Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

“PENANGANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL KALA I KELAINAN HIS”

Dosen Pengampu:
Rosmadewi, S.Pd.,M.kes

Disusun Oleh Kelompok 2:


Ratih Purwasih 2115301014
Safa Shelomita 2115301017
Syifa Talia S 2115301020
Adella Andani 2115301028
Asnita Okta M 2115301045
Aulya Mutiara 2115301047
Cicin Piswiranti 2115301050

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Penanganan Kegawatdaruratan Maternal Kala 1
Kelainan His disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal di Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang. Selain itu, kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca..

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rosmadewi,


S.Pd.,M.kes selaku dosen mata kuliah kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada rekan kelompok yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 3 Maret 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... iii
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. iii
1.3 Tujuan ................................................................................................................. ivv
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 1
2.1 Kelainan His (Inersia Uteri) .......................................... Error! Bookmark not defined.
A. Pengertian Inersia Uteri ................................................................................................. 1
B. Etiologi Inersia Uteri ..................................................................................................... 2
C. Manifestasi Klinik ......................................................................................................... 2
D. Klasifikasi Inersia Uteri…………………………………………………………………..2
E. Komplikasi Persalinan Inersia Uteri……………………………………………………...3
F. Diagnosis Inersia Uteri.…………………………………………………………………...3
G. Penanganan Inersia Uteri…………………………………………………………………4
BAB III ................................................................................................................................. 5
PENUTUP ............................................................................................................................ 5
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 5
3.2 Saran ...................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan
atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri)(Manuaba,2010). Persalinan diartikan pula sebagai
peregangan dan pelebaranmulut rahim. Kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi
mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim atau kantong muskuler yang bentuknya menyerupai
buah pir terbalik menegang selama kontraksi. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung
kemih, rectum, tulang belakang dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari rahim. Berat dari
kepala bayi ketika bergerak kebawah saluran lahir juga menyebabkan tekanan (Saiffudin,
2009)
Inersia uteri atau his yang tidak adekuat adalah his yang sifatnya lebih lemah, pendek dan
jarang dari his normal. Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan berlangsung lama sehingga
dapat menimbulkan dampak buruk bagi ibu maupun bagi janin (Manuaba, 2010). Inersia uteri
dapat dipengaruhi oleh paritas, obat penenang, kesalahan letak janin, kelainan bentuk panggul,
kelainan uterus, kehamilan postmatur, penderita anemia, uterus yang terlalu teregang pada
hidramnion atau kehamilan kembar, faktor herediter, emosi, ketakutan dan rasa nyeri yang
berlebihan (Leveno K, 2010).
Nyeri persalinan dapat menyebabkan gangguan pada kontraksi uterus atau inersia uteri. Nyeri
persalinan dapat menyebabkan hiperventilasi, sehingga kebutuhan oksigen meningkat,
kenaikan tekanan darah dan berkurangnya motilitas usus serta vesika urinaria. Keadaan ini
akan meningkatkan katekolamin yang dapat menyebabkan gangguan pada kekuatan kontraksi
uterus sehingga terjadi inersia uteri (Anjartha R, 2007). Selain itu, menurut Hamilton (2005)
nyeri yang berlebihan pada ibu bersalin dapat menyebabkan keinginan untuk segera
mengakhiri masa persalinan. Mengejan sebelum dilatasi servik maksimal menyebabkan
pembengkakan pada mulut rahim yang berdampak pada distosia persalinan (Hamilton P, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud Inersia Uteri


2. Apa Etiologo dari Inersia Uteri
3. Bagaimana Manifestasi Klinik Inersia Uteri
4. Apa saja Klasifikasi Inersia Uteri
5. Apa saja Komplikasi Inersia Uteri
6. Bagaimana Mendiagnosis Inersia Uteri
7. Bagaimana Penanagan Inersia Uteri
iii
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian inersia uteri


2. Untuk mengetahui tentang Etiologo dari Inersia Uteri
3. Untuk mengetahui tentang Manifestasi Kliniknya
4. Untuk mengetahui tentang Klasifikasi Inersia Uteri
5. Untuk mengetahui tentang Komplikasi Inersia Uteri
6. Untuk mengetahui tentang diagnosis Inersia Uteri
7. Untuk Mengetahui tentang Penanagan Inersia Uteri

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kelainan His (Inersia Uteri)

A. Pengertian Inersia Uteri


Inersia uteri merupakan his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri terjadi karena perpanjangan fase laten
dan fase aktif atau keduaduanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat
disebabkan oleh serviks yang belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu
dini. Insersi uteri merupakan kontraksi uterus tidak cukup kuat atau tidak terkoordinasi
secara tepat selama Kala I Persalinan untuk menyebabkan pembukaan dan penipisan
serviks. Selama Kala II, kombinasi mengejan volunteer dengan kontraksi uterus tidak
cukup untuk menyebabkan penurunan dan ekspulsi (pengeluaran) janin.

Definisi Inersia Uteri menurut beberapa sumber :


a. inersia uteri adalah his yang tidak normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih
dulu daripada bagian lain (Nugroho, 2012:166).
b. Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan jarang
dibandingkan dengan his yang normal (Sofian, 2013:216).
c. Inersia uteri adalah his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan
serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada pendrita keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan
emosi yang kurang baik.
d. Inersia uteri merupakan his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri terjadi karena perpanjangan fase
laten dan fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten
dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang atau karena penggunaan analgetik
yang terlalu dini. (Fauziyah, 2014:102).
e. Inersia uteri merupakan kontraksi uterus tidak cukup kuat atau tidak terkoordinasi
secara tepat selama kala satu persalinan untuk menyebabkan pembukaan dan penipisan
serviks. Selama kala dua, kombinasi mengejan volunteer dengan kontraksi uterus tidak
cukup untuk menyebabkan penurunan dan ekspulsi (pengeluaran) janin (Reeder, dkk,
2014:393).

B. Etiologi Inersia Uteri


Menurut Reeder, Martin, Griffin tahun 2014:395 penyebab terjadinya inersia uteri
yaitu:
1. Distensi berlebihan pada uterus, disebabkan oleh janin yang besar, kehamilan kembar,
atau polihidroamnion

1
2. Kekakuan serviks yang dihubungkan dengan fibrosis serviks dan nulipara yang
berusia lanjut
3. Klien yang sangat gemuk (berhubungan dengan persalinan yang lebih lambat dan
lebih tidak konsisten)
4. Usia maternal yang lanjut (pengerasan taut jaringan ikat antara komponan tulang
panggul yang dihubungkan dengan memanjangnya kala dua persalinan)
5. Pemberian analgesik yang berlebihan

Menurut dr. Taufan Nugroho, 2012:168 penyebab inersia uteri yaitu:


1. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua
2. Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida
3. Faktor herediter
4. Faktor emosi dan ketakutan
5. Salah pimpinan persalinan
6. Bagian terbawah jani tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus, seperti
pada kelainan letak janin atau pada disproporsi sefalipelvik
7. Kelainan uterus seperti uterus bikornis unikolis
8. Salah pemberian obat-obatan, oksitosin dan obat penenang.
9. Peregangan Rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion
10. Kehamilan postmatur.

Faktor penyebab inersia uteri diantaranya:


a. Factor Umum seperti umur, paritas, anemia, ketidaktepatan penggunaan analgetik,
pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin, perasaan tegang
dan emosional.
b. Factor Local seperti overdistensi uterus, hidramnion, malpresentasi, malposisi, dan
disproporsi cephalopelvik, mioma uteri.

C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala inersia uteri adalah his tidak adekuat < 2 kali dalam 10 menit
lamanya < 20 detik.

D. Klasifikasi Inersia uteri


Menurut Dr. Amru Sofian, 2013:216 Inersia uteri dibagi dalam 2 bagian yaitu:
a. Inersia Uteri Primer adalah kelemahan His timbul sejak dari pemulaan persalinan. Hal
ini harus dibedakan dengan His pendahuluan yang juga lemah kadang-kadang menjadi
hilang (false labour)
b. Inersia Uteri Sekunder adalah kelemahan His yang timbul setelah adanya His yang
kuat teratur dan dalam waktu yang lama.

2
Menurut Yulia Fauziyah, 2014:102 Inersia uteri dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a. Inersia Uteri Hipertonis, yaitu kontraksi uterin tidak terkoordinasi, misalnya kontrasi
segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya hipertonis, sering
disebut sebagai inersia. spastis. Pasien biasanya sangat kesakitan. Inersia uteri
hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh karena itu dinamakan juga sebagai inersia
primer.
b. Inersia Uteri Hipotonis, yaitu kontrasksi terkoordinasi tetapi lemah. Melalui deteksi
dengan menggunakan cardio tocography (CTG), terlihat tekanan yang kurang dari 15
mmHg. Dengan palpasi, His jarang dan pada puncak kontraksi dinding Rahim masih
dapat ditekan ke dalama. His disebut naik bila tekanan intrauterine mencapai 50-60
mmHg. Biasanya terjadi dalam fase aktif atai Kala II. Oleh Karen aitu, dinamakan
juga kelamahan His sekunder

E. Komplikasi Persalinan Inersia Uteri


Inersia uteri yang tidak diatasi dapat memanjakan wanita terhadap bahaya kelelahan,
dehidrasi, dan infeksi intrapartum. Tandatanda terjadinya gawat janin tidak tampak sampai
terjadinya infeksi selama intrapartum. Walaupun terapi infeksi intrauterine dengan
antibiotic memberikan proteksi terhdap wanita, tetapi manfaatnya kecil dalam melindungi
janin. Lain halnya dengan inersia uteri sekunder, gawat janin cenderung mencul pada awal
persalinan ketika teerjadi inersia uteri sekunder. Tonus otot yang meningkat dengan
konstan merupakan predisposisi terjadinya hipoksia pada janin. Kadang kala, pecahnya
selapit ketuban dalam waktu lama dapat menyertai kondisi ini dan dapat menyebabkan
infeksi intrpartum.(Reeder, dkk, 2014:396)
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat
terhadap ibu dan janin yaitu infeksi, kehabisan tenaga, dan dehidrasi (Nugroho, 2012:169).

F. Diagnosis
Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti
terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat
diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih
sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis
inersia uteri sekunder akan lebih mudah.

G. Penanganan Inersia Uteri


Apabila penyebabnya bukan kelainan panggul dan atau kelainan janin yang tidak
memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam, apabila ketuban positif dilakukan
pemecahan ketuban terlebih dahulu. Jika upaya ini tidak berhasil, berikut langkah-langkah
penanganannya selanjutnya :

3
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%, dimulai dengan 12
tetes per menit, dinaikkan setiap 30 menit sampai 40-50 tetes per menit. Maksud dari
pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat membuka.
b. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat His
setelah pemberian berapa lama, hentikan dahulu dan ibu dianjurkan untuk istirahat.
Keesokan harinya bias diulang pemberian oksitosin drips.
c. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio
sesarea.
d. Bila semua His kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder/hipertonis, pengobatan
yang terbaik ialah petidin 50 mg atau tokolitik,seperti ritodine dengan maksud
menimbulkan relaksasi dan istirahat, dengan harapan bahwa setelah pasien itu bangun
kembali timbul His yang normal. Mengingat bahaya infeksi intrapartum, kadang-
kadang dicoba juga oksitosin, tetapi dalam larutan yang lebih lemah. Namaun juika
His tidak menjadi lebih baik dilakukan seksio sesarea. (Fauziyah, 2014:103).

Standar operasional prosedur pada kasus inersia uteri yaitu:


1. Nilai keadaan umum ibu, tanda-tanda vital ibu
2. Tentukan keadaan janin, pastikan DJJ dalam batas normal. Jika ketuban sudah pecah,
air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah pikirkan kemungkinan terjadi gawat
janin. Jika terdapat gawat janin lakukan seksio sesarea.
3. Apabila terdapat disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya lakukan seksio sesarea
4. Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi seperti
berjalan-jalan. Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan
partograf.
5. Apabila tidak ada kemajuan persalinan maka lakukan induksi dengan oksitosin drip 5
IU dalam 500 cc RL dengan tetas 8/menit dan dinaikkan tiap 30 menit maximal 40
tetes.
6. Apabila ada kemajuan persalinan, maka evaluasi kemajuan tiap 2 jam. Namun apabila
tidak ada maka sebaiknya lakukan seksio sesarea.

4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Inersia uteri merupakan his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri terjadi karena perpanjangan fase laten
dan fase aktif atau keduaduanya dari kala pembukaan. Inersia uteri dapat dipengaruhi oleh
paritas, obat penenang, kesalahan letak janin, kelainan bentuk panggul, kelainan uterus,
kehamilan postmatur, penderita anemia, uterus yang terlalu teregang pada hidramnion atau
kehamilan kembar, faktor herediter, emosi, ketakutan dan rasa nyeri yang berlebihan
Penyebab terjadinya inersia uteri yaitu: distensi berlebihan, kekakuan serviks, klien
yang sangat gemuk, usia maternal yang lanjut, danpemberian analgesic yang berlebihan,
lalu untuk diagnosis dari inersia uteri ini kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak
cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada
kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase
laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat
dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini,kiranya dapat memahami apa yang dimaksud dengan
Kelainan His atau Inersia Uteri yang terjadi di kala I persalinan.

5
DAFTAR PUSTAKA

Anasari Tri “Hubungan Paritas dan Anamia dengan Kejadian Inersia Uteri Pada Ibu
BersalinDi RSUD PROF dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Tahun 2011”
Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 4, Juni 2012, 22-32 (diakses tanggal 21 Mei
2016)

Fauziyah, Yulia. 2014. Obsetri Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika.


Rosdianah, S. (2019). BUKU AJAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL.
Sungguminasa Kab. Gowa: Percetakan CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG.

Sastrawinata, S., dkk. 2015. Obsestri Patologi Ilmu Kesehatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai