Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Ridho Azhari

NIM : 2150302208

DEMENSIA TIPE LAIN

Definisi
Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding sebelumnya yang
cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional yang tercermin dalam
aktivitas hidup keseharian, biasanya ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak disebabkan
oleh delirium maupun gangguan psikiatri mayor. Diagnosis klinis demensia ditegakkan
berdasarkan riwayat neurobehavior, pemeriksaan fisik neurologis dan pola gangguan
kognitif.
Klasifikasi Demensia Terdapat lima subtipe demensia secara umum, yaitu penyebab
alzheimer, demensia vaskular, demensia lewy body dan demensia penyakit parkinson,
demensia frontotemporal, dan tipe campuran.

1. Lewy body dementia (LBD)


Pengertian
Lewy body dementia (LBD) adalah salah satu bentuk demensia progresif akibat
deposit protein abnormal yang disebut alpha-synuclein dalam sel saraf otak. Deposit protein
tersebut memengaruhi aktivitas kimiawi dan fungsi neuron dalam otak, sehingga
menyebabkan sejumlah masalah. Masalah tersebut termasuk gangguan dalam mengingat,
berpikir, bergerak, berperilaku, dan perubahan suasana hati (mood) pada seseorang. LBD
hampir mirip dengan penyakit Alzheimer dan Parkinson. Penyakit ini memengaruhi 10-15
persen dari keseluruhan pengidap demensia.
Etiologi
Lewy body dementia disebabkan oleh gumpalan protein alpha-synuclein yang abnormal di
dalam sel saraf otak. Belum diketahui penyebab pasti perkembangan deposit abnormal
protein tersebut. Selain itu, tidak ada bukti yang mendukung bahwa LBD merupakan
penyakit yang diwarisi secara genetik.
Faktor Risiko
Berikut ini beberapa faktor risiko LBD yang perlu diketahui:

 Usia. Seseorang di atas usia 50 tahun memiliki risiko lebih besar.


 Jenis kelamin. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria ketimbang wanita.
 Sejarah keluarga. Seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan LBD atau
penyakit Parkinson memiliki risiko lebih tinggi.
Gejala Lewy Body Dementia
Intensitas gejala yang muncul tergantung pada tingkat keparahan kondisi pengidap. Berikut
ini beberapa gejala umum yang dialami:

1. Gejala Kognitif
- Demensia. Kondisi ini ditandai dengan kehilangan kemampuan berpikir yang
parah, gangguan pada perhatian, kesulitan dalam membuat perencanaan,
multitasking, pemecahan masalah, dan penalaran.
- Fluktuasi kognitif. Kondisi ini ditandai dengan perubahan konsentrasi, atensi,
dan kewaspadaan yang semakin parah seiring berjalannya waktu. Gejala
terkadang terjadi sepanjang hari.
- Halusinasi. Kondisi ini ditandai dengan halusinasi visual atau melihat hal-hal
yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi non-visual seperti mendengar atau
mencium aroma sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
2. Gangguan Gerakan
Beberapa pengidap mengalami gangguan gerakan pada tahap awal.  Beberapa
pengidap mengembangkan gejala ini seiring berjalannya waktu. Intensitas muncul
sangat ringan dan sering diabaikan seperti perubahan tulisan tangan.
3. Gangguan Tidur 
- REM Sleep Behavior Disorder (RBD). Kondisi ini terjadi saat tidur dan ditandai
berbicara dan gerakan kasar sampai terjatuh dari tempat tidur. RBD menjadi
gejala awal dan menahun sebelum gejala lainnya muncul.
- Excessive Daytime Sleepiness. Kondisi ini ditandai dengan tidur selama 2 jam
atau lebih di siang hari, meskipun sudah memiliki waktu tidur yang cukup di
malam hari.
- Insomnia. Kondisi ini ditandai kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat
tidur di malam hari.
- Restless Leg Syndrome atau sindrom kaki gelisah. Kondisi ini ditandai dengan
sensasi yang tidak menyenangkan atau tidak biasa pada kaki saat beristirahat.
4. Perubahan Perilaku dan Mood
- Depresi, yaitu perasaan sedih, tidak berharga, atau ketidakmampuan untuk
menikmati aktivitas secara terus-menerus dan sering kali disertai dengan kesulitan
untuk tidur dan makan.
- Apatis, yaitu kurangnya minat dalam kegiatan sehari-hari yang normal dan kurang
berinteraksi sosial.
- Cemas, yaitu kekhawatiran atau ketakutan yang mendalam terhadap suatu situasi
atau masa depan, yang ditandai dengan pertanyaan berulang.
- Agitasi, yaitu keresahan yang dapat dilihat dari mondar-mandir, meremas-remas
tangan, mengulang-ulang kata, dan mudah marah.
- Delusi, yaitu memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap sesuatu yang tidak
sesuai dengan kenyataan atau bukti.
- Paranoid, yaitu memiliki kecurigaan yang ekstrim dan tidak rasional seperti
kecurigaan seseorang mengambil atau menyembunyikan sesuatu.
5. Gejala Lainnya
Pengidap LBD juga dapat mengalami perubahan signifikan pada bagian sistem
saraf yang mengatur fungsi otomatis tubuh seperti jantung, kelenjar, dan otot. Hal
tersebut memicu gejala berupa:
- Perubahan suhu tubuh.
- Gangguan tekanan darah.
- Pusing.
- Pingsan.
- Sering terjatuh.
- Sensitif terhadap panas dan dingin.
- Disfungsiseksual.
Inkontinensia urin.
- Konstipasi.
- Penurunan kemampuan indra pencium.

Diagnosis Lewy Body Dementia


Diagnosis LBD tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu pemeriksaan
tunggal. Pasalnya, kondisi ini sangat sulit untuk didiagnosis karena memiliki gejala-gejala
yang sangat mirip dengan penyakit Parkinson dan Alzheimer. Diagnosis LBD dapat
dilakukan dengan:
- Menanyakan riwayat medis, menanyakan gejala-gejala yang terjadi secara
terperinci.
- Melakukan pemeriksaan fisik seperti tekanan darah dan tanda-tanda vital lainnya
- Pemeriksaan neurologis seperti penilaian keseimbangan, respon sensorik, refleks,
dan fungsi kognitif.
- Pemeriksaan laboratorium, seperti tes darah dan cairan. Hal tersebut dilakukan
dengan pemeriksaan kadar berbagai bahan kimia, hormon, dan vitamin dalam
tubuh.
- Pemeriksaan pencitraan otak, seperti CT Scan, MRI, dan PET Scan untuk
mengidentifikasi stroke, tumor, dan penyakit lainnya pada otak yang
menyebabkan demensia organik. Pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi
perubahan struktur dan fungsi otak.
- Tes fungsi kognitif dan neuropsikologis untuk mengevaluasi memori, pemecahan
masalah, kemampuan berbahasa, kemampuan matematik, dan kemampuan lain
yang terkait dengan fungsi mental.

Pengobatan Lewy Body Dementia


Sampai dengan saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit LBD. 
langkah pengobatan dan perawatan hanya dilakukan untuk membantu mengurangi gejala
yang dialami, sehingga kualitas hidup pengidap dapat meningkat. Berikut ini beberapa
langkah yang dilakukan:
- Acetylcholinesterase Inhibitors, seperti donepezil, rivastigmine, dan galantamine
untuk mengatasi gejala halusinasi, kebingungan dan kantuk.
- Levodopa, yang digunakan untuk meringankan gangguan gerakan.
Penggunaannya perlu hari-hari, karena dapat memperburuk gejala lain.
- Antidepresan, yang diberikan pada pengidap dengan gejala depresi.
- Clonazepam, yang diberikan untuk membantu pengidap dengan gangguan tidur
REM sleep behaviour disorder (RBD).
Selain pemberian obat-obatan, pengidap LBD perlu melakukan beberapa terapi lainnya,
seperti program rehabilitasi medik untuk membantu meningkatkan kualitas hidup sehari-hari.
Jenis terapi yang dapat dilakukan antara lain:
- Terapi okupasi. Terapi dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dalam
kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan berpakaian dan membantu mencari solusi.
- Terapi  wicara dan bahasa. Terapi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi atau masalah menelan pada pengidap.
- Fisioterapi. Terapi dilakukan untuk membantu pengidap yang mengalami
kesulitan bergerak atau melakukan gerakan tertentu.
- Terapi psikologis. Terapi dilakukan untuk meningkatkan daya ingat,
keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan berbahasa.
- Teknik relaksasi. Teknik relaksasi dilakukan dengan pemijatan, terapi musik,
atau menari untuk mengurangi gejala kecemasan.
- Konseling kesehatan mental. Langkah ini dapat membantu pengidap dan
keluarganya untuk belajar bagaimana menangani emosi dan perilaku menyimpang
yang ditunjukan pengidap.

Komplikasi Lewy Body Dementia


Sejumlah gejala yang dibiarkan begitu saja memicu munculnya komplikasi berupa:
- Demensia berat.
- Perilaku agresif.
- Depresi.
- Peningkatan risiko jatuh dan cedera.
- Memburuknya tanda dan gejala parkinson, seperti tremor.
- Kematian.

2. Frontotemporal Dementia
Definisi
Frontotemporal dementia (demensia frontotemporal atau FTD) adalah jenis demensia
yang memengaruhi lobus frontal dan temporal otak, yakni otak bagian depan dan samping
sehingga menimbulkan gangguan pada kepribadian, perilaku, dan kemampuan berbahasa.
Orang yang mengalami penyakit ini, bagian dari otak yang terkena akan mengalami
penyusutan. Gejala yang ditimbulkan hampir serupa dengan masalah kejiwaan, sehingga
sering kali salah diagnosis. Selain area otak yang terkena, yang membedakan demensia ini
dengan jenis lainnya adalah rentan menyerang orang yang berusia lebih muda, yakni sekitar
40 hingga 65 tahun. Sementara demensia jenis lain biasanya menyerang orang yang berusia
65 tahun ke atas.

Klasifikasi
Beberapa jenis frontotemporal dementia (demensia frontotemporal), yakni:
a. FTD varian depan. Tipe FTD yang lebih memengaruhi perilaku dan kepribadian.
b. Afasia progresif primer. Afasia artinya kesulitan berkomunikasi dan tipe FTD ini
terbagi lagi menjadi dua, yakni Afasia nonfluen progresif, yang memengaruhi
kemampuan berbicara. Satu tipenya lagi adalah demensia semantik, yang
memengaruhi kemampuan menggunakan dan memahami bahasa.
c. Tipe FTD lainnya. Tipe ini sangat langka dan memengaruhi gerakan tubuh, sehingga
menimbulkan gejala yang mirip dengan penyakit Parkinson dan penyakit
(Amyotrophic lateral sclerosis/ALS) atau dikenal dengan penyakit Lou Gehrig.

Frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) adalah jenis demensia yang cukup


jarang menyerang lansia, ketimbang jenis lain, seperti penyakit Alzheimer, demensia lewy
body, dan demensia vaskular.
Selain rentan menyerang orang yang berusia lebih muda, jenis demensia ini juga lebih sering
ditemui pada wanita dibanding pria.

Tanda & gejala frontotemporal dementia


Tanda dan gejala frontotemporal dementia dapat berbeda dari satu individu ke
individu lainnya. Gejala semakin memburuk dari waktu ke waktu, biasanya selama bertahun-
tahun. Berikut ini adalah tanda dan gejala demensia frontotemporal yang umumnya terjadi:
- Perubahan perilaku, gejala demensia jenis ini yang paling umum melibatkan
perubahan ekstrem dalam perilaku dan kepribadian, yang meliputi:. Kehilangan
empati dan keterampilan interpersonal lainnya, seperti kepekaan terhadap
perasaan orang lain. Kurangnya penilaian dan kehilangan minat pada sesuatu yang
sebelumnya disukai. Perilaku kompulsif yang berulang-ulang, seperti menepuk
atau menampar bibir. Tidak peduli dengan kebersihan diri.
- Perubahan kebiasaan makan, makan berlebihan atau menjadi suka makanan manis
atau tinggi karbohidrat. Suka memasukkan benda-benda yang bukan makanan ke
mulut.
- Kemampuan berbahasa dan berbicara bermasalah. Kesulitan dalam menggunakan
dan memahami bahasa tulisan maupun lisan. Sebagai contoh, kesulitan
menemukan kata yang tepat untuk digunakan dalam ucapan atau penamaan objek..
Berbicara terbata-bata atau membuat kesalahan ketika mengucapkan suatu
kalimat, sehingga menjadi acak.
- Sistem gerak bermasalah, Mengalami masalah pada sistem gerak, di antaranya
koordinasi tubuh memburuk, kesulitan menelan, tremor, otot kaku dan kejang.

Penyebab frontotemporal dementia


Penyebab utama frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) tidak diketahui
pasti. Namun, hasil pencitraan menunjukkan pasien yang mengidap penyakit ini akan
mengalami penyusutan ukuran lobus frontal dan temporal otak. Selain itu, ditemukan juga
penumpukan zat tertentu di otak. Akan tetapi, mekanisme perubahan ukuran otak akibat
penumpukan zat tidak diketahui secara pasti. Peneliti juga menemukan adanya kaitan antara
jenis demensia ini dengan riwayat kesehatan keluarga dengan penyakit serupa, penyakit
akibat kelainan genetik, dan penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS).
Faktor risiko frontotemporal dementia
Faktor risiko dari frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) adalah genetik,
yakni berisiko tinggi terjadi ketika ada anggota keluarga yang memiliki penyakit ini. Tidak
faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini.

Diagnosis & pengobatan frontotemporal dementia.


Tidak ada tes khusus untuk mendiagnosis demensia jenis ini. Dokter akan mengamati
tanda dan gejala penyakit yang dirasakan mencoba menyingkirkan kemungkinan penyebab
lainnya. Gangguan ini sangat sulit untuk didiagnosis sejak dini karena gejalanya sering
tumpang tindih dengan gejala kondisi lain. Beberapa tes kesehatan yang biasanya dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis adalah:
- Tes darah, bertujuan untuk membantu menyingkirkan kondisi lain, seperti
penyakit hati atau ginjal, sehingga dokter akan meminta Anda menjalani tes
kesehatan ini.
- Pengamatan gejala yang berkaitan dengan gangguan tidur. beberapa gejala apnea
tidur obstruktif menimbulkan gejala masalah ingatan dan berpikir serta perubahan
perilaku, yang bisa mirip dengan demensia jenis ini.
- Pengujian neuropsikologi, terkadang secara ekstensif menguji kemampuan
penalaran dan ingatan Anda. Jenis pengujian ini sangat membantu dalam
menentukan jenis demensia pada tahap awal.
- Pemindaian otak, dengan melihat gambar otak, mungkin dapat menemukan
kelainan yang terlihat, seperti gumpalan, perdarahan atau tumor, yang mungkin
menyebabkan tanda dan gejala.
- Beberapa jenis pencitraan otak yang biasanya direkomendasikan adalah MRI dan
pemindaian pelacak emisi positron fluorodeoxyglucose (FDG-PET).

Pengobatan frontotemporal dementia (demensia frontotemporal)


Hingga kini tidak ada obat maupun pengobatan khusus yang bisa menyembuhkan
demensia jenis ini. Obat yang diberikan untuk pasien penyakit Alzheimer diketahui tidak
efektif dalam mengobati frontotemporal dementia (demensia frontotemporal). Bahkan pada
beberapa kasus, malah memperburuk gejalanya. Pengobatan demensia jenis ini yang biasanya
dijalani pasien, antara lain:
- obat antidepresan seperti seperti trazodone, dapat mengurangi masalah perilaku.
Obat selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs),
seperti citalopram (Celexa), paroxetine (Paxil) atau sertraline (Zoloft) juga
diketahui efektif dapat menekan gejala.
- obat antipsikotik, seperti olanzapine (Zyprexa) atau quetiapine (Seroquel),
terkadang digunakan untuk meredakan masalah perilaku pasien. Namun,
penggunaan obat ini harus sangat diawasi karena bisa menimbulkan efek samping
yang mengancam jiwa.
- Mengikuti terapi wicara untuk membantu pasien berkomunikasi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai