Anda di halaman 1dari 51

Lilis Puspa Friliansari, S.Si.,M.

Kes
A. PENGAMBILAN DAN PENANGANAN
SAMPEL

• Pengambilan sampel yang benar dan


penanganan sampel yang tepat menentukan
akurasi keberhasilan pemeriksaan mikologi.
• Semua sampel untuk pemeriksaan mikologi harus
segera ditangani dan dikirim.
• Hal ini dikarenakan pertumbuhan jamur yang relatif
lambat sehingga isolasi untuk jamur patogen yang
diinginkan menjadi sulit dilakukan karena adanya
pertumbuhan mikroorganisme lain yang lebih
cepat, seperti bakteri.
Beberapa sampel yang umumnya diambil untuk
pemeriksaan mikologi adalah:
 rambut
 kulit
 kuku
 darah
 sumsum tulang
 cairan serebrospinal
 cairan atau eksudat pada luka
 cairan pada saluran pernapasan
 spesimen yang berasal dari saluran genital
(ex:apus vagina)
 saluran pencernaan
PENGAMBILAN SPESIMEN JAMUR
1. Kerokan kulit
 Kulit dibersihkan dengan
alkohol 70%
 Dengan menggunakan pinset
lengkung khusus/scalpel, kerik
secara melintang pinggiran
lesi ke arah kulit yang sehat
 Hifa aktif diperoleh beberapa
cm di bawah pinggiran lesi
 Jika ada benjolan/bisul,
bagian atasnya dipotong
untuk pemeriksaan
2. Skin Stripping

 Tape vinyl adhesive, tape transparan


dan kedap air direkatkan pada
permukaan lesi lalu digulung
(dilepaskan) kembali, pada tape
akan melekat selapis tipis bagian
kulit.
 Letakkan tape (selotape) pada
permukaan objek gelas steril untuk
dikirim ke lab.
 Metode ini cepat dan efisien untuk
mengumpulkan spesimen kulit dari
penderita dermatofit dan ragi
melalui pembiakan, tapi tidak cocok
untuk mikroskopik langsung kecuali
kasus Pityriasis versicolor.
3. Kuku
 Kotoran kuku diambil, potongan kuku diambil dengan
gunting/nail clipper mulai dari bagian distal.
 Kuku terlebih dahulu dibersihkan dengan isopropanol
alkohol 70%
 Paronychia (infeksi ragi)  eksudat diambil dengan
menusuk lipatan paronychia dengan cutter tipis, lalu
tampung pada swab yang telah dibasahi NaCl fisiologis
steril.
4. Rambut

 Rambut diambil dengan


pinset, jangan dipotong
karena baigan yang paling
disukai jamur tidak
terambil (di sekitar folikel)
 Spesies yang menyebabkan
scalp ringworm (kurap) 
fluoresensi pada rambut
yang terinfeksi jika dikenai
sinar Wood (ex. M. canis)
Wood Light
5. Sputum/dahak

 Dikumpulkan sputum selama 3 hari (setiap 8 jam)


 lemari es  untuk mengurangi pertumbuhan bakteri
dan jamur saprofit
 Sputum harus didapatkan dengan batuk dalam pada
pagi hari, jika tidak berhasil dapat dilakukan dengan
menggunakan nebulizer untuk mendapatkan sputum
diinduksi.
 Spesimen yang terlalu kental dihomogenisasi dengan
menambahkan bahan bersifat mukolitik yaitu crystalline
N-acetyl-L-cystine.
 Sampel yang homogen dapat langsung diperiksa
langsung di bawah mikroskop dan diinokulasi pada
media (0,5 mL).
6. CSF (Cerebrospinal fluid)

o Pengambilan lumbal punksi dilakukan aseptis


untuk menghindari kontaminasi ragi dari
permukaan kulit
o Volume : minimal 5 ml (Cryptococcus)
o Preparasi sampel CSF dilakukan dengan
penyaringan menggunakan membran filter ukuran
0,45 µm.
7. Urin

 Sampel urin harus segera diperiksa setelah


pengambilan sampel.
 Sampel urin yang telah lebih dari 24 jam tidak
dapat digunakan untuk bahan kultur.
 Pemeriksaan langsung dapat dilakukan untuk
menemukan sel ragi maupun hifa.
 Preparasi untuk kultur dilakukan dengan teknik
sentrifugasi, sedimen dikultur pada agar SABHI dan
agar BHI dengan kloramfenikol dan sikloheksimid
untuk menghambat pertumbuhan bakteri
B.PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN
* Ketiga bahan (kulit, kuku, rambut) harus berada
dalam keadaan kering (botol kedap udara, lipatan
kertas karton hitam) untuk menghindari
pertumbuhan bakteri dan fungi saprofit.
* Spesimen tidak boleh disimpan dalam lemari es 
daya hidup beberapa spesies dermatofit terganggu.
* Fungi /jamur patogen kulit yang diambil dengan skin
stripping  bertahan hidup selama tape-nya melekat
pada objek glass
* Swab dikirim ke laboratorium dalam tabung yang
berisi medium transport yang cocok.
Penyimpanan Dalam Lipatan
Kertas Karton
Penyimpanan Sampel
Botol kedap Udara Lipatan Kertas Karton
C. PEMERIKSAAN & PEWARNAAN
Pemeriksaan secara langsung
TUJUAN :
 mendapatkan hasil pemeriksaan dengan segera

 mendapatkan karakteristik yang spesifik pada


sampel
 digunakan untuk identifikasi

 menjadi bukti keberadaan adanya infeksi

** Pada pasien yang telah diberi perlakuan pengobatan


antifungal, pertumbuhan jamur dari sediaan akan
terhambat sehingga tidak terdeteksi pada kultur
Beberapa teknik pemeriksaan secara langsung:
 KOH
 LPCB
 Tinta India
 Pewarna Calcofluor White
 Pewarnaan histologis untuk pemeriksaan jaringan
juga dapat dilakukan pada sampel tertentu
(spesimen jaringan).
Pewarnaan Fungi Dalam Sediaan
Basah:
1. Calcofluor white fluorescent stain
* stock solution A
- Calcofluor 1 gr
- Akuades 100 ml
* stok solution B
- Evans Blue 0,05 gr
- Akuades 100 ml
* working solution
- larutan A 1 ml
- larutan B 9 ml

**Jaringan dan sputum (termasuk deposit sentrifugasi) harus


dicampur dulu dengan 1 tetes working solution dan 1 tetes KOH
20%.
2. Lactophenol Cotton Blue
Kristal fenol 20 gr
Asam laktat 20 ml
Gliserol 40 ml
Akuades 20 ml
Cotton blue/methyl blue 0,075 gr
Larutkan kristal fenol dalam cairan dengan sedikit
pemanasan lalu bubuhkan zat warna.
Pemeriksaan dengan teknik ini dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
 Menggunakan kawat, ambil sebagian kecil permukaan
agar yang mengandung miselium jamur dengan sudut
pengambilan 90o
 Siapkan kaca objek, tambahkan Lactophenol cotton
blue
 Letakkan potongan/bagian agar pada permukaan kaca
objek, mengenai Lactophenol cotton blue
 Tutup sediaan dengan kaca penutup objek, tekan
perlahan dengan penghapus pada ujung pensil
sehingga permukaan kaca penutup rata, dan agar
menyebar
 Amati di bawah mikroskop
**Kelemahan teknik ini adalah kemungkinan rusaknya hifa
dan susunan spora karena tekanan pada kaca penutup
objek. Namun bentuk dan ukuran spora masih dapat
dikenali.
Teknik ini tidak dianjurkan untuk identifikasi.
Gambaran morfologi kapang dengan pewarnaan Lactophenol cotton blue
Sumber: http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol7no1/cornleyG2.htm
KOH+ CW HE pada jaringan

Hasil Pewarnaan
D. MEDIA PEMBIAKAN

 Dua tipe media yang sering digunakan untuk isolasi


jamur adalah media selektif (agar BHI) yang dapat
ditumbuhi oleh semua jenis jamur yang terdapat
pada sampel.
 Penggunaan media potato flakes agar (PFA), agar
penghambat jamur (inhibitory molds agar-IMA),
atau kombinasi Sabouraud’s dextrose agar (SDA)
dan BHI (SABHI) digunakan sebagai media selektif.
 Penempatan media  cawan petri berdiameter 100
mm atau botol bertutup ulir berukuran 25 x 150 mm
agar volume media mencukupi
 Pelat agar pada cawan petri memiliki keunggulan
karena dapat menyediakan permukaan yang luas untuk
isolasi dan memudahkan penggunaan zat penghambat
tumbuh bagi mikroba kontaminan.
 Hal yang perlu diperhatikan adalah ketebalan media
yang dituangkan minimal 25 mL untuk memperlambat
terjadinya kekeringan media selama masa inkubasi.
Malt pepton agar dan antibiotik

Malt pepton agar dengan antibiotik dan


sikloheksimid

Malt pepton agar dengan antibiotik dan


natamisin
Ke dalam agar bersuhu 50oC (sudah diotoklaf)
tambahkan sejumlah volume tertentu larutan baku
antibiotik.
MPA (1 liter) Konsentrasi
akhir
Streptomisin 10.000 µl/ml 4 ml 40 µg/ml
Penisilin 10.000 Unit/ml 2 ml 20 Unit/ml
Sikloheksimid 10.000 µl/ml 50 ml 500 µg/ml
Natamisin 25.000 µl/ml 4 ml 100 µg/ml
 SDA merupakan media perbenihan
standar untuk isolasi maupun
peremajaan kultur jamur.
 Komposisi standar SDA mengandung
4% glukosa.
 SDA+ kloramfenikol+sikloheksamid-
Mycosel (BBL) dan Agar Mycobiotic
(Difco) merupakan beberapa media
komersial yang mengandung SDA, 1%
glukosa, kloramfenikol dan
sikloheksimid yang dapat membunuh
mikroba lain, sehingga dapat
digunakan sebagai media selektif
untuk jamur-jamur dimorfik dan
kelompok dermatofita.
 Media potato dextrose agar (PDA) berfungsi
sebagai media kapang (jamur) dan khamir.
 Selain itu PDA digunakan untuk enumerasi
yeast dan kapang dalam suatu sampel atau
produk makanan.
 PDA mengandung sumber karbohidrat dalam
jumlah cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak
kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk
pertumbuhan kapang dan khamir
 Komposisinya PDA berupa kentang (4 g/L
(berasal dari 200 gr kentang)), dektrose (15
g/L) dan aquades 1L.
 Secara lebih rinci karakteristik media PDA
terdiri dari :
 Potato extract : 40,0 gram
 Dextrose : 20,0 gram
 Agar : 15,0 gram
4. BRAIN HEART INFUSION AGAR (AGAR BHI)

 Agar BHI merupakan media pengaya


untuk Cryptococcus neoformans yang
terdapat dalam cairan tubuh steril
seperti cairan serebrospinal.
 Agar BHI secara komersial tersedia
dalam bentuk pelat agar 25 x 150 mm,
atau dalam tabung bertutup ulir.
 Agar BHI juga dapat digunakan untuk
mengubah bentuk ragi menjadi
kapang untuk jenis Sporothrix dan
Paracoccidioides.
 Agar BHI+gentamisin+kloramfenikol (16µg/mL)+10%
darah domba merupakan media pengaya untuk
isolasi C. neoformans dari spesimen yang
terkontaminasi.
 Kaldu BHI dengan penambahan penicillin dapat
digunakan untuk mengisolasi sekaligus
menumbuhkan jamur kelompok Zygomycetes yang
sulit tumbuh pada media agar.
 Bentuk cairan menyebabkan kontak dengan
permukaan sel lebih besar sehingga penyerapan
nutrisi akan lebih baik.
 Penicillin ditambahkan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri kontaminan.
5. Inhibitory mould agar (IMA)
• IMA merupakan media
yang diperkaya garam
anorganik, kloramfenikol
dan gentamisin untuk
menghambat pertumbuhan
bakteri.
 Media ini lebih dipilih oleh ophtamologist
sebagai media transport untuk membawa
spesimen kerokan kornea ke laboratorium
mikologi.
7. Roti steril

 Roti yang dibuat tanpa


bahan pengawet dan
disterilisasi dapat
digunakan untuk
menumbuhkan
beberapa jenis jamur
terutama dari
kelompok
Zygomycetes.
 YEP digunakan untuk mempercepat
pertumbuhan Blastomyces dermatitidis
dan Histoplasma capsulatum dari
spesimen yang terkontaminasi.
 Penambahan kloramfenikol dilakukan
untuk menghambat pertubuhan
bakteri dan penambahan konsentrat
ammonium hidroksida (konsentrasi
58%) digunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dan sel-sel ragi.
10.Dermatophyte Test Medium (DTM)

• DTM digunakan untuk mengidentifikasi


keberadan kelompok dermatofita dari
spesimen klinik yang terinfeksi atau
membantu diagnosis dengan dugaan
adanya infeksi kelompok jamur ini.
• Agar dibuat dari rumput laut, dengan
komposisi dasar SDA ditambah
sikloheksamid dan phenol red sebagai
indikator pH.
• Kelompok dermatofita akan
menggunakan nitrogen dalam media
dan menghasilkan basa sehingga akan
mengubah warna media.
 Agar selektif Mitchinson 7H11
digunakan untuk mengisolasi
Mycobacteria dan Nocardia
sp. dari spesimen yang
mengandung flora campuran.
 Media ini tersedia secara
komersil dan dapat disimpan
pada refrigerator.
E. TEKNIK PENANAMAN

1. Single Dot Inoculations


 Tusukkan strain jamur dengan jarum tusuk
 Inkubasi pada suhu kamar atau inkubator 28oC -30oC
 Pengamatan dilakukan setiap hari terdiri dari :
2. Slide culture/agar blocks
 Kultur mikro-slide digunakan untuk
mendapatkan gambaran morfologi yang lebih
baik dibandingkan dua metode sebelumnya.
 Namun metode ini cukup sulit dilakukan
karena memerlukan tingkat keamanan yang
cukup tinggi
 Pembuatan pola untuk pemotongan dengan
cara memberi garis pada bagian bawah cawan
petri tempat media.
 Teknik ini sangat baik digunakan untuk
mengetahui karakteristik bentuk maupun
spora.
 Namun teknik ini tidak dianjurkan digunakan
untuk identifikasi jamur yang sulit tumbuh
atau memerlukan waktu inkubasi yang lama.
Misalnya jamur-jamur dimorfik seperti H.
capsulatum, B. dermatitidis, C. immitis, P.
brasiliensis dan S. schenckii yang memiliki
kecepatan tumbuh yang lama.
**ALAT/BAHAN :
cawan petri, kapas, akuades, objek
glass, deck glass, pisau, pinset, NaCl
fisiologis, kaca bengkok (potongan
batang pengaduk/pipa kaca yang
dipanaskan lalu dibengkokan)
Cara kerja I:
• Sediakan plat berisi media SDA tebal 4-5 mm.
• Letakkan terbalik kemudian diberi garis dengan ukuran 1 x 1 cm.
• Potong agar dengan menggunakan skalpel steril, letakkan pada posisi
dekat api.
• Ambil agar menggunakan skalpel steril.
• Siapkan cawan petri steril, beri alas kapas. Di atasnya diletakkan pipa
bengkok lalu 1 buah objek glass. Di atas objek glass letakkan potongan
agar tadi secara aseptis.
• Ambil dengan jarum tusuk strain jamur lalu sentuhkan pada keempat
sudut agar, tutup dengan deck glass.
• Kapas dibasahi/ditetesi dengan akuades lalu simpan pada suhu kamar.
• Lakukan pengamatan setiap hari secara makroskopis.
Sediaan dapat diawetkan dengan LPCB :
• Ambil gelas penutup agar dengan pinset lalu
letakkan di atas objek glass yang telah ditetesi
1-2 tetes LPCB.
• Rekatkan bagian tepi gelas penutup/deck glass
dengan entelan menggunakan tusuk gigi.
Cara Kerja II:
 Buat potongan-potongan agar
(media pertumbuhan) dengan
ketebalan sekitar 2 mm
menggunakan alat pencetak
steril
 Siapkan kaca objek steril dan
tempatkan pada permukaan 2%
agar steril.
 Atau sebagai teknik alternatif,
dapat digunakan kertas saring
atau kain kasa steril di dalam
cawan petri steril.
 Tempatkan kaca objek di
atas kertas saring dengan
menggunakan lidi atau
aplikator kayu sebagai
penyangganya
 Letakkan potongan agar di
permukaan kaca objek
• Inokulasikan jamur pada permukaan
potongan agar
• Tutup permukaan potongan agar
dengan kaca penutup objek steril
• Tambahkan air steril pada kertas
saring atau kain kasa, ambil lidi
penyangga
• Inkubasi pada kondisi yang sesuai
• Setelah masa inkubasi, angkat kaca
penutup objek dan letakkan pada
permukaan kaca objek yang telah
ditambahkan Lactophenol cotton
atau aniline blue
• Amati di bawah mikroskop
• Potongan agar yang masih tersisa
dapat kembali diinkubasi jika hasil
pemeriksaan kurang baik dan perlu
pengulangan.
F. Identifikasi Kapang

