Anda di halaman 1dari 3
MENEGASKAN KEMBALI KOMITMEN KERAKYATAN Politik korporasi dan kooptasi yang diorientasikan oleh Negara pada pengabadian wilayah kekuasaan dan pelanggengan status quo telah mengakibatkan terhambatnya proses demokratisasi yang diharapkan bisa menciptakan masyarakat yang memiliki bargaining position. Sebuah masyarakat yang dikenal sebagai civil society. Maka HMI, sebagai kelompok intelektual muda, seharusnya ikut terlibat dalam proses mewujudkan civil society. Karena dengan turut terlibat dalam proses tersebut, berarti HMI, secara sosial, telah memperluas demokrasi di segala bidang. Dan juga berarti HMI masih tetap setia pada salah satu dari tiga prinsip primordial yang melandasi gerakannya, yakni komitmen kerakyatan. ahun ini HMImera- syiar agama Islam. Dua landasan asasiah ini membentuk akan ulang tahun kepribadian HMI yang diciriken emas, genap ber- oleh tiga komitmen perjuan; usia 50 tahun, Ide an, yaitu komitm dasar —_kelahiran _Keislaman, kebang saan d. HMI mengacu kepada: Pertama, — Yang tak E a mempertegak dan mempertinggi POnting s cae derajat rakyat Indonesia. Kedua, yatan. ej : ‘i a 5 mempertegak menun jukka dan memper- bahwa 1. Shohibuddin, kembangkan dinamika Adalah alumni MAPK Jember. pergerakan Sedang menyelesaikan studi HMI dalam Gi jur. Agidah - Filsafat, a ’ Usdin, VAN Sua t if. di Kelompok Studi da Lingkar Kubah, Pema 4 <= ™enjadi ketua HM! Kom Fak. Ushuluddin periode 1995- 1896..Dan saat ini ‘Menjabat sebagai pemred. jumal Wacana iB - Februnei 9% SINERGI, 08/Vol.1/1997 mewujudkan tiga komitmen di atas telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa secara keseluruhan. Dalam komentar Victor Tanja: “Sejarzh HMI terjalin sangat sempurna dengan sejarah Indonesia modern pada umumnya, dan dengan sejarah mod- em Islam di Indonesia khususnya” (1982: 169) Akan tetapi keber- adaan manusia selalu dicirikan oleh ketegangan waktu. Selain memiliki prestasi masa lalu, HMI kini menghadapi dunia hidup yang sama sekali baru. Di sisi lain, elan perubahan yang dulu pernah rankan secara gemilang kini teras mengalami kemerosotan. Kenyataan ini menuntut HMI untuk dapat melakukan redefinisi diri secara kontekstual dalam pergumulan dan tantangan sosial yang baru. Itu berarti HMI harus berupaya terus menerus dan penuh kesungguhan —jihad dan ijtihad— untuk memperbarui visi erjuangan sesuai tuntutan historis yang melingkupinya. Seat ini, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita menyaksikan dengan gamblang roses politik dan ekonomi yang terus menajamkan jurang kesenjangan, éengan rakyat berada pada pihak yang terus dilemahkan. Ekses dari ‘kesenjangan ini telah tergelar nyata dalam aneka bentuk “letupan” massal baik secara damai maupun yang ‘mengarah atau jelas-jelas merupakan, kekerasan, a KE-HMI-AN praktik politik yang kini berlaku bukan saja tidak memberdayakan rakyat, lebih dari itu justru mengobrak-abrik ruang publik (public sphere) yang bebas sehingga medium penyaluran aspirasi tak pelak menjadi terberangus. Dalam kondisi ini, posisi rakyat Rarer ee? PSE re Corea telah mendorong munculnya diskursus atau wacana yang diwamai oleh dua isu dikotomik: hegemoni institusi negara versus pemerkuatan masyarakat sipil. Dalam kaitan dengan diskursus ini, HMI terlihat Bamang menentukan CN ey oe a hadapan pris prosea keberpihakan We | Olt dan ckonom | nn sangatlah Reet) tidak lepas dari lemah,dan apa menajamkan jurang olarisasi Sermetenitam|| Kesenjanzan, dengan |i ‘ scart err a sebagai fs nerranie Islam yang masyarakat sipil tere pet er (civil society) hampir mustahil berwujud. Dan dari kesenjangan ini Coren orranetry Pot eicee sig memposisikan HMI pada sikap yang cenderung Bicones tag) lunak = dan karena ancaman oer erie Torry akomodatif terhadap Pines wre atau dalam masyarakat juga ORGAO SOM| hubunganays datang dari ndak pote deogaaesislas c§uii, — kekuasaan yang ekonomi dan partai politik (sebagaimana dikemukakan Jun Atienza), maka akibatnya otonomi rakyat boleh dinyatakan tidak ada sama sekali Di pihak lain, negara menerapkan dengan maksud melanggengkan kekuasaan strategi yang disebut politik korporasi dan kooptasi. Strategi ini, dibarengi kebijakan birokratisasi kehidupan masyarakat, telah menjadi senjata ampuh untuk mengacak-acak potensi kekuatan rakyat, khususnya yang mencoba untuk mengkritisi jalannya Kekuasan, Hal ini berakibat pada makin menjauhnya kemerdekaan rakyat dalam arti yang sebenar benamya, sebagaimana dicita-citakan oleh proklamasi 1945 Baan terse ingat ironis, karena penindasan ainda um bod itu kinidilakukan ada. Seperti diketahui, semenjak awal masa Orde Baru HMI merupakan salah satu pemasok dalam proses rekruitmen birokrasi negara. Saat ini alumni-alumni HMI banyak menduduki posisi strategis dalam jajaran birokrasi, dan Korps Alumni HMI (KAHMI)_ merupakan kelompok kepentingan yang cukup dominan terutama dengan adanya saluran lobi baru melalui ICM. Kedudukan alumni HMI ini, di samping segala kemudahan yang kini dinikmati HMI, baik secara langsung maupun tidak, mendorong HMI untuk condong pada kemapanan dan sta~ tus quo, Selain itu, kooptasi negara sendiri telah sedemikian kuat menjerat.Sehingga HMI, seperti halnya ormas yang lain, hampir tidak memiliki kemungkinan untuk berseberangan dengan negara. Tarik menarik di antara dua SINERGI, 087Vol. 171997, pemerintah bangsasendiri,meski grjentasi gerakan ini, seperti tents ek perma imakslan dinyatakan Gus Dur, telah —— ‘memunculkan dua corak pendekatan dalam merumuskan agenda - perjuangan Islam. Di satu pihak, ada Realitas sosial politik 23 heberpihakan pada rakyat ini merupakan - panggilan sejarah yang ditawar- ERROR KE-HMI-AN beranggapan bahwa sangat ntuk masuk ke dalam sisten an agar dapat melakukan perubahan secara efektif, Di lain pihak p untuk — lebi mengutamakan — pengembangan kemampuan melakukan perubahan, pa harus masuk ke dalam sisten kekuasaan, Pili rakyat ditempuh sebag pendekatan kedua ini pemberdayaan dari n dan perangkat kultural, yang, dilengkapi oleh upaya membangun sist kat yang, ingin dicapai Dua corak pendekatan tersebut sudah barang tentu tidak perlu kan dapat dilakuk dialektik. Menduduki posisi ekonomi dan politik di tingkat elit bukan halangan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, Orientasi ini bahkan penting demi mewujudkan apa yang disebut Dr. Kuntowijoyo 'Strategi Mobilitas Sosial’, yaitu upaya melestarikan melalui usaha sadar dan penuh perencanaan boom kelas menengah Muslim yang s berlangsung alamiah, Demikian pula orientasi pemberdayaan masyarakat tidak selalu bersifat konfrontatif terhadap kekuasaan. Dalam hal ini yang, mesti diingat adalah, sekalipun pilihan dilakukan secara eklektik, namun harus jelas ke arah mana pemikiran dan visi gerakan harus berpihak dan berkolaborasi Bagi HMI sendiri, keberpihakan pada rakyat ini merupakan panggilan sejarah yang tak bisa ditawar-tawar, Inilah agenda keadilan sosial yang selama 30 tahun lebih perjalanan Orde Baru sedikit sekali tersentuh, Kepedulian HMI untuk mewujudkan civil society, secara sosial berarti memperluas demokrasi dalam segala bidang. Secara politis berarti merupakan kekuatan moral yang mengupayakan check and balance tethadap negara dan masyarakat jama ini Politik. Sedangkan secara ekonomis berarti tmelindungi diri terhadap kekuatan ekonomi global dengan memperkuat ekonomi rakyat Secara praktis hal tersebut dilakukan dengan menciptakan mekanisme mediasi, yaitu menciptakan forum yang mengurangi Polarisasi atau jalan bunt dalam hubungan dengan berbagai unsur dalam civil society, Negara, ekonomi dan kekuatan politik lainnya, Dan apabila polarisasi atau jalan bbuntu ini tak dapat dihindarkan, maka harus akukan pendampingan dan ‘advokasi terhadap kepentingan masyarakat. Orientasi di fan sendirinya menuntut reformulasi wawasan keislaman sebagai bagian dari identitas HMI. Oleh karena itu muatan “monoteisme radikal dalam Nilai Identitas Kader (NIK) konsepsi subyektif HMI dalam menempatkan Islam sebagai pandangan hidup— harus dikembangkan lebih jauh. la tidak saja merupakan emansipasi dalam arti pembebasan dari belenggu tirani subyektif, namun juga kemampuan membebaskan lingkungan sekelilingnya dari belenggu belenggu tirani obyektif, yakni segala hal yang mengancam harkat dan martabat manusia. Konsepsi Islam yang berdaya emansipatoris inilah yang dapat menjadi landasan teologis bagi kerja-Kerja kemanusian yang berorientasi pada pemihakan kaum yang dilemahkan (mustad’afiin). Seberapa jauh HMI mampu mewujudkan hal ini, itulah yang dapat dijadikan kriteria apakah HMI masih, setia atau tidak dengan berani mi alas d prinsip-prinsip primordial yang melahirkannya: komitmen keislaman, kerakyatan dan kebangsaan. Dirgahayu HMI! ‘SINERGI, 03/Vol. 171997

Anda mungkin juga menyukai