Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN JURNAL

PENDEKATAN SYSTEM THINKING DALAM


KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Ricky Arnold Nggili

A. Pendahuluan
Pola pikir generasi abad 20 semakin dinamis dan berkembang luas. Hal-hal
konvensional mudah ditinggalkan tanpa ada penyesalan. Manusia abad ini
berkemampuan mengaktualisasi diri sebagai bentuk pemberian penghargaan
terhadap dirinya sendiri. Tingginya kebergantungan pada informasi teknologi
mengakibatkan generasi di abad ini semakin dinamis dalam berkorelasi dengan
bentukan lain di luar dirinya. Thesis McLuhan pada 1960-an tentang masa digital
dan komputer yang mengarahkan kepada sebuah perubahan pola komunikasi telah
terbukti. Dengan kondisi demikian, karakter pemimpin yang perlu dibentuk saat
ini tidak lagi sama dengan pola pembentukan karakter pemimpin di masa-masa
lalu. Pemimpin saat ini hadir dalam konteks ruang dan waktu saat ini.
Dalam dunia yang semakin dinamis dan perkembangan teknologi yang
semakin cepat, dibutuhkan pemimpin yang mampu melakukan perubahan
menggunakan pendekatan system thinking. System thinking merupakan sebuah
pendekatan teknis dalam mengelola kompleksitas dan kecepatan sebuah
perubahan. Pendekatan system thinking sudah dikenal sejak 1900-an. Pendekatan
ini digunakan untuk memahami pola gerak alam semesta dan makluk hidup di
dalamnya.
Memahami system thinking sebagai pendekatan dalam menjalankan fungsi
kepemimpinan, merupakan upaya menjaga integritas dan tanggung jawab dalam
memimpin. Selain system thinking telah diterapkan dalam cara kerja mekanis
serta oleh para manajer dalam penerapan manajemen organisasi secara efektif
B. Kepemimpinan Transformasional
Dalam kepemimpinan transformasional, seorang pemimpin dapat
mentransformasi orang-orang yang dipimpinnya melalui empat hal (Bass &
Avolio, 1994). Pertama, transformasi lewat idealized influenza (charisma), artinya
seorang pemimpin memiliki integritas perilaku terhadap kesesuaian esphased
values dan eancted values. Pemimpin haruslah mampu menjadi role model positif.
Kedua, transformasi lewat inspirational motivation. Pemimpin transformasional
haruslah memiliki kemampuan komunikasi untuk memotivasi dan menginspirasi
orang-orang yang dipimpnny. Ketiga, transformasi lewat intellectual stimulation,
yang menempatkan pemimpin transformasional sebagai pencipta kondisi kondusif
guna berkembangnya inovasi dan kreatifitas dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ia tidak memanfaatkan status quo yang dimilikinya, tapi menggunakan sharing of
power yang melibatkan orang-orang di sekitarnya untuk melakukan perubahan..
Keempat, transformasi lewat individualized consideration. Dalam hal ini,
pemimpin transformasional memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan
setiap individu untuk berprestasi dan berkembang dengan jalan bertindak selaku
pelatih atau penasihat
C. System Thinking Sebagai Sebuah Pendekatan
System thinking merupakan sebuah teori yang sudah berkembang sejak lama
dalam dunia sains. Pemikiran sistem adalah cara memahami realitas yang
menekankan hubungan antara bagian-bagian sistem, dari pada bagian yang berdiri
sendiri. System thinking dibangun di atas dasar kompleksitas, dinamis dan
holistik.
D. Memahami Penerapan Hard System & Soft System dari System Thinking
Dalam system thinking, kompleksitas dan dinamika merupakan syarat utama
untuk mengetahui sebuah sistem bekerja. Guna memahami system thinking secara
cybernetics perlu pendekatan hard system dan soft system. Dengan pendekatan
hard system akan tercipta formula yang tepat sebagai hasil dari proses analisis
sistem. Hard system membantu pengamat untuk mendeskripsikan sistem dan
perubahan yang sedang terjadi. Dengan membangun sistem seperti ini, maka
organisasi secara internal akan optimal dalam bekerja. Seorang pemimpin perlu
memahami juga soft system yang sebenarnya terintegrasi dengan hard system.
Dalam soft system dirancang sebuah sistem yang menghubungkan antara sistem
berpikir dan dunia nyata (real world). Hal ini membantu seorang pemimpin untuk
mengimplementasikan idealismenya dengan dunia riil yang sarat akan
kompleksitas.
E. Penerapan Operasional System Thinking dalam Kepemimpinan
Transformasional
Paradigma kepemimpinan transformasional dengan pendekatan system
thinking dapat membantu seorang pemimpin mengoptimalkan kepemimpinannya.
pemimpin yang tercipta saat ini haruslah para individu yang mampu menguasai
pendekatan dan tools dalam memimpin. System thinking merupakan sebuah
pendekatan dengan kekayaan tools yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan
karakter kepemimpinan transformasional. Tools sederhana system thinking yang
dapat digunakan dalam untuk melihat kondisi dan situasi sekitar pemimpin
transformasional yakni helicopter view. Helicopter view dapat digunakan untuk
melihat secara holistik lingkungan yang bergerak sangat cepat.
F. Penutup
Pemimpin harus memberikan perhatian secara menyeluruh terhadap orang-
orang yang dipimpinnya, dan lingkungan yang menjadi wadah ia untuk
mewujudkan visi idealnya. Untuk itu pendekatan system thinking dapat menjadi
tools yang tepat dalam menjawab kebutuhan manajerial. System thinking dapat
membantu seorang pemimpin untuk membangun sebuah sistem belajar yang terus
bergerak menunju pewujudan visi dan mampu untuk melakukan evaluasi diri
dengan sendirinya. Sistem tersebut terkontrol di atas dasar karakter
transformasional sang pemimpin.
JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

1. A, alasannya : input merupakan energi yang dimasukkan kedalam sistem.


Input juga merupakan suatu mekanisme pengendalian memantau proses
transformasi untuk meyakinan bahwa sistem tersebut memenuhi tujuannya.
2. B, alasannya : proses merupakan serangkaian kegiatan dari sistem yang
dirancang secara sadar dalam usaha merubah input / masukan menjadi output
atau outcome yang bermutu .
3. C, alasannya : output merupakan hasil yang dicapai dalam jangka pendek.
4. E, alasannya : outcome menghasilkan keluaran yang sifatnya jangka pendek
dan juga menghasilkan keluaran yang bersifat jangka panjang
5. D, alasannya : impact menghasilkan keluaran yang memiliki dampak jangka
panjang.
6. C, alasannya : Pada kondisi ini, tingkat keragaman masalah tidak begitu
tinggi, namun kompleksitasnya sangat tinggi dan sulit dikendalikan oleh
sistem. Misalnya pada unit pelayanan pasien rawat jalan di rumah sakit dengan
kunjungan pasien yang dapat dikendalikan namun terdapat kompleksitas
masalah yang sulit dikontrol (seperti masalah absensi petugas kesehatan karena
sistem remunerasi/gaji yang buruk, terdapat lonjakan jumlah pasien karena
adanya bencana alam, dan sebagainya. Menurut Weinberg, kondisi ini hanya
dapat diatasi dengan pendekatan sistem.
7. A, alasannya : Holism, yaitu pada sistem terdapat suatu sifat ‘keseluruhan’
yang jumlahnya lebih besar dari penjumlahan sub-subsistem.
8. B, alasannya : pada karektiristik self – organizing, prinsip ini meyatakan
bahwa setiap sistem mampu mengorganisasikan dirinya sendiri.
9. B, alasannya : kejadian terbagi dua yaitu kejadian sederhana dan kejadian
majemuk. Kejadian sederhana bila suatu kejadian dapat dinyatakan sebagai
himpunan yang hanya terdiri dari satu titik contoh, sdangkan kejadian
majemuk bila suatu kejadian dapat dinyatakan sebagai gabungan beberapa
kejadian sederhana.
10. C, alasannya : dynamic thinking : dapat melihat masalah sebagai akibat
dari pola perilaku sepanjang masa.
11. A, alasannya : Systems-as-effect thinking: melihat perilaku yang terjadi
dalam sistem merupakan akibat dari lingkungan
12. D, alasannya : forest Thinking : meyakini bahwa untuk memahami ssuatu
adalah dengan memahami konteks masalah secara keseluruhan.
13. B, alasannya : Operational Thinking : berfokus pada akibat dari masalah dan
memahami bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
14. E, alasannya : Loop Thinking : memandang sebab akibat terjadi dalam
proses yang selalu berjalan.
15. D, alasannya : Social System Theory menggunakan konsep hubungan antar
manusia (HAM) untuk membentuk elemen structural sistem sosial.
16. B, alasannya : living System Theory ini memberi kontribusi berupa “8 levels
of living system” yang membagi sistem kehidupan dalam delapan tingkatan
yaitu: 1) cell (sel); 2) Organ; 3) Organism (organisme); 4) Group (kelompok); 5)
Organization; 6) Community (komunitas); 7) Society (peradaban); dan 8)
Supranational system (sistem supranasional).
17. E, alasannya : Para penggagas teori mathematical models theory menggunakan
model-model persamaan matematika yang kaku untuk sebuah sistem, termasuk
melibatkan pendekatan aksioma matematika ke dalam teori sistem.
18. A, alasannya : Teori Cybernetics menggunakan konsep regulasi (kebijakan)
dan komando (perintah) dalam menjelaskan sistem. Regulasi dan komando
dipahami penganut teori ini sebagai Komunikasi dan Kontrol, yang
menghasilkan Umpan Balik (feedback).
19. B, alasannya : Prinsip emergence menyatakan bahwa seluruh bagian dari sistem
pada dasarnya merupakan penjumlahan dari subsistem-subsistem yang ada di
bawahnya. Suatu subsistem memiliki arti bagi sistem jika ikut berkontribusi
dalam sistem, bukan hanya bagian dari sistem saja
20. C, alasannya : Prinsip hierarchy menyatakan bahwa keseluruhan sistem
dibentuk dari subsistem. Subsistem terbentuk dari sub subsistem, dan seterusnya.
21. E, alasannya : Prinsip holism menyatakan bahwa untuk memahami suatu
sistem maka jangan hanya melihat pada fungsi dari bagian-bagiannya saja
melainkan pada keseluruhan sistem tersebut.
22. D, alasannya : Prinsip Darknes menyatakan bahwa tidak ada sistem yang dapat
diketahui secara keseluruhan (100%) oleh manusia karena adanya keterbatasan
daya observasi.
23. A, alasannya : Prinsip Complementary menyatakan bahwa setiap orang harus
memahami berbagai sudut pandang orang lain dalam mempelajari suatu sistem
24. D, alasannya : Prinsip Equifinality umumnya terjadi pada sistem manusia atau
sistem yang terbuka. Prinsip equifinality menyatakan sistem akan mencapai
tujuan yang sama meskipun berasal dari asal (origin) yang berbeda.
25. C, alasannya : Prinsip multifinality umumnya terjadi pada sistem buatan
manusia atau sistem yang tertutup. Prinsip multifinality menyatakan bahwa
sistem tertutup (sistem buatan manusia) akan mencapai tujuan yang berbeda
meskipun berasal dari titik/tempat yang sama
26. A, alasannya : Prinsip purposive behavior menyatakan bahwa untuk mencapai
tujuannya, setiap prinsip memiliki perilaku atau aksi yang berbeda-beda. Khusus
untuk sistem tertutup atau sistem yang dibuat oleh manusia, perilaku untuk
mencapai tujuan (purposive behavior) diturunkan dari visi, misi, tujuan dan
sasaran.
27. E, alasannya : Prinsip satisficing menyatakan bahwa setiap sistem memiliki
ukuran/dimensi untuk mencapai tujuannya. Pada sistem terbuka (pada manusia)
ukuran pencapaian tujuan adalah yang paling memuaskan, sedangkan pada
sistem tertutup (buatan manusia) ukuran tujuan yang akan dicapai adalah yang
paling optimal.
28. C, alasannya : Prinsip Multifinality umumnya terjadi pada sistem buatan
manusia atau sistem yang tertutup. Prinsip multifinality menyatakan bahwa
sistem tertutup (sistem buatan manusia) akan mencapai tujuan yang berbeda
meskipun berasal dari titik/tempat yang sama
29. E, alasannya : Prinsip Viability menyatakan bahwa terdapat dua dimensi yang
saling bertentangan pada suatu sistem yaitu perubahan (change) dan pengawasan
(control). Setiap sistem secara dinamis akan mengalami perubahan dan tidak bisa
lepas dari perubahan akibat lingkungan sekitarnya. Namun perubahan ini harus
dikendalikan (kontrol) agar tidak memberikan akibat negatif bagi sistem.
30. D, alasannya : Prinsip Dynamic equilibrium menyatakan bahwa jika sistem
berinteraksi dengan lingkungan dari luar maka akan terjadi reaksi dari sistem
tersebut kemudian secara berangsur akan mengalami keseimbangan (kembali ke
titik awal).
31. C, alasannya : Prinsip basin of stability menyatakan bahwa setiap sistem
memiliki sarana / wadah untuk menampung kondisi stailitas, yakni sistem
akanmlakukan evaluasi untuk mengantisipasi timbulnya gangguan. Salah satu
cara untuk menghindari ketidakstabilan misalnya dengan menjaga agar proses
terjadi secara berurutan.
32. A, alasannya : Prinsip suboptimization menerangkan bahwa sistem tidak akan
mencapai hasil yang optimal meskipun susbsistem yang ada di bawahnya telah
mencapai titik optimal
33. C, alasannya : Prinsip Requisite variety menjelaskan bahwa setiap sistem akan
memberikan dampak kepada sistem lainnya. Sistem A akan berdampak pada
sistem B. Sistem B akan berdampak pada sistem C. Sistem C akan berdampak
pada sistem A dan seterusnya.
34. A, alasannya : prinsip requisite hierarchy menyatakan bahwa setiap sistem
memiliki elemen – elemen yang disebut dengan input – proses – output. Output
dari sistem dapat bervariasi tergantung bagaimana interaksi antara input dan
proses.
35. E, alasannya : Untuk mencapai kinerja sistem yang optimal maka dibutuhkan
umpan balik (feedback) bagi sistem tersebut. Feedback (baik pada sistem terbuka
dan tertutup) digunakan sebagai kontrol terhadap perilaku sistem sehingga dapat
menangkal gangguan yang tidak diharapkan. Prinsip feedback digunakan sebagai
dasar dalam sibernetika.
36. B, alasannya : Prinsip Circular Causality menjelaskan bahwa setiap sistem akan
memberikan dampak kepada sistem lainnya
37. B, alasannya : Prinsip Requisite Parsimony menyatakan bahwa setiap sistem
memiliki keterbatasan dalam mengendalikan berbagai parameter dalam sistem
seperti: tujuan, sasaran, konsep, hirarki, konfigurasi, tingkat desain dan
sebagainya.
38. C, alasannya : Prinsip Requisite Saliency menjelaskan bahwa sistem memiliki
“atribut-atribut” yang merupakan ciri khas dari sistem tersebut. Atribut tersebut
memiliki ranking atau tingkatan yang berbeda pada setiap sistem
39. E, alasannya : Prinsip pareto menyatakan sistem memiliki hukum/aturan
natural yang menggambarkan bahwa pada hampir seluruh sistem menghasilkan
80% output yang dihasilkan oleh 20% input, dan menghasilkan 20% output yang
dihasilkan oleh 80% input.
40. B, alasannya : Prinsip Finagle’s Law of Information menjelaskan bahwa sistem
yang mengalami kekacauan atau berada dalam kompleksitas yang tinggi
umumnya hampir tidak membutuhkan data/informasi yang akurat dalam
pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai