LESMANA (The analsyis of Hudcheon and Lyotard postmodernism about “Potret Pengemis” in the Toni lesmana’s short story) Firnanda Khoirun Nisa 190210402005 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Abstrak Pembuatan artikel ini melakukan analisis teori postmodernisme Hudcheun dan Lyotard pada cerita pendek “Potret Pengemis” karya Toni Lesmana. Analisis cerpen ini menggunakan metode deskriptif sehingga ditemukan kepostmodernan yang menyimpang, pergeseran makna, kontekstual, sublimasi bahasa, dan fragmentasi totalitas dalam cerpen. Terlihat dari terdapatnya pengemis ,musim pengemis, dan pesta pengemis di suatu kota Owah yang dapat dijadikan suatu tanda bahwa telah terjadi penyimpangan dalam situasi sosial dan bergesernya makna. Adanya musim pengemis dalam cerpen ini mengkritik ketidak berhasilan atas masyarakat modern dan kegagalan modernisasi dalam memenuhi janji-janjinya. Cerpen ini menganalogikan penguasa daerah pada saat ini yang mana seluruhnya serba modern tetapi belum dapat memaksimalkan potensinya karena mereka mambutuhkan belas kasihan dari rakyat, karena itulah disimbolkan dengan pengemis. Fenomena pengemis ini menarik perhatian untuk dianalisis dan ditelusuri pada masing-masing kota atau daerah. Kata kunci : teori postmodern, pengemis, musim pengemis , dan potret pengemis The creation of this article performs the analysis of the Postmodernism theory Hudcheun and Lyotard on the short story "Portrait of Beggar" by Toni Lesmana. This short story analysis uses a descriptive method so that it is found to be distorted, mean shifting, contextual, sublimation of the language, and fragmentation of the totality in short stories. Seen from the beggars, the beggars ' season, and the Beggars ' Party in Owah city which can be used as a sign that there has been irregularities in social situations. The existence of the beggars in this short story criticised the lack of success of modern society and the failure to modernize in fulfilling its its promises. This short story is an analogy of the local ruler at this time which is completely modern but has not been able to maximize its potential because they need the mercy of the people. This beggar phenomenon generally draws attention to search in each city or region. Keywords: postmodern theory, Beggars, beggar seasons, and beggar portraits PENDAHULUAN sekali penulis-penulis yang lahir berawal dari menulis cerpen. Dalam Sastra adalah kegiatan kreatif cerpen (cerita pendek) terdapat unsur- yang timbul dari pemikiran dan unsur intrinsik seperti tema, alur, perasaan manusia. Sastra juga tokoh, watak, latar, dan amanat. merupakan bentuk ekspresi yang Seseorang dapat langsung sedang dialami oleh manusia sesuai menyimpulkan itu adalah cerpen dengan situasi atau keadaan. Banyak ketika melihat tampilan fisiknya saja cara untuk menciptakan karya sastra tetapi belum tentu pembaca dapat sesuai dengan keinginan penulis menangkap maksud dari isi cerita yang seperti menulis, bersyair,bermusik dll. di sajikan. Jenis karya satra berupa Salah satu bentuk karya sastra dapat tulisan seperti cerpen, puisi, novel dll berupa karya tulis misalnya puisi, terdapat suatu kajian penelitian pantun, novel, dan cerpen. Cerpen menggunakan teori-teori atau yang sastra merupakan suatu cerita pendek disebut dengan kritik sastra. Dalam hal yang memiliki satu alur, di dalam ini karya sastra dapat dikaji atau cerpen terdapat berbagai symbol, dikritik menggunakan beberapa teori kiasan makna dan juga peribahasa, atau pendekatan seperti dalam cerpen tidak ada perubahan postkolonialisme, feminisme, pada watak tokoh. Meskipun terlihat strukturalisme, semiotika, dan sederhana, dalam kenyataannya cerpen postmodernisme. Pada cerpen bertajuk sastra terkadang sulit dipahami karena “Potret Pengemis” dapat dikaji maknanya tertulis secara tersirat dan menggunakan pendekatan menggunakan beberapa simbol dan postmodernisme dengan teori milik kalimat konotasi sehingga, perlu Linda Hudcheun dan Lyotard. usaha lebih untuk memahaminya bisa dengan cara membacanya berulang- Posmodernisme dalam ulang dan penuh konsentrasi. pendefinisiannya terdapat banyak pendapat yang berbeda. Perbedaan Karya tulis berupa cerpen dan pendapat tersebut dapat dibedakan puisi sering dimuat di media cetak menjadi tiga kelompok. Pertama seperti koran dan majalah atau media adalah kelompok dengan argumentasi elektronik setiap harinya. Banyak bahwa posmodernisme merupakan sekali jenis cerpen dengan berbagai kelanjutan dari modernisme sehingga, genre yang terbit setiap harinya. Mulai dengan kata lain kelompok ini dari genre romantis, fiksi, sosial, meradikalisasi modernisme. Kedua science fiction, horror dengan berbagai adalah kelompok yang menentang ending yang beraneka ragam. Banyak posmodernisme. Ketiga adalah kelompok postmodernisme Linda Hutcheun. Dalam bukunya Lyotard Hutcheon dan Mc Hale yang mana yaitu The Postmodern condition(2013, pada kelompok ini menerima sekaligus hlm. 167) Endraswara mengatakan menolak kehadiran modernisme. telah menentang mitos-mitos modern, menghilangkan batasbatas antara seni Pada cerpen “Potret Pengemis” dan kehidupan masa kini, antara elit ini ditemukan suatu kalimat “Kota ini yang hirarkhis dengan budaya populer, sedang musim pengemis dan tempat antara gabungan stilistik dengan pestanya para pengemis.” Istilah percampuran kode, mengubah hal pengemis dalam cerpen ini memiliki yang tak mungkin menjadi mungkin. makna lain dari dunia yang sebenarnya Melalui cerpen inilah penulis mencoba atau berbeda dengan referennya. menentang mitos-mitos modern dan Pengemis dalam cerpen ini adalah mengubah hal yang tak mungkin seseorang yang meminta belas kasihan menjadi mungkin dengan suara rakyat dengan sedikit melakukan menggunakan kata-kata yang pemaksaan dengan menjajakan digeserkan makna-maknanya bukan kegagahan dan kekayaanya. Dalam makna yang sebenarnya, seperti sifat konteks ini makna pengemis pengemis dan musim pengemis yang mengalami pergesaran dari pusat ke sudah dipahami secara total telah pinggir yang mana awalnya pengemis difragmentasikan oleh penulis, serta adalah seorang peminta-peminta yang mencampuradukan segala unsur dan berpenampilan lusuh, miskin, tidak menghapus batas-batasnya. memiliki pekerjaan, dan kadang juga tidak memiliki rumah. Namun, Cerpen “Potret Pengemis” berbeda maknanya dalam cerpen ini. karya Toni Lesmana merupakan karya sastra yang dapat dikaji dengan Sedangkan ditemukannya pendekatan postmodernisme Linda kalimat “musim pengemis” pada Hutcheon yang memiliki tiga konsep cerpen ini mampu menipu pembaca di yaitu penyimpangan, pergeseran dari awal cerpen. Pembaca menyimpulkan pusat ke pinggir, dan kontekstual. bahwa musim pengemis adalah dimana Hutcheon memanfaatkan teori banyak sekali pengemis-pengemis komunikasi milik Roman Jakobson lusuh yang menadahkan tagan di pasar, untuk mengeksplisitkan gagasan lampu merah, dan di pinggir-pinggir posmodernismenya. Dengan kata lain, jelan dengan berbagai macam seni Hutcheon mencoba untuk menyatukan mengemis yang diterapkannya. poetika dan politik posmodernisme Berdasarkan uraian tersebut, bagi dengan teori komunikasi Jakobson penulis cerpen ini menarik untuk dikaji untuk mengkaji karya sastra. dengan menggunakan pisau postmodern ala Lyotard dan Linda Karya sastra yang dikaji masyarakat dengan menggunakan dengan pendekatan postmodernisme pergeseran makna serta mengubah hal milik Linda hutcheun memiliki tiga yang mustahil menjadi mungkin. prinsip (1) struktur dalam karya sastranya bersifat parodis yang METODE PENELITIAN postmodernisme yang berarti tidak Data yang digunakan dalam menyeritakan kembali masa lalu analisis cerpen ini berupa data primer melainkan membangun suatu cerita dan data sekunder. Data primer adalah lagi. (2) karya sastra ini prinsipnya cerpen “Potret Pengemis” karya Toni dibangung dari pusat ke pinggir lesmana (dalam Koran Jawa Pos edisi artinya Linda Hutcheun lebih mingguan tanggal 7 Juli 2019), mengangkat atau mendoninankan sedangkan data sekunder berupa pinggirnya dari pada pusatnya. (3) catatan kuliah, buku, dan artikel ilmiah kontekstual merupakan prinsip yang yang berhubungan dengan penting dalam mengkaji permasalahan. Penelitian yang postmodernisme karya sastra yang tergolong penelitian deskriptif mana berasal dari aspek lingkungan menggunakan metode kualitatif. penulis seperti aspek sosial, historis, menghasilkan data-data deskriptif atau politiknya. Karena hal inilah berupa data tertulis (Bogdan & Taylor postmodernisme bersifat kritis dang dalam Meleong, 1995, hlm. 3). mengkritisi kondisi masayrakat ketika Menurut Nawawi (2007, hlm. 66) data suatu karya tersebut diciptakan karena kualitatif ini tidak dapat diukur artinya sifatnya adalah merepresentasikan hanya dapat diselidiki dengan lingkungan hidup yang sedang menggunakan teori. berlangsung. Dalam proses menganalisis Berdasarkan dua pendekatan data penelitian ini menggunakan kajian sastra menggunakan teori Lyotard dan postmodernisme yang berupaya untuk Linda Hutcheon yang mana saling menyajikan dengan tidak menolak mengkritik modernisasi dan kedua bentuk-bentuk indah yang mempesona, teori tersebut dapat berkolaborasi konsesus selera memungkinkan dapat karena memiliki beberapa persamaaan membangkitkan noatalgia secara yang mana keduanya cocok untuk kolektif. Cara kerja teori postmodern menganalisis cerpen “Potret Lyotard ini dimulai dengan melakukan Pengemis” dalam cerpen tersebut analisis dengan mengamati makna terjadi pencampur adukan dan yang telah bergeser dari penanda ke dihapuskannya batas-batas antara seni petanda. Kemudian mengamati konsep dan kehidupan masa ini, anatara fragmentasi dengan memunculkan hierarki yang elit dan budaya populer mitos-mitos yang diperlihatkan dalam cerpen. Setelah itu, melihat permainan pengemis yang sudah bergeser dari bahasa yang terdapat sublimasi, makna referensinya. Kata pengemis memperlihatkan petunjuk wacana yang dalam kenyataanya merupakan orang mengandung adanya heterogenitas yang mengemis belas kasihan dari radikal dalam kebenaran dan nilai. orang lain dengan penampilan lusuh Permainan bahasa yang sublim ini dan melas. Kehadiran pengemis dalam telah membawa kita melampaui batas kehidupan sehari-sehari kadang pemikiran yang rasional. mengundang simpati tapi juga bisa membuat risih bagi beberapa orang. Sedangkan, cara kerja teori Kemunculan pengemis ini sangat Linda Hutcheun ini diawali dengan familiar hampir disetiap kota mengetahui karakteristik-karakteristik ditemukan pengemis dengan segala soaiologis postmoderenisme dan macam seni terapan mengemisnya. dilanjutkan dengan tiga kospenya Jika seorang pengemis kemunculannya yakni pergeseran dari pusat ke pinggir, bersifat relatif di hati orang-orang atau penyimpangan, dan kontekstual. bahkan cenderung risih melihatnya Dalam cerpen ini terlihat dari kata karena tidak semua pengemis itu benar pengemis yang di konotasikan benar miskin melainkan mereka malas menunnjukan representasi kehidupan untuk berusaha. Hal ini dapat saat ini. diibaratkan seperti sebuah fenomena PEMBAHASAN abadi disetai pada masing-masing tempat. Pengemis, Musim Pengemis, dan Pesta Pengemis dalam Makna yang Pengemis dalam cerpen ini Bergeser dikisahkan selalu muncul di setiap kota. Dalam kota terdapat pusat Seperti yang telah pengemis dan juga terjadi musim dikemukakan di atas, era postmodern pengemis dan pesta pengemis. sering memunculkan pergeseran Sehingga fenomena ini sangat menarik makna antara penanda dan petanda. untuk mengobati jiwa pelukis murtupo Hal ini dikarenakan kritikan-kritikan yang sedang meronta-ronta. masyarakat atas situasi yang terjadi dalam lingkungan masayarakat “ ….. Memotret pengemis di kota ini?” modern. Dalam cerpen berjudul Ari, begitu nama pemuda gundul yang “Potret Pengemis” karya toni lesmana ternyata tukang ojek, seakan tersentak. ini (dalam Jawapos mingguan 7 juli Heran. 2019) ditemukan bebrapa fenomena- ”Kenapa?” Dadang teringat reaksi fenomena sosial berupa kosep istrinya ketika ia mengatakan hal yang Pengemis, musim pengemis, dan pesta sama. ”Heran saja. Kok pas sekali. Ini kan dengan artibut partainya berjejer-jejer. musimnya pengemis di sini. Kok milih di sepanjang jalan kota Sehingga, kota ini, Mas? Di kota-kota lain juga seorang pelukis seperti Murtopo pasti banyak.” menyuruh dadang untuk mendatangi kota Owah dan memotret pengemis- ”Musim pengemis?” pengemis disana. ”Lebih tepatnya pesta pengemis.” Pengemis, Musim Pengemis, dan Pesta Pengemis dalam Kemunculan fenomena Penyimpangan pengemis dalam cerpen ini menjadi semakin menarik ketika ada Penyimpangan dalam karya pernyataan “lebih tepatnya pesta sastra memang sering terjadi sehingga pengemis.” Kalimat ini menunjukan menimbulkan adanya kontradiksi. bahwa di kota Owah yang merupakan Penyimpangan dalam cerpen ini kota tujuan Dadang untuk memotret terdapat pada aspek sosialnya. Cerpen pengemis memiliki makna yang ini membuktikan bahwa modernisasi menipu para pembaca cerpen ini. Kata gagal dalam memenuhi janji-janjinya pengemis dalam cerpen ini telah dan merupakan wujud kritik atas bergeser dari makna refersinya. Ia masyarakat modern. Tidak seharusnya hadir sebagai representasi suatu simbol seorang pejabat mengemis suara rakyat yang menyatakan suatu hal dalam hingga di simbolkan pengemis. Hal ini lingkup kehidupan sosial. Makna membuktikan bahwa tidak ada pengemis dalam cerpen “Potret kewibawaan yang seharusnya ada Pengemis” karya Toni Lesmana dalam diri pejabat sehingga tanpa menggambarkan Dewan Perwakilan mengemis kepada rakyat mereka sudah Rakyat Daerah Owah. Dalam cerpen dapat memilihnya, mereka ini DPRD di simbolkan dengan kata memerlukan kualitas yang unggul pengemis karena mereka para DPRD untuk memikat hati rakyar dengan meminta belas kasihan suara rakyat sendirinya. dan juga meminta pekerjaan kepada rakyat dengan menjajakan kegagahan Penyimpangan ini seakan dan kekayaannya. mengahapus batas-batas antara elit yang hierarki dengan budaya populer, Sedangkan pada pernyataan mengubah hal yang tak mungkin musim pengemis dan pesta pengemis menjadi mungkin sehingga terjadi mengacu pada kondisi kota Owah saat suatu pencampur adukan. Simbol itu yang sedang dalam fase kampanye pengemis, musim pengemis, dan pesta DPRD yang mana wajah-wajah caleg pengemis mereprentasikan segala hal di pampang pada papan besar lengkap yang berkaitan dengan DPRD. Hal ini merupakan bukti penyimpangan yang sehingga kritik-kritik dapat seharusnya tidak dilakukan oleh tersampaikan secara terbuka. masyarakat modern dalam lingkungan sosial yang mengedepankan pemikiran Pengemis, musim pengemis, dan rasional. pesta pengemis dalam Fragmentasi Sebuah Totalitas Pengemis, Musim Pengemis, dan Pesta Pengemis dalam Konteks Lyotard mengemukakan bahwa kondisi postmodern adalah kondisi di Kontekstualisasi dalam cerpen mana narasi besar modernitas “Potret Pengemis” disesuaikan dengan kehilangan kredibilitas (Sarup, 2003, lingkungan penciptanya (aspek sosial, hlm. 255). Kondisi modernitas historis, dan lingkungannya). mengagungagungkan ilmu Kehidupan masyarakat memercayakan pengetahuan dengan rasionalitas, dan amanat daerah kepada dewan menolak mitos, kekuatan gaib, dan perwakilan daerah dan mereka sebagai kebijaksanaan rakyat. Di dalam cerpen penyalur aspirasi rakyat yang sesuai tidak ditemukan mitos terhadap suatu ketentuannya. Sekarang banyak wakil hal yang menimbulkan kepercayaan- rakyat yang memiliki tujuan kepercayann masyarakat. Namun, menduduki kursi pejabat dengan dalam cerpen ini ditemukan adanya melakukan segala macam cara supaya seorang tokoh yang menjadi isnpirasi dapat menang, terkadang mereka lupa di Kota Owah dengan sumpah yang dengan amanat tugas yang diberikan pernah ia ucapkan sehingga ia sangat sehingga sering terjadi penyelewengan dikagumi. kekuasaan. Meskipun sering terjadi kasus seperti itu tetap banyak dari “….Siapa tak kenal Murtopo di mereka yang melakukan cara untuk kota ini, Mas. Dia pahlawan bagi mendapatkan kursi itu salah satunya kami. Tak ada tokoh yang paling dengan mengemis suara rakyat dengan dibanggakan selain Murtopo. Dia mengemukakan janji-janjinya yang mengharumkan nama Kota Owah seakan wow dimata masayarakat, sampai ke luar negeri. Konon, dia juga memasang wajahnya dengan atribut yang paling rajin menyumbang untuk partai yang mengusungnya dimana- pembangunan. Dia panutan di kota ini, mana, dan melakukan serangan fajar. Mas. Di sini, ada banyak bayi yang lahir diberi nama Murtopo.” Teori Hutcheun yang menggabungakan politik dengan “…..Sumpahnya itu lho, Mas, poetika dalam teori pendekatan yang sangat terkenal. Anak-anak kecil postmodern yang di gunakan dalam juga menghafalnya sambil bermimpi karya sastra begitu tepat sasaran bisa seberani itu.” ”Sumpah? Murtopo punya sumpah?!” yang melampaui semua kekuatan Dadang tak jadi menyulut rokok. representasi kita Selain itu, yang sublim merupakan sarana menyatakan ”Mas ini benar kawannya? Masa, tidak (dengan analogi) apa yang sama sekali tahu. Sumpah yang ini,” Ari mendadak tidak dapat diungkapkan. berdiri di atas kursi, ibu pemilik warung juga ikut berdiri, mereka Dalam cerpen ini terdapat mengangkat tangan kiri, serempak permainan bahasa yang bersifat sublim berkata. ”Sekali pergi meninggalkan dalam mengungkapkan maksud kampung halaman pantang pulang sehingga dapat terjadi pemaknaan sebelum mati.” yang salah oleh pembaca jika tidak menghayati dalam membaca cerpen Pernyataan dalam cerpen itu sastra. membuktikan betapa kagumnya masayarakat kota Owah dengan ”Mana musim pengemis? Pesta Murtopo sang pelukis pengemis itu pengemis? Yang ada hanya gambar- sehingga setiap orang bermimpis dapat gambar sampah!” bentaknya sambil seberani dia karena mampu menuding ke arah baliho sepanjang mengucapkan dan mengamalkan jalan, lantas dengan kasar sumpahnya. menunjukkan potret-potret dalam kamera. Pengemis, musim pengemis, dan pesta pengemis dalam Permainan Ari tak melepas senyuman. Bahasa dan Yang Sublim ”Masa sampah, Mas. Mereka orang- Bagi Lyotard (dalam Sarup, orang yang patut dikasihani, Mas. 2003, hlm. 265), permainan bahasa Mengemis suara dengan menjajakan adalah ikatan sosial yang kegagahan dan kekayaan. Mereka tak mempersatukan masyarakat, punya pekerjaan seperti kami. Mereka menimbulkan interaksi sosial terlihat mengemis kerja pada kami. Kami di terutama dalam pengertian sini, di Kota Owah, kasihan sekali pengambilan langkah dalam kepada mereka. Sudah semestinya permainan, Dengan demikian, model Murtopo melukis mereka. Salam buat masyarakat postmodern Lyotard Murtopo. Katakan kami ingin seberani adalah masyarakat yang berjuang dan setangguh Murtopo.” dalam permainan bahasa dalam Dadang tergagap. Limbung. Melihat lingkungan sosial yang penuh dengan sekeliling. Menarik napas panjang. keragaman konflik. Sementara itu, Naik motor. Minta diantar ke konsep Yang Sublim menurut Kant penginapan.” (dalam Sarup, 2003, hlm. 266) adalah Tokoh Dadang dalam cerpen mereka meminta belas kasihan suara ini gagal paham dalam menangkap rakyat dan meminta pekerjaan kepada maksud dari Murtopo si Pelukis dan rakyat dengan menjajakan kegagahan Ari seorang pemuda berwajah bayi dan kekayaanya. Sementara itu yang bercahaya itu. Maksud dari fonemena yang ada di kota Owah mereka bahwa pengemis itu adalah menjadi daya tarik bagi Murtopo yang DPRD dan musim pengemis adalah merupakan seorang pelukis yang hobi banyak papan iklan jalan yang melukis pengemis untuk kali ini memasang foto wajah DPRD lengkap melukis pengemis yang ada di kota dengan atribut partainya karena mau kelahirannya. ada pemilihan DPRD di kota Owah dan pesta pengemis ketika DPRD Postmodernisme dalam cerpen dapat memnangkan suara terbanyak ini merupakan kritik masyarakat dalam dari rakyat. lingkungan sosial politik, khususnya para penguasa/pejabat. Modernisme PENUTUP dianggap gagal dalam memenuhi janji- janjinya yang berpegang pada ilmu Dari pembahasan dapat disimpulkan pengetahuan dan rasionalitas. Banyak cerpen “Potret Pengemis” karya Toni batas-batas yang dihilangkan serta Lesmana ini merupakan salah satu penyimpangan-penyimpangan yang cerpen yang bercirikan ditimbulkan sehingga menjadi tanda posmodernisme, berdasarkan konsep bahwa telah ada penurunan moral yang postmodernisme Linda Hutcheun dan dimiliki. Lyotard. Kepostmodernan cerpen ini terletak pada bagaimana kisah DAFTAR PUSTAKA Pengemis, musim pengemis, dan pesta pengemis yang ada di kota Owah dapat Susanti, S. D. (2018). Deotorisasi dijadikan sebagai tanda atau simbol Dalam Cerpen" Bukan Titisan makna yang bergeser antara penanda Semar" Dan" Semar Super" dan petandanya, mengalami Karya Bonari Nabonenar: penyimpangan, kontekstualitas,dari Analisis Posmodernisme Linda totalitas menjadi fragmentasi, dan dari Hutcheon (Doctoral permainan bahasa dan yang sublim. Dissertation, Universitas Konsep pengemis yang terdapat dalam Gadjah Mada). cerpen ini bergeser dari makna Fitria, N. F. N. (2017). Perahu Dan referensinya. Makna pengemis dalam Kupu-Kupu: Analisis cerpen itu dijadikan suatu simbol bagi Postmodern Lyotard Terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Cerpen Karya Seno “Perahu (DPRD) yang patut dikasihani karena Yang Muncul Dari Balik Kabut”. Kandai, 11(2), 189- 205.
Sugiharto, I. B. (1996). Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat. Kanisius.
Wora, E. (2006). Perenialisme: Kritik
atas Modernisme & Postmodernisme. Kanisius.
Supriyadi. 2016. Posmodernisme
Linda Hutcheon Poetics of Postmodernism (1989) dan Politics of Postmodernism (2002). Jurnal Poetika. 6 (2)