Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KOMUNIKASI DASAR KEPERAWATAN

Simulasi Komunikasi Efektif Dalam Membangun Hubungan Interpersonal:

Komunikasi Dengan Dokter Atau Tenaga Kesehatan Lainnya Dalam


Dokumentasi Keperawatan

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Moh Furiyanto (722621747)


Ferdan C.R. (722621755)
M.N. Indra M.P. (722621758)
Abel Rahmah (722621781)
Anna Sofiana (722621706)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
TA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya dan tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Melakukan Simulasi Komunikasi Efektif Dalam Membangun Hubungan
Interpersonal : KOMUNIKASI DENGAN DOKTER ATAU TENAGA
KESEHATAN LAINNYA DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN”
untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Dasar Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan baik
tulisan maupun informasi yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, kami berterima
kasih kepada ibuk Cory Nelia Damayanti, S.Kep., Ns., M.Kes atas bimbingannya
dalam menulis dan menyusun makalah ini, sehingga penulis dapat membuat
makalah sesuai dengan kaidah dalam membuat karya tulis.
Walaupun makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, kami
sangat mengharapkan kepada para pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kebaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat selalu bermanfaat bagi pembaca dan atas
kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf. Terakhir tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih.

Sumenep, 7 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1.................................................................................................................
Latar Belakang........................................................................................1
1.2.................................................................................................................
Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3.................................................................................................................
Tujuan Umum.........................................................................................2
1.4.................................................................................................................
Tujuan Khusus........................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4
1.
2.
2.1.................................................................................................................
Definisi Komunikasi...............................................................................4
2.2.................................................................................................................
Komunikasi Interpersonal......................................................................4
2.3.................................................................................................................
Ciri Komunikasi Interpersonal...............................................................4
2.4.................................................................................................................
Komunikasi Interpersonal perawat dengan tenaga kesehatan lain.........5
2.5.................................................................................................................
Komunikasi Perawat dengan dokter.......................................................6
2.6.................................................................................................................
Komunikasi Perawat dengan ahli terapi.................................................7
2.7.................................................................................................................
Komunikasi Perawat dengan ahli Farmasi.............................................8
2.8.................................................................................................................
Komunikasi Perawat dengan ahli Gizi...................................................9
2.9.................................................................................................................
Komunikasi Kasus Terpicu....................................................................9
BAB 3 PENUTUP................................................................................................13
1.
2.
3.
3.1.................................................................................................................
Kesimpulan.............................................................................................13
3.2.................................................................................................................
Saran.......................................................................................................13

iii
SKENARIO..........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pengertian komunikasi menurut Swanburg adalah persepsi dalam
mengartikan suara sebagai aspek bunyi dalam komunikasi. Artinya,
komunikasi akan terjadi apabila penerima memahami dan mampu mendengar.
Untuk berkomunikasi pengirim harus mengetahui bagaimana penerima itu
dan apa yang diharapkan. Jadi, berdasarkan pendapat Swanburg komunikasi
yang efektif akan terwujud jika penerima dan pengirim mampu memberi dan
menerima saran, pendapat dan informasi."
Gurnitowati dan Maliki menyatakan bahwa di dalam kolaborasi,
komunikasi menempati kedudukan yang utama, sebab orang-orang yang
terlibat dalam kerja sama harus dapat menyampaikan apa yang ia kehendaki
dan menerima umpan-balik, serta dapat menghargai pendapat orang lain yang
menjadi mitra kerja. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 23/ 1992,
profesi keperawatan dan kedokteran harus memberikan pelayanan sesuai
peran dan fungsinya masing-masing. Dengan adanya kolaborasi yang baik

iv
antara kedua profesi tersebut diharapkan medical error dan nursing error tidak
terjadi.
Penelitian Lamb dan Napodano' membuktikan bahwa dari ratusan
pertemuan oleh pemberi pelayanan pasien hanya ditemul 22 kejadian dalam
perawat dan dokter saling berkomunikasi dan hanya 5 dari 22 interaksi
tersebut memenuhi kriteria kolaborasi. Kriteria kolaborasi yang dimaksud
mencakup melibatkan tenaga ahli, bersikap tegas dan mau bekerja sama serta
mau melaksanakan keputusan bersama. Hal serupa berkaitan dengan
kolaborasi juga dinyatakan oleh Astutik bahwa praktik kolaborasi dokter dan
perawat dipengaruhi oleh tingkat komunikasi.
Bums et af mengatakan bahwa tim multidisiplin yang berkecimpung
dalam kesehatan mental selama ini bekerja secara pararel dan masih sedikit
penelitian yang dilakukan berkaitan dengan kolaborasi dan komunikasi antara
tim kesehatan tersebut. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa
kolaborasi yang efektif dapat meningkatkan kesembuhan pasien dengan
gangguan psikiatrik.
Berdasarkan penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia (PDSKJI) pada akhir tahun 2004, sekitar 18,5% atau seperlima
penduduk Indonesia memiliki gangguan jiwa. Persentase penduduk Indonesia
yang menderita penyakit jiwa ini dalam penanganannya memerlukan fasilitas
komunikasi antara dokter dan perawat untuk mencapai kemajuan, tujuan dan
menyelesaikan masalah pasien jiwa sangat diperlukan.
Patel Cytrym et af mengatakan bahwa kerja sama antara profesi di Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) masih jarang dilakukan, dengan persentasi kerja sama dalam
menyolcoaikan masalals pasien paling rendah yaitu 22% dan penyelesaian
masalah tanpa kerja sama sebanyak 78%. Penyelesaian masalah tersebut akan
lebih efektif jika perawat dan dokter jiwa selalu melakukan komunikasi
secara kontinyu seperti yang dinyatakan oleh Gumitowati dan Malik bahwa
komunikasi menempati kedudukan utama dalam suatu kolaborasi.
Dari uraian latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui gambaran
komunikasi perawat dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya dalam
upaya mencapai tingkat kolaborasi yang baik antara dokter dan perawat

v
karena dalam konteks rumah sakit kesinambungan komunikasi antara dokter
dan perawat akan banyak membantu menciptakan hubungan yang profesional
antara dokter dan perawat dan meningkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang diberikan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


 Bagaimana Pengaruh Komunikasi Efektif dalam membangun hubungan
interpersonal
 Bagaimana peran perawat dalam membangun hubungan interpersonal

1.3.

1.3.TUJUAN UMUM
 Mengathui manfaat dari pentingnya komunikasi efektif
 Mengetahui manfaat komunikasi dalam membangun hubungan
interpersonal

1.4. TUJUAN KHUSUS


 Mengetahui Manfaat dari pentingnya komunikasi efektif dengan dokter atau
tenaga kesehatan lain dalam membangun hubungan interpersonal

vi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Komunikasi
Pawito dan Sardjono (1994) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu
proses dengan mana suatu pesan dipindahkan (lewat suatu saluran) dari satu
sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan dan
pengetahuan, sikap dan perilaku overt lainnya. Sekurang-kurangnya didapati
empat unsur utama dalam model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan
(the message), saluran (the channel) dan penerima (the receiver).
2.2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi, ide,
pendapat, dan perasaan yang terjadi antara dua orang atau lebih. Contoh
komunikasi interpersonal (antarpribadi) seperti percakapan antara kedua
teman, percakapan keluarga, dan percakapan antara tiga orang. Komunikasi
interpersonal bisa terjadi dimana saja ketika menonton film, belajar, dan
bekerja. Komunikasi interpersonal bisa disebut komunikasi antarpribadi.

vii
Efektivitas antarpribadi ditentukan oleh seberapa jelas pesan yang
disampaikan.
2.3. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
1) Arus pesannya cenderung 2 arah
Ciri komunikasi interpersonal ini memungkinkan tiap pesertanya
bisaberperan sebagai komunikator (pengirim pesan) dan komunikan
(penerima pesan) di saat yang bersamaan dan secara bergantian
2) Tingkat umpan baliknya tinggi
Karena peserta komunikasinya bisa menjadi komunikator dan
komunikan di saat yang bersamaan, tingkat umpan balik dalam
komunikasi interpersonal sangat tinggi. Antara orang satu dan lainnya bisa
saling merespons atau memberi tanggapan, mengirimkan pertanyaan,
ataupun hal lain ke orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
3) Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap
Ciri komunikasi interpersonal ini berarti komunikasi yang terjalin
antarpribadi bisa menimbulkan efek berupa perubahan sikap. Karena tiap
peserta bisa membujuk atau memengaruhi individu lainnya untuk
memgubah pemikiran,pendapat, bahkan sikapnya.
4) Komunikasinya berlangsung simultan dan spontan
Artinya komunikasi interpersonal terjadi di saat yang sama (simultan),
dan bersifat spontan atau tidak direncanakan terlebih dahulu.
5) Bisa terjadi secara verbal maupun nonverbal
Ciri komunikasi Interpersonal ini berarti antara komunikator dan
komunikan bisa menjalin komunikasi secara verbal (berbicara dan bertukar
pendapat) atau nonverbal (gerak-gerik tubuh, bahasa isyarat, dan raut
wajah)
2.4. Komunikasi Interpersonal Perawat dengan tenaga kesehatan lain
Perawat meluncurkan peran yang membutuhkan komunikasi dengan
beberapa anggota tim kesehatan. Unsur yang menghambat hubungan klien-
perusahaan juga dapat terjadi pada hubungan bisnis yang lebih terfokus pada
lingkungan kerja yang sehat dan aman, atau hubungan “sejawat”.
mendapatkan tatanan tujuan klinis. Komunikasi ini berfokus pada

viii
membangun hubungan dengan orang-orang dan memberikan dukungan untuk
kerja tim, kolaborasi, konsultasi, pendelegasian, pengawasan, dan
manajemen. Ada banyak kebutuhan akan keterampilan komunikasi, termasuk
berbicara di depan umum, persuasi, menyelesaikan konflik kelompok, tampil
di depan audiens, dan menulis laporan. Di tempat kerja, interaksi
interpersonal dan terapeutik diperlukan untuk membangun kepercayaan dan
menjaga hubungan. Setiap orang memiliki kebutuhan yang saling bergantung
akan privasi, perlindungan identitas, kerahasiaan, kontrol, dan pertimbangan.
Perawat harus mampu mengelola komunikasi dan membutuhkan bantuan
personel organisasi lain, dukungan, bimbingan, dan dorongan untuk
mengurangi tekanan akibat stres kerja.
Tidak perlu terlalu berkomitmen kepada klien untuk menjadi efektif
sebagai profesional pengurangan. Iklim perusahaan tempat kerja di masa
depan akan berdampak pada interaksi antara klien dan karyawan. Kegagalan
dalam komunikasi antara penyedia layanan kesehatan adalah faktor tunggal
yang paling umum. Komitmen untuk bekerja sama dalam hubungan
kolaboratif dengan profesional lain di lapangan membantu menegakkan
standar tinggi untuk layanan klien. Keberhasilan kelompok didasarkan pada
komunikasi antara orang-orang, terutama antara pin tim dan bawahan mereka.
Menurut WHO, 1999, pemimpin tim harus senantiasa memahami prinsip-
prinsip komunikasi agar komunikasi tidak terjadi. Setiap anggota tim harus
rajin menekankan tujuan dan sasaran pribadi mereka serta melakukan segala
kemungkinan untuk mempertahankan perilaku tersebut. Setiap ucapan atau
komunikasi, baik formal maupun informal, harus jelas dan dalam bahasa
Inggris atau bahasa resmi lainnya.
Dengan demikian pemimpin tim harus selalu meggunakan suatu cara
untuk memeriksa apakah efek yang diharapkan terjadi. Perselisihan atau
pertentangan adalah normal dalam hubungan antar manusia, hal ini sudah
diatur sedemikian sehingga dapat mencapai hasil yang konstruktif.
Pengaturan ruangan untuk membantu komunikasi cobalah dengan mengatur
ruangan, kantor kelas dan ruangan kelompok, pendidikan lainnya sehingga

ix
komunikasi dapat berjalan dengan efektif. Diagram dibawah menunjukkan
pengaturan komunikasi dengan 1 pemimpin dan 4 anggota. (WHO, 1999.)
2.5. Komunikasi Perawat dengan Dokter
Salah satu jenis komunikasi interpersonal yang sudah sangat lama dikenal
adalah hubungan perawat-dokter, yang pertama kali digunakan saat
memberikan uang kepada penumpang. Perawat berkolaborasi dengan dokter
dalam berbagai cara. Perawat dapat berfungsi dalam lingkungan di mana
sebagian besar perilaku asuhan berisiko dipicu oleh instruksi medis. Perawat
diruang perawatan intensif dapat menggunakan prosedur terbaru yang
mendorong perawat untuk lebih mandiri.
Perawat dapat bekerja sama dengan : Bila dokter perawat baru saja
menjadi pasien. Contoh terdiagnosa diabetes pulang ke rumah, perawat dan
dokter bersama-sama melarang klien dan keluarga sebagai cara diabetes di
rumah. Selain itu, komunikasi antara perawat dan dokter selama kunjungan
dokter ke pasien dapat terhambat. Oleh karena itu, tanggung jawab utama
perawat adalah memberikan informasi kepada dokter tentang pasien, antara
lain TTV, keluhan-keluhan dari pasien, dan data penunjang seperti hasil
pemeriksaan laboratorium.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik
apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah
kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan
bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti
penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien.
Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik
pula antara perawat dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
1) Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama lain
yang terlibat dalam masalah dengan nama,dan posisi, mengidentifikasi
klien dan diagnosis klien atau orang-orang
2) Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah),

x
3) Menyatakan tujuan,
4) Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan
praktek klinik,
5) Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab
untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini percakapan
telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan).
2.6. Komunikasi Perawat dengan ahli terapi
Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat
bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan
dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh
perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-
sama dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien
dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk
perawatan lebih jauh. Contoh: Perawat merawat seseorang yang mengalamai
penyakit paru berat dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik
untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar
bagaimana menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan
belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
2.7. Komunikasi Perawat dengan ahli Farmasi
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin
untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat
bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi
perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat. Perawat
memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan
dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang
benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang
dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan
tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu
mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek smaping dari
semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam

xi
buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka
perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan
secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik
perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat
dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan
dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan
pada perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-
obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasinini
dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi
adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan
mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang
farmasi atau mungkin juga terlibat Dalam konferensi perawatan klien atau
dalam pengembangan sistem pemberian obat.

2.8. Komunikasi Perawat dengan Ahli Gizi


Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi
di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai
pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka
perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang - obatan yang
digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat
terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi
dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara
kedua belah pihak.
2.9. Komunikasi Kasus Terpicu
Fokus dalam segmen model komunikasi kesehatan dapat melukiskan
hubungan interpersonal dalam tim kesehatan. Northouse (1998)
mengungkapkan ada 3 area permasalahan yang dimiliki dalam hubungan
interprofesional yaitu:

