modern
tetapi belum dapat memaksimalkan potensinya karena mereka mambutuhkan belas
kasihan dari rakyat, karena itulah disimbolkan dengan pengemis. Fenomena
pengemis ini menarik perhatian untuk dianalisis dan ditelusuri pada masing-masing
kota atau daerah.
Kata kunci : teori postmodern, pengemis, musim pengemis , dan potret pengemis
The creation of this article performs the analysis of the Postmodernism theory
Hudcheun and Lyotard on the short story "Portrait of Beggar" by Toni Lesmana. This
short story analysis uses a descriptive method so that it is found to be distorted, mean
shifting, contextual, sublimation of the language, and fragmentation of the totality in
short stories. Seen from the beggars, the beggars ' season, and the Beggars ' Party in
Owah city which can be used as a sign that there has been irregularities in social
situations. The existence of the beggars in this short story criticised the lack of
success of modern society and the failure to modernize in fulfilling its its promises.
This short story is an analogy of the local ruler at this time which is completely
modern but has not been able to maximize its potential because they need the mercy
of the people. This beggar phenomenon generally draws attention to search in each
city or region.
Keywords: postmodern theory, Beggars, beggar seasons, and beggar portraits
PENDAHULUAN sekali penulis-penulis yang lahir
berawal dari menulis cerpen. Dalam
Sastra adalah kegiatan kreatif
cerpen (cerita pendek) terdapat unsur-
yang timbul dari pemikiran dan
unsur intrinsik seperti tema, alur,
perasaan manusia. Sastra juga
tokoh, watak, latar, dan amanat.
merupakan bentuk ekspresi yang
Seseorang dapat langsung
sedang dialami oleh manusia sesuai
menyimpulkan itu adalah cerpen
dengan situasi atau keadaan. Banyak
ketika melihat tampilan fisiknya saja
cara untuk menciptakan karya sastra
tetapi belum tentu pembaca dapat
sesuai dengan keinginan penulis
menangkap maksud dari isi cerita yang
seperti menulis, bersyair,bermusik dll.
di sajikan. Jenis karya satra berupa
Salah satu bentuk karya sastra dapat
tulisan seperti cerpen, puisi, novel dll
berupa karya tulis misalnya puisi,
terdapat suatu kajian penelitian
pantun, novel, dan cerpen. Cerpen
menggunakan teori-teori atau yang
sastra merupakan suatu cerita pendek
disebut dengan kritik sastra. Dalam hal
yang memiliki satu alur, di dalam
ini karya sastra dapat dikaji atau
cerpen terdapat berbagai symbol,
dikritik menggunakan beberapa teori
kiasan makna dan juga peribahasa,
atau pendekatan seperti
dalam cerpen tidak ada perubahan
postkolonialisme, feminisme,
pada watak tokoh. Meskipun terlihat
strukturalisme, semiotika, dan
sederhana, dalam kenyataannya cerpen
postmodernisme. Pada cerpen bertajuk
sastra terkadang sulit dipahami karena
“Potret Pengemis” dapat dikaji
maknanya tertulis secara tersirat dan
menggunakan pendekatan
menggunakan beberapa simbol dan
postmodernisme dengan teori milik
kalimat konotasi sehingga, perlu
Linda Hudcheun dan Lyotard.
usaha lebih untuk memahaminya bisa
dengan cara membacanya berulang- Posmodernisme dalam
ulang dan penuh konsentrasi. pendefinisiannya terdapat banyak
pendapat yang berbeda. Perbedaan
Karya tulis berupa cerpen dan
pendapat tersebut dapat dibedakan
puisi sering dimuat di media cetak
menjadi tiga kelompok. Pertama
seperti koran dan majalah atau media
adalah kelompok dengan argumentasi
elektronik setiap harinya. Banyak
bahwa posmodernisme merupakan
sekali jenis cerpen dengan berbagai
kelanjutan dari modernisme sehingga,
genre yang terbit setiap harinya. Mulai
dengan kata lain kelompok ini
dari genre romantis, fiksi, sosial,
meradikalisasi modernisme. Kedua
science fiction, horror dengan berbagai
adalah kelompok yang menentang
ending yang beraneka ragam. Banyak
posmodernisme. Ketiga adalah
kelompok postmodernisme Linda Hutcheun. Dalam bukunya Lyotard
Hutcheon dan Mc Hale yang mana yaitu The Postmodern condition(2013,
pada kelompok ini menerima sekaligus hlm. 167) Endraswara mengatakan
menolak kehadiran modernisme. telah menentang mitos-mitos modern,
menghilangkan batasbatas antara seni
Pada cerpen “Potret Pengemis” dan kehidupan masa kini, antara elit
ini ditemukan suatu kalimat “Kota ini yang hirarkhis dengan budaya populer,
sedang musim pengemis dan tempat antara gabungan stilistik dengan
pestanya para pengemis.” Istilah percampuran kode, mengubah hal
pengemis dalam cerpen ini memiliki yang tak mungkin menjadi mungkin.
makna lain dari dunia yang sebenarnya Melalui cerpen inilah penulis mencoba
atau berbeda dengan referennya. menentang mitos-mitos modern dan
Pengemis dalam cerpen ini adalah mengubah hal yang tak mungkin
seseorang yang meminta belas kasihan menjadi mungkin dengan
suara rakyat dengan sedikit melakukan menggunakan kata-kata yang
pemaksaan dengan menjajakan digeserkan makna-maknanya bukan
kegagahan dan kekayaanya. Dalam makna yang sebenarnya, seperti sifat
konteks ini makna pengemis pengemis dan musim pengemis yang
mengalami pergesaran dari pusat ke sudah dipahami secara total telah
pinggir yang mana awalnya pengemis difragmentasikan oleh penulis, serta
adalah seorang peminta-peminta yang mencampuradukan segala unsur dan
berpenampilan lusuh, miskin, tidak menghapus batas-batasnya.
memiliki pekerjaan, dan kadang juga
tidak memiliki rumah. Namun, Cerpen “Potret Pengemis”
berbeda maknanya dalam cerpen ini. karya Toni Lesmana merupakan karya
sastra yang dapat dikaji dengan
Sedangkan ditemukannya pendekatan postmodernisme Linda
kalimat “musim pengemis” pada Hutcheon yang memiliki tiga konsep
cerpen ini mampu menipu pembaca di yaitu penyimpangan, pergeseran dari
awal cerpen. Pembaca menyimpulkan pusat ke pinggir, dan kontekstual.
bahwa musim pengemis adalah dimana Hutcheon memanfaatkan teori
banyak sekali pengemis-pengemis komunikasi milik Roman Jakobson
lusuh yang menadahkan tagan di pasar, untuk mengeksplisitkan gagasan
lampu merah, dan di pinggir-pinggir posmodernismenya. Dengan kata lain,
jelan dengan berbagai macam seni Hutcheon mencoba untuk menyatukan
mengemis yang diterapkannya. poetika dan politik posmodernisme
Berdasarkan uraian tersebut, bagi dengan teori komunikasi Jakobson
penulis cerpen ini menarik untuk dikaji untuk mengkaji karya sastra.
dengan menggunakan pisau
postmodern ala Lyotard dan Linda
Karya sastra yang dikaji masyarakat dengan menggunakan
dengan pendekatan postmodernisme pergeseran makna serta mengubah hal
milik Linda hutcheun memiliki tiga yang mustahil menjadi mungkin.
prinsip (1) struktur dalam karya
sastranya bersifat parodis yang METODE PENELITIAN
postmodernisme yang berarti tidak Data yang digunakan dalam
menyeritakan kembali masa lalu analisis cerpen ini berupa data primer
melainkan membangun suatu cerita dan data sekunder. Data primer adalah
lagi. (2) karya sastra ini prinsipnya cerpen “Potret Pengemis” karya Toni
dibangung dari pusat ke pinggir lesmana (dalam Koran Jawa Pos edisi
artinya Linda Hutcheun lebih mingguan tanggal 7 Juli 2019),
mengangkat atau mendoninankan sedangkan data sekunder berupa
pinggirnya dari pada pusatnya. (3) catatan kuliah, buku, dan artikel ilmiah
kontekstual merupakan prinsip yang yang berhubungan dengan
penting dalam mengkaji permasalahan. Penelitian yang
postmodernisme karya sastra yang tergolong penelitian deskriptif
mana berasal dari aspek lingkungan menggunakan metode kualitatif.
penulis seperti aspek sosial, historis, menghasilkan data-data deskriptif
atau politiknya. Karena hal inilah berupa data tertulis (Bogdan & Taylor
postmodernisme bersifat kritis dang dalam Meleong, 1995, hlm. 3).
mengkritisi kondisi masayrakat ketika Menurut Nawawi (2007, hlm. 66) data
suatu karya tersebut diciptakan karena kualitatif ini tidak dapat diukur artinya
sifatnya adalah merepresentasikan hanya dapat diselidiki dengan
lingkungan hidup yang sedang menggunakan teori.
berlangsung.
Dalam proses menganalisis
Berdasarkan dua pendekatan data penelitian ini menggunakan kajian
sastra menggunakan teori Lyotard dan postmodernisme yang berupaya untuk
Linda Hutcheon yang mana saling menyajikan dengan tidak menolak
mengkritik modernisasi dan kedua bentuk-bentuk indah yang mempesona,
teori tersebut dapat berkolaborasi konsesus selera memungkinkan dapat
karena memiliki beberapa persamaaan membangkitkan noatalgia secara
yang mana keduanya cocok untuk kolektif. Cara kerja teori postmodern
menganalisis cerpen “Potret Lyotard ini dimulai dengan melakukan
Pengemis” dalam cerpen tersebut analisis dengan mengamati makna
terjadi pencampur adukan dan yang telah bergeser dari penanda ke
dihapuskannya batas-batas antara seni petanda. Kemudian mengamati konsep
dan kehidupan masa ini, anatara fragmentasi dengan memunculkan
hierarki yang elit dan budaya populer mitos-mitos yang diperlihatkan dalam
cerpen. Setelah itu, melihat permainan pengemis yang sudah bergeser dari
bahasa yang terdapat sublimasi, makna referensinya. Kata pengemis
memperlihatkan petunjuk wacana yang dalam kenyataanya merupakan orang
mengandung adanya heterogenitas yang mengemis belas kasihan dari
radikal dalam kebenaran dan nilai. orang lain dengan penampilan lusuh
Permainan bahasa yang sublim ini dan melas. Kehadiran pengemis dalam
telah membawa kita melampaui batas kehidupan sehari-sehari kadang
pemikiran yang rasional. mengundang simpati tapi juga bisa
membuat risih bagi beberapa orang.
Sedangkan, cara kerja teori Kemunculan pengemis ini sangat
Linda Hutcheun ini diawali dengan familiar hampir disetiap kota
mengetahui karakteristik-karakteristik ditemukan pengemis dengan segala
soaiologis postmoderenisme dan macam seni terapan mengemisnya.
dilanjutkan dengan tiga kospenya Jika seorang pengemis kemunculannya
yakni pergeseran dari pusat ke pinggir, bersifat relatif di hati orang-orang atau
penyimpangan, dan kontekstual. bahkan cenderung risih melihatnya
Dalam cerpen ini terlihat dari kata karena tidak semua pengemis itu benar
pengemis yang di konotasikan benar miskin melainkan mereka malas
menunnjukan representasi kehidupan untuk berusaha. Hal ini dapat
saat ini. diibaratkan seperti sebuah fenomena
PEMBAHASAN abadi disetai pada masing-masing
tempat.
Pengemis, Musim Pengemis, dan
Pesta Pengemis dalam Makna yang Pengemis dalam cerpen ini
Bergeser dikisahkan selalu muncul di setiap
kota. Dalam kota terdapat pusat
Seperti yang telah pengemis dan juga terjadi musim
dikemukakan di atas, era postmodern pengemis dan pesta pengemis.
sering memunculkan pergeseran Sehingga fenomena ini sangat menarik
makna antara penanda dan petanda. untuk mengobati jiwa pelukis murtupo
Hal ini dikarenakan kritikan-kritikan yang sedang meronta-ronta.
masyarakat atas situasi yang terjadi
dalam lingkungan masayarakat “ ….. Memotret pengemis di kota ini?”
modern. Dalam cerpen berjudul Ari, begitu nama pemuda gundul yang
“Potret Pengemis” karya toni lesmana ternyata tukang ojek, seakan tersentak.
ini (dalam Jawapos mingguan 7 juli Heran.
2019) ditemukan bebrapa fenomena-
”Kenapa?” Dadang teringat reaksi
fenomena sosial berupa kosep
istrinya ketika ia mengatakan hal yang
Pengemis, musim pengemis, dan pesta
sama.
”Heran saja. Kok pas sekali. Ini kan dengan artibut partainya berjejer-jejer.
musimnya pengemis di sini. Kok milih di sepanjang jalan kota Sehingga,
kota ini, Mas? Di kota-kota lain juga seorang pelukis seperti Murtopo
pasti banyak.” menyuruh dadang untuk mendatangi
kota Owah dan memotret pengemis-
”Musim pengemis?” pengemis disana.
”Lebih tepatnya pesta pengemis.” Pengemis, Musim Pengemis, dan
Pesta Pengemis dalam
Kemunculan fenomena
Penyimpangan
pengemis dalam cerpen ini menjadi
semakin menarik ketika ada Penyimpangan dalam karya
pernyataan “lebih tepatnya pesta sastra memang sering terjadi sehingga
pengemis.” Kalimat ini menunjukan menimbulkan adanya kontradiksi.
bahwa di kota Owah yang merupakan Penyimpangan dalam cerpen ini
kota tujuan Dadang untuk memotret terdapat pada aspek sosialnya. Cerpen
pengemis memiliki makna yang ini membuktikan bahwa modernisasi
menipu para pembaca cerpen ini. Kata gagal dalam memenuhi janji-janjinya
pengemis dalam cerpen ini telah dan merupakan wujud kritik atas
bergeser dari makna refersinya. Ia masyarakat modern. Tidak seharusnya
hadir sebagai representasi suatu simbol seorang pejabat mengemis suara rakyat
yang menyatakan suatu hal dalam hingga di simbolkan pengemis. Hal ini
lingkup kehidupan sosial. Makna membuktikan bahwa tidak ada
pengemis dalam cerpen “Potret kewibawaan yang seharusnya ada
Pengemis” karya Toni Lesmana dalam diri pejabat sehingga tanpa
menggambarkan Dewan Perwakilan mengemis kepada rakyat mereka sudah
Rakyat Daerah Owah. Dalam cerpen dapat memilihnya, mereka
ini DPRD di simbolkan dengan kata memerlukan kualitas yang unggul
pengemis karena mereka para DPRD untuk memikat hati rakyar dengan
meminta belas kasihan suara rakyat sendirinya.
dan juga meminta pekerjaan kepada
rakyat dengan menjajakan kegagahan Penyimpangan ini seakan
dan kekayaannya. mengahapus batas-batas antara elit
yang hierarki dengan budaya populer,
Sedangkan pada pernyataan mengubah hal yang tak mungkin
musim pengemis dan pesta pengemis menjadi mungkin sehingga terjadi
mengacu pada kondisi kota Owah saat suatu pencampur adukan. Simbol
itu yang sedang dalam fase kampanye pengemis, musim pengemis, dan pesta
DPRD yang mana wajah-wajah caleg pengemis mereprentasikan segala hal
di pampang pada papan besar lengkap yang berkaitan dengan DPRD. Hal ini
merupakan bukti penyimpangan yang sehingga kritik-kritik dapat
seharusnya tidak dilakukan oleh tersampaikan secara terbuka.
masyarakat modern dalam lingkungan
sosial yang mengedepankan pemikiran Pengemis, musim pengemis, dan
rasional. pesta pengemis dalam Fragmentasi
Sebuah Totalitas
Pengemis, Musim Pengemis, dan
Pesta Pengemis dalam Konteks Lyotard mengemukakan bahwa
kondisi postmodern adalah kondisi di
Kontekstualisasi dalam cerpen mana narasi besar modernitas
“Potret Pengemis” disesuaikan dengan kehilangan kredibilitas (Sarup, 2003,
lingkungan penciptanya (aspek sosial, hlm. 255). Kondisi modernitas
historis, dan lingkungannya). mengagungagungkan ilmu
Kehidupan masyarakat memercayakan pengetahuan dengan rasionalitas, dan
amanat daerah kepada dewan menolak mitos, kekuatan gaib, dan
perwakilan daerah dan mereka sebagai kebijaksanaan rakyat. Di dalam cerpen
penyalur aspirasi rakyat yang sesuai tidak ditemukan mitos terhadap suatu
ketentuannya. Sekarang banyak wakil hal yang menimbulkan kepercayaan-
rakyat yang memiliki tujuan kepercayann masyarakat. Namun,
menduduki kursi pejabat dengan dalam cerpen ini ditemukan adanya
melakukan segala macam cara supaya seorang tokoh yang menjadi isnpirasi
dapat menang, terkadang mereka lupa di Kota Owah dengan sumpah yang
dengan amanat tugas yang diberikan pernah ia ucapkan sehingga ia sangat
sehingga sering terjadi penyelewengan dikagumi.
kekuasaan. Meskipun sering terjadi
kasus seperti itu tetap banyak dari “….Siapa tak kenal Murtopo di
mereka yang melakukan cara untuk kota ini, Mas. Dia pahlawan bagi
mendapatkan kursi itu salah satunya kami. Tak ada tokoh yang paling
dengan mengemis suara rakyat dengan dibanggakan selain Murtopo. Dia
mengemukakan janji-janjinya yang mengharumkan nama Kota Owah
seakan wow dimata masayarakat, sampai ke luar negeri. Konon, dia juga
memasang wajahnya dengan atribut yang paling rajin menyumbang untuk
partai yang mengusungnya dimana- pembangunan. Dia panutan di kota ini,
mana, dan melakukan serangan fajar. Mas. Di sini, ada banyak bayi yang
lahir diberi nama Murtopo.”
Teori Hutcheun yang
menggabungakan politik dengan “…..Sumpahnya itu lho, Mas,
poetika dalam teori pendekatan yang sangat terkenal. Anak-anak kecil
postmodern yang di gunakan dalam juga menghafalnya sambil bermimpi
karya sastra begitu tepat sasaran bisa seberani itu.”
”Sumpah? Murtopo punya sumpah?!” yang melampaui semua kekuatan
Dadang tak jadi menyulut rokok. representasi kita Selain itu, yang
sublim merupakan sarana menyatakan
”Mas ini benar kawannya? Masa, tidak (dengan analogi) apa yang sama sekali
tahu. Sumpah yang ini,” Ari mendadak tidak dapat diungkapkan.
berdiri di atas kursi, ibu pemilik
warung juga ikut berdiri, mereka Dalam cerpen ini terdapat
mengangkat tangan kiri, serempak permainan bahasa yang bersifat sublim
berkata. ”Sekali pergi meninggalkan dalam mengungkapkan maksud
kampung halaman pantang pulang sehingga dapat terjadi pemaknaan
sebelum mati.” yang salah oleh pembaca jika tidak
menghayati dalam membaca cerpen
Pernyataan dalam cerpen itu sastra.
membuktikan betapa kagumnya
masayarakat kota Owah dengan ”Mana musim pengemis? Pesta
Murtopo sang pelukis pengemis itu pengemis? Yang ada hanya gambar-
sehingga setiap orang bermimpis dapat gambar sampah!” bentaknya sambil
seberani dia karena mampu menuding ke arah baliho sepanjang
mengucapkan dan mengamalkan jalan, lantas dengan kasar
sumpahnya. menunjukkan potret-potret dalam
kamera.
Pengemis, musim pengemis, dan
pesta pengemis dalam Permainan Ari tak melepas senyuman.
Bahasa dan Yang Sublim
”Masa sampah, Mas. Mereka orang-
Bagi Lyotard (dalam Sarup, orang yang patut dikasihani, Mas.
2003, hlm. 265), permainan bahasa Mengemis suara dengan menjajakan
adalah ikatan sosial yang kegagahan dan kekayaan. Mereka tak
mempersatukan masyarakat, punya pekerjaan seperti kami. Mereka
menimbulkan interaksi sosial terlihat mengemis kerja pada kami. Kami di
terutama dalam pengertian sini, di Kota Owah, kasihan sekali
pengambilan langkah dalam kepada mereka. Sudah semestinya
permainan, Dengan demikian, model Murtopo melukis mereka. Salam buat
masyarakat postmodern Lyotard Murtopo. Katakan kami ingin seberani
adalah masyarakat yang berjuang dan setangguh Murtopo.”
dalam permainan bahasa dalam
Dadang tergagap. Limbung. Melihat
lingkungan sosial yang penuh dengan
sekeliling. Menarik napas panjang.
keragaman konflik. Sementara itu,
Naik motor. Minta diantar ke
konsep Yang Sublim menurut Kant
penginapan.”
(dalam Sarup, 2003, hlm. 266) adalah
Tokoh Dadang dalam cerpen mereka meminta belas kasihan suara
ini gagal paham dalam menangkap rakyat dan meminta pekerjaan kepada
maksud dari Murtopo si Pelukis dan rakyat dengan menjajakan kegagahan
Ari seorang pemuda berwajah bayi dan kekayaanya. Sementara itu
yang bercahaya itu. Maksud dari fonemena yang ada di kota Owah
mereka bahwa pengemis itu adalah menjadi daya tarik bagi Murtopo yang
DPRD dan musim pengemis adalah merupakan seorang pelukis yang hobi
banyak papan iklan jalan yang melukis pengemis untuk kali ini
memasang foto wajah DPRD lengkap melukis pengemis yang ada di kota
dengan atribut partainya karena mau kelahirannya.
ada pemilihan DPRD di kota Owah
dan pesta pengemis ketika DPRD Postmodernisme dalam cerpen
dapat memnangkan suara terbanyak ini merupakan kritik masyarakat dalam
dari rakyat. lingkungan sosial politik, khususnya
para penguasa/pejabat. Modernisme
PENUTUP dianggap gagal dalam memenuhi janji-
janjinya yang berpegang pada ilmu
Dari pembahasan dapat disimpulkan pengetahuan dan rasionalitas. Banyak
cerpen “Potret Pengemis” karya Toni batas-batas yang dihilangkan serta
Lesmana ini merupakan salah satu penyimpangan-penyimpangan yang
cerpen yang bercirikan ditimbulkan sehingga menjadi tanda
posmodernisme, berdasarkan konsep bahwa telah ada penurunan moral yang
postmodernisme Linda Hutcheun dan dimiliki.
Lyotard. Kepostmodernan cerpen ini
terletak pada bagaimana kisah DAFTAR PUSTAKA
Pengemis, musim pengemis, dan pesta
pengemis yang ada di kota Owah dapat Susanti, S. D. (2018). Deotorisasi
dijadikan sebagai tanda atau simbol Dalam Cerpen" Bukan Titisan
makna yang bergeser antara penanda Semar" Dan" Semar Super"
dan petandanya, mengalami Karya Bonari Nabonenar:
penyimpangan, kontekstualitas,dari Analisis Posmodernisme Linda
totalitas menjadi fragmentasi, dan dari Hutcheon (Doctoral
permainan bahasa dan yang sublim. Dissertation, Universitas
Konsep pengemis yang terdapat dalam Gadjah Mada).
cerpen ini bergeser dari makna
Fitria, N. F. N. (2017). Perahu Dan
referensinya. Makna pengemis dalam
Kupu-Kupu: Analisis
cerpen itu dijadikan suatu simbol bagi
Postmodern Lyotard Terhadap
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Cerpen Karya Seno “Perahu
(DPRD) yang patut dikasihani karena
Yang Muncul Dari Balik
Kabut”. Kandai, 11(2), 189-
205.

Sugiharto, I. B.
(1996). Postmodernisme:
Tantangan bagi Filsafat.
Kanisius.

Wora, E. (2006). Perenialisme: Kritik


atas Modernisme &
Postmodernisme. Kanisius.

Supriyadi. 2016. Posmodernisme


Linda Hutcheon Poetics of
Postmodernism (1989) dan
Politics of Postmodernism
(2002). Jurnal Poetika. 6 (2)

Anda mungkin juga menyukai