berupa trapesium sama kaki
trapesium dan sisi bawah bantalan disebut tebal balas d atau
1, Penampang
2. Jarak antara a
a
a
a
z
3
2
3
iS
B
=
g
a
i
2
+20+di)
Volume balas = (b + ¢)(t + dy) m?/m jalan rel
Batu-batu harus dipadatkan dengan cara dipecok (manual) atau lebih baik dengan alat/
mesin penggetar (tie tamper), khususnya batu-batu di bawah bantalan.
2.3.2. Sub Balas
Untuk lebih malindungi tanah bawah asli terhadap rembesan air dari atas (balas),
‘maka antara balas dan tanah bawah itu dapat diadakan lapisan pasir, yang dinamakan
sub balas atau tudung pasir (sand cap). Tebal minimum di bawah sumbu sepur dy = 15
cm.
Bidang atas sub balas|= bidang bawah balas adalah horizontal. Bidang sisi sub balas
miring 1:1,5 dan sebidang dengan sisi tanah tubuh jalan/tanggul.
Fungsi sub balas adalah juga agar lebih meratakan serta memperkecil tekanan beban,
Sub balas tidak selalu harus diadakan. Jika tanah dasar cukup baik tidak perlu ada sub
balas. |
|
2.3.3 Tanah Dasar
Dari semua komponen jalan rel, tanah dasar merupakan bagian yang paling lunak dan
harus menampung semua beban. Jika komponen terdahulu materialnya dapat diatur
(artinya: dapat dibuat di pabrik, dipilih, diseleksi/didatangkan dari lain tempat), tanah
dasar harus diterima seadanya.
Yang masih dapat dilakukan adalah pengaturan bentuk hingga sesuai tujuan, seperti:
1. Menghilangkan lapisan atas: humus, rumput/tanama dsb.
2. Penggalian/ekskavasi
3. Penimbunan dan pembentukan tanggul (dari tanah hasil penggalian) berikut
pemadatan (compacting)
Bidang atas tanah dasar dibuat landai 1:15 atau 1:25 ke kiri dan ke kanan menurun,
agar air, yang masik merembes dari atas (balas dan/atau sub balas), sebanyak
mungkin mengalir ke) samping dan keluar masuk parit/selokan. Dengan demikian
diharapkan tidak terlalu banyak air masuk ke dalam tanah dasar. Terlalu banyak air
akan merubah tanah jadi lumpur dan mengakibatkan batu-batu balas turun, sehingga
4lama kelamaan rmenippbutkan kantong balas (Gambar 2.23), yaitu suatu legokan
tempat air terperangkap. Air ini mendapat tekanan setiap kali rel diinjak roda kereta
api, bergolak bercampur tanah tubuh jalan menjadi lumpur, yang mencari jalan keluar
cepat, yaitu sebagian besar naik masuk ruang antara batu-batu balas. Setelah roda
lewat, air tersebut turun lagi ke kantong balas tetapi tersaring dan tertinggal batir-butir
tanah basah di dalam balas.
Proses ini berlangsung berulang-ulang, karena setiap hari dilewati oleh belasan atau
puluhan Kereta api, masing-masing mempunyai berpuluh-puluh roda, maka seolah-
lumpur (mud pumping).
derailment).
Cara perbaikan yaitu
jalan ditertibkan.
kantongbalas
'
Gambar 2.23 Kantong Balas Akibat Drainase yang Buruk
Cara pembangunan jalan kereta api pada suatu kondisi topografi daerah
bukivpegunungan diperlihatkan pada Gambar 2.24, Garis tertinggi tubuh jalan (U)
yang posisinya di tengah-tengah melalui bidang sumbu sepur (as), merupakan garis,
referensi utama. Proyeksi vertikalnya adalah rangkaian garis-garis lurus horizontal
atau landai (miring sedikit), masing-masing sepanjang puluhan atau ratusan meter
atau lebih.
Garis muka tanah, yang melalui as, pada umumnya berliku-liku dan di banyak tempat
memotong garis U. Jika garis U berada di bawah muka tanah, maka harus diadakan
penggalian tanah (ekskavasi), lengkap dengan parit-parit untuk pembuangan air
(@rainase) seperti diperlihatkan pada Gambar 2.24.2.
Jika garis U lebih tinggi dari muka tanah, maka harus dibangun sejalur timbunan
tanah (tanggul, embankment) dengan kedua sisinya miring 1:1,5 dan bidang atasnya
cukup lebar (2k; atau 2k.) untk menampung balas atau sub balas. Tanggul itulah yang
disebut tubuh jalan atay badan jalan,
25‘Tanggul tersebut perl pemantapan sewaktu dibangun dengan cara tidak sekaligsu
ditumpuk, melainkan gelapis demi selapis (tebalnya masing-masing + 25 em) yang
dipadatkan (compacting) dengan cara digilas atau alat penggetar.
proyekei aris », (@) ,
kepala rele KR
proyekst garie
ubun2 tubuhjalan
Gambar 2.24 Pembangunan Jalan Rel pada Daerah Galian dan Timbunan
Dalam hal tanggul tinggi, maka setiap ketinggian + 3,0-4,0 m harus diberi pelebaran
mendatar pada sisi tanggul (berm), sehingga berbentuk trap (tingkat) untuk
mempertinggi kemantapan maupun untuk petugas pejalan kaki/bersepeda. Jika tidak
diberi trap (tingkat), maka sudut lereng sisi diperkecil menjadi 1:1%, kemudian 1:2
(Gambar 2.25).
Gambar 2.25|Pemantapan Lereng pada Daerah Timbunan Tinggi
262.3.4 Sistim Drainase Pada Tubuh Jalan
1. Drainase Melintang (Lateral Drain)
Dikedua sisi lereng tubuh jalan harus diadakan saluran-saluran berisikan batu-batu
kali dibungkus ijuk setiap 6,0 m selang seling (Gambar 2.26). Penyempurnaan saluran
diperlihatkan pada Gambar 2.26.b. Kesemuanya itu meluluskan air ke parit
‘memanjang sejajar dengan jalan rel.
pengdpang
Gambar 2.26 Drainase Melintang (Lateral! rain)
2. Drainase Memanjang (Longitudinal Drain)
Baik pada timbunanitanggul beserta drainase melintangnya, maupun dalam galian,
harus diadakan saluran (selokan, paret) sejajar dengan sumbu sepur di sebelah kiri dan
kanannya, dekat kakil tanggul, atau kaki balas. Jka jalan rel ada di dasar galian
fungsinya untuk menampung semua air dari balas, tubuh jalan, dan drainase
‘melintangnya, maupun dari tebing jika jalan rel letaknya didalam galian.
Dasar paret itu harus selalu landai dan jika berupa galian di dalam tanah saja,
lazimnya sekitar 1:50 atau 1:100 untuk menghindari penggerusan dinding tanah paret
oleh air. Jika terpaksa harus curam, dinding paret ditembok atau dibeton dalam hal
jalan rel letaknya pada dasar galian yang dalam, jadi lereng tebing adalah panjang,
‘maka dari situ patut dikhawatirkan banyak rembesan air tanah dapat membasahi terus
‘menerus tanah dasar dan balas dengan segala akibatnya.
Untuk membatasi gejala itu, maka sepanjang lereng tebing diadakan penampungan air
rembesan berupa paret, lazimnya cukup sebuah atau dua buah. Kalau lebih, berarti
27|
galian sangat dalam schingga biaya terlalu mahal dan mungkin lebih murah membuat
terowongan atau memilih trase lain.
Semua lereng tubuh jalan maupun tebing harus ditanami rumput guna lebih
memantapkan tanah dengan mengisap sebagian air tanah (Gambar 2.27).
Lobang sua, derist kerikil +
(weep hole) pasir
parit
i enangicap
Rinteseeptor)
Gambar 2.27 Penampang Melintang Jalan Rel pada Galian yang Dalam dengan Sistim
Drainase Memanjang
2.3.5 Tubuh Jalan Berupa Bangunan Hikmat
Arti bangunan hikmgt adalah bangunan non alami, buatan manusia (artificial
structure). Beberapa diantaranya yang terpenting dan banyak diterapkan ialah dinding
penahan tanah (retaining wall), viadukt, dan terowongan di bawah tanah kota
(subway).
Jika ruang terbatas/sempit untuk alas tubuh jalan yang lebar, maka bagian bawahnya
dapat dipancung dan ditanah dengan dinding/tembok dari pasangan batu atau beton
(Gambar 2.28).
Gambar 2.28 Tembok Penahan Tanah
28Didalam kota-kota whe dengan lalu lintas jalan raya umum yang sangat padat,
diusahakan mengurangi kemacetan dan Kecelakaan, maka dihindari_perlintasan
sebidang (level crossing) antara jalan rel kereta api dan jalan raya umum. Jalan rel
seluruhnya di bangun| di atas muka tanah, menjadi jalan layang (elevated track),
konstruksinya menjad} sejenis jembatan, yaitu pilar-pilar dan gelagar-gelagar dari
beton bertulang atau |pratekan, mungkin juga dari baja. Kota-kota dunia seperti
London, Paris, Moscow, Tokyo, New York dil, telah lama memiliki jalan rel kereta
api layang, Di Jakarta pun sejak tahun 1988 sudah mulai dibangun elevated double
track sebagai pengganti j
(Gambar 2.29).
segmen gelagar beton
non pra-tekan
rs )
prefab
wg
Gambar 2.29 Jalan Rel Layang
Di kota-kota dunia juga dibangun Subway/Metro karena elevated track saja masih
belum memenuhi kebutuhan angkutan massal penumpang. Kota demikian dinamakan
metropolis. Kesulitan, utama adalah memproycksikan trase tanpa mengganggu
pondasi gedung-gedung besar/tinggi yang sudah ada.
292.4 Sambungan Rel
Rel karena alasan trapsportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel
dipotong menjadi rel] dengan panjang 25 m, Untuk meningkatkan kenyamanan
penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung.
‘Sambungan pada rel dapat dibuat dengan dua cara yaitu sambungan dengan baut dan
las termit.
2.4.1 Pelat Penyambung Rel (Fishplate)
Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang
dibaut pada kedua rel yang disambung (Gambar 2.30). Dengan sambungan yang