PELATIHAN SKRINING
PENYALAHGUNAAN NAPZA DENGAN
MENGGUNAKAN ASSIST
I. Deskripsi Singkat
Masalah penyalahgunaan Napza merupakan masalah kompleks yang
terdiri dari masalah bio-psiko-sosio-kultural maka perlu dilakukan intervensi yang
tidak hanya dari satu aspek saja, tapi perlu melibatkan berbagai aspek lainnya.
Penanggulangan masalah penyalahgunaan Napza harus dimulai dari promotif –
preventif hingga kuratif dan rehabilitasi. Kementerian Kesehatan telah
menetapkan beberapa fasilitasi layanan kesehatan sebagai Institusi Penerima
Wajib Lapor (IPWL) untuk menerima pasien dengan gangguan penyalahgunaan
Napza. Penyalahguna Napza seringkali datang ke suatu layanan tidak terkait
dengan penggunaan Napzanya, mereka datang karena penyakit yang
diakibatkan oleh Napza tersebut, seperti pasien yang masuk IGD karena
kecelakaan akibat konsumsi alkohol. Salah satu upaya pencegahan masalah
penyalahgunaan Napza adalah melalui skrining atau deteksi dini dengan
menggunakan Instrumen tertentu. Salah satu instrumen untuk skrining adalah
ASSIST (alcohol, smoking and substances involvement screening test)
V. Langkah Pembelajaran
Pokok bahasan masing-masing akan diuraikan secara runtut oleh fasilitator
kepada peserta pelatihan. Di lain pihak peserta latih mendengar, mencatat dan
mengikuti arahan dan petunjuk fasilitator. Proses pembelajaran ini akan
dikemukakan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Bina situasi kelas
• Mengucapkan salam
• Memperkenalkan diri
2) Mempersilakan peserta latih mengenalkan diri
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya dengan materi
yang akan disajikan
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam
2) Peserta memperkenalkan diri
3) Menjawab pertanyaan darI fasilitator
4) Mempersiapkan diri dan alat tulis untuk perlengkapan belajar
5) Mendengar dan mencatat hal-hal yang perlu dicatat
2. Langkah Kedua
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan ceramah tentang
Gambaran singkat penyalahgunaan Napza di Indonesia
3. Langkah Ketiga
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah tentang
pokok bahasan kedua, Regulasi pencegahan penyalahgunaan
Napza di Indonesia
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas
3) Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta
4. Langkah Keempat
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator menyimpulkan tentang pengetahuan gangguan
penggunaan Napza
2) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menanyangkan tujuan khusus
pembelajaran serta merta bertanya pada peserta latih tentang
jawaban tujuan khusus
3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
b. Kegiatan Peserta Latih
Letak geografis Indonesia yang strategis selain memberikan kontribusi yang positif
juga memberikan dampak lainnya. Akibat dari letak posisi geografis Indonesia
sehingga memudahkan masuknya peredaran gelap Napza ke Indonesia. Kontrol
atas masuknya berbagai jenis Napza ke Indonesia menjadi lebih sulit. Pengaruh
sosial budaya juga sulit dibendung mengingat tamu asing dapat masuk dari
berbagai negara.
Dampak buruk lain dari masalah penyalahgunaan Napza adalah tingginya angka
kematian. Berdasarkan survey BNN diperkirakan pada tahun 2014 mencapai 33
orang korban meninggal perhari karena penyalahgunaan narkoba/napza. Angka
ini belum menggambarkan keadaan sesungguhnya, sebab penyebab kematian
sebenarnya seringkali tidak diungkap, banyak kasus Napza dilaporkan meninggal
Dari sisi global, berdasarkan World Drug Report tahun 2016, diperkirakan Estimasi
jumlah pengguna zat psikoaktif didunia pada tahun 2014 adalah 247 juta.
Data survei BNN dan PPKUI pada kelompok rumah tangga di 20 provinsi tahun
2015, didapatkan prevalensi orang yang pernah pakai narkoba setahun terakhir
(current user) di tahun 2015 menyentuh angka 0,6%. Hal ini menunjukkan dari
seribu orang, ada enam orang yang pakai narkoba dalam setahun terakhir di
tingkat rumah tangga umum. Mereka yang pakai narkoba setahun terakhir
kebanyakan berada di kelompok umur 20-29 tahun, terutama di kota. Jenis
narkoba yang pernah dipakai (ever used) paling banyak adalah ganja (57%),
diikuti oleh shabu (23%) dan ekstasi (15%). Di rumah tangga khusus, saat ini
Napza adalah akronim Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Zat adiktif
lainnya ini juga mencakup zat-zat yang tidak terlampir dalam Undang-Undang No.
35 tahun 2009 tentang Narkotika, seperti alkohol, kecubung dan zat lainnya.
Upaya penanggulangan masalah Napza ditujukan sesuai tahap kontinum
pemakaian zat itu sendiri. Dimulai dari konsep promotif - preventif–kuratif -
rehabilitatif. Dalam upaya promotif perlu mengedepankan sosialisasi pencegahan
penyalahgunaan Napza melalui penyuluhan, Media Elektronik, sosialdan Media
KIE lainnya. Konsep preventif adalah mencegah seseorang yang sebelumnya
tidak memakai zat adiktif untuk tidak mencoba/memakai teratur dan mencegah
Pokok Bahasan 2
Regulasi pencegahan penyalahgunaan Napza di Indonesia
§ Populasi berisiko tinggi adalah mereka yang memiliki gaya hidup tidak sehat,
tingkat stres yang tinggi, berada dalam ruang lingkup pengedar, tidak
memperoleh tata nilai positif dalam keluarga, tidak ada tokoh panutan dalam
keluarga, anak jalanan, pekerja seks, dan lainnya. Untuk populasi ini, tentu
program preventif tidak cukup hanya dengan pemberian penyuluhan. Disini
berlaku kerjasama multidisiplin. Program yang tepat sasaran diantaranya
adalah bimbingan dan program orangtua asuh bagi anak jalanan, pelatihan
menjadi orangtua efektif, gerakan hidup sehat, pelatihan pengelolaan stres,
melakukan skrining atau deteksi dini dan sebagainya.
§ Diantara populasi pengguna dan pecandu ini sebagian masuk pada ranah
hukum, baik karena sudah lama menjadi target operasi terkait peran ganda
mereka sebagai kurir / pengedar, ataupun tertangkap tangan pada berbagai
operasi yang ada. Populasi inilah yang menjadi subyek utama Peraturan
Bersama.
Selain regulasi tersebut juga ada beberapa kebijakan lainnya yang mengatur
terkait layanan rehabilitasi medis seperti Keputusan Menteri Kesehatan yang
mengatur penetapan fasilitasi pelayanan kesehatan sebagai Institusi Penerima
Wajib Lapor (IPWL) yang setiap tahun selalu diperbaharui. Berbagai Indikator
juga merujuk kepada layanan rehabilitasi bagi pasien dengan penyalahgunaan
Napza, beberapa indikator tersebut antara lain RPJMN yang menargetkan IPWL
yang aktif menerima pasien wajib lapor dan rehabilitasi medis serta melakukan
penyuluhan serta sosialisasi dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Napza
serta bahaya dan dampak akibat penyalahgunaan tersebut. Sustainable
Development Goals (SDG’s) dalam target 3.5 juga menyebutkan penguatan
layanan pencegahan dan terapi gangguan penggunaan Napza.
Mengingat berbagai hal diatas maka jumlah IPWL yang hingga tahun 2017
berjumlah 549 layanan kesehatan tentu belum mencakup semua kasus
penyalahgunaan yang ada di Indonesia, seringkali kasus penyalahgunaan Napza
tidak mendapatkan akses ke layanan kesehatan karena beberap faktor, yaitu
stigma yang masih tinggi di masyarakat dan petugas kesehatan, pasien
menganggap tidak ada masalah terkait kesehatannya akibat penyalahgunaan
Napza, pengetahuan tenaga kesehatan yang kurang terkait masalah
penyalahgunaan Napza, aksesibilitas yang terbatas hingga kebijakan lokal
setempat.
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 13
MATERI INITI 1
I. DESKRIPSI SINGKAT
Napza sering disebut juga dengan zat psikoaktif yang yang bekerja
pada susunan saraf pusat secara selektif sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada pikiran, perasaan, perilaku, persepsi maupun kesadaran.
Penggunaan Napza dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
ketergantungan yang ditandai antara lain dengan penggunaan dalam dosis
yang semakin besar, kesulitan mengontrol keinginan untuk menggnakan
Napza, munculnya gejala putus zat jika penggunaan Napza dihentikan dan
tetap menggunakan Napza meskipun tahu dampak buruknya.
V. LANGKAH PEMBELAJARAN
Pokok bahasan masing-masing akan diuraikan secara runtut oleh fasilitator
kepada peserta pelatihan. Di lain pihak peserta latih mendengar, mencatat
dan mengikuti arahan dan petunjuk fasilitator. Proses pembelajaran ini akan
dikemukakan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Bina situasi kelas
a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
2) Mempersilakan peserta latih mengenalkan diri
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya dengan
materi yang akan disajikan
2. Langkah Kedua
3. Langkah Ketiga
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah tentang
pokok bahasan kedua , tentang jenis-jenis Napa dan masalah klinis
akibat penggunaan Napza
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas
3) Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih memperhatikan dan menelaah ceramah yang
disampaikan oleh fasilitator
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator
3) Peserta mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang
dianggap penting
4. Langkah Keempat
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator meminta membentuk 5 kelompok yaitu: kelompok opioid
2) Fasilitator membagikan amplop yang berisi beberapa potong kertas
kepada masing-masing kelompok
5. Langkah Kelima
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator menyimpulkan tentang pengetahuan gangguan
penggunaan Napza
2) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menanyangkan tujuan khusus
pembelajaran serta merta bertanya pada peserta latih tentang
jawaban tujuan khusus
3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu
Klasifikasi Napza
1. Psikotropika Golongan I
2. Psikotropika Golongan II
3. Psikotropika Golongan III
4. Psikotropika Golongan IV
Pengolongan lain menurut buku Pedoman Penentuan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) III atau International Classsification Disease (ICD)
10, zat psikoaktif dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1. Stimulan
Stimulan meningkatkan aktivitas SSP pada otak. Zat ini meningkatkan
debar jantung dan pernafasan, serta meningkatkan sensasi eforia yang
bergairah. Contoh zat yang masuk golongan stimulan antara lain:
amfetamin, kokain, metamfetamin, nikotin, kafein.
2. Depresan
Golongan depresan memiliki efek menekan SSP. Depresan bekerja pada
otak dengan mempengaruhi neurotransmiter Gammaaminobutyricacid
(GABA). Neurotransmiter adalah bahan kimia pada otak yang
memfasilitasi komunikasi antara sel-sel otak. Meskipun ada berbagai jenis
depresan, zat ini dapat memperlambat aktifitas kerja otak dan
menghasilkan ketenangan.Contoh zat yang masuk golongan depresan
antara lain: barbiturat (fenobarbital, aprobarbital), benzodiazepin
3. Halusinogen
Halusinogen adalah kelompok beragam zat yang mengubah persepsi
(kesadaran akan kondisi sekitar, ruang dan waktu), pikiran, perasaan. Zat
ini mengganggu komunikasi antara sistem kimia otak seperti serotonin
secara keseluruhan dengan sumsum tulang belakang
sehinggamenyebabkan halusinasi atau sensasi dan pencitraan yang
tampak nyata meskipun sebenarnya tidak ada. Zat yang masuk golongan
halusinogen antara lain: jamur (mushroom), LSD, mescalin.
1. Ditelan: cara paling awal dan paling umum dalam menggunakan napza.
Keuntungannya lebih nyaman dan aman. Kerugiannya adalah absorpsi
lebih lambat pada beberapa napza.
3. Dihirup melalui hidung : kokain, heroin, inhalan seperti lem, aica aibon,
bensin, aseton.
6. Melalui pembuluh darah (dengan suntikan): mulai terjadi pada akhir abad
ke 19 seiring dengan adanya jarum hipodermik. Suntikan dapat melalui
pembuluh vena (iv) atau otot (im) atau subkutan (dibawah kulit). Cara ini
Pokok Bahasan 2
Tak semua perokok pemula menjadi adiksi di kemudian hari, banyak yang
berhenti merokok karena berbagai alasan. Perokok ketergantungan mengalami
masa tak nyaman ketika ia menghentikan rokok, terjadi gejala putus rokok
seperti gelisah, anxietas, sulit tidur, berkeringat, debar jantung dan tekanan
darah menurun, tak bisa konsentrasi, nafsu makan yang kompulsif, sakit kepala
dan sensitif, dapat terjadi. Simtom fisik putus nikotin terjadi selama satu sampai
tiga minggu.
Masalah medik terkait pengguna tembakau dirokok dalam jangka panjang adalah
gangguan pada sistim pernafasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, sistem
digestif, gangguan makan, dan reaksi alergi. Penggunaan tembakau tanpa
dirokok seperti tembakau kunyah dan hidu, juga mengganggu kesehatan seperti
lesi mulut dan kanker.
Alkohol dengan cepat didistribusikan melalui air dalam tubuh dan diakumulasikan
di jaringan-jaringan yang banyak mempunyai kandungan air. Alkohol dapat
melewati sawar darah otak dan sawar plasenta .
4. Kokain (coke,crack)
Kokain berupa bubuk putih atau keputih-putihan (off white) dan memiliki efek
stimulan yang kuat. Kokain di ekstraksi dari daun tanaman coca. Di jalanan,
kokain dapat dilarutkan atau dicampur dengan napza lain untuk menambah
jumlahnya. Crack adalah jenis kokain yang mengalami proses lanjut dengan
ammonia atau sodium bikarbonat (baking soda) dan berbentuk seperti kepingan-
kepingan kecil atau batu-batu. Penggunaan kokain dapat dengan cara dihirup
atau disedot atau disuntikkan , sementara crack dipergunakan dengan cara di
rokok.
Kokain dapat membuat pengguna merasa senang luar biasa dan eforia. Lebih
lanjut, pengguna sering mengalami peningkatan kewaspadaan sementara dan
peningkatan energi dan penundaan rasa lapar dan lelah. Efek jangka pendek
termasuk hilangnya nafsu makan, pernapasan lebih cepat, peningkatan suhu
tubuh dan denyut jantung. Pengguna dapat berkelakuan aneh dan kadang-
kadang melakukan kekerasan. Dosis yang berlebihan dari kokain dapat
mengakibatkan kejang, stroke, perdarahan otak atau gagal jantung.
Rute penggunaan biasanya ditelan, selain itu dengan cara dihirup dan
disuntik. Ekstasi meningkatkan level empati penggunanya dan menginduksi
perasaan dekat dengan orang-orang sekitarnya. Selain itu, pengguna juga
merasa lebih mampu bersosialisasi dan bersemangat. Dalam penggunaan
jangka pendek, ekstasi dapat membuat badan mengabaikan tanda-tanda
negatif seperti dehidrasi, pusing dan kehausan dan ini akan memengaruhi
kemampuan tubuh untuk mengatur suhu tubuh. Lebih lanjut, ekstasi dapat
menimbulkan kerusakan organ berat seperti hati dan ginjal. Kadang-kadang
menyebabkan kejang dan gagal jantung. Dosis besar ekstasi menimbulkan
rasa gelisah, ansietas dan halusinasi berat. Penggunaan ekstasi jangka
panjang dapat menyebabkan kerusakan tetap bagian otak tertentu,
mengakibatkan depresi berat dan kehilangan daya ingat. Risiko lain adalah
tablet atau pil yang dijual sebagai ”ekstasi” dapat mengandung zat-zat lain
yang berpotensial berbahaya, dimana dapat menghasilkan kekuatan efek
yang bervariasi.
8. Halusinogen
Zat yang termasuk halusinogen adalah napza-napza yang mengubah derajat
kesadaran penggunanya dan menghasilkan berbagai jenis halusinasi. Jenis
utama dari halusinogen adalah d- lysergic acid diethylamide (LSD), mescaline
dan jamur psilosibin (psylocybe mushroom). LSD adalah napza semi sintetik
yang berasal dari lysergic acid, yang ditemukan dalam jamur yang tumbuh
pada butir-butir gandum dan biji-biji padi lainnya. LSD, umumnya merujuk
pada pengertian sebagai asam (acid), salah satu halusinogen yang paling
kuat. Biasanya dijual di jalanan dalam bentuk kertas isap (blotting paper) segi
empat kecil yang mengandung napza LSD, namun dapat juga ditemui dalam
bentuk tablet, kapsul atau kadang-kadang berbentuk cairan. Napza ini tidak
berwarna, tidak berbau dan rasa agak pahit. LSD biasanya digunakan dengan
cara ditelan.
VII. REFERENSI
VIII.LAMPIRAN
Lembar penugasan
PRINSIP PENATALAKSANAAN
GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA
I. Deskripsi Singkat
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami prinsip umum dari
penatalaksanaan Gangguan Penggunaan Napza sesuai dengan kompetensinya .
V. Langkah Pembelajaran
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Bina situasi kelas
• Mengucapkan salam
• Memperkenalkan diri
2) Mempersilakan peserta latih mengenalkan diri
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya dengan materi yang
akan disajikan
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam
2) Peserta memperkenalkan diri
3) Menjawab pertanyaan dari fasilitator
4) Mempersiapkan diri dan alat tulis untuk perlengkapan belajar
5) Mendengar dan mencatat hal-hal yang perlu dicatat
2. Langkah Kedua
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan ceramah tentang
prinsip dan konsep dasar terapi.
2) Memberikan kesempatan bertanya kepada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas
3) Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menyimak pertanyaan yang disampaikan
2) Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator
3) Peserta mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang penting
3. Langkah Ketiga
a. Kegiatan Fasilitator
4. Langkah Keempat
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator meminta peserta untuk membuka lembar penugasan materi inti 2
2) Fasilitator menjelaskan penugasan materi inti 2
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih mengerjakan penugasan materi inti 2
5. Langkah Kelima
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator menyimpulkan tentang prinsip penatalaksanaan gangguan
penggunaan Napza
2) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menanyangkan tujuan khusus
pembelajaran serta bertanya pada peserta latih tentang jawaban tujuan
khusus
3) Memberi kesempaatn kepada peserta untuk bertanya
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu
Pokok bahasan 1
Tujuan terapi
Pemilihan program terapi dan rehabilitasi bergantung pada banyak faktor, antara lain
taraf pemakaian, jenis zat yang dipakai, dan kondisi klien. Sebagai contoh, rawat
inap bisa dipertimbangkan pada kasus intoksikasi stimulan dengan gejala psikotik
tetapi tidak pada kasus pemakaian kanabis secara rekreasional, benzodiazepin
potensi sedang-tinggi dapat diberikan untuk mengurangi kegelisahan pada kasus
putus alkohol tetapi tidak dianjurkan untuk kegelisahan pada kasus putus sedatif,
dan program detoksifikasi tersedia bagi kasus ketergantungan alkohol, opioid, dan
sedatif, tetapi tidak tersedia bagi kasus gangguan pemakaian zat yang lain.
1. Tidak ada satu bentuk terapi yang sesuai untuk semua individu. Masing-masing
pasien ketergantungan Napza memerlukan jenis terapi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Kebutuhan guna mendapatkan terapi harus selalu tersedia sepanjang waktu,
karena pasien ketergantungan Napza tidak mempunyai pendirian yang stabil.
3. Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyak kebutuhan individu, tidak
hanya semata-mata karena kebutuhan menggunakan Napza.
4. Rencana pelayanan dan terapi seorang individu harus dinilai secara kontinyu
dan sewaktu-waktu perlu dimodifikasi guna memastikan bahwa rencana terapi
telah sesuai dengan perubahan kebutuhan orang tersebut.
5. Mempertahankan pasien dalam periode terapi yang adekuat merupakan
sesuatu yang penting guna menilai apakah terapi efektif atau tidak
6. Konseling dan terapi perilaku merupakan komponen kritis sebagai bagian
penting terapi ketergantungan Napza
7. Medikasi merupakan elemen penting pada terapi kebanyakan pasien
ketergantungan Napza
8. Seorang pasien ketergantungan Napza yang secara bersama-sama juga
menderita gangguan mental harus mendapatkan terapi untuk kedua-duanya
secara integratif
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 37
9. Detoksifikasi hanya merupakan taraf permulaan terapi ketergantungan Napza
dan kalau dianggap sebagai satu-satunya cara maka hanya mendatangkan
sedikit keberhasilan terapi.
10. Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin menghasilkan suatu
bentuk terapi yang efektif
11. Kemungkinan penggunaan Napza kembali selama terapi berlangsung harus
dimonitor secara berkesinambungan
12. Program terapi harus menyediakan assesment untuk HIVAIDS, Hepatitis B dan
C, Tuberkulosis dan penyakit infeksi lain serta harus dilakukan konseling untuk
membantu pasien ketergantungan Napza memodifikasi atau merubah tingkah
lakunya, agar tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada posisi yang
berisiko mendapatkan infeksi.
13. Pemulihan dari ketergantungan Napza merupakan proses jangka panjang dan
sering membutuhkan episode terapi berulang-ulang
Pokok bahasan 2:
Terapi dan rehabilitasi medis rawat jalan meliputi intervensi medis dan intervensi
psikososial, yang masing-masing meliputi:
1. Intervensi medis:
a. Program detoksifikasi
b. Terapi simptomatik
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 38
c. Terapi rumatan
d. Terapi kondisi medis penyulit/penyerta
2. Intervensi psikososial, antara lain:
a. Psikoterapi (terapi kognitif dan perilaku, terapi dinamik, dan
sebagainya)
b. Konseling (konseling adiksi, konseling pasangan/pernikahan, dan lain-
lain)
Terapi dan rehabilitasi medis rawat inap meliputi semua jenis terapi dan rehabilitasi
yang bisa diberikan melalui rawat jalan ditambah rehabilitasi dengan pendekatan
filosofis, antara lain Komunitas Terapeutik (Therapeutic Community, TC), 12-
Langkah, dan yang sudah teruji secara ilmiah lainnya. Selain itu, intervensi medis
didalam terapi dan rehabilitasi medis rawat inap juga diperuntukan bagi situasi
kegawatdaruratan medis.
Program detoksifikasi
Terapi simtomatik
Termasuk kedaruratan medik yang terjadi akibat penggunaan Napza dan zat adiktif
lain adalah:
• Intoksikasi akut
• Keadaan putus zat
• Keadaan putus zat dengan delirium
• Gangguan psikotik
• Gaduh gelisah
• Gangguan cemas/panik
• Depresi berat dan percobaan bunuh diri
Intoksikasi akut
Kondisi intoksikasi akut seringkali disebut secara tidak tepat dengan overdosis oleh
masyarakat. Gejala intoksikasi akut bergantung pada zat yang dipakai. Tenaga
medis harus mengenali gejala intoksikasi akut dari tiap-tiap zat untuk dapat
mendiagnosis secara tepat dan menentukan terapi yang sesuai. Intoksikasi narkotika
dan zat adiktif dapat membahayakan karena dapat terjadi agresivitas, impulsivitas,
agitatif kecuali intoksikasi akut tembakau yang jarang terjadi. Intoksikasi akut kokain,
amfertamin, dan beberapa jenis halusinogen dapat menyebabkan kejang, tekanan
darah naik, gangguan irama jantung, hipertermia, dehidrasi. Secara umum,
intoksikasi akut dapat dikategorikan kondisi medik sedang, kecuali intoksikasi
tembakau termasuk kondisi medik ringan. Pada intoksikasi kafein terjadi gangguan
irama jantung, agitasi Pada intoksikasi PCP dapat terjadi kejang. Pasien dengan
intoksikasi akut sebaiknya dirawat inap. Tujuan utama terapi pada kondisi ini adalah
menjaga sistem kardiovaskuler dan respirasi tetap berfungsi normal. Tujuan
selanjutnya adalah untuk menghambat progresivitas perburukan kondisi atau
menghindari gejala yang lebih berat dan lebih sukar ditangani, seperti kejang,dan
memulihkan fungsi organobiologik, seperti kesadaran. Untuk intoksikasi akut opioid
dapat diberikan antagonis opioid yaitu naloxone.Untuk intoksikasi akut
benzodiazepin dapat diberikan flumazenil.
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 40
Keadaan putus zat/keadaan putus zat dengan delirium
Keadaan putus zat adalah kondisi klinis yang timbul ketika seseorang mengurangi
atau menghentikan penggunaan narkotika atau zat adiktif lain setelah ia
menggunakan zat tersebut berulang kali, biasanya setelah periode penggunaan yang
lama dan/atau dalam jumlah yang banyak. Delirium merupakan keadaan dimana
seseorang kehilangan kemampuan untuk mengalihkan, memusatkan, dan
mempertahankan perhatiannya; kondisi ini berfluktuasi sejalan dengan waktu; dan
bisa disertai dengan agitasi.
Keadan putus alkohol dan keadaanputus sedativa-hipnotika dapat disertai kejang,
agitasi, hipotensi postural serta delirium,oleh karena itu sebagai kondisi medik yang
berat maka harus dirawat inap.Keadaan putus kokain stimulan lainnya dapat disetai
agitasi dan ide bunuh diri. Oleh karena itu tergolong kondisi medik berat dan
karenanya harus dirawat inap.Keadan putus tembakau dan keadaan putus ganja
pada umumnya termasuk kondisi medik ringan, oleh karenanya tidak perlu rawat
inap.Keadaan putus opioda bukan keadaan yang gawat tetapi pasien menderita
antara lain karena rasa nyeri seluruh badan. Pasien ini tidak harus diirawat inap,
tetapi bila pasien menghendaki dirawat inap maka sebaiknya dirawat inap.
Gangguan psikotik
Gejala psikotik yang muncul pada waktu atau dalam waktu dua minggu penggunaan
narkotika/ zat adiktif lain, berlangsung paling sedikit 48 jam dan lamanya tidak lebih
dari 6 bulan. Gejala psikotik merupakan sekelompok gejala yang menandakan
bahwa pasien tak mampu membedakan antara realita dan nonrealita, seperti
ketidaksesuaian afek, halusinasi, dan waham. Bila disertai agresivitas harus dirawat
inap. Obat yang dapat diberikan adalah golongan antipsikotik, disarankan yang
atipikal (seperti risperidone, olanzapine, dan aripiprazole). Contoh antipsikotik tipikal
antara lain haloperidol, chlorpromazine, dan trifluoperazine.
Gaduh-gelisah
Pasien gaduh-gelisah harus dirawat inap karena kemungkinan akan mengganggu
ketertiban umum. Obat yang dapat diberikan adalah dari golongan major tranqulizer
Gangguan cemas/panik
Ganguan cemas/panik pada umumnya tidak memerlukan rawat inap. Obat yang
dapat diberikan antara lain golongan benzodiazepin (seperti alprazolam dan
lorazepam) dan golongan antipsikotik tipikal dosis rendah (seperti haloperidol 0,5 mg
dan trifluoperazine 1 mg). Pertimbangkan ulang untuk pemberian golongan
benzodiazepin, khususnya yang potensi kuat/ tinggi. Mengingat risiko toleransi dari
obat-obat golongan itu, pastikan bahwa pemberiannya akan memberikan manfaat
yang lebih tinggi daripada efek yang tak diinginkan.
Terapi Rumatan
Terapi rumatan merupakan terapi yang menggunakan zat agonis, baik penuh
maupun parsial, atau zat antagonis yang biasanya diberikan setelah pasien melalui
proses detoksifikasi. Terapi ini bertujuan untuk mencegah relaps, yakni kembali
kepada pemakaian zat yang tak terkendali dan membahayakan diri serta
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Terapi rumatan tersedia untuk
beberapa zat yang sangat terbatas, seperti opioid dan tembakau. Obat yang dipakai
dalam terapi rumatan opioid adalah metadona (agonis penuh) dan buprenorfin
(agonis parsial), serta nalokson dan naltrekson (antagonis).
Terapi residensial
Terapi dan rehabilitasi medis rawat inap bagi pengguna Napza meliputi:
1. Program berbasis-rumah sakit
2. Program berbasis-komunitas
b. Psychiatric hospital
Harm reduction
Harmreduction adalah suatu kebijakan atau program yang ditujukan untuk
menurunkan konsekuensi kesehatan, sosial dan ekonomi yang merugikan sebagai
akibat penggunaan narkotika tanpa kewajiban abstinensia dari penggunaan
narkotika.
4. Tolerance Areas
Toleranceareas adalah suatu tempat yang diperkenankan untuk melakukan
kebiasaan menggunakan narkotika melalui suntikan tanpa mendapatkan
hukuman. Cara tersebut memerlukan koordinasi dan pengawasan yang ketat.
Rencana terapi
Rencana terapi yang baik merupakan salah satu bekal untuk berhasilnya suatu terapi. Rencana
terapi dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan komprehensif yang sesuai dengan
kondisi pecandu Napzadengan jenis gangguan penggunaan Napza dan kebutuhan
pecandu Napza, yang meliputi antaralainpelayanan detoksifikasi, pelayanan
rehabilitasi, dan pelayanan rawat jalan rumatan.
Tidak semua Fasilitas Kesehatan memiliki modalitas terapi yang lengkap. Pada
layanan yang tidak tersedia perawatan khusus maka petugas tersebut wajib untuk
melakukan rujukan ke tempat lain sesuai dengan kebutuhan pecandu Napza
tersebut.
Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat jalan dan/atau rawat inap
sesuai dengan rencana terapi yang telah disusun. Rehabilitasi rawat inap dimulai
dengan program rawat inap selama 3 (tiga) bulan untuk kepentingan asesmen
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 46
lanjutan, serta penatalaksanaan medis untuk gangguan fisik dan mentalnya.
Pelaksanaan rehabilitasi dilanjutkan dengan program rawat inap jangka panjang atau
dialihkan ke program rawat jalan. Pelaksanaan rehabilitasi lanjutan dengan program
rawat jalan hanya dapat dilaksanakan untuk terpidana dengan pola penggunaan
rekreasional atas jenis narkotika amfetamin, ganja dan benzodiazepin, dan/atau
berusia di bawah 18 tahun. Pelaksanaan rehabilitasi lanjutan yang dilakukan dengan
rawat jalan mewajibkan pecandu narkotika untuk datang pada lembaga rehabilitasi
sesuai ketentuan yang berlaku dan dilakukan pemeriksaan urin sewaktu-waktu.
Sesuai dengan konsep dasar proses terapi, rencana terapi seorang pecandu Napza
harus dinilai secara berkesinambungan dan dapat dimodifikasi sewaktu-waktu bila
perlu, untuk memastikan kesesuaian antara rencana terapi dan perubahan
kebutuhan orang tersebut.
VII. REFERENSI
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
422/MENKES/SK/III/2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik
Gangguan Penggunaan NAPZA.
2. Modul Pelatihan Teknis Medis Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Bina
Kesehatan Masyarakat
3. Kep Menkes No. 486/MENKES/SK/IV/2007 tentang Kebijakan & Rencana
Strategi Penanggulangan Penyalahgunaan NARKOTIKA
4. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
Departemen Kesehatan RI, 1993
5. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th edition,American
Psychiatric Association, 2013.
VIII. Lampiran
Lembar Penugasan
I. Deskripsi Singkat
Skrining merupakan salah satu bentuk skala penilaian untuk mengenali adanya
suatu kondisi medis tertentu pada populasi umum. Makna dari hasil skrining
bergantung pada kualitas instrumen yang digunakan, yang ditentukan oleh
keandalan dan kesahihan instrumen tersebut. Instrumen skrining yang baik,
selain ditentukan oleh keandalan dan kesahihannya, bergantung pula pada
penerimaannya oleh petugas kesehatan dan pasiennya dan pada biayanya.
ASSIST merupakan instrumen skrining yang sudah terbukti keandalan dan
kesahihannya, diterima secara luas oleh petugas kesehatan beserta pasiennya
dari berbagai negara dan latar belakang budaya, dan biayanya sangat murah.
1. Langkah pertama
a. Kegiatan fasilitator
i. Mengucapkan salam
ii. Memperkenalkan diri dan meminta semua peserta latih untuk
memperkenalkan diri
iii. Menjajaki pengetahuan peserta latih yang berhubungan dengan
konsep dan instrumen skrining
b. Kegiatan peserta latih
i. Memperkenalkan diri
ii. Merespons fasilitator
iii. Mempersiapkan diri dengan perlengkapan belajar
iv. Menyimak dan membuat catatan seperlunya
2. Langkah kedua
a. Kegiatan fasilitator
i. Ceramah tentang skala penilaian di bidang kedokteran,
keandalan dan kesahihan suatu skala penilaian, jenis skala
penilaian dan skrining sebagai salah satu jenisnya, dan ASSIST
secara umum.
ii. Memberikan kesempatan kepada peserta latih untuk mengklarifi-
kasi, bertanya, dan berbagi pengetahuan.
iii. Menjawab atau mengajak berdiskusi atas pertanyaan yang
diajukan oleh peserta latih.
b. Kegiatan peserta latih
i. Menyimak dan membuat catatan seperlunya
ii. Mengklarifikasi hal yang tidak jelas, bertanya tentang hal-hal
yang relevan dengan materi, berbagi pengetahuan atau
pengalaman terkait materi
Pokok Bahasan 1
Skrining
Dalam dunia kedokteran dan penelitian, dokter dan peneliti banyak memakai
skala penilaian untuk berbagai alasan. Peran skala penilaian lebih menonjol
dalam dunia kedokteran jiwa (psikiatri). Psychiatric rating scale (skala penilaian
psikiatrik) meliputi berbagai kuesioner, wawancara, daftar periksa, asesmen, dan
instrumen lainnya yang tersedia untuk memberi informasi mengenai praktik dan
penelitian psikiatrik.
Keandalan
Keandalan adalah kekonsistenan atau kemampuan untuk diulang dari
pengukuran dan sebagian besar bersifat empiris. Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kelima (KBBI V, 2016) mendefinisikan andal sebagai “memberikan hasil
yang sama pada ujian atau percobaan yang berulang”. Sebuah instrumen lebih
andal bila instruksi dan pertanyaannya tertulis secara jelas dan sederhana dan
formatnya mudah dipahami dan diberi nilai. Ada tiga cara untuk menguji
keandalan: konsistensi internal, interrater, dan uji-uji ulang. Konsistensi internal
menguji kecocokan antar butir dari suatu instrumen secara terpisah. Koherensi
dari butir-butir tersebut memberi kesan bahwa masing-masing butir mengukur
subjek yang sama. Interrater (dari kata inter dan rater, yang terjemahan
langsungnya menjadi “antar orang yang mengukur”) adalah ukuran
kesesuaian/kecocokan antar dua atau lebih orang yang mengukur (pengamat
yang mengevaluasi) subjek yang sama menggunakan informasi yang sama.
Makin banyak pengamat yang menggunakan sebuah instrumen untuk
mengevaluasi subjek yang sama dan hasilnya serupa antara satu pengamat
dengan pengamat yang lain, makin tinggi nilai keandalan instrumen tersebut.
Evaluasi uji-uji ulang melihat kecocokan hasil antar pengukuran terhadap subjek
Kesahihan
Kesahihan adalah sesuai dengan kebenaran, suatu baku emas yang teguh pada
kebenaran. Dokter dan peneliti seringkali harus mengukur suatu subjek yang luas
dan kompleks yang disebut construct (gagasan). Gagasan tersebut dapat
diklasifikasikan secara kategoris (seperti ada-tidak ada, kompeten-tidak
kompeten, diagnosis) dan secara berkesinambungan (seperti frekuensi,
intensitas, keparahan). Dalam konteks kategoris, kesahihan berhubungan dengan
pertanyaan apakah suatu instrumen dapat membuat klasifikasi yang benar.
Dalam konteks berkelanjutan, kesahihan berhubungan dengan pertanyaan
apakah nilai yang diberikan dapat mewakili keadaan yang sebenarnya (terkait
akurasi). Dengan demikian, akurasi dapat didefinisikan sebagai kedekatan antara
nilai yang terukur dan nilai yang sebenarnya. Kesahihan juga berhubungan
dengan sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas adalah kemampuan suatu
instrumen untuk mengenali secara tepat semua orang yang mengalami suatu
kondisi tertentu, dengan kata lain “positif sebenarnya”. Jika sebuah instrumen
mempunyai sensitivitas 80%, maka artinya 80 dari 100 orang yang mengalami
suatu kondisi tertentu dinyatakan mengalami (positif sebenarnya) dan 20 orang
lainnya dinyatakan tidak mengalami (negatif palsu) oleh instrumen tersebut.
Spesifisitas adalah kemampuan suatu instrumen untuk mengenali mereka yang
tidak mengalami suatu kondisi tertentu, dengan kata lain “negatif sebenarnya”.
Jika sebuah instrumen mempunyai spesifisitas 80%, maka artinya 80 dari 100
orang yang tidak mengalami suatu kondisi tertentu akan dinyatakan tidak
mengalami (negatif sesungguhnya) dan 20 orang lainnya dinyatakan mengalami
(positif palsu) oleh instrumen tersebut. Pada umumnya, sensitivitas suatu
instrumen lebih penting daripada spesifisitasnya. Lebih penting untuk tidak
melewatkan orang-orang yang memang mengalami suatu kondisi tertentu (kasus
sebenarnya) daripada untuk memastikan beberapa orang yang ternyata tidak
mengalami kondisi tersebut. Instrumen yang mempunyai sensitivitas tertinggi
biasanya dijadikan sebagai Baku Emas. Selain sensitivitas dan spesifisitas,
dikenal pula nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif. Nilai prediktif positif
Keterangan:
• sensitivitas = A / (A + C) * 100
• spesifisitas = D / (B + D) * 100
• nilai prediktif positif = A / (A + B) * 100
• nilai prediktif negatif = D / (C + D) * 100
Jenis Skala
Skala yang dipakai dalam praktik dan penelitian psikiatrik dapat dibedakan ber-
dasarkan tujuannya, konsep yang diukur, dan prosedur pengukurannya.
Berdasar-kan tujuannya, kebanyakan skala penilaian psikiatrik masuk ke dalam
satu atau lebih kategori berikut: untuk membuat diagnosis, mengukur keparahan
dan mengikuti perubahan (gejala tertentu, fungsi keseluruhan, atau kondisi
secara umum), dan skrining untuk kondisi yang mungkin ada atau tidak ada.
Berdasarkan konsep yang diukur, suatu skala penilaian psikiatrik bisa mengukur
diagnosis, tanda dan gejala, keparahan, hendaya fungsional, kualitas hidup, dan
masih banyak lagi. Berdasarkan prosedur pengukurannya, skala pengukuran
psikiatrik dibedakan berdasarkan formatnya (daftar periksa sederhana, kuesioner,
wawancara terstruktur), orang yang mengukur (pasien awam, petugas kesehatan,
dokter dengan pendidikan setara Doktoral), dan sumber informasi (pasien,
informan, rekam medis).
Pada dasarnya, instrumen atau metode skrining yang baik memenuhi empat
kriteria berikut ini:
1. Penerimaan tinggi
2. Keandalan tinggi
3. Kesahihan tinggi
4. Biaya rendah
Pokok Bahasan 2
ASSIST
Latar Belakang
Dalam setelan pelayanan primer, banyak instrumen yang tersedia membutuhkan
waktu relatif lama dalam penyampaiannya. Di sisi lain, beberapa instrumen
singkat yang tersedia terlebih dulu (seperti CAGE dan AUDIT) berfokus pada zat
tertentu dan pola penggunaan zat yang spesifik yakni ketergantungan, kurang
bermanfaat untuk mendeteksi pola penggunaan zat lainnya yang belum sampai
pada ketergan-tungan. Skrining yang tersedia juga mempunyai sejumlah
keterbatasan dari per-spektif lintas-budaya karena sebagian besar instrumen
tersebut dikembangakan di Amerika Serikat dan tak menunjukkan sensitivitas dan
spesifisitas yang baik untuk dapat dipakai pada kebudayaan yang berbeda.
Kebanyakan dari instrumen skrining tersebut juga belum divalidasi secara luas.
Situasi itulah yang melatarbelakangi dikembangkannya ASSIST pada 1997.
Deskripsi
ASSIST merupakan singkatan dari Alcohol, Smoking, and Substance
Involvement Screening Test, yang bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 55
menjadi Uji Saring Keterlibatan Alkohol, Rokok, dan Zat. ASSIST merupakan
instrumen penyaring yang dikembangkan pada 1997 oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organization, WHO) dan para peneliti dan pakar adiksi dari
berbagai negara sebagai respons terhadap beban kesehatan masyarakat terkait
dengan pengunaan zat psikoaktif sedunia.
Riwayat
Pengembangan ASSIST merupakan pengembangan dari pekerjaan WHO
sebelum-nya yang bernama proyek AUDIT, singkatan dari Alcohol Use Disorders
Identification Test. Proyek tersebut berhasil mendorong penggunaan skrining dan
intervensi singkat dalam mengatasi masalah penggunaan alkohol di fasyankes
primer. Kombi-nasi antara AUDIT (skrining) dan intervensi singkat efektif dalam
mengurangi masalah terkait-alkohol di fasyankes primer.
ASSIST telah melewati tiga fase utama pengujian untuk memastikan kandalan
dan kesahihannya dalam setting internasional. Fase pertama dari proyek ASSIST
WHO dilakukan pada 1997 dan 1998. Fase tersebut merupakan fase
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 56
pengembangan ASSIST versi pertama (v1.0). Kuesioner konsepnya mempunyai
12 pertanyaan. Keandalan dan fisibilitas kuesioner tersebut dinilai dalam suatu uji
reliabilitas uji-uji ulang yang dilakukan di Australia, Brazil, India, Inggris Raya dan
Irlandia Utara, Irlandia, Israel, Palestina, Puerto Rico, dan Zimbabwe. Sepuluh
negara tersebut dipilih untuk memastikan partisipan yang beragam secara
budaya dan mempunyai pola penggunaan zat yang berbeda. Hasilnya
menunjukkan bahwa ASSIST mempunyai keandalan dan fisibilitas yang baik.
Berdasarkan umpan balik dari partisipan dan untuk memastikan semua butir
mudah ditanyakan dan dipahami, ASSIST direvisi menjadi kuesioner 8-
pertanyaan (v2.0).
Fase kedua dari proyek tersebut berupa penelitian kesahihan pada beragam
fasyan-kes primer dan lembaga rehabilitasi di Amerika Serikat, Australia, Brazil,
India, Inggris Raya, Thailand, dan Zimbabwe pada 2000 dan 2002. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa ASSIST mempunyai kesahihan yang baik. Fase
tersebut juga mengembangkan skor untuk risiko “rendah”, “sedang”, dan “tinggi”.
Fase tersebut menghasilkan kuesioner ASSIST v3.0 dan kemudian direvisi
menjadi ASSIST v3.1 untuk dipakai dalam setting klinis (v3.0 dianjurkan untuk
dipakai dalam setting penelitian). Sebuah penelitian pendahuluan yang juga
dilakukan pada periode waktu yang sama menunjukkan bahwa partisipan dalam
penelitian validasi yang direkrut dari fasyankes primer sungguh mengurangi
penggunaan zat mereka bila diberikan intervensi singkat terkait skor ASSIST
mereka.
Fase ketiga berupa penelitian terkendali acak yang melihat efektivitas intervensi
singkat yang dihubungkan dengan skor ASSIST risiko sedang untuk penggunaan
kanabinoida, kokaina, stimulan jenis-amfetamin atau opioida. Partisipan direkrut
dari setting fasyankes primer di Amerika Serikat, Australia, Brazil, dan India
antara 2003 dan 2007. Intervensi singkat berlangsung selama 5 – 15 menit,
berdasarkan model FRAMES, dan menggabung-kan teknik Wawancara
Motivasional. Intervensi singkat diperkuat dengan informasi bantu-diri yang
dibawa pulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa parti-sipan yang
menerima intervensi singkat mempunyai skor ASSIST yang menurun secara
VII. Referensi
1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Edisi ke-11, 2015, Wolters Kluwer.
I. Deskripsi Singkat
Instrumen ASSIST yang pertama kali dibuat oleh WHO adalah untuk meningkatkan
proses uji skrining terhadap alkohol dan intervensi sederhana melalui perkembangan
dan validasi Alcohol Use Disorders Identification (AUDIT). Seperti halnya instrumen
AUDIT, ASSIST juga dirancang secara khusus untuk digunakan secara internasional
pada pusat layanan kesehatan primer dan untuk mengidentifikasi:
• Individu dengan pola penggunaan Napza yang menunjukkan adanya masalah
berisiko.
• Individu yang mengalami masalah yang berhubungan dengan penggunaan
Napza.
• Individu yang berada pada risiko ketergantungan.
V. Langkah Pembelajaran
1. Presentasi materi
• Idealnya , seluruh pasien dalam program uji skrining promosi kesehatan mulai usia
remaja.
• Pusat pelayanan kesehatan primer yang memiliki proporsi tinggi penggunaan Napza
– pelayanan kesehatan universitas, klinik IMS, daerah dengan prevalensi tinggi.
• Pasien yang keluhannya menandakan adanya hubungan dengan penyalahgunaan
Napza
• Pasien dengan kondisi kesehatan yang diperburuk oleh penyalahgunaan Napza.
• Perempuan hamil
MEMPERTIMBANGKAN PASIEN
Pasien yang dalam keadaan intoksikasi ataupun withdrawal mungkin tidak mampu
memberikan respon yang dapat dipercaya dan proses skrining harus dipikirkan untuk
ditunda. Mungkin tepat bila membuat janji di lain waktu secara khusus untuk
memberikan ASSIST dan berbincang-bincang tentang masalah penggunaan zat
tersebut.
Kuesioner ASSIST berbentuk kartu yang juga berisi contoh instruksi pada sisi
sebelahnya dan daftar zat yang dicakup dalam kuesioner pada kartu lain (kartu
napza).
Kartu respons untuk pasien berisi daftar kategori napza yang dicakup dalam ASSIST
bersama-sama dengan serangkaian nama yang berhubungan dengan tiap kategori.
Juga berisi respon frekuensi untuk tiap pertanyaan. Nama-nama napza yang ada
pada kartu adalah yang paling banyak digunakan di negara-negara dimana ASSIST
di uji coba, tapi pewawancara harus menggunakan nama yang tepat sesuai dengan
situasi negara/lokal mereka. Lakukan pengecekan bersama-sama pasien, nama-
nama napza apa yang mereka gunakan untuk menggambarkan napza tertentu dan
menggunakan nama sesuai dengan yang mereka tahu.
Berikut ini adalah contoh memperkenalkan ASSIST yang dapat digunakan langsung
atau dimodifikasi sesuai dengan situasi lokal.
“Banyak zat dan obat-obatan dapat mempengaruhi kesehatan anda. Maka sangat
penting bagi pelayanan kesehatan memiliki informasi yang tepat tentang bagaimana
anda menggunakan berbagai napza-obatan, dalam rangka menyediakan cara
penanganan yang tepat. Saya akan bertanya kepada anda tentang bagaimana anda
menggunakan alkohol, produk-produk tembakau dan zat atau obat-obatan lain
sepanjang kehidupan anda dan dalam tiga bulan terakhir. Zat-zat ini dapat
digunakan dengan cara dihisap, disedot, ditelan, dihirup, disuntikkan atau digunakan
Beberapa zat yang ada dalam daftar ini mungkin adalah resep dari dokter (seperti
amfetamin, sedatif, obat anti nyeri). Untuk wawancara ini kami tidak membutuhkan
obat-obatan yang diresepkan dokter. Namun demikian, bila anda telah memakai
obat-obat tersebut untuk alasan lain selain pertimbangan dokter, atau memakainya
lebih sering atau dengan dosis yang lebih dari yang diresepkan, tolong beritahu
kami. Kami juga ingin mengetahui apakah anda menggunakan napza yang dilarang;
yakinlah bahwa informasi yang anda berikan akan sangat dirahasiakan”.
Bagi pasien dimana penggunaan napza dilarang oleh hukum, budaya atau agama
maka informasi dibutuhkan untuk mengetahui larangan tersebut dan mendorong
terjadinya respon yang jujur dari perilaku mereka yang sebenarnya.
Contoh:
“Saya mengerti bahwa orang lain berpikir anda tidak menggunakan alkohol atau
obat-obatan lain sama sekali ....tapi lebih penting dari hal itu adalah penilaian
dampaknya terhadap kesehatan anda,untuk mengetahui hal yang sebenarnya yang
telah anda lakukan”.
Saat ini ASSIST hanya divalidasi untuk digunakan dalam bentuk wawancara.
Penelitian lanjutan dibutuhkan untuk menentukan apakah ASSIST cocok untuk
dikerjakan sendiri oleh pasien.
Kartu Respon
Sepanjang kehidupan (ASSIST pertanyaan 6 - 8)
Tidak, tidak pernah
Ya, tapi tidak dalam tiga bulan terakhir
Ya, dalam tiga bulan terakhir
Sangat penting bagi seorang petugas kesehatan untuk mengetahui cara skoring
ASSIST sebelum melaksanakan wawancara ASSIST. Bila respons pasien tidak
dijawab secara benar maka hasil akhir mungkin salah dan berdampak pada umpan
balik yang tidak tepat dan potensial mengakibatkan intervensi yang tidak tepat juga.
Sebagai contoh pertanyaan 2 sampai dengan 5 tentang frekuensi penggunaan
Bila semuanya
“tidak”
PERTANYAAN 1 AKHIRI KALKULASI SKOR
WAWANCARA
Bila semuanya
“tidak pernah”
PETANYAAN 2 PERTANYAAN
6,7&8
PERTANYAAN 3,4
&5
PERTANYAAN 1 – Dalam kehidupan anda , zat apa saja di bawah ini yang
pernah digunakan? (hanya penggunaan non medis)
Pertanyaan ini tentang penggunaan napza selama ini, misalnya, jenis napza yang
pernah digunakan walaupun hanya sekali. Setiap pasien harus ditanyakan
pertanyaan ini untuk setiap daftar zat. Bantu pasien untuk mengingat setiap jenis
napza, termasuk jenis napza yang disebutkan dalam bahasa gaul. Untuk selanjutnya
gunakanlah istilah yang sama seperti yang disebutkan pasien. Bila ada jenis napza
yang digunakan tidak termasuk dalam daftar napza yang tertera, maka tulis dalam
bagian “napza lainnya” dan sebutkan namanya, misal DMP, THP, CTM,
Carisoprodol, dll. Bila pasien menjawab “tidak” untuk napza tertentu, maka jangan
tanyakan lagi jenis napza tersebut pada pertanyaan berikutnya ( semua jawaban
terkait napza tersebut adalah ‘0’ ). Maka nilai P1 tidak masuk dalam skoring.
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 70
PERTANYAAN 2 - Selama tiga bulan terakhir, seberapa sering anda pernah
menggunakan zat seperti yang anda katakan (Zat pertama, zat kedua, dll) ?
(jawaban=’tidak pernah’, ‘satu atau dua kali’, ‘tiap bulan’, ‘tiap minggu’, ‘harian atau
hampir tiap hari’)
Bila pasien menjawab “ya” untuk PERTANYAAN 1 untuk setiap zat yang terdaftar
maka kemudian berpindah pada PERTANYAAN 2 yang bertanya tentang pemakaian
napza dalam tiga bulan terakhir. Pertanyaan 2 harus ditanyakan untuk tiap napza
yang pernah digunakan. Bila jawaban “tidak pernah” terhadap seluruh item pada
pertanyaan 2, maka berpindah pada pertanyaan 6. Bila setiap napza telah pernah
digunakan dalam tiga bulan terakhir, maka kemudian berpindah pada pertanyaan 3,4
dan 5 untuk tiap napza yang digunakan.
(jawaban=’tidak pernah’, ‘satu atau dua kali’, ‘tiap bulan’, ‘tiap minggu’, ‘harian atau
hampir tiap hari’)
- Tanya hanya pada jenis napza yang dipergunakan selama 3 bulan terakhir
(sesuai dengan Pertanyaan 2). Beberapa pasien mungkin mengalami
keinginan kuat untuk menggunakan namun tidak ada penggunaan napza
selama tiga bulan terakhir – dan ini tidak dicatat dalam ASSIST.
- Dampingi klien untuk memahami arti pertanyaan, penggunaan napza harian
dapat berarti menggambarkan adanya keinginan kuat untuk menggunakan
napza tersebut.
(jawaban=’tidak pernah’, ‘satu atau dua kali’, ‘tiap bulan’, ‘tiap minggu’, ‘harian atau
hampir tiap hari’)
(jawaban=’tidak pernah’, ‘satu atau dua kali’, ‘tiap bulan’, ‘tiap minggu’, ‘harian atau
hampir tiap hari’)
(jawaban=’tidak pernah’, ‘satu atau dua kali’, ‘tiap bulan’, ‘tiap minggu’, ‘harian atau
hampir tiap hari’)
Pertanyaan ini untuk mengetahui adanya orang lain (misal : keluarga, teman,
partner, pasangan, orangtua, anak, dokter, pekerja , guru, dll) yang menunjukkan
kepedulian pada pasien.
Kehilangan kontrol tampak dari gagalnya upaya untuk mengontrol, mengurangi atau
menghentikan penggunaannya. Pada Pertanyaan ini untuk upaya yang gagal untuk
mengurangi penggunaan dalam 3 bulan terakhir berarti memiliki skor tertinggi dan
merupakan masalahnya saat ini terkait penggunaan napzanya.
Penting diingat upaya yang berhasil tidak dicatat di sini. Bila upaya untuk stop
beberapa kali berhasil, maka tanyakanlah upaya yang gagal terakhir kali. Sebagai
contoh seseorang berhasil untuk stop merokok dalam 3 bulan terakhir, namun
sebelumnya ada upayanya yang gagal, maka jawabannya : ‘iya, tapi tidak dalam 3
bulan terakhir’.
Seseorang dapat diberi skor 0 (‘tidak, tidak pernah’) untuk tiga alasan :
(Jawaban : ‘tidak, tidak pernah’, ‘ya,dalam 3 bulan terakhir’, ‘ya,tapi tidak dalam 3
bulan terakhir’)
Jika pasien menyuntik napza dalam 3 bulan terakhir, maka lakukanlah sebagai
berikut :
• Telaah kartu risiko napza suntik bersama pasien termasuk prosedur cara
menyuntik yang aman
• Beri rekomendasi bahwa pasien harus tes HIV, Hepatitis B dan C
• Pastikan frekuensi dan pola injeksi dalam 3 bulan terakhir untuk jenis napza
yang sering disuntikkan. Pola menyuntik inilah yang akan menentukan apakah
perlu melakukan proses rujukan ke layanan spesialistik.
Jenis napza yang sering disuntikkan adalah opioid, amphetamine type stimulants,
kokain dan sedatif seperti benzodiazepin. Pola menyuntik napza ini berbeda-beda
dan dilihat dari rata-rata frekuensi menyuntik selama 3 bulan terakhir. Maka aturan
secara umum adalah :
- pasien yang menyuntik tiap minggu ( 3 – 4 kali per bulan) atau kurang,
diberikan layanan intervensi singkat ( Brief Intervention/BI )
- pasien yang menyuntik lebih sering dan lebih dari 3 - 4 kali per bulan maka
dimasukkan kategori risiko tinggi dan perlu dirujuk ke layanan terapi
spesialistik.
Pertanyaan 3, 7 dan 8 menggambarkan adanya ketergantungan atau risiko tinggi.
Nilai yang tinggi pada ke tiga pertanyaan ini sejalan dengan pernyataan ;
KOTAK C:
CONTOH KALKULASI SKOR SSI ASSIST UNTUK KANABIS
Skor untuk tiap napza ini kemudian harus dicatat dalam kartu laporan ASSIST dan
dicatat dalam catatan medik pasien. Pasien tidak melihat tulisan dalam isian
kuesioner, namun melihat kartu respons balik berisi nilai skor pasien sebagai cara
untuk memberikan umpan balik kepada pasien sebagai rangkaian intervensi singkat.
Latihan ketrampilan
- berikan introduksi
- ajukan tiap pertanyaan sesuai yang tertulis
- rekam/catat jawaban pasien setepatnya
- pelajari frekuensi jawaban dari pasien
- pakailah pertanyaan-pertanyaan untuk menyaring pada tiap napza yang
berbeda
- catat skor pada tiap napza pada kotak yang tersedia
- pergunakan tehnik wawancara motivasi saat mengajukan pertanyaan.
Skor SSI dalam ASSIST untuk tiap napza dipergunakan untuk memulai diskusi pada
intervensi singkat. Nilai skor tiap zat terdiri kategori risiko ringan, sedang dan tinggi
yang akan menentukan intervensi selanjutnya ( tidak ada treatment atau intervensi,
intervensi singkat, atau rujukan ke layanan spesifik).
Risiko Rendah
Pasien dengan skor keterlibatan napza spesifik 3 atau kurang (10 untuk alkohol)
berada pada risiko rendah dari masalah yang berkaitan dengan penggunaan napza
yang digunakan. Mereka menggunakan napza tersebut sekali-sekali, sehingga saat
ini mereka tidak mengalami masalah apapun yang berkaitan dengan pemakaian
napza tersebut dan berada pada risiko rendah terjadinya masalah kesehatan yang
Risiko Menengah
Skor tengah berada di antara 4 dan 26 (11 dan 26 untuk alkohol) untuk setiap
napza termasuk sebagai pemakaian napza berisiko menengah atau sedang
terhadap kesehatan dan problem lain, dan mungkin sudah menunjukkan beberapa
problem saat ini. Penggunaan yang berkelanjutan akan mempengaruhi kesehatan
dimasa mendatang dan masalah lain, termasuk kemungkinan menjadi
ketergantungan. Risiko akan meningkat pada pasien dengan masalah terkait riwayat
penggunaan napza sebelumnya dan ketergantungan.
Risiko Tinggi
Skor 27 atau lebih tinggi untuk tiap napza menyatakan bahwa pasien berada pada
risiko tinggi terjadinya ketergantungan terhadap napza dan mungkin mengalami
masalah kesehatan, sosial, keuangan, hukum dan hubungan sosial sebagai akibat
dari penyalahgunaan napza yang mereka lakukan. Terlebih lagi,pada pasien yang
selama 3 bulan terakhir menyuntik napza rata-rata 4 kali tiap bulan cenderung
memiliki risiko tinggi.
Pertanyaan 8 dari ASSIST bertanya tentang napza yang disuntikkan. Skor dari
pertanyaan 8 tidak dimasukkan dalam kalkulasi skor keterlibatan napza spesifik,
karena injeksi napza apa saja dalam tiga bulan terakhir (skor 2 dari P8) merupakan
faktor risiko dan pasien-pasien ini harus dinilai lebih lanjut terhadap tingkat risiko dan
pola menyuntik yang mereka lakukan dalam tiga bulan sebelumnya.
Pasien yang menggunakan napza dengan cara suntikan lebih dari sekali tiap
minggu, atau yang menggunakannya tiga atau lebih kali perhari berada pada risiko
sangat tinggi terjadinya bahaya, termasuk ketergantungan, infeksi dan penularan
virus melalui darah dan membutuhkan penanganan intensif yang lebih serius. Pasien
yang melakukan suntikkan kurang dari di atas, berada pada risiko yang agak
kurang, dan dapat diberikan intervensi sederhana.
Kartu respon balik ASSIST dilengkapi pada akhir dari wawancara ASSIST dan
digunakan sebagai respon balik pribadi dari pasien tentang tingkat risiko napza yang
digunakan. Kartu ini terdiri dari 4 halaman dengan spasi untuk mengisi skor pada
halaman depan dan informasi tentang tingkat risiko dan masalah yang potensial
untuk tiap napza di halaman lainnya.
Catatan skor SSI untuk tiap napza dalam kotak tersedia di halaman depan kartu.
Pada halaman lain, catatan tingkat risiko diindikasikan oleh skor SSI untuk seluruh
napza yang digunakan dalam tiga bulan terakhir .
Kartu laporan digunakan selama konsultasi untuk menyediakan umpan balik dan
diberikan kepada pasien untuk dibawa pulang sebagai pengingat hal-hal yang telah
didiskusikan.
Kartu berisi risiko akibat penggunaan napza dengan cara suntikan adalah satu
lembar halaman yang berisi informasi dan umpan balik pribadi individu dimana napza
yang digunakan dengan cara menyuntik menjadi risiko dan masalahnya. Kartu ini
digunakan selama intervensi dilakukan untuk menyediakan konsultasi dan informasi,
dan diberikan kepada pasien untuk dibawa pulang sebagai pengingat apa yang telah
dibicarakan.
Seluruh pasien yang melalui proses skrining menggunakan ASSIST harus menerima
umpan balik sesuai dengan skor dan tingkat risiko dan ditawarkan informasi tentang
napza yang mereka gunakan. Ini adalah intervensi yang paling sederhana bagi
seluruh pasien. Kotak E menghubungkan skor SSI ASSIST dengan sebagian besar
tingkat intervensi yang tepat.
Bagi pasien dimana skor ASSIST menunjukkan bahwa mereka berada pada risiko
rendah, maka tingkat intervensi ini telah cukup. Pasien yang berada pada risiko
rendah atau abstainers harus diberi penghargaan dan didukung untuk menjalankan
perilaku hidup sehat.
Pasien yang skor ASSIST menunjukkan bahwa mereka berada pada risiko sedang
(skor keterlibatan napza spesifik antara 11 dan 26 untuk alkohol, dan 4 sampai 26
untuk napza lain) harus ditawarkan intervensi singkat. Mereka yang melakukan
injeksi kurang dari sekali seminggu, dan tidak menggunakannya dalam tiga bulan
terakhir, juga harus diberikan intervensi oleh profesi kesehatan termasuk kartu
“Risiko Suntikan”. Intervensi singkat yang tepat dengan pasien-pasien ini
digambarkan secara rinci pada pembahasan berikutnya. Pasien juga diberikan
material/leaflet terkait masalah penggunaan Napzanya.
Bila fasilitas layanan rujukan untuk penanganan napza tidak mudah dilaksanakan,
maka harus dibuat upaya seoptimal mungkin untuk menangani pasien dalam klinik
tersebut. Pembahasan lebih rinci mengenai intervensi yang dapat dilakukan pada
masalah dengan penggunaan Napza dalam layanan kesehatan primer akan ditemui
pada bab selanjutnya.
Tembakau
Alkohol
Napza lain
I. Deskripsi singkat
Kesiapan untuk berubah dari setiap individu berbeda antara satu
individudengan yang lainnya. Kesiapan untuk berubah ini bersifat dinamis dan
terdiri dari enam tahap perubahan. Sehingga penting bagi seorang petugas
kesehatan untuk memahami tahapan perubahan perilaku yang menggambarkan
tingkat kesiapan pasien agar dapat memberikan motivasi yang tepat untuk
memfasilitasi pasien bergerak ke arah tahap kesiapan yang lebih tinggi.
V. Langkah Pembelajaran
1. Pendahuluan
• Kegiatan fasilitator :
• Kegiatan peserta :
• Menjawab salam,
• Memperhatikan,
• Menyimak,
• Mencatat,
• Mengungkapkan pendapat
2. Penyajian
• Kegiatan fasilitator :
a. Menyampaikan materi tentang tahapan perubahan perilaku dan
Pendekatan Intervensi Motivasional
b. Memberikan kesempatan peserta untuk bertanya
c. Memberikan pertanyaan kepada peserta
d. Memberikan penugasan kepada peserta
• Kegiatan peserta :
a. Mendengarkan /memperhatikan,
b. Menyimak,
c. Mengungkapkan pendapat
d. Bertanya,
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 86
e. Mencatat
f. Menjawab pertanyaan
g. Diskusi
h. Menyampaikan hasil diskusi
3. Penutup
• Kegiatan fasilitator :
a. Merangkum materi pembelajaran
b. Menyimpulkan materi pembelajaran
c. Melaksanakan evaluasi pembelajaran
d. Menutup sesi
e. Mengucapkan salam kepada peserta.
• Kegiatan peserta :
a. Menyimak
b. Menjawab pertanyaan
c. Membalas salam
ATTITUDE CHANGE
CONTEMPLATION
BEHAVIOR CHANGE
PREPARATION
RELAPSE ACTION
MAINTENANCE
University of Adelaide C 2009 3
D. Tahap aksi (Action).Di tahap aksi ini individu secara aktif terlibat di
dalam proses perubahan, dan mengambil langkah pertama ke arah
pemulihan, namun belum berada dalam kondisi stabil. Selama tahap ini
petugas kesehatan bisa menarik pasien dalam penanganan. Ini adalah saat
yang tepat untuk mendorong pasien ke arah perubahan yang lebih realistis
yang dapat mereka capai, dengan langkah yang sederhana. Sanagat penting
untuk memahami berbagai kendala yang dihadapi oleh pasien dalam tahap
awal perubahan perilaku. Petugas kesehatan mungkin perlu membantu
pasien untuk menilai bahwa mereka memiliki dukungan keluarga yang kuat
dan dukungan sosial.Berdasarkan penilaian yang dibuat, Anda dapat
melangkah ke depan dengan mendorong dukungan potensial untuk
membantu pasien dalam mencapai tujuan akhirnya. Pada tahap ini, sangat
penting untuk membantu pasien dalam mengidentifikasi situasi berisiko dan
membangun makanisme pertahanan diri.
Pokok Bahasan 2.
Pendekatan MI bukan untuk memutuskan yang terbaik bagi pasien, namun untuk
menggugah pasien agar membuat keputusan tentang dirinya sendiri. Hal terpenting
adalah petugas kesehatan hanya membantu pasien untuk membuat keputusan
perubahan.
a. OARS
Contoh :
• Affirmations (penegasan)
Termasuk pernyataan apresiasi serta pengertian membantu menciptakan
lingkungan yang mendukung, serta membangun relasi dengan klien.
Memberikan penegasan terhadap kekuatan klien dan usaha untuk berubah
dapat membantu membangun keyakinan, sementara penegasan pernyataan
motivasi diri (atau berbicara tentang perubahan) mendorong kesiapan untuk
berubah.
Contoh :
Cara ini menunjukkan pada pasien bahwa terapis mengerti apa yang telah
dikatakan atau dapat digunakan untuk mengklarifikasi apa yang dimaksud
oleh klien. Mendengarkan dengan cara merefleksikan yang efektif dapat
mendorong klien untuk tetap berbicara, untuk itu terapis harus memberikan
cukup waktu agar hal ini dapat dilakukan
Contoh :
Contoh :
"Jadi kelihatannya anda benar-benar menikmati ekstasi dan shabu pada saat
pesta dan anda tidak memikirkan bahwa anda menggunakannya lebih banyak
dari teman anda. Pada sisi lain anda lebih banyak menghabiskan uang untuk
membeli zat dibandingkan penghasilan anda dan ini sangat menghawatirkan
anda. Anda juga menemui kesulitan untuk membayar tagihan dan kartu kredit
anda ditolak. Pasangan anda sangat marah dan sangat membenci perilaku
anda. Anda juga mempunyai masalah tidur dan kesulitan mengingat sesuatu."
3. Menyediakan klarifikasi
Sebagai tambahan untuk membantu pasien meningkatkan keputusan
berubah, MI dapat membantu pasien mengklarifikasi kerugian dan
keuntungan dari penggunaan zat mereka, dan mengidentifikasi tujuan di
masa mendatang.
4. Penilaian
Sebagaimana pasien mengidentifikasi masalah kerugian dan keuntungan
dari apa yang mereka lakukan dan kemana hal itu mengarahkan mereka,
ujuan hidup mereka dan pertimbangan untuk tujuan berikutnya menjadi
jelas. MI membantu pasien untuk membuka informasi sehingga pasien dan
petugas kesehatan dapat digunakan untuk bergerak maju. Banyak
informasi untuk diri mereka sendiri dan petugas kesehatannya.
Salah satu alasan tahapan perubahan perilaku adalah adalah setiap tingkatan
memiliki makna adanya perbedaan kesiapan dalam mengubah perilaku. tergantung
dari persepsi individu dan pemahaman akan keuntungan dan kerugian dari
perilakunya. Walaupun hingga saat ini masih diperdebatkanpengaruh antaratahapan
perubahan perilaku dengan wawancara motivasional, satu hal yang jelas adalah :
para peneliti kesehatan/ketergantungan dan para petugas kesehatan menemukan
bahwa kedua pendekatan tersebut dapat membantu ketika mereka membantu
pasien untuk memodifikasi perilaku penggunaan zat. Petugas kesehatan juga
menemukan bahwa ini sangat berguna dalam memperluas jangkauan intervensi
untuk membantu pasien agar berubah dari tahapan pra-perenungan ke tahapan
mempertahankan. Pendekatan wawancara motivasional juga berguna bagi petugas
kesehatan untuk menumbukan motivasi dari dalam diri pasien – sebuah revolusi
pemberdayaan dalam modalitas pengobatan.
1. Precontemplation
Pasien dalam kondisi ‘menjadi pengguna yang bahagia’ pada umumnya
mereka tidak mau menghubungkan penggunaan zat mereka dengan berbagai
masalah yang timbul dan umumnya mereka tidak peduli dengan penggunaan
zat mereka atau segala konsekuensi yang timbul. Pasien tidak ingin berubah
atau tidak memiliki keinginan untuk berubah.
2. Contemplation
Fase perenungan, sudah teradapat pengakuan kepedulianpasien dan
keinginan untuk berubah, namun pasien dalam kondisi ambivalen atau tak
menentu tentang perubahan. Sangat penting utnuk menormalkan perasaan
ambivalen dan membantu pasien dengan membuat skala keseimbangan
keputusan bagi perubahan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi,
seperti; memunculkan dan menimbang keuntungandan kerugian penggunaan
zat san perubahan; dan, mengalihkan titik fokus kekuatan perubahan dari
dorongan eksternal menjadi internal. Pasien mungkin memerlukan bantuan
karena adanya kepedulian dari orang lain, dan memiliki sedikit motivasi
internal untuk berubah. Petugas kesehatan dapat mengenalinya dengan
melakukan asessmen nilai personal pasien, ambisi, dan tujuan akhir.
Penting juga untuk meningkatkan kebebasan pasien untuk memilih apa yang
mereka ingin lakukan, dan tanggung jawabnya. Terkait dengan
3. Preparation
Pada fase ini pasien memiliki komitmen dan sudah mempunyai rencana untuk
berubah dalam waktu dekat, namun masih belum jelas apa yang akan
dilakukan. Pasien sudah menemukan resolusi dan membuat pernyataan yang
dapat memotivasi dirinya sendiri. Intervensi yang mungkin dilakukan pada
tahapan ini adalah dengan memperjelas tujuan dan strategi pasien untuk
berubah. Petugas kesehatan dapat memberikan beberapa pilihan untuk
berubah dan saran atau pendapat untuk berubah. Tegaskan kepada pasien
kapan perubahan tersebut akan dimulai. Jangan lupa untuk
mempertimbangkan kendala sekecil apapun dalam proses perubahan
perilaku. Eksplorasi harapan dan rencana terapi serta peran pasien dalam
perubahan perilaku. Identifikasi hal-hal yang pernah dikerjakan sebelumnya
dan bagaimana pasien akan mengerjakan itu di masa yang akan datang.
Minta pasien untuk membuat daftar dukungan keluarga dan sosial yang akan
membantu dalam proses perubahan perilakunya.
4. Action
Pada tehapan ini pasien sudah aktif mengambil langkah perubahan perilaku,
namun belum mencapai kondisi stabil. Tahapan ini biasanya berlangsung
dalam beberapa minggu. Strategi motivasional yang dapat dilakukan petugas
kesehatan adalah mengimplementasikan bantuan untuk mempertahankan
keuntungan. Sanagt pentng untuk mengikat pasien dalam proses pengobatan
dan memperkuat tidak menggunakan zat. Sangat penting memberikan
dukungan kepada pasien bahwa perubahan dapat dicapai melalui langkah
sederhana. Anda juga dapat membantu pasien berpikiran realistis dengan
Lakukan analisis risiko dan membangun trategi yang sesuai untuk mengatasi
potensi kegagalan.
Hal ini juga dapat membantu untuk menilai dukungan keluarga dan dukungan
sosial. Keluarga/lingkungan yang mendukung dapat membantu pasien untuk
memelihara perubahan perilaku. Namun, harus tetap menerapkan kehati-
hatian dalam situasi dimana keluaraga tidak memiliki hubungan yang stabil
dengan pasien.
5. Maintenance
Pada tahapan ini pasien sudah mencapai tujuan awal yang diharapkan,
seperti abstinensia. PAsien juga berusaha untuk dpaat mempertahankan
kondisi ini. PEndekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan membantu
pasien mengidentifikasi kegiatan yang terkait dengan kondisi abstinen
mereka. Berikan dukungan terhadap perubahan gaya hidup pasien.
Pertahankan kontak untuk dukungan. Bantu pasien untuk menerapkan
strategi mencegah kekambuhan. Kembangkan sebuah rencana untuk
menghindari enggunaan napza dimasa yang akan datang. Evaluasi ulang
rencana jangka panjang pasien.
6. Relaps
Pada tahapan ini pasien kembali menggunakan napza dan harus dapat
mengatasi konsekuensinya serta memutuskan apa yang akan dilakukan
selanjutnya. Petugas kesehatan dapat membantu pasien untuk masuk
kembali ke dalam lingkaran perubahan dan berikan pujian atas keinginan
pasien untuk melakukan perubahan positif. Eksplorasi makna dan kenyataan
dari kekambuhan sebagai kesemapatan untuk belajar. Bantu pasien untuk
memperoleh strategi alternative dalam memecahkan masalah serta
pertahankan kontak dan dukungan.
VIII. Lampiran
Lembar Penugasan
I. Deskripsi Singkat
Apakah yang dimaksud tentang Intervensi Singkat berdasarkan ASSIST?
Intervensi singkat bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi akibat
penggunaan Napza dan juga untuk memotivasi para pengguna agar mau
mengubah perilakunya terhadap penggunaan Napza. Intervensi singkat
berdasarkan ASSIST dilakukan melalui sebuah diskusi sederhana & singkat
dengan pasien mengenai skor ASSIST dan arti skor, dengan membaca dari kartu
laporan umpan balik ASSIST. Secara umum, intervensi singkat di layanan primer
dapat berkisar antara 3-5 menit untuk umpan balik dan advis (nasehat, informasi)
sampai 15-30 menit untuk konseling singkat dan ditujukan bagi pasien dengan
skor ‘risiko sedang’ serta tidak diperuntukkan sebagai intervensi tunggal pada
pasien ‘risiko tinggi’ atau pasien dengan ketergantungan. Intervensi singkat dapat
digunakan sebagai dasar sesi yang sedang berlangsung atau selanjutnya.
Intervensi singkat dapat juga diberikan untuk memotivasi para pengguna yang
mengalami ketergantungan berat agar mau menerima penanganan yang intensif
di pelayanan kesehatan dasar atau dirujuk ke pusat layanan ketergantungan
Napza. Intervensi singkat harus dilakukan secara individu dan bersifat suportif
serta sikap yang tidak menghakimi.
V. Langkah Pembelajaran
Pokok bahasan masing-masing akan diuraikan secara runtut oleh fasilitator
kepada peserta pelatihan. Di lain pihak peserta latih mendengar, mencatat dan
mengikuti arahan dan petunjuk fasilitator. Proses pembelajaran ini akan
dikemukakan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Fasilitator
1) Bina situasi kelas
• Mengucapkan salam
• Memperkenalkan diri
2) Mempersilakan peserta latih mengenalkan diri
3) Menjajaki pengetahuan peserta tentang hubungannya dengan materi
yang akan disajikan
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Membalas salam
2) Peserta memperkenalkan diri
3) Menjawab pertanyaan dari fasilitator
4) Mempersiapkan diri dan alat tulis untuk perlengkapan belajar
5) Mendengar dan mencatat hal-hal yang perlu dicatat
2. Langkah Kedua
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator mengawali kegiatan pembelajaran dengan ceramah tentang
prinsip intervensi singkat.
3. Langkah Ketiga
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator melanjutkan pembelajaran dengan ceramah tentang pokok
bahasan kedua intervensi singkat berdasarkan skor ASSIST.
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
3) Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta
4. Langkah Keempat
a. Kegiatan Fasilitator
1) Fasilitator meminta peserta untuk membuka lembar penugasan materi
inti 6
2) Fasilitator menjelaskan penugasan materi inti 6
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih mengerjakan penugasan materi inti 6
5. Langkah Kelima
a. Kegiatan Fasilitator
Modul Pelatihan Skrining Penyalahgunaan Napza Dengan Menggunakan ASSIST 104
1) Fasilitator menyimpulkan tentang intervensi singkat berdasarkan
ASSIST
2) Fasilitator mengakhiri sesi dengan menanyangkan tujuan khusus
pembelajaran serta bertanya pada peserta latih tentang jawaban tujuan
khusus
3) Memberi kesempaatn kepada peserta untuk bertanya
b. Kegiatan Peserta Latih
1) Peserta latih menjawab pertanyaan fasilitator
2) Peserta mencatat hal-hal yang perlu
Pokok Bahasan 1
1. Feedback
Umpan balik disampaikan mengikuti hasil ASSIST tentang penggunaan
Napza dan masalah yang berkaitan. Umpan balik dapat termasuk
informasi tentang masalah-masalah dan penggunaan Napza individu,
informasi tentang risiko individu yang berhubungan dengan pola
penggunaan Napza saat ini, dan informasi umum tentang risiko
berhubungan Napza dan dampak buruk. Jika keluhan-keluhan pasien
dapat dikaitkan dengan pola penggunaan Napza mereka, maka penting
bagi terapis untuk menginformasikan kepada pasien bahwa kaitan ini
merupakan bagian dari umpan balik. Umpan balik juga termasuk
perbandingan antara pola penggunaan Napza pasien dan masalah-
masalah lain terkait dengan pola rata penggunaan Napza serta masalah
terkait yang terjadi pada populasi yang sama
3. Advice
Komponen penting dari Intervensi singkat yang efektif adalah
memberikan nasihat atau informasi yang jelas tentang dampak buruk
yang berkaitan penggunaan Napza. Pasien seringkali tidak menyadari
pola-pola penggunaan Napza saat ini dapat menyebabkan masalah
kesehatan atau masalah lainnya, atau memperburuk masalah yang ada.
Informasi yang jelas bahwa dengan mengurangi atau berhenti
menggunakan Napza dapat mengurangi risiko dan masalah yang
berkaitan dengan kesehatan mereka dimasa datang akan dapat
meningkatkan kesadaran mereka terhadap risiko dan menetapkan
alasan-alasan untuk mempertimbangkan perubahan perilaku mereka
5. Empati
Komponen efektif yang harus dimiliki oleh petugas medis yang
melakukan intervensi singkat adalah sikap yang penuh kehangatan,
dapat merefleksikan perasaan, berempati dan mau memahami serta
tidak menghakimi. Menerapkan sikap yang penuh kehangatan dan
berempati adalah faktor yang bermakna dalam merespon pasien pada
intervensi dan membimbing mereka untuk mengurangi penggunaan
NAPZA pada saat kunjungan lanjutan
Wawancara Motivasional
Petugas kesehatan yang baik membantu pasien mengenali diskrepansi antara hal
yang dilakukan pasien saat ini dan hal yang sebenarnya ingin dilakukan pasien.
Jika seorang pasien merasa lebih percaya diri tentang perubahan yang dia cari,
dia akan merasa lebih antusias untuk membuat perubahan. Petugas kesehatan
harus mendampingi pasien membangun motivasi diri dan kepercayaan diri untuk
melanjutkan perubahan.
Beberapa pasien akan resisten untuk merubah perilaku mereka. Mereka akan
kurang percaya diri akan kemampuannya dan menjadi kurang motivasi. Salah
satu cara menghadapi resistensi ini adalah dengan menghindari konfrontasi. Tidak
efektif memaksa mereka berubah atau mengkonfrontasi mereka, semakin
memaksa perubahan perilaku pada pasien, semakin mereka menolak hal
tersebut.
Pokok Bahasan 2.
1. Asking (bertanya)
2. Kartu umpan balik (feedback)
3. Advis
4. Tanggung jawab (responsibility)
1. Asking (bertanya)
“Apakah anda ingin melihat bagaimana anda memberi skor pada pertanyaan
yang telah anda jawab…?”
- Pertanyaan ini adalah pintu masuk untuk memberikan intervensi singkat
- Kebanyakan pasien tertarik pada skor mereka
- Memberikan sebuah pilihan pada pasien tentang apa yang terjadi
kemudian dan mengurangi resistensi dengan segera
- Memberikan ijin pada petugas kesehatan untuk menyediakan informasi
yang relevan pada klien tentang skor mereka dan risiko yang terkait dan
pengurangan risiko
3. Advis
Advis adalah tentang menciptakan hubungan antara pengurangan
penggunaan Napza dan pengurangan dampak buruk. Advis adalah
mengatakan kepada pasien bahwa mengurangi atau menghentikan
Jangka
pendek
Jangka
panjang
Pasien yang memiliki skor ASSIST mengindikasikan tingkat risiko sedang dari
masalah yang berkaitan dengan semua jenis Napza yang mereka gunakan
harus ditawarkan Intervensi singkat (lihat skor keterlibatan zat spesifik untuk
masing-masing Napza). Intervensi singkat harus fleksibel dan
memperhitungkan tingkat risiko pasien, masalah yang spesifik, kesiapan untuk
berubah dan juga waktu yang tersedia. Jika kelihatannya mereka setuju anda
dapat katakan pada pasien untuk datang kembali membuat perjanjian
selanjutnya untuk mendiskusi masalah penggunaan Napza secara lebih rinci.
Ini dapat terjadi jika waktunya singkat atau jika anda terutama sekali khawatir
tentang masalah yang berkaitan dengan penggunaan Napza pasien atau jika
pasien sungguh-sungguh ingin melakukan sesuatu tentang penggunaan zat
mereka. Contoh pernyataan umpan balik: “Berikut ini adalah semua Napza
yang saya tanyakan dan masing-masing skor yang kamu berikan. Seperti
kamu lihat, skor rokok 16 berarti risiko sedang, skor alkohol 15 berarti risiko
sedang dan skor ganja 18 berarti risiko sedang juga. Sedangkan Napza
lainnya mendapat skor risiko rendah. Risiko sedang berarti kamu memiliki
risiko terhadap kesehatan dan masalah lainnya terkait pola penggunaan
Napza kamu saat ini dan juga berisiko di masa depan jika kamu tetap
menggunakan Napza.”
Pasien mungkin tidak menyadari hubungan antara penggunaan Napza dan
masalah yang ada ataupun potensial masalah, dan advis adalah mengatakan
kepada pasien bahwa mengurangi atau menghentikan Napza akan
mengurangi risiko masaalah saat ini dan di masa depan. Advis tidak bersifat
menghakimi atau subyektif sesuai opini petugas kesehatan (contoh subyektif
“ kamu benar-benar harus melakukan sesuatu terhadap penggunaan Napza
kamu.”).
Contoh refleksi berdasarkan hal-hal baik dan kurang baik dari pasien terkait
penggunaan Napza-nya dengan menekankan pada hal-hal kurang baik:
“Jadi anda menyukai minum alkohol karena dapat membuat anda relaks dan
senang dan aktif bicara ketika bertemu orang... namun anda tidak senang
saat menemukan kesulitan berhenti minum dan berakhir pada argumentasi
bahwa saat minum anda akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang
membuat anda menyesal keesokan harinya, termasuk berakhir di rumah sakit
minggu lalu karena anda terluka akibat perkelahian...”
Beberapa dari pasien yang berada pada tingkat resiko tinggi mungkin tidak
peduli tentang pola penggunaan Napza mereka atau mungkin tidak bersedia
untuk menerima pengobatan yang intensif. Beberapa faktor penting pada
Intervensi singkat dapat digunakan untuk memberikan motivasi, misalnya
pasien mau menerima pengobatan lanjutan:
C. Mengenali Resistensi
Resistensi (“sikap melawan”) pasien dapat dikenali saat mereka mendebat,
menginterupsi, gagal membuat hubungan (antara masalah dan penggunaan),
tidak peduli dengan berbagai masalah, gagal untuk terlibat. Saat pasien tidak
ingin merubah perilaku mereka, mereka akan menunjukkan resistensi melalui
perilaku mereka. Mereka akan berargumen dengan anda dan atau tidak setuju
dengan yang anda katakan. Saat anda mencoba mengatakan sesuatu,
mereka akan menginterupsi karena tidak ingin mendengar kata-kata anda.
Mereka akan mengatakan bahwa masalah-masalah yang dihadapi tidak ada
hubungannya dengan penggunaan Napza. Atau mereka akan menyangkal
masalah-masalah tersebut seolah-olah tidak ada. Akhirnya mereka akan
memilih tidak berbicara atau tidak datang lagi pada anda. Hal ini adalah
sebuah sinyal penyangkalan.
Dalam proses konseling, sikap-sikap di atas sangat umum terjadi. Untuk itu
konselor perlu mencermati timbulnya resistensi klien dan tidak terjebak pada
perdebatan panjang dengan klien. Perdebatan tidak dapat lagi dianggap
sebagai konseling, bahkan menjadi kontraproduktif dalam perubahan perilaku.
Resistensi adalah tanda bahwa konselor perlu merubah arah dengan lebih
mendengarkan klien secara hati-hati. Prinsip dasar dalam mengatasi
resistensi adalah:
- Hindari argumentasi
3. Reframing
Pasien: Bagaimana jika saya mengatakan menyukai merokok dan saya tidak
ingin berhenti?
Petugas kesehatan: Anda bebas melakukan hal yang anda senangi; itu
adalah pilihanmu. Saya tidak dapat memutuskan untuk anda bahkan jika saya
menginginkannya.
Jika pasien memutuskan untuk tidak membuat keputusan saat ini, hal yang
penting adalah menerima keputusan pasien. Petugas kesehatan harus
berempati dengan kesulitan pasien dalam merasa ambivalensi. Petugas dapat
bertanya pada pasien jika dia memiliki sebuah rencana untuk mengatur
berbagai konsekuensi dari tidak membuat sebuah keputusan dan apakah ada
hal yang perlu pasien butuhkan untuk membuat keputusan, seperti lebih
banyak waktu, lebih banyak informasi, atau lebih banyak dukungan.
Pasien 22 tahun, perempuan, skor ASSIST risiko sedang untuk ATS, rokok dan
kanabis. Zat lain mendapat skor rendah. Untuk contoh kasus ini petugas kesehatan
hanya fokus pada penggunaan ATS. Intervensi yang lebih panjang dapat juga
diberikan terkait zat lain yang digunakan (kanabis dan rokok)
PK: Apakah anda ingin melihat hasil kuesioner yang sudah anda kerjakan? (Asking)
P : Ya, silahkan
PK: (menunjukkan skor pada halaman pertama kartu laporan umpan balik ASSIST):
Ini adalah skor anda utntuk setiap jenis zat yang sudah kita bicarakan. Skor rokok 21
artinya risiko sedang, skor kanabis 6 dan 14 untuk ATS artinya juga risiko sedang.
Anda memiliki risiko rendah untuk jenis zat lainnya. Risiko sedang artinya anda
PK: (membuka booklet dan menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan ATS):
Karena risiko anda terhadap dampak buruk amfetamin adalah sedang, maka
beberapa hal yang berkaitan dengan penggunaan saat ini yaitu kesulitan tidur, hilang
nafsu makan, dehidrasi, sakit kepala dan nyeri otot. Mood swing seperti cemas,
depresi dan panik atau paranoid, khususnya sehari setelah memakai, yang sudah
anda sebutkan saat mengisi kuesioner. Karena ATS bersifat stimulan terhadap
susunan saraf pusat maka zat tersebut menstimulus anda sehingga anda merasakan
tremor, detak jantung tidak teratur dan nafas pendek. Beberapa orang dapat menjadi
agresif dan melakukan kekerasan saat menggunakan amfetamin dan lainnya
mengalami psikosis. Selain itu ATS juga dapat mgakibatkan kerusakan sel otak
permanen, kerusakan liver dan stroke. (Umpan balik)
PK: Jalan terbaik agar anda dapat mengurangi hal-hal tersebut terjadi adalah dengan
mengurangi atau menhentikan penggunaan amfetamin. (Advis)
Apa yang akan anda lakukan dengan informasi ini adalah tergantung diri anda. Saya
hanya ingin agar anda memahami hubungan antara pola penggunaan saat ini dan
berbagai dampak buruk yang dapat timbul. (Tanggung jawab)
PK: (kembali ke halaman depan booklet dan menunjukkan skor amfetamin): Apakah
skor amfetamin ini menjadi perhatian anda? Bagaimana? (Kepedulian)
P: Ya, itu menjadi perhatian saya sedikit. Saya tidak menyadari saya akan mendapat
skor tinggi untuk amfetamin dan saya dapat berisiko terhadap berbagai masalah
kesehatan. Saya rasa saya berpikir untuk mengurangi sementara waktu karena
menyebabkan perasaan depresi dan uring-uringan selama beberapa hari setelah
penggunaan dan rasanya tidak berarti bila menggunakan lagi. Namun zat tersebut
membuat saya merasa nyaman saat digunakan, jadi saya betul-betul tidak tahu…
PK: Jadi..apa hal-hal baik tentang menggunakan amfetamin bagi anda? (Hal-hal
baik)
P: Saya menikmati bahwa saya dapat terjaga sepanjang malam dan pesta dengan
teman-teman saat menggunakan dan mereka membuat saya merasa lebih hidup dan
bahagia.
PK: Bagaimana dengan hal-hal yang kurang baik tentang menggunakan amfetamin,
apa yang anda alami? (Hal-hal kurang baik)
P: Tentu saja perasaan depresi dan iritabel saat bekerja dan bersama pasangan. Dia
tidak menyukai saya menggunakan shabu dan hal tersebut menyebabkan beberapa
problem di antara kami. Saya juga kuatir efek ini berkepanjangan karena saya
merasa lebih iritabel dibanding dahulu.
PK: Jadi hal-hal baik tentang pemakaian shabu adalah hal tersebut membuat anda
merasa aktif dan dapat pesta semalaman dengan teman-teman dan merasa senang,
namun di sisi lain anda merasa depresi (tertekan) dan anda mengetahui bahwa anda
merasa lebih “moody” dan iritabel dibanding sebelumnya dan hal tersebut
menimbulkan masalah dengan pasangan, khususnya berkaitan dengan iritabel dan
mood swing. (Kesimpulan dan Refleksi)
PK: Apakah hal-hal kurang baik terkait menggunakan amfetamin menjadi perhatian
anda? Bagaimana? (Kepedulian)
P: Ya, saya rasa saya peduli dengan efek terhadap mood saya. Hal tersebut juga
membuat saya kuatir jika mengarah ke sesuatu gangguan, karena saya betul-betul
tidak menyukai perasaan depresi.
PK: Anda dapat membawa kartu laporan umpan balik ini dan saya juga memberikan
informasi tentang amfetamin. Saya berikan juga booklet tentang Strategi menolong
diri untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan Napza. Banyak pasien
menemukan hal ini berguna bagi mereka untuk memutuskan apakah mgurangi zat
atau tidak. Bila anda memutuskan untuk mengurangi atau menghentikan, buku
petunjuk ini menyediakan beberapa strategi yang berguna bagi anda. Anda juga
LATIHAN 4
Materi Inti 4: CARA MENGGUNAKAN DAN MELAKUKAN SKORING
ASSIST
Catatan khusus :
Pada skenario yang ada akan ada jawaban dalam tanda kurung, dimana
seharusnya pertanyaan ini tidak ditanyakan lagi oleh pewawancara. Namun
bila ditanyakan tetap dijawab oleh pemeran pasien, dan setelah wawancara
maka sampaikan umpan balik bahwa seharusnya pertanyaan itu tidak
ditanyakan kembali.
Pertanyaan 1
Dalam kehidupan anda, zat apa saja saja dibawah ini yang
pernah digunakan? (HANYA PENGGUNAAN NON MEDIS)
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, ice, dll) Iya, ekstasi
f. Inhalan (nitrat, lem, bensin, thiner cat, solvent, spray, dll) Tidak
Selama tiga bulan terakhir, seberapa sering anda pernah menggunakan zat
seperti yang anda katakan
(ZAT PERTAMA, ZAT KEDUA, DLL)?
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, Mungkin bisa dibilang ada
ice, dll) keinginan yang kuat untuk
pakai ekstasi…ada satu atau
dua kali dalam 3 bulan
terakhir ini.
Selama tiga bulan terakhir , seberapa sering obat yang anda gunakan dari (ZAT
PERTAMA, ZAT KEDUA, DLL) yang menyebabkan timbulnya masalah kesehatan,
sosial, hukum dan masalah keuangan?
a. Produk-produk tembakau (cigarettes, chewing Ada satu atau dua kali saya pernah
tobacco, cigars/cerutu, tembakau kemenyan, merasa nafas agak sesak terutama kalau
habis naik sepeda sama teman-teman.
e-cigar/vape, dll) Terpikir mungkin karena saya merokok
sudah lama.
b. Minuman-minuman beralkohol (bir, anggur, Saya mengalami mabuk yang berat rata-
spirits, vodka, tequila, tuak, cap tikus, topi rata satu sampai dua kali setiap bulan
dalam 3 bulan terakhir.
miring/tomi, sopi, sake, ciu, dll)
c. Kanabis ( ganja, mariyuana, cimeng, pot,
Tidak pernah ada masalah
grass, hash, dll)
d. Kokain (coke, crack, dll) (tidak pernah pakai kokain)
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, Saya pernah kehabisan uang sebanyak
dua kali dalam 3 bulan terakhir karena
ekstasi, ice, dll)
ke diskotik, beli ekstasi dan saya harus
pinjam uang ke teman untuk membayar
tagihannya.
Selama tiga bulan terakhir , seberapa sering anda gagal melakukan hal-hal yang
biasa anda lakukan disebabkan karena penggunaan dari (ZAT PERTAMA, ZAT KEDUA,
DLL )?
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, Iya, pacar saya sudah mengingatkan
ice, dll) saya sekitar sebulan yang lalu
CATATAN PENTING:
Pasien yang pernah menggunakan napza dengan cara menyuntik dalam 3 bulan
terakhir, harus ditanyakan tentang pola menyuntik yang mereka lakukan selama
periode ini untuk menentukan tingkat risiko dan intervensi yang tepat
Untuk masing-masing zat (a sampai j) jumlahkan semua skor yang didapat dari pertanyaan
2 sampai 7. Jangan jumlahkan hasil dari masing-masing P1 atau P8 didalam skor ini.
Contoh, Skor untuk Kanabis (ganja) dapat dijumlahkan dari pertanyaan: P2c + P3c + P4c
+ P5c + P6c + P7c
Catat bahwa P5 untuk tembakau tidak diberi kode, dan yang dijumlahkan hanya
pertanyaan: P2a + P3a + P4a + P6a + P7a
Pertanyaan 1
Dalam kehidupan anda, zat apa saja saja dibawah ini yang
pernah digunakan? (HANYA PENGGUNAAN NON MEDIS)
b. Minuman-minuman beralkohol (bir, anggur, spirits, vodka, tequila, Iya, bir dan
kadang-
tuak, cap tikus, topi miring/tomi, sopi, sake, ciu, dll)
kadang wine
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, ice, dll) Iya, pakai
shabu
f. Inhalan (nitrat, lem, bensin, thiner cat, solvent, spray, dll) Tidak
j. Napza lain – Spesifik: contoh : DMP, THP, CTM, Carisoprodol, Khat, Iya, pernah
Kanabis sintetis (Gorilla, hanoman,sun go kong), dll mencoba THP
Selama tiga bulan terakhir, seberapa sering anda pernah menggunakan zat
seperti yang anda katakan
(ZAT PERTAMA, ZAT KEDUA, DLL)?
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, Tidak nyabu lagi selama 3
ice, dll) bulan terakhir, sebelumnya
juga jarang sekali
i. Opioid (heroin, morfin, metadon, kodein, tramadol, Saya menjadi addict dengan
putaw ..sudah lama sekali
buprenorfin, dll)
dan mencoba beberapa kali
supaya bisa stop dan
akhirnya bisa stop sekitar 2
tahun yang lalu – jadi 3
bulan terakhir ini sudah tidak
pakai lagi.
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, (Tidak pakai shabu selama
ice, dll) 3 bulan terakhir)
i. Opioid (heroin, morfin, metadon, kodein, tramadol, (tidak pakai dalam 3 bulan
buprenorfin, dll) terakhir ini)
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, (Tidak pakai shabu selama 3 bulan
ekstasi, ice, dll) terakhir)
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, (Tidak pakai shabu selama 3 bulan
ice, dll) terakhir)
i. Opioid (heroin, morfin, metadon, kodein, tramadol, (tidak pakai dalam 3 bulan terakhir
buprenorfin, dll) ini)
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, Tidak pernah karena saya jarang
ice, dll) sekali pakai shabu
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, ice, Tidak pernah ada problem,
dll) tidak pakai juga tidak apa-
apa
i. Opioid (heroin, morfin, metadon, kodein, tramadol, Iya, saya pernah coba
berhenti berkali-kali dulu.
buprenorfin, dll)
Tidak dalam 3 bulan terakhir
ini.
CATATAN PENTING:
Pasien yang pernah menggunakan napza dengan cara menyuntik dalam 3 bulan
terakhir, harus ditanyakan tentang pola menyuntik yang mereka lakukan selama
periode ini untuk menentukan tingkat risiko dan intervensi yang tepat
Untuk masing-masing zat (a sampai j) jumlahkan semua skor yang didapat dari pertanyaan
2 sampai 7. Jangan jumlahkan hasil dari masing-masing P1 atau P8 didalam skor ini.
Contoh, Skor untuk Kanabis (ganja) dapat dijumlahkan dari pertanyaan: P2c + P3c + P4c
+ P5c + P6c + P7c
Catat bahwa P5 untuk tembakau tidak diberi kode, dan yang dijumlahkan hanya
pertanyaan: P2a + P3a + P4a + P6a + P7a
Pertanyaan 1
Dalam kehidupan anda, zat apa saja saja dibawah ini yang
pernah digunakan? (HANYA PENGGUNAAN NON MEDIS)
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, ice, dll) Iya, shabu
f. Inhalan (nitrat, lem, bensin, thiner cat, solvent, spray, dll) Tidak
g. Sedativa atau pil-pil tidur (diazepam, alprazolam, flunitrazepam, dll) Iya, xanax
Selama tiga bulan terakhir, seberapa sering anda pernah menggunakan zat
seperti yang anda katakan
(ZAT PERTAMA, ZAT KEDUA, DLL)?
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, Tidak pakai, dulu hanya
ice, dll) pernah coba shabu beberapa
kali dari kakak. Lebih dari 3
bulan yang lalu.
e. Stimulan jenis amfetamin (speed, meth, ekstasi, ice, Tidak pernah terpikir karena
dll) saya hanya coba beberapa
kali saja
CATATAN PENTING:
Pasien yang pernah menggunakan napza dengan cara menyuntik dalam 3 bulan
terakhir, harus ditanyakan tentang pola menyuntik yang mereka lakukan selama
periode ini untuk menentukan tingkat risiko dan intervensi yang tepat
a. Kasus 1 :
Tn. B, 39 tahun, sudah menyalahgunakan heroin sejak 10 tahun yang
lalu dengan cara suntik. Saat ini dia juga sudah dideteksi terinfeksi HIV,
sudah pernah direhabilitasi sebanyak 3 kali dan tidak pernah sampai
akhir program. Sempat berhenti selama hampir setahun, kambuh lagi
setelah tahu status HIV. Klien juga masih tetap menyuntik meskipun
sudah mengikuti program pengobatan Buphrenorphine. Kadangkala ia
juga masih menghisap ganja 2 sampai 3 kali seminggu. Klien ingin
berhenti dari penggunaan heroinnya dan tidak tahu program
pengobatan apa yang sesuai buat dirinya. Keluarga sudah tidak peduli
dengan kondisinya saat ini.
c. Kasus 3 :
Nn. S, 20 th, bekerja sebagai pramugari di salah satu maskapai
nasional. Datang ke klinik kandungan diantar oleh pacarnya, dengan
keluhan terlambat menstruasi sejak 4 minggu. Tes kehamilan yang
dilakukan di klinik, didapatkan hasil positif. Hal ini membuat pasien
terpikir untuk menggugurkan kandungan, namun masih ragu. Pacar
pasien mau untuk bertanggung jawab, namun pasien belum ingin
menikah dan masih ingin bekerja. Keluarga pasien belum tahu jika
pasien sedang hamil. Pasien mengenal Inex setahun terakhir dari
pacarnya, biasanya pasien pakai bersama pacar saat tidak ada jadwal
terbang, sekitar 2-3x/minggu. Setelah itu pasien melakukan hubungan
seksual bersama pacar. Sebelumnya pasien hanya menggunakan 1/2
tablet namun beberapa bulan terakhir pasien mengkonsumsi 1-2 butir.
Saat ini pasien tinggal bersama teman-temannya di apartemen milik
perusahaan, kadang-kadang jika off, pasien pulang ke rumah
orangtuanya. Pasien mengku tidak ada konflik dengan ibu, namun
sering bersitegang dengan ayahnya.
Kasus 1:
Nn.S, perempuan usia 27 tahun datang dengan keluhan jantung sering berdebar-
debar, gelisah dan cemas. Terobsesi dengan keinginan memperoleh badan yang
kurus. Saat ini dengan tinggi 165 cm, beratnya 60 kg (awalnya 70 kg). Nn.S ingin
sekali menurunkan berat badan hingga 50 kg dan untuk itu Sudah setahun
belakangan ini mengkonsumsi shabu bersama teman-temannya untuk mengurangi
nafsu makan. Ia juga mempunyai kebiasaan merokok untuk menghindari kebiasaan
ngemil.. Menurutnya upaya menggunakan shabu ini berperan besar dalam
mengurangi berat badannya dan membuatnya semangat bekerja. Namun Nn.S juga
heran mengapa 3 bulan belakangan ini ia seringkali tidak tenang dan kadang timbul
pikiran paranoid. Nn.S ragu untuk menghentikan pemakaian shabu karena merasa
ada manfaat baginya. Hasil skor (ASSIST) 15 untuk Metamfetamin dan skor 20 untuk
rokok.
Kasus 2:
Tn.Y, 30 tahun Seorang karyawan swasta datang berobat dengan keluhan sakit
kuning. Pemeriksaan SGPT/SGOT menunjukkan peningkatan. Gejala mual, muntah
dan berat badan menurun. Minum bir sejak 3 tahun belakangan ini, dimana jumlah
penggunaan terakhir kadangkala mencapai 3 botol sehari, terutama pada akhir
minggu. Beberapa kali bolos kerja dengan alasan sakit. Teman sekerja sudah
mengeluh atas perilaku Tn.Y yang belakangan menjadi temperamental dan sering
pelupa. Tn.Y merasa penggunaan alkoholnya sangat wajar, karena hanya
mengandung alkohol 5%. Tn.Y juga memakai Ganja sejak setahun yang lalu, ganja
dirasakan membuat dia tenang. Beberapa bulan ini Tn.Y juga merasa sering cemas,
sulit fokus dan kesulitan menyelesaikan tugas-tugasnya. Hasil skrining ASSIST
diperoleh skor Alkohol 22 dan skor Ganja 10. Tn.Y menyangkal bahwa berbagai
masalah muncul akibat penggunaan Napza dan menunjukkan resistensi saat
wawancara.