Makalah Gadar Kelompok 2-1
Makalah Gadar Kelompok 2-1
Dosen Pengampu:
Rosmadewi, S.Pd.,M.kes
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Penanganan Kegawatdaruratan Maternal Kala 1
Kelainan His disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal di Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang. Selain itu, kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca..
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... iii
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. iii
1.3 Tujuan ................................................................................................................. ivv
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 1
2.1 Kelainan His (Inersia Uteri) .......................................... Error! Bookmark not defined.
A. Pengertian Inersia Uteri ................................................................................................. 1
B. Etiologi Inersia Uteri ..................................................................................................... 2
C. Manifestasi Klinik ......................................................................................................... 2
D. Klasifikasi Inersia Uteri…………………………………………………………………..2
E. Komplikasi Persalinan Inersia Uteri……………………………………………………...3
F. Diagnosis Inersia Uteri.…………………………………………………………………...3
G. Penanganan Inersia Uteri…………………………………………………………………4
BAB III ................................................................................................................................. 5
PENUTUP ............................................................................................................................ 5
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 5
3.2 Saran ...................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
BAB II
PEMBAHASAN
1
2. Kekakuan serviks yang dihubungkan dengan fibrosis serviks dan nulipara yang
berusia lanjut
3. Klien yang sangat gemuk (berhubungan dengan persalinan yang lebih lambat dan
lebih tidak konsisten)
4. Usia maternal yang lanjut (pengerasan taut jaringan ikat antara komponan tulang
panggul yang dihubungkan dengan memanjangnya kala dua persalinan)
5. Pemberian analgesik yang berlebihan
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala inersia uteri adalah his tidak adekuat < 2 kali dalam 10 menit
lamanya < 20 detik.
2
Menurut Yulia Fauziyah, 2014:102 Inersia uteri dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a. Inersia Uteri Hipertonis, yaitu kontraksi uterin tidak terkoordinasi, misalnya kontrasi
segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya hipertonis, sering
disebut sebagai inersia. spastis. Pasien biasanya sangat kesakitan. Inersia uteri
hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh karena itu dinamakan juga sebagai inersia
primer.
b. Inersia Uteri Hipotonis, yaitu kontrasksi terkoordinasi tetapi lemah. Melalui deteksi
dengan menggunakan cardio tocography (CTG), terlihat tekanan yang kurang dari 15
mmHg. Dengan palpasi, His jarang dan pada puncak kontraksi dinding Rahim masih
dapat ditekan ke dalama. His disebut naik bila tekanan intrauterine mencapai 50-60
mmHg. Biasanya terjadi dalam fase aktif atai Kala II. Oleh Karen aitu, dinamakan
juga kelamahan His sekunder
F. Diagnosis
Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti
terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat
diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih
sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis
inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
3
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%, dimulai dengan 12
tetes per menit, dinaikkan setiap 30 menit sampai 40-50 tetes per menit. Maksud dari
pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat membuka.
b. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat His
setelah pemberian berapa lama, hentikan dahulu dan ibu dianjurkan untuk istirahat.
Keesokan harinya bias diulang pemberian oksitosin drips.
c. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio
sesarea.
d. Bila semua His kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder/hipertonis, pengobatan
yang terbaik ialah petidin 50 mg atau tokolitik,seperti ritodine dengan maksud
menimbulkan relaksasi dan istirahat, dengan harapan bahwa setelah pasien itu bangun
kembali timbul His yang normal. Mengingat bahaya infeksi intrapartum, kadang-
kadang dicoba juga oksitosin, tetapi dalam larutan yang lebih lemah. Namaun juika
His tidak menjadi lebih baik dilakukan seksio sesarea. (Fauziyah, 2014:103).
4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inersia uteri merupakan his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri terjadi karena perpanjangan fase laten
dan fase aktif atau keduaduanya dari kala pembukaan. Inersia uteri dapat dipengaruhi oleh
paritas, obat penenang, kesalahan letak janin, kelainan bentuk panggul, kelainan uterus,
kehamilan postmatur, penderita anemia, uterus yang terlalu teregang pada hidramnion atau
kehamilan kembar, faktor herediter, emosi, ketakutan dan rasa nyeri yang berlebihan
Penyebab terjadinya inersia uteri yaitu: distensi berlebihan, kekakuan serviks, klien
yang sangat gemuk, usia maternal yang lanjut, danpemberian analgesic yang berlebihan,
lalu untuk diagnosis dari inersia uteri ini kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak
cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada
kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase
laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat
dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini,kiranya dapat memahami apa yang dimaksud dengan
Kelainan His atau Inersia Uteri yang terjadi di kala I persalinan.
5
DAFTAR PUSTAKA
Anasari Tri “Hubungan Paritas dan Anamia dengan Kejadian Inersia Uteri Pada Ibu
BersalinDi RSUD PROF dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Tahun 2011”
Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 4, Juni 2012, 22-32 (diakses tanggal 21 Mei
2016)
Sastrawinata, S., dkk. 2015. Obsestri Patologi Ilmu Kesehatan. Jakarta: EGC.