 Identifikasi kapang dilakukan setelah didapatkan


isolat murni dari spesimen klinik.
 Beberapa karakteristik yang dapat diamati adalah:
 Kecepatan Pertumbuhan

 Gambaran morfologi koloni

 Gambaran morfologi pada pemeriksaan


mikroskopis
 Kecepatan tumbuh jamur berbeda-
beda.
 Selain disebabkan oleh jumlah inokulum
dalam sampel, beberapa jenis jamur
dapat tumbuh lebih cepat
dibandingkan jamur lain.
 Kecepatan tumbuh suatu jenis jamur dapat
menjadi informasi tambahan yang membantu
identifikasi.
 Misalnya B. dermatitidis, H. capsulatum, dan P.
brasiliensis yang merupakan jamur dimorfik,
memerlukan waktu inkubasi 1-4 minggu agar koloni
dapat terlihat.
 Sedangkan C. immitis dapat tumbuh lebih cepat.
 Koloni Zygomycetes mulai terlihat dalam waktu
kurang dari 24 jam, sementara jamur dematiceous
lainnya baru tumbuh antara hari ke-1 hingga hari
ke-5.
GAMBARAN MORFOLOGI KOLONI

 Gambaran morfologi koloni dapat menjadi faktor


pembeda bagi beberapa jenis jamur.
 Hal ini disebabkan variasi bentuk yang banyak di
antara masing-masing kelompok jamur yang ditanam
pada media yang berbeda-beda.
 Oleh karena hal tersebut, gambaran morfologi harus
didukung informasi lain berupa media yang digunakan
untuk isolasi dan kondisi inkubasi.
 Misalnya H. capsulatum yang memiliki gambaran
morfologi putih dan berbentuk berserabut halus pada
agar BHI sedangkan tampak seperti koloni ragi pada
media yang sama dengan penambahan bahan pengaya
berupa darah.
GAMBARAN MORFOLOGI PADA
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
 Gambaran morfologi pada pemeriksaan mikroskopis dapat
memberikan deskripsi dan identifikasi yang lebih akurat.
 Bentuk dan morfologi yang khas dari tiap jenis jamur dapat
meminimalisasi kemungkinan kesamaan dengan jenis lainnya.
 Identifikasi jamur dengan pemeriksaan mikroskopis memberikan
informasi berupa karakteristik bentuk, cara reproduksi, susunan
spora, dan ukuran hifa kadang-kadang dapat berguna.
 Kelompok Zygomycetes yang memiliki ukuran hifa besar, ribbon
like, hifa pauciseptate sangat mudah dikenali.
 Sementara hifa berdiameter sekitar 2 µm dapat diduga sebagai
hifa jamur dimorfik atau kelompok dermatofit.

Anda mungkin juga menyukai