Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA BY Ny.

S DENGAN RDS +
BBLR DI RUANG NICU RUMAH SAKIT UMUM IMELDA
PEKERJA INDONESIA (IPI) MEDAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 4:
1. Adelia Pratiwi
2. M.rafiqi Syahputra
3. Riza febriani
4. Rini Panggabean
5. Rut mesra Zebua
6. Sri Utami

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA
MEDAN
T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan Anak Pada By Ny. S Dengan RDS + BBLR Di Ruang Nicu Rumah
Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (Ipi) Medan. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas dari Keperawatan Anak.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis mengucapkan Terima kasih kepada
Bapak/Ibu:
1. dr. H. Raja Imron Ritonga., M.Sc., selaku Ketua Yayasan Imelda.
2. Dr. dr. Imelda L. Ritonga S.Kp., M.pd., MN., selaku Rektor Universitas Imelda
Medan.
3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia Medan.
4. Edisyah Putra Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Prodi Ners
Universitas Imelda Medan.
5. Hamonangan Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Prodi Ners
Universitas Imelda Medan.
6. Bernita Silalahi, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Koordinator Keperawatan Anak
7. Rostinah Manurung, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing akademik
Praktik Keperawatan Anak.
8. Syahrul Handoko, S.Kep., Ns., selaku pembimbing klinik Praktik Keperawatan
Anak.
9. Teman-teman yang ikut dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat.
Medan, 20 januari 2022

(Kelompok 4)

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum ..................................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis Medis
2.1. Konsep Dasar Medis BBLR
2.1.1.Defenisi.................................................…………………… 3
2.1.2. Etiologi.................................................................................. 4
2.1.3. Manifestasi Klinis ................................................................ 4
2.1.4. Patofisiologi ......................................................................... 5
2.1.5. Masalah Pada BBLR ……………………………………… 6
2.1.6. Faktor Resiko ................................................................. .......8
2.1.7. Penatalaksanaan (RDS) …………………………………. 9
2.2. Konsep Dasar Medis RDS
2.2.1 Pengertian Respiratory Distres Syndrom ……..…......... 12
2.2.1.Etiologi…………………….. …………………………. 13
2.2.3. Patofisiologis …………………………………………... 13
2.3. Konsep dasar Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian....................................................................... 14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan................................................... 15
2.3.3 Asuhan keperawatan....................................................... 15

BAB III LAPORAN KASUS


3.1. Pengkajian……………………………………………………
.. 19

ii
3.2. Analisa
Data…………………………………………………… 21
3.3. Diagnosa Keperawatan
Prioritas……………………………… 22
3.4. Intervensi
Keperawatan………………………………………….23
3.5. Implementasi dan
Evaluasi…………………………………… 26
3.6. Catatan
perkembangan……………………………………….. 30
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan………………………………………………….
35
4.2. Saran………………………………………………………….
35
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan.
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru(Marmi & Rahardjo, 2012).

Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup
periode 1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum
pemberian rutin antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian
RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987.
Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%
di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian
berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan
surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus
(WHO, 2012).

Gangguan dan kelainan pernapasan menjadi penyebab utama kematian


neonatal (35,9%), lalu prematuritas (42,4%) dan sepsis (12%). Data bayi lahir
dengan RDS di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2015 sebanyak 107
jiwa (Dinkes Provinsi NTT, 2015).

Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada bayi
preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan beratbadan lahir
rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan
lebih besar karena belum maturnya fungsi organ organ tubuh. Kegawatan sistem
pernafasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari

1
2.500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang
terjadi pada bayi cukup bulan paru(Marmi & Rahardjo, 2012).

Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di dunia karena


merupakan penyebab kesakitan dan kematian paada maasa bayi baru lahir.
Apabila ditanyakan kepada bidan atau perawat, apakah bayi premature dengan
bayi yang dengan berat lahir rendah itu sama?, Jawabannya adalah bahwa terdapat
(sedikit) perbedaan antara istilah bayi premature dengan bayi berat lahir rendah.
Karena tidak semua bayi lahir rendah adalah lahir prematu (kurang bulan) atau
lahir lebih awal dari waktunya/kehamilan <37 minggu (Nurhayati, 2009).

Data dari WHO pada tahun 2003 menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan
neonatus yang lahir sekitar 20 juta adalah BBLR. Di Indonesia, menurut survey
ekonomi nasional (SUSENAS) pada tahun 2005, kematian neonatus yang
disebabkan oleh BBLR sebesar 38,85%. Sekitar 27 % angka kemtian pada
neonatus disebabkan oleh BBLR. Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9-
20 % bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Sebanyak 25% bayi
dengan BBLR meninggal pada saat baru lahir dan 50% nya meninggal saat bayi
(Nurhayati, 2009).

Setiap tahun, kurang lebih 20 juta bayi lahir dengan BBLR, 97 % diantaranya
terjadi di Negara berkembang khususnya dinegara-negara di wilayah Asia dan
Afrika. Secara global, prevalensi BBLR tahun 2014 cukup tinggi, yaitu 15 %
sampai 20%dan saat ini diupayakan agar tercapai pengurangan sebesar 30 % pada
tahun 2025 (WHO,2014).

Dalam penelitian (Fatimah dan Siti, 2015) Angka kematian bayi di


Indonesia mencapai 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2013,
sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara dengan angka
kematian bayi tertinggi di ASEAN. Salah satu penyebab angka kematian bayi di
Indonesia adalah kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 38,85%.

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan masalah yang
sangat kompleks dan memberikan kontribusi berbagai hasil kesehatan yang buruk
karena tidak hanya menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas,

2
tetapi dapat juga menyebabkan kecacatan, gangguan, atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan penyakit kronis dikemudian hari
(Susilowati dkk, 2016).

Menurut penelitian Anggraini dan Salsabila (2016) Tatalaksana untuk bayi


BBLR harus dilakukan sedini mungkin sejak bayi masih berada di Neonatal
Intensive Care Unit(NICU). Hal terpenting dalam perawatan dini bayi BBLR di
NICU adalah pemberian nutrisi yang adekuat sehingga terjadi peningkatan berat
badan pada bayi BBLR. Pada bayi BBLR intervensi nutrisi yang paling optimal,
yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan otak, adalah nutrisi
protein tinggi post-natal secara cepat (immediate). Hal ini dapat diperoleh dengan
Total Parenteral Nutrition (TPN) dan Air Susu Ibu (ASI) terfortifikasi untuk
membatasi extrauterin growth restriction dan untuk mengejar pertumbuhan post-
term.

Menurut IDAI (2013) pemberian nutrisi enteral lebih memiliki keuntungan


dibandingkan nutrisi parenteral. Diantaranya yaitu mempertahankan integritas
mukosa saluran cerna dan menurunkan kejadian sepsis akibat translokasi bakteri.
Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa toleransi terhadap susu, fungsi hati,
penyakit metabolic tulang, lama hari rawat dan penambahan berat badan bayi
mengalami perbaikan setelah dilakukan pola trophic feeding.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana Asuhan
Keperawatan Anak Pada By Ny. S Dengan RDS + BBLR Di Ruang Nicu Rsu
Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan Anak Pada By Ny.S dengan RDS +


BBLR Di Ruang Nicu Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan Pada By Ny. S Dengan RDS
+ BBLR Di Ruang Nicu Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
2. Menentukan diagnosa keperawatan Pada By Ny.S Dengan RDS +
BBLR Di Ruang Nicu Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

3
3. Mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan Pada By Ny. S
Dengan RDS + BBLR Di Ruang Nicu Rsu Imelda Pekerja Indonesia
(IPI) Medan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan Pada By Ny. S Dengan RDS +
BBLR Di Ruang Nicu Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan Pada By Ny. S Dengan RDS +
BBLR Di Ruang Nicu Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Medis BBLR


2.1.1 Pengertian
Neonates atau bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
adalah bayi dengan berat lahirnya kurang dari 2500 gram (Adele Pilliteri, 1986).
Istilah prematuritas telah diganti dengan berat badan lair rendah (BBLR) karena
terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram, yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih
rendah ddari semestinya, sekalipun umur cukup, atau karena kobinasi keduanya
(Manuaba, 1998).
Pengeluaran lengkap dari hasil produk kehamilan ibu setelah pelepasan,
bernafas, dan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti detak jantung, denyut
tali pusat, atau pergerakan dari otot sadar, apakah tali pusat telah dipotong atau
hanya diikat (World Health Asseembly, 1950). BBLR adalah bayi yang dilahirkan
dengan berat kurang dari 2500 gram. BBLR dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu (Shann and Vince, 2003). Selain itu, BBLR dibagi lagi menurut
berat badan lahir (Rudolp et al.2003), yaitu:
1. Low birth weight (LBW), bila berat badan kurang dari 2500 gram.
2. Very low birth weight (VLBW), bila berat badan kurang dari 1500 gram.
3. Extremely low birth weight (ELBW), bila berat badan kurang dari 1000 gram.
2.1.2 Etiologi
Penyebab bayi dengan berat bayi lahir rendah yang lahir kurang bulan
antara lain disebabkan oleh:
1. Berat badan ibu yang rendah
2. Ibu hamil yang masih remaja
3. Kehamilan kembar
4. Ibu pernah melahirkan bayi premature/berat badan rendah sebelumnya
5. Ibu dengan inkompeten serviks (mulut rahim yang lemah sehigga tidak
mampu menahan berat bayi dalam rahim)
6. Ibu hamil yang sedang sakit

5
7. Tidak diketahui penyebabnya

Sedangkan bayi yang lahir cukup bulan tetapi memiliki berat badaan kurang
antara lain disebabkan oleh:

1. Ibu hamil engan gizi buruk/kekurangan nutrisi


2. Ibu dengan penyakit hipertensi, preeclampsia, anemia
3. Ibu menderita penyakit kronis (penyakit jantung sianosis), infeksi (infeksi
saluran kemih), malaria kronik
4. Ibu hamil yang merokok dan penyalahgunaan obat
2.1.3 Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala yang terdapat pada bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) adalah:
1. Berat badan <2500 gram
2. Letak kuping menurun
3. Pembesaran dari satu atau dua ginjal
4. Ukuran kepala kecil
5. Masalah dalam pemberian makan (reflex menelan dan menghisap berkurang)
6. Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan)

6
2.1.4 Patofisiologi

Premature Penyakit Ibu Kondisi ibu saat


hamil

BBLR

< 2500 gram

Imaturitas fungsi Pertahanan imun Reflex lemah,


paru tidak efektif penurunan simpanan
nutrisi

Resiko Infeksi
Apnea
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan kebutuhan tubuh
pola nafas

Kulit Tipis

Tidak dapat
menyimpan panas

Kedinginan Hipotermi

7
2.1.5 Masalah Pada BBLR
Masalah-masalah tersebut, antara lain (Shann and Vince, 2003):
1. Sistem Pernafasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas
segera setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit,
kekurangan surfaktan (zat di dalam paru dan yang diproduksi dalam paru
serta melapisi bagian dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat
ekspirasi). Lumen system pernafasan yang kecil, kolpas atau obstruksi jalan
nafas, insufisiensi kalsifikasi dari tulang thotaks, lemah atau tidak adanya gag
reflex dan pembuluh darah paru yang imatur. Hal-hal inilah yang
mengganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering mengakibatkan awat nafas
(distress pernafasan).
2. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)
Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan
syaraf pusat. Hal ini disebabkan antara lain: perdarahan intracranial karena
pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi,
hipoksia dan hipoglikemi. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada
BBLR juga sangat berpengaruh pada system saraf pusat (SSP) yang
diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia.
3. Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/kelainan janin,
yaitu Patent Ductus Arteriosus, yang merupakan akibat dari gangguan
adaptasi dan kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterine berupa
keterlambatan penutupan ductus arteriosus. Terdapat beberapa faktor yang
memperlambat penutupan ductus arteriosus, antara lain berupa: kurangnya
otot polo pembuluh darah, rendanya kadar oksigen darah dan rendahnya
kadar oksigen darah pada bayi BBLR.
4. Sistem Gastrointestinal
Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umunya saluran
pencernaannya belum berfungsi seperti pada bayi yang cukup bulan. Hal ini
diakibatkan anatara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap dan
menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa

8
nutrisi seperti kurang dapat mnyerap lemak dan mencerna protein, jumlah
enzim yang belum mencukupi, waktu pengosongan lambung yang lambat dan
penurunan/tidak adanya motilitas dan meningkatnya resiko NEC (Netrikans
Entero Colitis).
5. Sistem Termoregulasi
Bayi dengan BBLR sering mengalami temperature yang tidak stabil,
yang disebabkan antara lain:
a. Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan
berat badan lebih besar (permukaan tubuh bayi yang relative luas).
b. Kurangnya lemak subkutan (brown fat/lemak coklat).
c. Jaringan lemak di bawah kulit lebih sedikit.
d. Kekurangan oksigen yang dapat berpengaruh pada penggunaan kalori.
e. Tidak memadainya aktivitas otot.
f. Ketidakmatangan pusat pengaturan suhu di otak.
g. Tidak adanya reflex control dari pembuluh darah kapiler kulit.
6. Sistem Hematologi
Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi
bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain
karena bayi BBLR terutama yang kurang bulan, adalah:
a. Usia sel darah merahnya lebih pendek.
b. Pembentukan sel darah merah yang lambat.
c. Pembluh darah kapilernya mudah rapuh.
d. Hemolysis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboraturium
yang sering.
e. Deposit vitamin E yang rendah.
7. Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas,
seringkali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi daripada
bayi cukup bulan.
8. Sistem Perkemihan
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada system perkemihannya,
dimana ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk

9
mengolah air, elektrolit dan asam-basa, tidak mampu mengeluarkan hasil
metabolism dan obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memkatkan
urine.
9. Sistem Integumen
Bayi dengan BBLR mempunyai struktur dengan berat kulit sangat tipis
dan transparan sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.

2.1.6 Faktor Resiko

Jadi, terdapat berbagai macam permasalahan pada bayi dengan BBLR atau
premature, yang dapat menyebabkan resiko antara lain:

1. Jangka Pendek
a. Hipotermia (suhu bayi <36,5C akan menyebabkan bayi kehilangan
energy, pernafasan terganggu, bayi menjadi sakit bahkan meninggal).
Sedangkan hipertermia (suhu bayi >37,5C, dapat meningkatkan
metabolisme dan menyebabkan dehidrasi).
b. Hipoglikemia (kadar gula darah kurang dari normal)
c. Paru belum berkembang
d. Gangguan pencernaan (mudah kembung karena fungsi usus belum cukup
baik)
e. Mudah terkena infeksi (system imunitas bayi belum matang)
f. Anemia (bayi kelihatan oucat oleh karena kadar hemoglobin darah
rendah)
g. Mudah ikterik
h. Perdarahan otak
i. Gangguan jantung
2. Jangka Panjang
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gangguan perkembangan
c. Gangguan penglihatan (retinopati akibat premature)
d. Gangguan pendengaran
e. Penyakit paru kronik

10
2.1.7 Penatalaksanaan
Berbagai masalah klinis yang dihadapi BBLR disebabkan karena belum
maturnya organ-organ, untuk itu diperlukan perhatian dan perawatan khusus
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Shann dan Vince
(2003) ada empat prinsip dalam perawatan BBLR, yaitu menjaga bayi tetap
berwarna merah muda, menjaga bayi tetap hangat, memenuhi kebutuhan makan
dan minum, serta pencegahan infeksi (Kholifah, 2006).
1. Jaga Bayi Tetap Berwarna Merah Muda
a) Pemberian Oksigen
Ekspansi paru-paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi preterm sebagai akibat jaringan paru-paru yang kurang berkembang
yaitu tidak adanya alveoli dan sufkutan. Pemberian oksigen untuk bayi
ini harus dikendalikan dengan seksama karena konsentrasi yang tinggi
dalam masa yang panjang akan menyebabkan timbulnya kerusakan pada
jaringan retina bayi sehingga istilah Fibroplasi retrolental. Konsentrasi
oksigen yang dianjurkan adalah sekitar 30-35% dan untuk menjamin
dipertahankannya maka harus dilakukan pengujian secara teratur
(Sacharin, 1996).
Oksigen hanya diperlukan bila bayi mengalami sianosis dan
kesulitan bernafas. Oksigen diberikan dengan aliran rendah untuk
membuat bayi tetap berwarna merah muda (kurang lebih o,5 liter/menit
dan tidak boleh lebih dari 10 liter/menit) (Schann and Vince, 2003).
b) Pencegahan Terjadinya Apnoe
Apnoe umun terjadi pada bayi dengan umur gestasi kurang dari 32
miggu sehingga diperlukan alat untuk memonitor apnoe bila tersedia.
Dapat juga diberikan Aminophyllin (Schann and Vince, 2003).
2. Jaga Kehangatan Tubuh Bayi
Pemeliharaan suhu tubuh merupakan aspek yang paling penting dalam
manajemen BBLR. Seorang bayi akan berkembang secara memuaskan bila
suhu rektal dipertahankan antara 35,5C-37,5C. Semakin kecil bayi maka
lebih rendah suhu rektalnya. Dengan bertambahnya berat badan dan
membaiknya kondisi umum maka akan ditemukan juga kestabilan yang lebih

11
besar dari suhu tubuhnya. Ketahanan hidup BBLR lebih besar bila mereka
dirawat dalam atau dekat dengan lingkungan panas netralnya. Mereka harus
diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya
dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Tetapi juga tidak
diinginkan untk meningkatkan suhu tubuh secara cepat karena dapat
mengarah pada timbulnya hiperpireksia yang berkaitan dengan adanya
peningkatan kecepatan metabolism dan peningkatan kebutuhan akan oksien
(Sacharin, 1996). Untuk pemeliharaan suhu tubuh BBLR dapat dimasukkan
kedalam incubator, radian warmer ataupun isolette. Pada dasarnya incubator
merupakan suatu kotak yang dirancang untuk mempertahankan suhu internal
yang konstan dengan menggunakan thermostat. Bila dirawat dalam incubator
bayi dalam keadaan telanjang. Sementara itu incubator juga harus dipelihara
kebersihannya. Bagian luar dari incubator dibersihkan setiap hari.
Desinfektan seperti savlon dapat digunakan untuk melap bagian dalam.
Di daerah beriklim panas, incubator atau tempat tidur bayi dengan
pemanas tidak diperlukan. Selimut dan kantong atau pemanas sudah
mencukupi (Biddulp and Stance, 1999). Di daerah tinggi seharusnya ruangan
bayi dilengkapi dengan dinding atau langit-langit yang dapat
mempertahankan temperature. Bayi diselimuti dan dipakaikan botol (Shann
and Vince, 2003). Bila menggunakan botol pemanas, letakaan botol yang
berisi air hangat di kanan kiri tubuhnya, tetapi jaga jangan sampai botol-botol
tersebut menyentuh dengan selimut atau handuk. Setiap tiga jam, buanglah
aiar separuhnya untuk diganti dengan air yang masih panas. Ukurla suhu
rektal setiap hari. Jika suhunya kurang dari 36C maka ukurlah setiap empat
jam. Jika suhunya kurang dari 36C, ttambahlah botol dan selimutnya. Jika
suhu lebih dari 38C, kurangi botolnya, atau ganti airnya lebih jarang. Selain
itu dengan ibu mendekap bayinya adalah cara yang paling aman (Depkes,
1986) yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Kangaroo Mother Care
(KMC) dimana terjadi kontak ecara langsung antara kulit bayi dengan kulit
ibu.
KMC dapat menurunkan risiko regurgitasi dan aspirasi, menurunkan
apnoe dan infeksi, mempercepat hubungan antara ibu dan bayi serta

12
meningkatkan laktasi. Bila KMC tidak dapat dilakukan, bayi seharusnya
dirawat dalam penghangat dengan matras yang bisa diisi air ataupun selimut
elektrik dengan transformator (Shann and Vince, 2003).
Prinsip metode KMC adalah menggantikan perawatan bayi baru lahir
dalam incubator dengan meniru kanguru. Ibu bertindak sebagai kanguru yang
mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu bayi stabil dan
optimal (36,5C - 37,5C). Bayi yang dapat bertahan dengan cara ini adalah
yang keadaan umumnya baik, suhu tubuhnya stabil dan mampu menetek.
Metode ini dihentikan jika bayi telah mencapai bobot minimal 2500 g dan
suhu tubuh optimal 37C dan bayi bisa menetek kuat (Luize, 2003).
3. Memenuhi Kebutuhan Makan dan Minum
Pada BBLR terutama preterm terdapat kesukaran makan berhubungan
dengan aanya otot lidah dan palatum yang lemah demikian juga
perkembangan susunan saraf yang tidak lengkap, yaitu reflex menghisap dan
menelan yang lemah. Pada kehidupan minggu pertama, kebutuhan metabolic
dari bayi premature rendah karnea sementara terjadi penyesuaian terhadap
kehidupan pascanatal. Selama seminggu kedua terdapat peningkatan cepat
dalam kebutuhan akan makanan. Prinsip utama dalam pemberian makanan
bayi premature adalah memasukkan secara hati-hati dan sedikit demi sedikit.
Pemberian makanan secara dini sesuai kebutuhan dianjurkan untuk
membantu mencegah terjadinya hipoglikemi dan hiperbilirubinemia yang
dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi preterm (Sacharin, 1996).
4. Pencegahan terhadap Infeksi
Bayi premature maupun KMK mengalami kenaikan kerentanan
terhadap infeksi yang berkaitan dengan sistem imun yang belum matur. Hal
ini dikaitkan dengan konsentrasi IgG serum sebagai mekanisme yang
bermakna ternyata cukup rendah. Hal ini dikarenakan IgG ibu ditransfer
secara aktif pada trimester akhir. Telah dibuat suatu dalil bahwa konsentrasi
IgG neonatal yang rendah ini mencerminkan fungsi plasenta yang buruk yang
berakibat pertumbuhan janin intrauteri yang buruk maupun peningkatan
risiko infeksi postnatal (Klaus and Farvarof, 1998).

13
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi,
antara lain:
a. Jauhkan dari bayi lain, keluarga (kecuali ibu) atau dengan kata lain
adalah menghindari kepenuhsesakan.
b. Jangan ijinkan orang yang terinfeksi menyentuh bayi.
c. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.
d. Anjurkan ibu untuk merawat bayinya sendiri sehingga lebih sedikit
infeksi silang yang terjadi.
e. Beriakn ASI dan menjaga kebersihan tubuh bayi.
2.2 Konsep Dasar Medis Respiratory Distres Syndrom (RDS)
2.2.1 Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) adalah kesulitan atau terjadinya
disfungsi pernapasan pada neonatus yang dikarenakan beberapa hal, yaitu pada
masa maternal seperti riwayat penyakit pada ibu (hipertensi dan diabetes); masa
fetal seperti bayi lahir prematur dan kelahiran ganda; masa persalinan seperti
kehilangan darah yang berlebih, postmaturitas, secsio secaria); dan masa neonatal
dikarenakan infeksi dan asfiksia neonatorum (Soleh dkk, 2012).
Respiratory distress syndrome (RDS) adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan, atau tidak adequatnya jumlah surfaktan dalam paru (Siti
N.J. dkk, 2017). Respiratory distress syndrome (RDS) adalah sindrome gawat
nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir
dengan masa gestasi kurang. Respiratory distress syndrome (RDS), juga disebut
hyaline membrane disease (HMD), merupakan penyakit pernapasan yang
terutama mempengaruhi bayi kurang bulan. Keadaan ini terjadi pada sekitar
seperempat bayi yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu dan insidensinya
meningkat sejalan dengan memendeknya periode kehamilan (JNPK-KR, 2008)
2.2.2 Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010), etiologi RDS adalah:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan eveoli terbuka.
2. Alvioli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi

14
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinacceous filtrat serum (saringan serum protein), difargosit oleh
makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan didalam dan diluar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi
RDS.
2.2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya yaitu:
1. Tanda dan gejala sindrom gawat pernapasan (RDS) biasa nya terjadi pada
saat lahir atau dalam beberapa jam pertama yang mengikuti, termasuk
(NHLBI, 2012): Pernapasan Cepat dan dangkal
2. Retraksi dada
3. Suara mendengus
4. Lubang hidung melebar (cuping hidung)
5. Bayi juga mungkin memiliki jeda dalam bemapas yang berlangsung selama
beberapa detik (apnea)
2.2.4 Patofisiologi
1. Pada bayi dengan syndrome gangguan nafas dimana adanya ketidakmampuan
paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Syndrome gangguan nafas pada bayi yang belum imatur menyebabkan gagal
pernafasan karena immaturnya dinding dada dan paru-paru.
3. Pada bayi dengan syndrome gangguan nafas disebabkan oleh menurunnya
jumlah surfaktan dengan demikian menimbulkan ketidakmampuan alveoli
untuk ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra-ekstra thoracic dan
menurunnya pertukaran darah.

15
4. Secara alamiah perbaikan mulai setelah 24 jam-48 jam, sel yang rusak akan
diganti kemudian akan terjadi perkembangan sel kapiler baru pada alveoli
(Siti N.J, 2017).
2.3 Konsep dasar Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
2. Riwayat maternal
3. Umur ibu dalam resiko Kehamilan < 16 tahun, >35 tahun
4. Kehamilan ganda (gemeli)
5. Status ekonomi rendah, malnutrisi dan ANC kurang
6. Adanya riwayat kelahiran premature sebelumnya
7. Infeksi: TORCH, penyakit kelamin dll
8. Kondisi kelamin: toksemia, gravidarum, kpd, Plasenta Previa dll
9. Penggunaan narkoba, alcohol, rokok
10. Riwayat kelahiran
11. Gestasi: 24-37 minggu
12. BB: <2500 gram, TB:, LD
 Apgar Score
- Apperance (warna kulit)
- Pulse (denyut jantung)
- Grimace (respon reflex)
- Activity (tonus otot)
- Respiration (pernafasan)
 Mulut : mukosa kering
 Refleks hisap lemah, koordinasi menghisap dan menelan lemah
 Berat badan <2500
 Kulit : pucat, sianosis.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Ketidakefektifan berhubungan dengan imaturitas fungsi paru
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Imaturitas fungsi paru
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mencerna
nutrisi (imaturitas saluran cerna)

16
i. Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Pola Nafas tidak Kriteria hasil Observasi
efektif - Dyspnea menurun - Monitor pola
Definisi: insiparasi - Penggunaan otot nafas( frekuensi,
dan / atau ekspirasi nafas menurun kedalaman)
yang tidak member - Frekuensi nafas - Monitor bunyi nafas
ventilasi adekuat membaik tambahan
- Kedalaman nafas - Monitor saturasi
membaik oksigen
Terapeutik
- pertahankan
kepatenan jalan
nafas
- posisikan semi
fowler
- berikan oksigen
Edukasi:
- anjurkan pemberian
MP ASI
kolaborasi
- kolaborasi dalam
pemberian therapy
2 Gangguan Kriteria hasil: Observasi:
pertukaran gas. - tingkat kesadaran - Monitor frekuensi,
meningkat irama, kedalaman nafas
- dispnea menurun - Monitor pola nafas (mis:
- bunyi nafas bradipnea, takipnea)
tambahan menurun - Monitor saturasi oksigen
- PO2 membaik - Monitor kecepatan
- PCO2 membaik aliran oksigen

17
- Takikardi membaik Terapeutik:
- Pola nafas membaik - Pertahankan kepatenan
jalan nafas
- Siapakan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
3. Defisit nutrisi Kriteria Hasil: Observasi
- Berat Badan - Monitor asupan
meningkat makanan
- Panjang Badan - Monitor berat badan
meningkat - Identifikasi status nutrisi
Terapeutik
- Berikan makanan tinggi
protein dan kalori
Edukasi
- Jelaskan diet yang
diberikan pada keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
pemberian obat

18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Resume

By Ny.S, Usia 15 hari, jenis kelamin perempuan, Anak ke-5, Alamat


jl.pembangunan Medan halvetia. Identitas penanggungjawab pasien: Tn. T, 48
tahun, Agama Kristen, Suku batak, Pekerjaan wiraswasta, Pendidikan terakhir
SMA
Pada tanggal 24 desember 2022 pukul 19:05 WIB bayi lahir di Rumah Sakit
full bethesda sunggal, partus dengan SC kdr 34 hari. Bayi lahir dengan BB: 1600
gram, PB: 40cm, LK:24 cm, LD:22 cm, bayi belum diberi Imunisasi, Keadaan
umum lemah, sesak nafas, sianosis, Hasil pengkajian: TTV: RR: 40 x/menit, HR:
144x/menit, suhu 360C. Hasil Apgar Score 1 menit pertama = 4 (A1P1G0A1R1),
5 menit kedua = 4 (A1P1G0A1R1), 10 menit ketiga = 6 (A2P1G1A1R1), terapi
yang diberikan adalah Resusitasi O2 sebanyak ½ L s/d 1 L. Selanjutnya pasien di
pindahkan ke ruang NICU dengan alasan butuh CPAP dan pemantauan ketat.
Pada tanggal 3 januari 2022 pukul 22:20 wib By a/d Ny. S datang ke RSU
Imelda rujukan dari Rumah Sakit Full Bethesda. Di NICU dilakukan pemeriksaan
dengan Keadaan umum lemah, sesak nafas, CPAP: FiO2: 30 peep 7, Hasil
pengkajian: TTV: RR: 40x/menit, HR: 145 x/menit, suhu 360C. Pada Pemeriksaan
Hematologi didapatkan hasil: Hb: 14,42g/dl, Leukosit: 4,3 /uL, Gula Ad Random:
184mg/dl, AGDA: pH: 7,321 mmHg, PCO2: 36,6 mmHg, PO2: 116 mmHg,
HCO3:18,9 mmol/L, SPO2: 80%. Terapi yang diberikan adalah IVFD Nacl 0,9%
(micro) 1 jam, lalu Dextro 10% 4 cc/ jam (micro), inj.Cefotaxime 95 mg/12 jam,
inj Aminofilin loading 10cc lalu 4cc/12 jam.
Hasil pengkajian tanggal 4 januari 2022 di ruang NICU didapatkan data
Keadaan umum lemah, adanya retraksi dada, adanya cuping hidung, Kulit tampak
kering dan bersisik. Terpasang CPAP dengan FiO2 30 peep 7 selama 5 hari, TTV:
RR: 48 x/menit, HR: 159x/menit, suhu 37,10C, SPO2: 95%, BB: 1600 gram,
Pemeriksaan Hematologi: Leukosit: 4,3/uL, Pemeriksaan AGDA:
ph:7,321mmHg; PCO2: 36,6/mmHg, P02:116 mmHg. OGT terpasang. Terapi
yang diberikan adalah IVFD dextro 4 cc/jam (micro), inj. Cefotaxime 95 mg/12
jam,inj. Aminophilin loading 10mg lalu 4mg / 12 jam.
Hasil pengkajian tanggal 05 januari 2022 di ruang NICU didapatkan data
Keadaan umum lemah, retraksi dada berkurang, Kulit tampak kering dan bersisik.
Terpasang CPAP dengan FiO230peep7, TTV: RR: 45 x/menit, HR: 159 x/menit,
suhu 37,10C, SPO2: 95%,OGT terpasang.
Hasil pengkajian tanggal 06 januari 2022 di ruang NICU didapatkan data
Keadaan umum lemah, retraksi dada berkurang, Kulit tampak kering dan
bersisik. CPAP dengan FiO230 peep7, TTV: RR: 54 x/menit, HR: 142 x/menit,
suhu 370C, SPO2: 99% OGT terpasang.

19
Hasil pengkajian tanggal 07 januari 2022 di ruang NICU didapatkan data
Keadaan umum lemah, retraksi dada berkurang. TTV: RR: 48 x/menit, HR: 164
x/menit, suhu 36,0C, , OGT terpasang.
Hasil pengkajian tanggal 08 januari 2022 di ruang NICU didapatkan data
Keadaan umum lemah,sesak,terdapat retraksi dada dalam ,sianosis+,
demam+,menangis merintih,TTV: RR:60x/menit, HR: 188 x/menit, suhu 38,3 0C,
SPO2: 87%. detik, OGT terpasang, CPAPFiO240%peep7
Terapi yang diberikan inj.epineprin,setelah dilakukan tindakan bayi tidak respon
dan pasien mengalami henti nafas dan henti jantung dan pasien dinyatakan
meninggal pada pukul 12:05 wib.
Riwayat kesehatan ibu pasien: Status kehamilan ibu G5P4 kdr 34 minggu,
dengan riwayat kehamilan 4 kali melahirkan normal, pada kehamilan kelima bayi
lahir dirumah sakit full Bethesda Bayi lahir dengan BB: 1600 gram, PB:35 cm,
LK:24 cm, LD:22 cm, klien di diagnosa dengan RDS+BBLR..
3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Data Subjektif: - BBLR Pola Nafas tidak
Data Objektif: efektif
- TTV: RR: 48 x/menit, HR: Imaturitas fungsi
159x/menit, suhu 37,10C paru
- SPO2: 95%
- CPAP Fi O2 PEEP 7 ventilasi inadekuat

( norma CPAP 5)
- Adanya retraksi dada Pola nafas tidak

- Adanya cuping hidung efektif

2. Data Subjektif: - BBLR Gangguan


Data Objektif: pertukaran gas
- Pemeriksaan AGDA: Imaturitas fungsi
paru
ph: 7,321
PCO2: 36,6 mmHg
PO2: 116 mmHg Asidosis
Respiratorik

20
Gangguan
Normal AGDA pertukaran gas
Ph: 7,35-7,45
PCO2: 35-45 mmHg
PO2:80-105 mmHg
- TTV: RR: 48 x/menit, HR:
159 x/menit, suhu 37,10C,
SPO2: 95%
- Adanya retraksi dada
- Adanya cuping hidung
- Terpasang CPAP dengan
FiO2:7
- IVFD Nacl 0,9% 20cc 1
jam lalu
- Dextro 10% 4cc/jam
3. Data Subjektif: - BBLR Defisit Nutrisi
Data Objektif:
- BB: 1600 gram Imaturitas fungsi
- Kulit tampak kering dan pencernaan
bersisik
- OGT terpasang Penurunan absorbsi

- Ivfd Nacl 0,9% 20cc 1 jam nutrisi

lalu
- Dextro 10%4cc/jam Defisit Nutrisi

- MP ASI 20CC/3 jam

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Imaturitas fungsi paru
ditandai dengan TTV: RR: 48x/menit, HR: 159x/menit, suhu 37,10C,
SPO2: 95%, Adanya retraksi dada, Adanya cuping hidung,
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Imaturitas fungsi paru
ditandai dengan Pemeriksaan AGDA: ph: 7,321; PCO2: 36,6mmHg,

21
P02:116 mmHg, Adanya retraksi dada, adanya cuping hidung, Terpasang
CPAP dengan FiO27 TTV: RR: 48 x/menit, HR: 159 x/menit, suhu
37,10C, SPO2: 95%.
3. Defisit nutrisi berhubungan Imaturitas fungsi pencernaan ditandai dengan
BB: 1600 gram, Kulit tampak kering dan bersisik, OGT terpasang.
3.4 Intervensi Keperawatan berdasarkan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil (SLKI)
1. Pola napas tidak Kriteria hasil Observasi
efektif - Dyspnea menurun - Monitor pola
- Penggunaan otot nafas( frekuensi,
nafas menurun kedalaman)
- Frekuensi nafas - Monitor bunyi nafas
membaik tambahan
- Kedalaman nafas - Monitor saturasi oksigen
membaik Terapeutik
- pertahankan kepatenan jalan
nafas
- posisikan pronasi/quarter
- berikan oksigen
Edukasi:
- anjurkan pemberian PASI
kolaborasi
- kolaborasi dalam pemberian
therapy
2. Gangguan Kriteria hasil: Observasi:
pertukaran gas - Dispnea menurun - Monitor frekuensi, irama,
- Bunyi nafas kedalaman nafas
tambahan menurun - Monitor pola nafas (mis:
- Pco2 membaik bradipnea, takipnea)

- PO2 membaik - Monitor saturasi oksigen

- Takikardi membaik - Monitor kecepatan aliran

22
oksigen
Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan
nafas
- Siapakan dan atur peralatan
pemberian oksigen
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi:
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
3. Defisit Nutrisi Kriteria hasil Observasi
- BB meningkat - Monitor asupan makanan
- PB meningkat - Monitor berat badan
- Identifikasi status nutrisi
Terapeutik
- Berikan makanan tinggi
protein dan kalori
Edukasi
- Jelaskan diet yang diberikan
pada keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian
obat

23
3.5 Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Tanggal Implementasi Evaluasi


Keperawatan

1. Pola nafas tidak - Memonitoring Nadi: 131 x/menit, Subjektif: -


efektif Suhu: 36o C dan RR: 50 x/menit Objektif:
- Memonitori respirasi dan status O2 (on - TTV: RR: 50 x/menit, HR: 131 x/menit, suhu 360C
CPAP, FiO2: 7) - SPO2: 98%
- Mengobservasi adanya tanda-tanda - Adanya retraksi dada
hipoventilasi: RR: 59 x/menit - Adanya cuping hidung
- Memposisikan pasien untuk Assesment:
memaksimalkan ventilasi: posisi head - Masalah belum teratasi
up (15o) Planning:
- Berkolaborasi dengan dokter dalam Intervensi dilanjutkan
pemberian terapi: - Monitori Nadi, Suhu dan RR
Aminophilin 2,5 mg/ 12 jam - Monitori respirasi dan status O2
On CPAP, FiO2: peep7 - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

24
2. Gangguan - Memonitoring tanda-tanda vital Subjektif: -
pertukaran gas HR: 131 x/menit Objektif:
RR: 59 x/menit - SPO2: 98 %
Temp: 36o C - On CPAP dengan FiO2: peep7
- Memonitoring respirasi dan status O2 - Adanya Retraksi dada
(SPO2: 98 %, on CPAP, FiO2: 7) Assesment:
- Memposisikan pasien untuk - Masalah belum teratasi
memaksimalkan ventilasi (Head Up) Planning:
15 derajat Intervensi dilanjutkan
- Mengauskultasi (mendengarkan) - Monitori tanda-tanda vital
suara paru, catat adanya suara - Monitori respirasi dan status O2
tambahan: - Catat adanya penggunaan otot tambahan
- Mencatat penggunaan otot tambahan
(adanya retraksi dada)
- Berkolaborasi dengan dokoter dalam
pemberian terapi
Aminophilin 10 mg lalu 4mg/ 12 jam

3. Defisit Nutrisi - Memonitoring jumlah nutrisi (20 Subjektif: -

25
cc/3jam) Objektif:
- Memonitoring adanya penurunan - Kulit kering dan tipis
berat badan (BB: 1600 gram) - BB: 1600 gram
- Memonitoring kulit kering (Kulit - PASI: sgm 20cc/3 jam
tampak kering dan bersisik) - Pemberian PASI per 3 jam sekali
- Berkolaborasi dengan dokter dalam Assesment:
pemberian nutrisi - Masalah belum teratasi
PASI: sgm 20cc/3jam Planning:
Intervensi dilanjutkan
- Monitori adanya penurunan berat badan
- Monitori kulit kering dan perubahan pigmentasi

26
Catatan Perkembangan:

Hari No DX Implementasi Evaluasi


/
Tanggal
4 januari 1 - Memonitoring respirasi dan status O2 (CPAP, Subjektif: -
Pola Nafas Tidak
2022 FiO2: 7 Objektif:
Efektif
- Mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi: , - TTV:
RR: 48 x/menit RR: 48 x/menit
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan HR: 159 x/menit
ventilasi: posisi head up (15o) Temp: 37,10 C
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian Spo2 :95%

terapi: - CPAP FiO2: 7

Aminophilin 10 mg lalu 4mg 12/jam,cefotaxime - retraksi dada berkurang,

95mg/12jam - Kulit tampak kering dan bersisik

On CPAP, FiO2: 7 - Susu Sgm : 20 cc/3 jam

2 - Memonitoring tanda-tanda vital (TTV - BB: 1600gram


Gangguan Assesment:
HR: 159 x/i
Pertukaran Gas
RR: 48x/i Masalah Belum Teratasi

27
Temp: 37,10 C Planning:
- Memonitoring respirasi dan status O2 (SPO2: Intervensi dilanjutkan
95%, On CPAP dengan FiO2: 7) - Monitor tanda-tanda vital
3 - Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian - Monitor respirasi dan status O2
Defisit Nutrisi
nutrisi (Susu sgm 20 cc/3 jam - Berkolaborasi dengan dokter dalam
- Memonitoring adanya penurunan berat badan pemberian obat & nutrisi
(BB: 1600 gram)

5 januari 1 - Memonitoring respirasi dan status: Subjektif:


Pola Nafas Tidak
2022 CPAPFiO2PEEP7 Objektif:
Efektif
- Mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi:, - TTV
RR: 45 x/menit - RR: 45 x/menit,
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan HR: 159 x/menit,
ventilasi: posisi head up (15o) suhu 37,10C,
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian SPO2: 95%.,

terapi: - CPAPFiO2PEEP7

Aminophilin 10 mg lalu 4mg/ 12 jam - retraksi dada berkurang


- Kulit tampak kering dan bersisik
2 - Memonitoring tanda-tanda vital (TTV - Susu Sgm : 20 cc/3 jam

28
Gangguan - BB: 1600 gram
Pertukaran Gas
HR: 159 x/menit Assesment:
RR: 45x/menit - Masalah Belum Teratasi
Temp: 37,10 C Planning:
- Memonitoring respirasi dan status O2 (SPO2: Intervensi dilanjutkan
95%) - Monitor tanda-tanda vital
3 - Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian - Monitor respirasi dan status O2
Defisit Nutrisi
nutrisi (Susu Sgm 20 cc/3 jam - Berkolaborasi dengan dokter dalam
- Memonitoring adanya penurunan berat badan pemberian nutrisi
(BB: 1600 gram)
6 1 - Memonitoring respirasi CPAPFiO2PEEP7 Subjektif:
Pola Nafas Tidak
januari - Mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi: Objektif:
Efektif
2022 RR: 54x/menit - TTV
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan - RR: 54 x/menit,
ventilasi: posisi head up (15o) - HR: 142 x/menit,
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian - Suhu 37,0C,
terapi: - SPO2: 99%.
Aminophilin 10 mg lalu 4mg/ 12 jam - Retraksi dada berkurang
Cefotaxime 95mg/12 jam - OGT terpasang

29
2 - Memonitoring tanda-tanda vital (TTV - Susu sgm 20cc/3jam
Gangguan
HR: 159 x/i - BB: 1600 gram
Pertukaran Gas
RR: 48x/i Assesment:
Temp: 37,10 C - Masalah Belum Teratasi
- Memonitoring respirasi dan status O2 (SPO2: Planning:
95%, On CPAP dengan FiO2: 7) Intervensi dilanjutkan
3 - Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
Defisit Nutrisi
nutrisi (Susu Sgm 26: 20 cc/3jam
- Memonitoring adanya penurunan berat badan
(BB: 1600gram)
7 Januari 1 - Memonitoring respirasi dan status: Subjektif:
Pola Nafas Tidak
2022 CPAPFiO2PEEP7 Objektif:
Efektif
- Mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi:, - TTV
RR: 45 x/menit - RR: 46 x/menit,
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan - HR: 142 x/menit,
ventilasi: posisi head up (15o) - suhu 36,0C,
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian - SPO2: 99%.

terapi: - tidak terdapat retraksi dada


- OGT terpasang.

30
Aminophilin 10 mg lalu 4mg/ 12 jam - Susu sgm khusus premature dan BBLR: 20
2 - Memonitoring tanda-tanda vital (TTV cc/3 jam
Gangguan
HR: 159 x/i - BB: 1600 gram
Pertukaran Gas
RR: 48x/i Assesment:
Temp: 37,10 C - Masalah Belum Teratasi
- Memonitoring respirasi dan status O2 (SPO2: Planning:
95%, On CPAP dengan FiO240peep7)
Intervensi dilanjutkan
3 - Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian - Monitor tanda-tanda vital
Defisit Nutrisi
nutrisi (Susu sgm 20cc/3 jam - Monitor respirasi dan status O2
- Memonitoring adanya penurunan berat badan - Berkolaborasi dengan dokter dalam
(BB: 1600 gram) pemberian nutrisi

8 1 - Memonitoring respirasi dan status: Subjektif:


Januari Pola Nafas Tidak CPAPFiO240PEEP7 Objektif:
2022 Efektif - Mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi:, - TTV
RR: 60x/menit - RR: 60 x/menit,
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan HR: 188 x/menit,

31
ventilasi: posisi head up (15o) suhu 38,30C,
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian SPO2: 87%.,
terapi: - CPAPFiO2PEEP7
Aminophilin 10 mg lalu 4mg/ 12 jam - Retraksi dada berkurang
2 - Memonitoring tanda-tanda vital (TTV - Kulit tampak kering dan bersisik
Gangguan HR: 188 x/i - Susu Sgm : 20 cc/3 jam
Pertukaran Gas RR: 60x/i - BB: 1600 gram
Temp: 38,30 C Assesment:
- Memonitoring respirasi dan status O2 (SPO2: - Masalah Belum Teratasi
87%, On CPAP dengan FiO240peep7) Planning:
3 - Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian Intervensi dihentikan
Defisit Nutrisi nutrisi (Susu sgm 20cc/3 jam - Setelah dilakukan tindakan dan di berikan
- Memonitoring adanya penurunan berat badan terapi obat inj epineprin
(BB: 1600 gram) - Pasien di nyatakan meninggal dunia pukul
12:05 wib

32
33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Neonates atau bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah
bayi dengan berat lahirnya kurang dari 2500 gram. BBLR terbagi menjadi 3 jenis
yaitu Low birth weight (LBW), bila berat badan kurang dari 2500 gram, Very low
birth weight (VLBW), bila berat badan kurang dari 1500 gram, Extremely low
birth weight (ELBW), bila berat badan kurang dari 1000 gram. BBLR dapat
mengakibatkan Respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan oleh
imaturitas fungsi paru. Hal yang perlu diperhatikan pada pasien yang mengalami
RDS adalah pernafasan/status respirasi dan status nutrisi.

4.2 Saran

Diharapkan kepada mahasiswa/mahasiswi keperawatan yang akan menjadi


perawat untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pada bayi
yang mengalami BBLR dan Respiratory Distress Syndrom secara komprehensif
dengan menerapkan ilmu-ilmu keperawatan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,A.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction.

Kurniawan,I (2003). Askep Hipertiroid. https://www.ssslideshare.net/mobile.


Diakses pada tanggal 10 Mei 2018.

Kusnanar,B. (2007). Askep Hipotiroidisme. http://googleweblight.com. Diakses


pada tanggal 10 mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai