Pembiayaan Akad Murabahah
Pembiayaan Akad Murabahah
“Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli
barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang
bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati antara bank syariah dan nasabah.”
Akad Murabahah memiliki syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu:
Landasan hukum pada transaksi murabahah berasal dari Q.S. Al-Baqarah[2] : 275, yang berbunyi
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Juga pada Q.S. An-Nisa[4] : 29 yang
artinya, “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu“
1. Sebagai pemenuh modal usaha kerja, investasi, maupun pembiayaan yang bersifat konsumtif
seperti angsuran rumah, kendaraan, dll.
2. Untuk pembiayaan kebutuhan produktif seperti mesin produksi, alat-alat perkantoran, dll.
3. Cara dan proses pembayaran serta jangka waktu pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
Kelebihan Menggunakan Akad Murabahah
Akad Murabahah sering dipilih untuk digunakan dalam transaksi jual-beli tentu karena memiliki
banyak keuntungan maupun kelebihan dari cara lainnya, berikut beberapa di antaranya:
1. Keuntungan diketahui dan ditentukan secara jelas di awal transaksi dan merupakan hasil dari
kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini tentu berbeda dengan akad Mudharabah atau
Musyarakah yang keuntungannya tidak boleh ditentukan di awal karena harus disesuaikan
setelah mengetahui hasil usaha nasabah.
2. Margin atau keuntungan Murabahah bersifat tetap (certainty), apabila sudah disepakati oleh
kedua belah pihak maka tidak dapat diubah.
3. Transaksi Murabahah apabila dilakukan secara kredit dinilai memiliki resiko yang lebih rendah
karena tidak berhubungan dengan kondisi usaha nasabah tersebut, baik itu mengalami untung
maupun rugi. Transaksi utang - piutang ini wajib diselesaikan oleh nasabah sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
Jenis-jenis Murabahah
Pada akad Murabahah ini, transaksi jual-beli terjadi setelah penjual membeli barang yang telah
dipesan oleh pembeli terlebih dahulu. Pesanan tersebut dapat bersifat maupun tidak mengikat.
Apabila mengikat, maka pembeli tidak dapat membatalkan pesanan dan harus membayar barang
yang telah dipesan. Serta jika barang yang telah dibeli nilainya berkurang sebelum diberikan
kepada pembeli, tentu saja akan mengurangi akad dan penurunan nilai tersebut menjadi
tanggungan atau beban penjual.
Sebaliknya jika tidak mengikat, pembeli tidak wajib membayar atau dapat membatalkan barang
yang telah dipesan oleh penjual.
Sesuai nama jenisnya, penjual dapat membeli barang tanpa harus ada pesanan terlebih dahulu
dari pembeli. Akad Murabahah jenis ini termasuk bersifat tidak mengikat.
BSS Mikro ( Mudah, Cepat, Berkah)
Fasilitas pembiayaan yang diperuntukan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan investasi dengan plafond diatas Rp. 50
Juta s.d Rp. 500 Juta
Keunggulan Produk
1. Proses mudah dan cepat
4. Angsuran ringan
- Copy NPWP
Cara Pengajuan
1. Pengajuan pembiayaan melalui kantor cabang terdekat
PEMBIAYAAN MUSYAROKAH
pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama dari dua orang atau
lebih untuk menjalankan kegiatan usahanya, dimana masing-masing
orang berkontribusi dalam dana dan juga pembagian imbal hasil ditentukan
sesuai proporsi modal atau disesuaikan dengan kesepakatan yang terjalin
saat akad awal.
Pengertian lainnya yaitu akad kerjasama dari dua orang atau lebih untuk
menggabungkan sejumlah modal yang dimiliki, melakukan usaha bersama
dan pengelolaan bersama. Untuk pembagian hasilnya disesuaikan dengan
nisbah yang sudah disepakati dan kerugiannya ditentukan sesuai dengan
proporsi masing-masing ataupun sesuai akad awal.
Para pemilik modal yang menjalin kerjasama ini bisa membagi pekerjaan
sesuai dengan kesepakatan awal dan bisa meminta gaji sesuai dengan
kontribusi jasa yang diberikan untuk usaha tersebut.
Pihak yang melakukan akad harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
Objek akad ini terdiri dari modal dan juga kerja. Dimana modalnya harus
berupa uang tunai ataupun bisa juga aset yang bisa dinilai dengan uang.
Modal tersebut tidak boleh dijadikan jaminan ataupun dipinjamkan kepada
orang lain.
Sedangkan objek akad kerja harus dilakukan atas nama pribadi ataupun
mitra masing-masing. Pekerjaan yang dilakukan harus seimbang atau
sama besar. Akan tetapi, untuk pihak yang mengerjakan lebih banyak
maka memiliki hak untuk mendapatkan tambahan imbal hasil.
4. Bagi Hasil/Nisbah
Imbal hasil yang diperoleh harus dibagi untuk para pihak. Untuk
pembagiannya harus secara merata atau sesuai kesepakatan akad awal.
Sedangkan untuk kerugiannya juga akan dibagi sesuai dengan jumlah
modal yang diberikan.
Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan/atau investasi Nasabah dengan akad
Musyarakah
Persyaratan
Pra Syarat:
Nasabah adalah Warga Negara Indonesia (WNI)
Nasabah Berusia 21 tahun atau telah menikah
Syarat Pengajuan
Dokumen Pemohon:
Fotokopi KTP (Suami dan Istri)
Fotokopi KTP Penjual (Suami dan Istri)*
Fotokopi Kartu Keluarga
Fotokopi Kartu Keluarga Penjual*
Surat Nikah/Akta Perkawinan
Karyawan:
Slip gaji asli (3 bulan terakhir)
Surat keterangan bekerja dari perusahaan
Rekening tabungan/giro 3 bulan terakhir
NPWP
SPT PPH pasal 21*
SK Pengangkatan dari instansi terkait
(khusus pegawai negeri)
Pengusaha:
Rekening tabungan/giro 3 bulan terakhir
Fotokopi laporan keuangan 2 tahun terakhir*
NPWP
Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
SK Domisili Perusahaan
SK Menkumham
SITU (Surat Ijin Tempat Usaha)
Profesional:
Rekening tabungan/giro 3 bulan terakhir
NPWP
Surat Ijin Praktek
*jika diperlukan
Dokumen Agunan Rumah Primary Ready Stock (Developer Rekanan Syariah)
PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)
Surat pemesanan
Kwitansi DP/uang muka
Sertifikat
Asli/Fotocopy IMB legalisasi
PBB tahun terakhir
IMB tambahan (jika ada perubahan)
Blue Print bangunan
Site Plan
Kwitansi DP/uang muka
Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk akad, perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan kerja sama menjalankan suatu usaha untuk memperoleh
pendapatan atau keuntungan. Pemilik modal dapat disebut shahibul maal, rabbul
maal, atau propretior. Pengelola modal disebut mundharib. Modal yang digulirkan
disebut ra'sul maal. Kerja sama yang dilakukan berdasarkan pada prinsip profit
sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua menjalankan usaha.
Pendapatan atau keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di
awal akad menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau
metode bagi pendapatan (revenue sharing).
Istilah mudharabah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu darb, yang
memiliki arti memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung, menghindar
berubah, mencampur, berjalan, dan lain sebagainya. Secara terminologi
mudharabah adalah bentuk kontrak (perjanjian) antara pemilik modal (shahibul
maal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan aktivitas yang produktif di
mana keuntungan dibagi kedua belah pihak antara pemilik modal dan pengelola
dana. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik modal, jika kerugian itu terjadi
dalam keadaan normal, pemodal (shahibul maal) tidak boleh intervensi kepada
pengelola dana (mudharib) dalam menjalankan usahanya (Mardani, 2012).
a. Al-Quran
b. Al-Hadits
Artinya: Dari Shalih bin Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual".
c. Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Qiyas merupakan dalil lain
yang membolehkan mudharabah dengan mengqiyaskannya (analogi) kepada
transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan.
Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan
menyiram, memelihara dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang
perawat (penyiram) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan di
depan dari out put perkebunan (pertanian). Dalam mudharabah, pemilik dana
(shahibul maal) dianalogikan dengan pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan kebun
dianalogikan dengan pengusaha (entrepreneur).
Menurut Suhendi (2002), rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada
tiga, yaitu: dua orang yang melakukan akad (al-aqidani), modal (ma'qud alaih), dan
shighat (ijab dan qabul). Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah lebih memerinci lagi
menjadi enam rukun, yaitu:
a. Akad
Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (Aqidain), yaitu:
1. Cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai orang yang berakad (aqid).
2. Pemilik dana tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi kepada pengelola dana.
b. Modal
BACA JUGA
1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mundharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang
dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3. Pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku
dalam aktivitas itu.
Jenis-jenis Mudharabah
a. Mudharabah Muthlaqah
b. Mudharabah Muqayyadah
1. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet, yaitu akad kerja sama usaha yang
mana mudharib ikut menanggung resiko atas kerugian dana yang diinvestasikan
oleh Shahibul Maal. Dalam akad ini, Shahibul Maal juga memberi batasan secara
umum misalnya, batasan tentang jenis usaha, jangka waktu pembiayaan, dan sektor
usahanya. Karakteristik jenis simpanan ini; Pertama, pemilik dana harus wajib
menetapkan syarat atau membuat akad yang wajib di penuhi oleh Mudharib. Kedua,
bank wajib memberitahu pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara bagi hasil serta
pembagian secara risiko yang dicantumkan dalam akad. Ketiga, sebagai tanda bukti
simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus yang memisahkan dana dari
rekening lainnya. Keempat, untuk Deposito Mudharabah, bank wajib memberikan
sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
2. Mudharabah Muqayyadah Of Balance Sheet, yaitu jenis mudharabah yang
merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya,
dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai
dan pelaksanaan usahanya. Karakteristik jenis penyimpanan ini diantaranya
Pertama, sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus
yang memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos
tersendiri dalam rekening administratif. Kedua, dana simpanan khusus harus
disalurkan langsung kapada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. Ketiga, bank
menerima komisi atas jasanya mempertemukan kedua belah pihak. Sedangkan
antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100%
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mundharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mundharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama
dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan
atau proyek, tetapi mempunyai hak melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mundharabah.
Kecuali dari mundharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai,
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mundharabah tidak ada jaminan, namun agar
mundharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mundharib atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila mundharib terbukti
melakukan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan dalam fatwa DSN-MUI.
9. Biaya operasional dibebankan pada mundharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mundharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.