Anda di halaman 1dari 6

Definisi stunting:

Stunting adalah suatu bentuk keterlambatan pertumbuhan (stunting) yang disebabkan oleh
penumpukan zat gizi yang tidak adekuat yang berlangsung sejak masa kehamilan sampai usia 24
bulan. Situasi ini diperburuk oleh pertumbuhan yang tidak cukup untuk mengejar ketinggalan.
Stunting adalah status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U, yang dalam penilaian
antropometri status gizi anak hasil pengukurannya berada pada ambang batas (Z-Score). ) < - 2
SD sampai -3 SD (stunting/stunting) dan <-3 SD (stunting/stunting sekali).
Stunting adalah keadaan kekurangan gizi kronis yang disebabkan tubuh tidak mendapatkan
nutrisi yang cukup dalam waktu lama akibat kekurangan makanan yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi saat janin dalam kandungan dan tidak
muncul hingga anak berusia dua tahun. Stunting adalah keadaan kekurangan gizi yang
berhubungan dengan kekurangan gizi di masa lalu, sehingga tergolong keadaan gizi kronis.
Stunting diukur dengan status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang balita, umur dan
jenis kelamin. Kebiasaan tidak mengukur tinggi dan panjang anak di masyarakat membuat
stunting sulit dikenali.
Malnutrisi merupakan dampak dari status gizi jangka pendek dan jangka panjang. Malnutrisi
merupakan penyebab utama stunting pada anak. Gizi buruk dan stunting merupakan dua masalah
yang berkaitan erat. Gizi buruk pada anak merupakan akibat kekurangan zat gizi pada seribu hari
pertama kehidupannya. Hal ini menyebabkan gangguan permanen pada perkembangan fisik
anak, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kinerja. Anak stunting memiliki rata-rata IQ
(IQ) yaitu 11 poin lebih rendah dari rata-rata IQ anak normal.
Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat gizi buruk jika tidak dilakukan penanganan dini
akan menetap hingga dewasa. pertumbuhan terjadi saat janin dalam kandungan dan tidak muncul
hingga anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada masa kanak-kanak meningkatkan angka
kematian bayi dan anak, membuat orang sakit rentan terhadap penyakit dan postur tubuh yang
buruk di masa dewasa. Bayi balita adalah akibat dari kekurangan gizi kronis, yang membuat
anak terlalu muda untuk usia mereka. Gizi buruk terjadi sejak anak dalam kandungan dan hari
pertama setelah lahir, namun stunting tidak muncul hingga anak berusia 2 tahun. Anak dengan
stunting dan stunting berat adalah anak yang memiliki panjang badan (PB/U) atau tinggi badan
(TB/U) tergantung pada umur dibandingkan dengan standar WHO.
Stunting disebabkan oleh masalah asupan gizi selama masa kehamilan dan masa bayi.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi sebelum hamil dan setelah melahirkan,
terbatasnya pelayanan kesehatan seperti antenatal care dan nifas, serta akses yang kurang
terhadap makanan bergizi, sanitasi dan air minum yang buruk juga menjadi penyebab stunting.
Selain stunting, stunting juga sering dikaitkan dengan penyebab perkembangan otak yang kurang
optimal. Ini dapat memengaruhi kemampuan mental dan pembelajaran yang kurang optimal,
serta kinerja akademik yang buruk. Selain itu, efek jangka panjang dari stunting dan kondisi
terkait malnutrisi lainnya sering disebut sebagai faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas, dan
kematian akibat infeksi.
Penyebab stunting
Situs Foster Care menyatakan bahwa stunting berkembang dalam jangka panjang sebagai akibat
dari kombinasi beberapa atau semua faktor berikut:
1. Malnutrisi kronis jangka Panjang
2. Retardasi pertumbuhan intrauterine
3. Tidak cukup protein relatif terhadap total kalori
4. Perubahan hormon dipicu oleh stress
Infeksi sering terjadi pada awal kehidupan seorang anak. Perkembangan stunting merupakan
proses yang lambat dan kumulatif dan tidak berarti pola makan saat ini tidak memadai.
Kegagalan pertumbuhan mungkin pernah terjadi di masa lalu.

Gejala stunting
1. Anak itu lebih muda dari usianya
2. Proporsi tubuh cenderung normal, tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
3. Ringan untuk usianya
4. Pertumbuhan tulang lambat
5. Pencegahan stunting gizi buruk
Dampak stunting seringkali disebabkan oleh kekurangan gizi selama 1.000 hari pertama
kehidupan seorang anak. Menghitung 1.000 hari di sini dimulai sejak janin sampai anak berusia
2 tahun.
Jika nutrisi tidak diisi kembali selama ini, akan ada efek jangka pendek dan jangka panjang.
Gejala stunting jangka pendek antara lain retardasi pertumbuhan, penurunan fungsi imun,
penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran. Sedangkan gejala jangka panjang
antara lain obesitas, gangguan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi dan
osteoporosis.

Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dilaksanakan sesegera mungkin. Pada usia 1000 hari
pertama kehidupan, ibu hamil harus memiliki gizi yang baik. Tak hanya memenuhi kebutuhan
nutrisi, nutrisi yang baik juga diperlukan untuk bayi dalam kandungan.
Selain itu, pada saat anak lahir, penelitian tentang pencegahan stunting dan malnutrisi
menunjukkan bahwa konsumsi protein sangat berpengaruh terhadap pertambahan tinggi dan
berat badan anak di atas 6 bulan. Terbukti bahwa anak yang mengonsumsi 15% total kalorinya
dari protein memiliki tubuh yang lebih besar daripada anak yang asupan proteinnya 7,5% dari
total kalori. Anak usia 6-12 bulan dianjurkan untuk mengonsumsi asupan protein harian sebesar
1,2 g/kg berat badan. Sedangkan anak usia 1-3 tahun membutuhkan asupan protein harian
sebesar 1,05 g/kg berat badan. Jadi, pastikan balita Anda mendapat cukup protein saat pertama
kali mencicipi makanan padat. 
Dampak stunting
1. Gangguan kognitif
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak stunting memiliki kemampuan kognitif yang
buruk.
Inilah mengapa stunting sering dikaitkan dengan rendahnya kecerdasan pada usia sekolah.
Ternyata, stunting tidak hanya memengaruhi penampilan anak, tetapi juga memengaruhi
kecerdasan anak.
2. kesulitan dalam belaja
Stunting juga berpengaruh pada tingkat konsentrasi anak. Hal ini karena stunting dapat
menyebabkan konsentrasi yang buruk sehingga anak sulit belajar.
Penelitian juga menunjukkan bahwa anak pendek memiliki tingkat perhatian dan konsentrasi
yang lebih rendah, yang dapat memengaruhi kinerja mereka di sekolah.
3. Rentan terhadap penyakit tidak menular
Salah satu dampak stunting terhadap kesehatan anak adalah membuat mereka lebih rentan
terhadap penyakit tidak menular saat tumbuh dewasa. Penyakit tidak menular tersebut antara
lain obesitas, penyakit jantung, dan hipertensi.
Sampai saat ini, kaitan stunting gizi buruk dengan penyakit tidak menular masih dipelajari
oleh para ahli.
4. Imunitas yang lebih rendah
Berkurangnya kekebalan telah dipelajari terkait dengan kekurangan gizi yang terjadi selama
stunting.
Nutrisi yang tidak memadai dapat mengganggu seluruh sistem kekebalan tubuh, membuat
anak-anak rentan terhadap penyakit infeksi berulang. Kondisi inipun akan ada dalam
lingkaran yang terus menerus. Artinya, penyakit infeksi yang berulang akan menyebabkan
status gizi buruk dan selanjutnya mempengaruhi daya tahan tubuh anak.
5. Performa rendah
Malnutrisi dan stunting juga mempengaruhi produktivitas dan prestasi kerja seiring dengan
pertumbuhan anak.
Orang dewasa pendek ditemukan kurang produktif dan produktif di tempat kerja,
menghasilkan pendapatan ekonomi yang lebih rendah. Ini dibandingkan dengan sekelompok
orang dewasa yang tidak terhambat saat masih anak-anak. 

Program Stunting Antarsector


Program prioritas Presiden Joko Widodo pada masa jabatan keduanya adalah pembangunan
sumber daya manusia. Salah satu komitmen pemerintah untuk mewujudkan generasi emas yang
sehat dan kuat adalah dengan menekan angka anak stunting di Indonesia.
Prioritas pemerintah dalam penanganan stunting tetap terfokus pada pelayanan kesehatan dan
gizi pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Strategi nasional untuk mendorong pencegahan
dan pengendalian stunting pada periode 2018-2024 meliputi 5 pilar, yaitu:
1. Komitmen dan visi manajemen
2. Media kampanye nasional dan perubahan perilaku
3. Konvergensi program pusat, daerah dan desa
4. Ketahanan pangan dan gizi
5. Pemantauan dan evaluasi
Strategi nasional (stranas) disusun untuk melibatkan semua pihak masyarakat di antaranya
kementerian/lembaga, akademisi dan organisasi profesi, organisasi masyarakat madani, serta
dunia usaha. Strategi nasional dalam 5 pilar program penanganan stunting di Indonesia meliputi:
1. Memperkuat komitmen dan visi pimpinan di Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa.
Pilar ini bertujuan untuk memastikan pencegahan stunting menjadi prioritas utama bagi
pemerintah pusat, daerah, dan desa. Pilar ini merupakan kelanjutan dari visi Presiden
dan Wakil Presiden untuk mempercepat pencegahan stunting dengan memimpin,
mengkoordinasikan, dan memperkuat strategi, kebijakan, dan tujuan pencegahan
stunting gizi pendek.

Pelaksanaan pencegahan stunting pada Pilar 1 dilakukan oleh pemerintah pusat,


pemerintah daerah, perangkat desa, kelompok masyarakat dan rumah tangga. Kegiatan
Pilar 1 dikoordinir oleh Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia atau Sekretariat
Kelompok Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Nasional (TNP2K). Strategi
pencapaian Pilar 1 meliputi kepemimpinan presiden, kepemimpinan pemerintah daerah,
kepemimpinan pemerintah desa dan swasta, masyarakat sipil, dan pelibatan masyarakat.

2. Komunikasi untuk mengubah perilaku dan memberdayakan masyarakat


Pilar 2 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengubah perilaku
masyarakat dalam pencegahan stunting. Pilar ini dikoordinir oleh Kementerian
Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pilar 2 meliputi:

(1) advokasi kebijakan berkelanjutan dengan para pengambil keputusan di berbagai


tingkat pemerintahan,
(2) kampanye nasional dan kepekaan pengelola program melalui berbagai bentuk
komunikasi dan kegiatan aksi masyarakat, dan
(3) komunikasi interpersonal untuk mendorong perubahan perilaku di tingkat rumah
tangga untuk mendukung ibu hamil. perempuan dan mengasuh anak dari usia 0
sampai 23 bulan.

Sementara itu, strategi distribusi Pilar 2 meliputi:

(1) kampanye perubahan perilaku yang konsisten dan berkelanjutan untuk publik,
(2) komunikasi interpersonal kontekstual yang ditargetkan,
(3) advokasi berkelanjutan dengan pembuat keputusan, dan
(4) peningkatan kapasitas bagi pengelola program.
3. Meningkatkan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif lintas kementerian/sektor,
pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan desa. Pilar 3 bertujuan memperkuat
konvergensi melalui koordinasi dan penguatan program dan kegiatan pusat, daerah dan
desa. Konvergensi adalah pendekatan untuk memberikan intervensi yang terkoordinasi,
terintegrasi dan terkait untuk mencegah stunting sehubungan dengan target prioritas.
Pilar 3 dikoordinasikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri,
serta melibatkan kementerian terkait, pemerintah daerah dan perangkat desa.

Strategi untuk mencapai Pilar 3 meliputi: Meningkatkan konvergensi perencanaan dan


penganggaran program dan kegiatan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas
intervensi gizi prioritas melalui peningkatan kapasitas pemerintah kabupaten/kota.
Tingkatkan manajemen layanan program untuk memastikan tujuan prioritas untuk
penerimaan dan penggunaan layanan intervensi yang diberikan. Pemisahan wewenang
dan tanggung jawab pemerintah pada semua tingkatan untuk melaksanakan konvergensi.

4. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan
masyarakat
Pilar 4 bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap pangan bergizi dan mendorong
ketahanan pangan. Pilar ini meliputi penguatan penyediaan pangan dan gizi masyarakat,
pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, pemberian bantuan dan suplemen
pangan, inovasi investasi dan pengembangan produk, serta ketahanan pangan. Pilar 4
dikoordinasikan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan dengan
partisipasi kementerian teknis terkait seperti otoritas daerah dan masyarakat.

Strategi implementasi Pilar 4 meliputi:


(1) penyediaan makanan bergizi,
(2) perluasan program bansos dan bantuan gizi pangan bagi keluarga kurang mampu,
(3) pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga miskin, dan
(4) penguatan regulasi label dan iklan pangan.

5. Penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi


Pilar 5 bertujuan untuk meningkatkan pemantauan dan evaluasi sebagai dasar untuk
memastikan penyampaian layanan yang berkualitas, meningkatkan akuntabilitas dan
mempromosikan pembelajaran. Sistem pemantauan dapat membantu pemerintah
membangun basis pengetahuan yang kokoh dan mendorong perubahan dalam cara
penerapan program, meningkatkan kinerja, akuntabilitas, transparansi, pengetahuan, dan
efisiensi pengetahuan, serta mempercepat proses pembelajaran.

Sistem M&E akan berfokus pada dampak dan hasil program, hasil utama dan faktor
pendukung untuk mendorong pencegahan stunting. Selama ini, pemantauan akan
menggunakan sistem pelaporan dan pendataan yang ditetapkan oleh BPS,
kementerian/lembaga, sistem penganggaran nasional dan daerah, serta sistem
pemantauan dan perencanaan elektronik. 
Strategi pencapaian dalam pilar 5 meliputi:
1. Peningkatan sistem pendataan yang dapat memantau secara akurat dan berkala
pada data prevalensi stunting di tingkat nasional maupun kabupaten/kota dalam
memudahkan program-program pencegahan stunting.
2. Penggunaan data dalam perencanaan dan penganggaran berbasis hasil yang
mudah diakses dan dipahami.
3. Percepatan siklus pembelajaran dan berbagai inovasi secara praktik baik lokal
maupun global dalam pencegahan stunting.

Strategi ini diterapkan di semua tingkat pemerintahan dengan melibatkan berbagai


organisasi pemerintah dan non-pemerintah terkait, seperti sektor swasta, masyarakat sipil,
dan orientasi berbasis masyarakat kepada kelompok prioritas 1.000 rumah tangga HPK
dan masyarakat pada prioritas lokasi. Intervensi untuk menurunkan stunting dilaksanakan
secara terpadu, penerapan standar pelayanan minimal di kabupaten/kota

Pada hari Rabu, 30 Oktober 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta. Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menandatangani
perjanjian kerjasama (PKS) dengan Kementerian Pertanian dan tujuh kementerian dan
organisasi lainnya di hadapan Menteri Pertanian. Penandatanganan ini dilakukan sebagai
bentuk komitmen pemerintah untuk menurunkan angka stunting atau gizi buruk di
Indonesia.
Selain Kementerian Kesehatan, kementerian dan lembaga lain yang terlibat dalam
penandatanganan Perjanjian Kerjasama tersebut adalah Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Migrasi dan Perumahan Rakyat serta Badan Pertahanan. 

Sumber: Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (kemkes.go.id)

Mengenal Stunting dan Gizi Buruk. Penyebab, Gejala, Dan Mencegah (kemkes.go.id)

Kerjasama Lintas Sektor Ditjen Kesmas Tangani Stunting (kemkes.go.id)

Mengenal 5 Pilar Dalam Penanganan Stunting di Indonesia | Solo Abadi

Anda mungkin juga menyukai