xii
1) Stres Peranan (Role Stress)
2) Rendahnya pemahaman interpersonal (lack of interpersonal)
3) Otonomi yang keras (autonomy struggle)
Bertemu dengan orang sakit setiap hari merupakan tugas yang tidak
mudah. Pekerjaan profesional kesehatan secara konstan menempatkan mereka
dalam kontak dengan pasien yang sedang bergelut dengan kondisi kritis
dalam hidupnya dan mereka sedang mencoba mengatasi emosi atau penyakit
yang serius. Sumber masalah role stress yang dialami para professional
kesehatan berhubungan dengan penyelesaian peran professional itu sendiri.
Jenis role stress dibagi dua jenis yaitu role conflict dan role overload. Kasus
role conflict dapat ditunjukan salah satunya dengan reality shock.
Kramer (1974) dalam teorinya tentang Reality Shock menjelaskan bahwa
stress dapat disebabkan oleh adanya kesenjangan atau perbedaan antara
lingkungan pendidikan dengan pelayanan. Hal itu biasanya dialami oleh
lulusan perawat baru. Perawat Yanti sebagai perawat baru yang bekerja di
sebuah Rumah Sakit merasakan bahwa pendidikan yang ia tempuh selama ini
ternyata belum cukup untuk mempersiapkan dirinya dalam lingkungan kerja.
Perawat Yanti akhirnya mengalami reality shock yang menyebabkan
terhambatnya komunikasi terapeutik antara perawat dan klien. Karena baru
pertama masuk dunia kerja, perawat Yanti juga merasakan kesulitan
berkomunikasi dengan tim kesehatan lain, apalagi untuk berbicara di depan
suatu forum tim kesehatan. Hubungan interpersonal antara perawat dan
profesi lain pun harus terpelihara dengan baik. Hubungan tersebut dapat
diwujudkan dengan meningkatkan pemahaman interpersonal mengenai peran
masing-masing individu atau profesi.
Perawat Yanti harus paham benar tentang perannya sebagai perawat dan
berusaha tidak memasuki batas wilayah peran profesi lainnya sehingga tidak
memicu konflik internal tim kesehatan. Kolaborasi antara perawat Yanti
dengan perawat atau tim kesehatan lain dapat terwujud jika hubungan
interpersonal perawat Yanti berjalan dengan baik. Area-area rentang konflik
seperti yang digambarkan di atas merupakan hal yang perlu diwaspadai,
terutama dalam menjalin kolaborasi antar anggota tim kesehatan atau

xiii
interprofesional. Untuk mempertahankan hubungan yang harmonis serta
mengurangi beban stress di lingkungan kerja, akhimya para professional
kesehatan membuat jadwal pertemuan rutin yang digunakan sebagai sarana
sharing atau berdiskusi tentang masalah-masalah yang ada di lingkungan
kerja. Pertemuan tersebut antara lain rapat rutin tim kesehatan dan case
conference.
1) Rapat Tim Kesehatan
Rapat tim kesehatan adalah media komunikasi antara tim kesehatan
(rapat multidisiplin) untuk membahas manajerial ruang untuk
membicarakan hal-hal yang terkait dengan manajerial. Tujuan rapat tim
keehatan yaitu menyamakan persepsi terhadap informasi yang didapat dari
masalah yang ditemukan (khususnya masalah manajerial), meningkatkan
kesinambungan pemberian pelayanan kesehatan, mengurangi kesalahan
informasi, dan meningkatkan koordinasi antara anggota tim kesehatan.

2) Case conference
Konferensi kasus meliputi pertemuan-pertemuan yang dijadwalkan
secara rutin (Regularly Scheduled Series or Conferences). Pertemuan
tersebut dilaksanakan harian, mingguan, atau bulanan untuk diskusi
tentang masalah-masalah manajemen pasien spesifik untuk meningkatkan
perawatan pasien dalam sebuah institusi. Case conference adalah diskusi
kelompok tim kesehatan tentang kasus asuhan keperawatan klien atau
keluarga. Setiap tim kesehatan memiliki jadwal case conference masing-
masing dan biasanya diadakan dua kali tiap bulannya. Peserta case
conference melibatkan tim kesehatan yang terkait seperti perawat, dokter,
atau anggota profesi lainnya jika diperlukan. Waktu pertemuan dua kali
dalam sebulan atau disesuaikan dengan kondisi atau tingkat urgensi kasus,
dan lamnya pertemuan tentatif.
Tujuan diadakannya case conference yaitu mengenal kasus dan
permasalahannya,mendiskusikan kasus untuk mencari alternatif
penyelesaian masalah asuhan keperawatan, meningkatkan koordinasi

xiv
dalam rencana pemberian asuhan keperawatan, dan meningkatkan
pengetahuan dan wawasan dalam mengangani kasus.Case conference juga
digunakan untuk mengembalikan konflik dalam kolaborasi, yaitu dengan
cara mengutarakan inisiatif untuk mendiskusikan masalah, menggunakan
keterampilan mendengar aktif, menyediakan dokumentasi data yang
relevan terhadap isu, mengajukan resolusi, menciptakan iklim dimana para
pertisipan memandang negosiasi sebagai sebuah usaha kolaborasi,
membuat ringkasan yang jelas terhadap hasil feedback, merekam semua
keputusan dalam sebuah catatan. Kegiatan case conference ini harus
melalui tahap persiapan sebelumnya. Perawat Dewi dapat memilih salah
satu topik yang akan disampaikan dalam case conference.
Case conference sebagai salah satu kegiatan penting dalam proses
kolaborasi antara tim kesehatan. Kolaborasi merupakan proses kompleks
yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi
tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kolaborasi dalam case
conference ini meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator tentang suatu
permasalahan dalam asuhan keperawatan. Efektifitas hubungan kolaborasi
profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan
yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan
usaha yang baik sebab dapat menghasilkan outcome yang lebih baik bagi
pasien.
3) Menangani masalah-masalah staf perawat
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah antar kelompok petugas
kesehatan : Mengatur pelaksanaan untuk komunikasi kolaboratif,
melakukan pertemuan untuk menyatukan perspektif kelompok,
mengidentifikasi masalah utama, memiliki tujuan yang jelas dan relevan,
saling menghormati dan menghargai nilai-nilai dan martabat semua pihak,
anggota kelompok dapat bersikap tegas tapi tidak manipulatif, bersikap
objektif, mendiskusikan solusi dengan mengidentifikasi
manfaat/kekurangan dari solusi, menghargai alternatif solusi demi
kepentingan klien, menghincari situasi konflik, menghindari emosi,

xv
memutuskan untuk mengimplementasikan solusi terbaik, menentukan
orang yang bertanggung jawab untuk implementasi, membangun garis
waktu dan metode evaluasi. (Armold & Boogs, 2007).
Komunikasi interpersonal ditempat kerja yang multikultural meliputi
verbal, nonverbal, dan mendengar. Komuikasi nonverbal meliputi
pengaturan ruang, lingkungan, penampilan, kontak mata, postur tubuh,
gerak, ekspresi, waktu dan isayarat suara. Komunikasi verbal dengan
prilaku asertif, sedangkat komunikasi diam dengan menjadi pendengar
yang baik dengan menyadari pengalaman, sikap yang mepengaruhi dalam
mempresepsikan pesan.
Hambatan lain dalam berkomuniksi dengan Tim Kesehatan Lain
meliputi: menjadi emosional daripada berfokus pada masalah,
menyalahkan orang lain, tertutup dan tidak menghargai serta memahami
perspektif orang lain.

BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Komunikasi Interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal. Hal ini dapat
mencakup semua aspek komunikasi, seperti mendengarkan, membujuk,
menegaskan, bercerita dan sebagainya.
Komunikasi Efektif yang dilakukan perawat guna membangun hubungan
interpersonal sangatlah penting karena akan berpengaruh pada aspek-aspek
dalam bekerja, misal berkomunikasi dengan dokter, farmasi, ahli gizi dan lain
sebagainya, Hal itu guna dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditargetkan.

3.2. Saran
Penulis berharap agar mahasiswa keperawatan dapat mempelajari lebih
lanjut apa itu komunikasi interpersonal dan komunikasi efektif dalam

xvi
membangun hubungan interpersonal, karena yang nantinya akan menjadi
calon perawat akan dihadapkan dengan orang-orang dari latar belakang
pekerjaan yang berbeba guna untuk mencapai tujuan bersama.

SKENARIO
1. Perawat 3. Analis Kesehatan 5. Suami
2. Dokter 4. Pasien

Suatu hari perawat sedang melakukan pemeriksaan rutin di salah satu ruangan
RS dengan pasien ibu hamil bernama Ny. Saripeh, dalam pemeriksaan didapatkan
tekanan darah 140/100 dengan keluhan kepala terasa sakit dan penglihatan terasa
berkunang-kunang. Kemudian perawat segera mengubungu dokter kandungan.

Via Telepon
Perawat : “Selamat pagi dok, saya mau berkonsultasi.”
Dokter : “Selamat pagi, ada masalah apa?”
Perawat : “Saya mau melaporkan pasien Ny. Elba di ruang melati mengeluh
kepalanya terasa sakit dan penglihatan berkunang-kunang serta
didapatkan tekanan darah 140/100. Apa yang harus dilakukan
dok?”

xvii
Dokter : “Kalau begitu coba hubungi bagian analis untuk melakukan
pemeriksaan urine pasien dan anjurkan pasien banyak beristirahat
dan banyak makan sayur serta buah. Serta jangan terlalu banyak
bergerak atau kelelahan. Setelah hasilnyakeluar tolong hubungi
saya lagi. Jangan lupa untuk terus memantau pasien danhubungi
saya jika ada perubahan-perubahan lagi.”
Perawat : “Baik dok, terimakasih”
Dokter : “Ya sama-sama”

Setelah menutup telepon. Perawat langsung menghubungi bagian analis


kesehatan
Perawat : “Selamat pagi mbak, ini dengan perawat Tobi yang bertugas di
ruang melati.”
Analis : “Oh iya mas ada apa?”
Perawat : “Tolong periksa urine pasien Ny. Saripeh di ruang melati kamar no.
2. Dokter meminta pemeriksaan albumin dan reduksinya.”
Analis : “Baik saya akan menyiapkan alatnya terlebih dahulu dan segera
mengambil sample urine. Hasilnya akan saya berikan nanti sore.”
Perawat : “Iya terimakasih.”

Di sore hari analis kesehatan datang membawa hasil pemeriksaan laboratorium


Analis : “Sore mas. Ini saya mengantar hasil pemeriksaan lab dari pasien
Ny. Saripeh Maripeh melati no.2”
Perawat : “Oh iya mbak. Bagaimana hasilnya?”
Analis : “Begini mas, pasien mengalami gejala pre-eklamsia dan terjadi
kebocoran dalam urine.;”
Perawat : “Baik, saya akan memberikan hasil lab nya pada dokter.
Terimakasih mbak.”
Analisis : “Oh iya sama-sama.”

Keesokan harinya dokter datang keruangan untuk memeriksa penyakit Ny. Elba
Perawat : “Pagi dok.”

xviii
Dokter : “Pagi. Bagaimana hasil pemeriksaan lab pasien kemarin?”
Perawat : “Pasien mengalami kebocoran protein dalam urine dok.”
Dokter : “Baiklah, mari visite ke pasien.”

Setelah sampai ke ruangan pasien


Dokter : “Selamat pagi ibu. Bagaimana keadaan hari ini?”
Pasien : “Kepala saya sakit dok dan mata berkunang-kunang.”
Dokter : “Saya periksa dulu ya bu.”
Suami : “Bagaimana keadaan istri saya dok?”
Dokter : “Ibu kemarin sudah diperiksa urinnya kan. Berdasalkan hasil
pemeriksaan istrianda mengalami kebocoran dalam urin dan
mengalami gejala pre-eklamsia. Jadisaya menganjurkan untuk
menghentikan kehamilan ibu, karena keadaantersebut dapat
membahayakan nyawa janin beserta ibunya jika tidak
segeradilakukan tindakan. Saya akan melakukan terminasi .”
Suami : “Apa tidak ada cara lain dok? Jika mengakhiri kehamilan berarti
saya akan kehilangan anak pertama saya yang telah saya nantikan.”
Dokter : “Maaf , tidak ada cara lain selain operasi. Semua keputusan ada
pada istri dananda. Jika anda setuju, anda bisa menandatangi surat
perjanjian untuk selanjutnya dilakukan operasi.”
Suami : “Baiklah jika memang itu yang terbaik. Saya percayakan semua
pada tenaga ahli disini.”

xix
DAFTAR PUSTAKA

Manuta, E. J. (2017). Komunikasi Dalam Dinamika Keperawatan. Surabaya: Astra


Karya.
Prabowo, T. P. (2022). Komunikasi Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Rahmani, S. P. (2020). Komunikasi Dalam Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

xx
xxi

Anda mungkin juga menyukai