Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“KONSEP DAN ASUHAN KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
AKHMADI 113122126
LULU ULYATI 113122131
MISRI AL KHAIRONI 113122136
NASRULLAH 113122141
RIZA FEBRIANA RAHMAYANTI 113122148
SAHABUDIN 133122152

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Gerontik yang bertemakan “Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Insomnia” ini tepat pada waktunya. Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui
dan mempelajari lebih dalam mengenai asuhan keperawatan pada lansia dengan insomnia.
Adapun penjelasan-penjelasan pada makalah ini kami ambil dari beberapa sumber artikel dan
jurnal.
Kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini, akan tetapi kami juga menyadari bahwa terdapat kekurangan di dalam makalah ini. Untuk itu
dengan senang hati kami senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun para
pembaca. Akhir kata,semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Lombok Timur, 25 Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................
Latar Belakang.................................................................................................................................
Rumusan Masalah............................................................................................................................
Tujuan .............................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................................
Konsep Askep..................................................................................................................................
Askep Kehamilan Dengan Ginjal Kronik........................................................................................
BAB III PENUTUP........................................................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................................................
Saran ...............................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pandangan bahwa perempuan yang menderita penyakit ginjal sebaiknya
menghindari kehamilan, telah ada sejak abad lalu. Luaran bayi dipercaya akan kurang
baik dan pasien yang menderita penyakit ginjal disarankan melakukan terminasi
kehamilan. Setelah tahun 1975 rasa pesimis itu berganti menjadi optimis sehubungan
dengan banyaknya publikasi studi kasus mengenai kehamilan dengan penyakit ginjal
yang dikonfirmasi dengan biopsi ginjal, sehingga kebanyakan perempuan dengan
gangguan ginjal dapat melewati kehamilan tanpa kelainan yang berarti. Selain itu, data-
data mengenai perempuan hamil dengan transplantasi ginjal sejak tahun 2000 telah
memberikan hasil yang menggembirakan. Kesemuanya ini memberikan pandangan
bahwa sebagian besar perempuan yang mempunyai gangguan fungsi ginjal minimal dapat
hamil dengan kemungkinan kehamilannya berhasil mencapai 90%.
Penyakit ginjal kronis (CKD) dilaporkan mempengaruhi 3% perempuan antara
usia 20 dan 39 tahun. Mengingat bertambahnya usia di mana banyak perempuan sekarang
mempertimbangkan kehamilan pertama mereka, serta prediksi bertambahnya jumlah
individu dengan CKD karena diabetes tipe 2 11, ada kemungkinan bahwa CKD akan
menjadi masalah yang lebih umum di kantor dan klinik yang menyediakan perawatan
antenatal. Keadaan ini, penting, sehingga pelayanan kesehatan yang profesional dapat
menyadari potensi komplikasi yang terkait dengan kondisi ini.
CKD akhir-akhir ini didefinisikan kembali sesuai dengan perkiraan laju filtrasi
glomerular (eGFR) yang sesuai dengan pedoman Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (K/DOQI). CKD12 dikatakan terjadi ketika eGFR kurang dari 60 ml/mnt/1.73m,
atau kombinasi dari eGFR dan struktur ginjal abnormal dan/atau terdapat proteinuria
ketika eGFR lebih dari 60 ml/mnt/1.73m 2. eGFR mengkompensasi sampai batas tertentu
dari kekurangan kreatinin serum sebagai penanda fungsi ginjal, yaitu keragamannya
berdasarkan usia, jenis kelamin, etnis, diet dan massa otot dan ketidakmampuan untuk
mendeteksi kerusakan ginjal sampai sebanyak 70% fungsi ginjal yang hilang 13. Menurut
epidemiologi data dari Amerika Serikat, 3% dari perempuan usia 20-39 mengidap CKD
stadium 1 atau 214. Kecil kemungkinan bahwa tingkat kerusakan ginjal mempengaruhi
kesuburan, sehingga secara teori sebanyak 1 dalam 30 kehamilan dapat terjadi komplikasi
akibat CKD lebih rendah dibandingkan 39% wanita dengan CKD stadium 1 atau 2 yang
memiliki hipertensi terdeteksi atau proteinuria14, banyak perempuan dengan CKD awal
tidak terdiagnosis. Sehingga, ketika seorang perempuan dengan CKD menjadi hamil, dua
aspek yang perlu diperhatikan; bagaimana kehamilan mempengaruhi perkembangan
penyakit ginjal dan apakah efek penyakit ginjal tersebut terhadap hasil dari kehamilan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan
kehamilan dengan penyakit ginjal kronik?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah meningkatkan pengetahuan dan wawasan
pembaca dalam memahami tentang konsep dan askep kehamilan dengan penyakit ginjal
kronik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gagal ginjal Kronik

1. Pengertian
Gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan lebih dari 3 bulan) dengan
a. Kerusakan ginjal; dan
b. Kerusakan Glomerular Filtration Rae (GFR) dengan angka GFR kurang dari
60ml/menit/1.73 m2

Berdasarkan analisa definisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal kronis merupakan gagal
ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan peristen
dan dampak yg bersifat kontinyu. Sedangkan National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria
atau over proteinuria, abnormalitas sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal
(Azwar Agoes, dkk. 2018). Ginjal juga bertindak sebagai organ endokrin yang
memproduksi erythropoietin, vitamin Daktif dan renin. Produksi dari ketiga hormone
tersebut meningkat selama kehamilan normal, tetapi efek mereka akan ditutupi oleh
perubahan lain. Sebagai contoh, pada awal kehamilan, vasodilatasi perifer meningkatkan
renin-aldosteron yang menyebabkan ekspansi volume plasma, sehingga tekanan darah
turunp ada kehamilan 12 minggu. Sebaliknya, ekspansi volume plasma akan
menyebabkan peningkatan eritropoetin yang menyebabkan peningkatan masa sel darah
merah,menyebabkan anemia fisiologis. Demikian pula, vitamin D aktif yang beredar dua
kali lebih banyak dibandingkan yang tidak hamil, tetapi bersamaan dengan itu terjadi
pengurangan separuh dari kadar hormon paratiroid hiperkalsiuria dan peningkatan
kebutuhan janin menyebabkan kadar plasma terionisasi kalsium tidak berubah.
Proteinuria akan sedikit meningkat pada kehamilan normal, namun peningkatan yang
lebih dari 260mg/24jam harus dipertimbangkan sebagai suatu keadaan yang abnormal.

2. Etiologi
a. Infeksi saluran kemih (Pielonefritis kronis).
b. Penyakit peradangan (Glomerulonefritis) untuk glumerulonefritis kronik ditandai
dengan kerusakan glomerulus secara progresif, akan tampak ginjal mengkerut. Ini
disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karna tubulus mengalami
atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
c. Penyakit vaskuler hipertensif (Nefrosklerosis, stenosis renalis). Merupakan penyakit
primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya, GGK dapat
menyebabkan hipertensi.
d. Penyakit metabolik, misalnya: Diabetes Mielitus, Asam Urat, Hiperparatiroidisme
e. Nefropati toksik
f. Batu saluran kemih. (Rudi Haryono, 2013).
3. Pathway

4. Fisiologi Ginjal pada Kehamilan


Secara fisiologi, ginjal mengalami perubahan hemodinamik, tubulus ginjal, dan
perubahan endokrin selama kehamilan. Adaptasi ginjal untuk kehamilan diantisipasi
sebelum konsepsi, yaitu menjelang akhir setiap siklus menstruasi, laju filtrasi
glomerulus(GFR) akan meningkat 10-20%. Jika kehamilan terjadi, GFR terus meningkat,
sehingga pada kehamilan 16 minggu, nilai GFR 55% di atas nilai GFR pada seseorang
yang tidak hamil. Kenaikan ini dimediasi melalui peningkatan aliran darah ginjal pada
trimester kedua yang mencapai maksimum 70-80% di atas nilai yang tidak hamil,
sebelum turun pada saat aterm menjadi sekitar 45% di atas nilai yang tidak hamil. Pada
awal kehamilan terjadi peningkatan aliran darah ginjal menyebabkan peningkatan laju
filtrasi. Glomerulus hingga 50-70% diatas normal di dua trimester awal dan tetap 40% di
atas normal pada trimester ketiga. Peningkatan aliran darah ginjal ini disebabkan adanya
peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskuler ginjal akibat vasodilatasi
vaskularisasi ginjal. Peningkatan LFG mulai terjadi pada minggu keempat kehamilan
hingga menjadi 50% diatas normal dalam 13 minggu. Terjadi hiperfiltrasi gestasional
disertai dengan penurunan relatif dalam konsentrasi serum kreatinin dan urea, sehingga
nilai-nilai yang dianggap normal pada keadaan tidak hamil dapat menjadi abnormal
dalam kehamilan. Tekanan darah dan resistensi vaskuler perifer turun segera setelah
konsepsi. Penurunan resistensi vaskuler diperkirakan akibat peningkatan sintesis
prostaglandin vasodilator (prostasiklin).
5. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala yang mungkin dapat diketahui adalah hipertensi, penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual dan muntah, lesu dan gelisah,
kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, penurunan daya ingat, kedutan dan keram
otot, BAB berdarah, kulit kekuningan, dan rasa gatal (Azwar Agoes, dkk. 2018).
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis:
a. Sistem kardiovaskuler, antara lain hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, pembesaran vena leher, friction subpericardial.
b. Sistem pulmoner, antara lain nafas dangkal, krekel, kusmaull, sputum kental.
c. Sistem gastrointestinal, antara lain anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran
GI, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas berbau ammonia.
d. Sistem musculoskeletal, antara lain kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur
tulang.
e. Sistem integumen, antara lain war na kulit abu-abu mengilat, pruritis, kulit kering
bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
f. Sistem reproduksi, antara lain amenore, atrofi testis. (Suyono dkk, 2001 dalam Rudi
Haryono, 2015)
6. Kompikasi
Komplikasi gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekan kolaboratif dalam perawatan,
mencakup:
a. Hiperkalemia, akibat penurunan ekresi, asidosis metabolik, katabolisme dan asupan
diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia, akibat penurunan eritropoeitin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang, akibat retensi fosfat, kadar kalium serum yang rendah metabolisme
vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar alumunium. (Smeltzer, 2002 dalam Rudi
Haryono, 2013).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biokimiawi
Pemerikasaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin plasma.
Untuk hasil yang lebih akurat mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa
kreatinin klirens. Selain pemeriksaan fungsi ginjal (Renal Function Test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
b. Urinalis
Urinalis dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau ada atau
tidaknya perdarahan aktif akbiat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi Ginjal
Imaging (gambaran) diri ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu,
ukuran dari ginjal pun akan terlihat (Eko Prabowo & Andi Eka, 2017).
8. Penatalaksanaan
a. Obat-obatan
Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih), tranfusi darah
b. Intake cairan dan makanan
1) Minum yang cukup
2) Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa memperlambat gagal
ginjal kronis.
3) Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika dibatasi kecuali jika terjadi
edema atau hipertensi.
4) Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau
menjalani dialisa.
5) Asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam
(Natrium) dalam darah.
6) Makanan kaya kalium harus dihindari
7) Membatasi asupan makanan kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati,
kacang kacangan dan minuman ringan)
8) HemodialisA
Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran
darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat,
dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan
cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi (Rudi Haryono, 2013).
9. Penyakit Gagal Ginjal dalam Kehamilan
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu spektrum dari berbagai proses patofisiologi yang
berkaitan dengan berbagai proses patofisiologi yang berkaitan dengan kelainan fungsi
ginjal serta penurunan progresif laju filtrasi glomerulus (LFG), yang pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.Selanjutnya gagal ginjal adalah keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,diikuti dengan penimbunan sisa
metabolism proteindan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,yang pada derajat
tertentu memerlukan terapi pengganti ginjal permanen,berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
Penyakit ginjal pada kehamilan merupakan suatu kelainan medis yang penting yang
mengakibatkan semakin menurunnya fungsi ginjal dan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin. Wanita hamil dengan penyakit ginjal kronik dapat
diklasifikasikan dalam tiga kategori:
a. Wanita hamil dengan insufisiensi renal ringan (kreatinin serum <1,4 mg/dl) dan
tanpa hipertensi.
b. Wanita hamil dengan insufisiensi renal moderat/sedang ( kreatinin serum 1,4-2,8
mg/dl).
c. Wanita hamil dengan insufisiensi renal berat (kreatinin serum > 2,8 mg/dl).

Penurunan fungsi ginjal bisa terjadi akibat kehamilan pada pasien-pasien dengan
penyakit ginjal,dipengaruhi oleh derajat beratnya penyakit ginjal. Kehamilan
dihubungkan dengan penurunan fungsi ginjal permanen antara 0-10% pada perempuan
dengan LFG hanya menurun ringan (kreatinin serum < 1,5 mg/dl).

Banyak wanita dengan penyakit ginjal kronis yang mengalami kehamilan mempunyai
disfungsi ginjal ringan dan kehamilan biasanya tidak mempengaruhi prognosis pada
penyakit ginjal tersebut.Sebuah studi yang meneliti 360 wanita dengan glomerulonefritis
primer dan disfungsi ginjal ringan (kreatinin serum < 110 μmol/l),proteinuria minimal (1
g/24h) dan tidak adanya kontrol ataupun kontrol yang baik terhadap hipertensi sebelum
kehamilan menunjukkan bahwa kehamilan mempunyai sedikit bahkan tidak mempunyai
efek jangka panjang terhadap fungsi ginjal ibu. Situasi yang berbeda terjadi pada wanita
dengan gangguan ginjal sedang sampai berat (stadium 3-5).Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa risiko terbesar terhadap perburukan ginjal terjadi pada wanita
dengan fungsi ginjal yang buruk. Proteinuria persisten dan hipertensi akan meningkatkan
risiko yang lebih buruk. Pada beberapa penelitian retrospektif terhadap wanita yang
menderita penyakit ginjal pun didapatkan bahwa mereka yang pada awalnya sudah
memiliki gangguan ginjal sedang (serum kreatinin 124-168 mmol/l) mempunyai risiko
sebesar 40% terhadap perburukan fungsi ginjal selama kehamilan,dan separuhnya akan
menetap setelah kelahiran. Begitupun halnya dengan wanita yang sudah memiliki
gangguan ginjal berat (serum kreatinin > 177mmol/l) akan mengalami perburukan pada
kehamilan trimester ketiga,dan sebagian besar akan menetap dan memburuk hingga
akhirnya akan menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Perburukan fungsi ginjal selama
kehamilan pun dialami pada wanita yang sebelum hamil mempunyai GFR<40
ml/menit/1,73m dan proteinuria > 1g/24 jam.

Pemantauan surveilans janin secara periodik sangat penting karena penyakit ginjal
dihubungkan dengan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) dan saat yang tepat untuk
dilakukan intervensi tergantung perubahan status janin. Persalinan prematur mungkin
diperlukan jika Terdapat tanda-tanda distressjanin Fungsi ginjal menurun secara progresif
Hipertensi tidak terkontrol PreeklampsiBeberapa literatur menyarankan persalinan elektif
lebih dini (34-36 minggu) pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal ataupun pada pasien
yang menjalani dialisis,terutama jika paru-paru janin telah matur. Pada pasien-pasien
dengan transplantasi ginjal, persalinan tetap menunggu awitan, jika ibu dan janin tidak
menunjukkan tanda-tanda distress.

1. Perubahan Anatomi Ginjal Dan Saluran Kemih Pada Kehamilan


Dalam kehamilan terjadi perubahan anatomi dan fungsional ginjal dan saluran
kemih, yang sering menimbulkan gejala, kelainan fisik, dan perubahan hasil
pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, perlu dipahami benar mengenai
perubahan-perubahan ginjal dam saluran kemih dalam kehamilan agar tidak terjadi
kesalahan dalam membuat diagnosis dan terapi yang dapat merugikan ibu dan bayi.
Volume, berat dan ukuran ginjal bertambah selama kehamilan. Panjang ginjal
bertambah mencapai 1 cm dan ginjal kanan lebih besar sedikit daripada ginjal kiri
bila diukur secara radiografis. Bahkan, perubahan yang lebih jelas terjadi pada sistem
pengumpul dimana kaliks renalis, pelvis renalis, dan ureter semuanya mengalami
dilatasi bermakna. Dilatasi ini terjadi pada awal kehamilan sekitar usia 6-10 minggu,
yang pada trimester awal lebih jelas pada sebelah kanan, meliputi 90% perempuan
sampai aterm, dan menetap antara 4-6 minggu sampai 3-4 bulan paska persalinan.
Pelebaran yang tidak simetris ini mungkin disebabkan oleh perubahan uterus yang
membesar dan mengalami dekstrorotasi, relaksasi otot polos akibat peningkatan
kadar progesteron (hidroureter dan hidronefrosis fisiologis), atau karena terjadinya
penekanan fisiologis karena pembesaran vena ovarium kanan yang terletak di atas
ureter, sedangkan pada yang sebelah kiri tidak terdapat adanya sigmoid sebagai
bantalan. Ureter juga akan mengalami pemanjangan, melekuk, dan kadang berpindah
letak ke lateral, dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan. Semua
hal di atas dapat dilihat dengan pemeriksaan pielografi intravena.
Selain itu juga dapat terjadi hiperplasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks
dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Dilatasi
ureter ini memungkinkan timbulnya refluks air kemih dari kandung kemih ke dalam
ureter. Akibat pembesaran uterus, hiperemi organ-organ pelvis, dan pengaruh
hormonal terjadi perubahan pada kandung kemih yang dimulai pada kehamilan usia
4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-
pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih
mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih
meningkat sampai 1 liter, kemungkinan karena efek relaksasi dari hormon
progesterone
2. Perubahan Fungsional Ginjal Dan Saluran Kemih Pada Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu kondisi hiperdinamik, hipervolemik, dengan adaptasi
yang tampak pada semua sistem organ utama. Perubahan fisiologis penting yang
timbul pada ginjal selama kehamilan, antara lain:
a. Peningkatan aliran plasma renal (Renal Plasma Flow/RPF)
b. Peningkatan tingkat filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR)
c. Perubahan reabsorpsi glukosa, sodium, asam amino, dan asam urat tubular.

Peningkatan GFR terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi dan terus
meningkat setelah konsepsi, kemudian mencapai puncak sampai sekitar 50% di atas
kadar pada perempuan tidak hamil sampai akhir trimester kedua. Sejak kehamilan
trimester kedua, GFR akan meningkat sampai 30-50% di atas nilai normal perempuan
tidak hamil. Peningkatan ini menetap sampai usia kehamilan 36 minggu, lalu terjadi
penurunan 15-20%

Peningkatan RPF dimulai sejak trimester kedua yang kemungkinan disebabkan oleh
efek kombinasi curah jantung yang meningkat dan resistensi vascular ginjal sebagai
peningkatan produksi prostasiklin ginjal. RPF akan meningkat sebesar 50-80% di atas
kadar perempuan tidak hamil, dengan rata-rata 137 ml/menit. Setelah itu, nilainya
akan turun mendekati 25%, tetapi relatif masih lebih tinggi di atas kadar perempuan
tidak hamil. Semakin tua kehamilan, efek kompresif dari pembesaran uterus pada
aorta-vena kava dapat menurunkan aliran darah ginjal yang efektif menjadi 20%.
Akibatnya, akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urea nitrogen darah

Alasan mengapa hemodinamik ginjal meningkat selama kehamilan berhubungan


dengan peranan penting nitric-oxide (NO)-dependent endothelium-derived relaxing
factor atau relaksin. Stimulusnya berasal dari ibu dan vasodilatasi gestasional
menyebabkan penurunan tonus arteriole preglomerular dan postglomerular sehingga
tekanan darah intraglomerular tetap konstan. Hal ini membuktikan bahw hiperfiltrasi
gestasional tidak akan mempengaruhi fungsi ginjal perempuan dalam jangka panjang.
Peningkatan GFR dan Effective Renal Plasma Flow (ERPF) ini juga dapat
menjelaskan mengapa ekskresi glukosa asam amino, dan vitamin larut air, akan
meningkat selama kehamilan. Kehamilan dengan lesi penyakit ginjal mendasar dan
borderline atau proteinuria minimal mungkin mengalami peningkatan ekskresi
protein, dan sebaliknya tidak disalahartikan sebagai eksaserbasi penyakit ginja
Mungkin ada penurunan pada reabsorbsi tubular terhadap glukosa, di mana bila
dikombinasikan dengan peningkatan bermakna dari beban filtrasinya, dapat
menjelaskan mengapa banyak perempuan dengan metabolisme karbohidrat normal
dapat bermanifestasi glukosuria selama kehamilan

Sebagai akibat peningkatan GFR juga, konsentrasi asam urat serum menurun selama
kehamilan trimester kedua, tetapi akan kembali normal seperti keadaan tidak hamil (4-60
mg/dl) pada trimester ketiga. Beberapa peneliti meyakini bahwa preeklamsia secara
selektif mempengaruhi reabsorbsi tubulus dan menyebabkan peningkatan asam urat.

3. Pengaruh Ckd Terhadap Kehamilan


Perempuan dengan CKD untuk memikirkan kehamilan, tidak hanya harus menyadari
potensi komplikasi kehamilan bagi janin, tetapi juga implikasi untuk kemunduran
fungsi ginjal mereka. Selama lima dekade terakhir, beberapa penelitian retrospektif
telah dilakukan untuk menilai masalah ini dilakukan oleh Profesor John Davidson.
Sebuah penggabungan data dari 908 kehamilan pada 676 wanita ditunjukkan pada
Tabel 3 dan 4. Dalam pandangan eGFR yang valid dalam kehamilan, klasifikasi yang
sesuai dengan kreatinin serum digunakan untuk mengkategorikan tingkat kerusakan
ginjal.
Tingkat Kerusakan ginjal
a. CKD dengan GFR ringan ( Scr <1,3 mg/dl atau GFR 60-89 mL /mnt/1.73m2 )
Memburuknya hipertensi dan proteinuria, dan perkembangan preeklampsia
terjadi pada sebanyak sepertiga wanita hamil dengan CKD ringan. Prematuritas,
berat lahir rendah, dan kematian janin sedikit lebih tinggi pada wanita dengan
CKD ringan dibandingkan yang wanita normal17-19,21,23-32. Data baru dari
penelitian Jungers et al. menunjukkan hasil janin yang baik dalam 98% dari
kehamilan, sementara 65% dari kehamilan tidak mengakibatkan komplikasi
janin, seperti preeklampsia, pertumbuhan intrauterine terhambat (IUGR), atau
kelahiran premature
b. CKD dengan GFR sedang (Scr 1,3-1,9 mg/dl atau GFR 30-59 ml/mnt/1.73m2)
Tingkat komplikasi jelas lebih tinggi pada ibu hamil dengan CKD sedang
dibandingkan pada mereka dengan CKD ringan 33. Tingkat kelahiran prematur
lebih tinggi (50-55%) dibandingkan dengan tingkat rata-rata 10% di antara
perempuan hamil di negara- negara maju, serta, kematian janin juga lebih tinggi
(sampai 6%) dan 34-37% dari bayi yang kecil untuk usia kehamilan
c. CKD dengan GFR berat (Scr >1,9 mg/dl atau GFR 15-29 ml/mnt/1.73m2)
Komplikasi yang lebih tinggi pada wanita dengan penyakit ginjal yang berat
pada saat pembuahan. Pengamatan yang konsisten adalah bahwa CKD berat
dikaitkan dengan proteinuria berat dan dikombinasikan dengan edema berat
mungkin mencerminkan plasenta edema dan menghasilkan lebih (73%)
kelahiran prematur dan (57%) berat lahir lebih rendah. Hasil konsepsi tersebut
masuk angka kelahiran hidup 64% tetapi kelangsungan hidup neonatal adalah
mengesankan pada angka 100%. Dalam studi Cunningham et al., 82% wanita
yang mempunyai CKD berat mengalami hipertensi kronis dan 64%
mengembangkan pre-eklamsia

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Dengan Penyakit Ginjal Keronik.

1. Pengkajian
a. Anamnase
1) Identitas Penderita
Gagal ginjal kronik beresiko lebih besar pada usia ˃60 tahun. Hal ini disebabkan
karena semakin bertambahnya usia, semakin berkurang fungsi ginjal dan
berhubungan dengan penurunan kecepatan ekskresi glomerulus dan memburuknya
fungsi tubulus (Pranandari & Supadmi, 2015). Untuk jenis kelamin laki-laki lebih
beresiko terkena penyakit gagal ginjal kronik sebesar 0,3% daripada perempuaan
(Riskesdas, 2013). Pekerjaan yang beresiko menderita penyakit gagal ginjal kronik
adalah petani, buruh, kuli, supir truck dengan alasan mereka sering mengkonsumsi
minuman penambah stamina (Dharma, 2014).
2) Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, bisa berupa output urine menurun (oliguria sampai
anuria), anoreksia, mual, muntah, fatigue, nafas bau urea, sesak nafas, edema, pucat,
dan hematuria (Prabowo & Pranata, 2014).
3) Riwayat Penyakit sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, demam, perubahan pola napas karena komplikasi dari
gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea napas
(Prabowo & Pranata, 2014)
4) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Kemungkinan adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus, nefrosklerosis, hipertensi,
gagal ginjal akut yang tidak tertangani dengan baik, obstruksi atau infeksi urinarius,
penyalahgunaan analgetik (Prabowo & Pranata, 2014).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga sisilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM
dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis,
karena penyakt tersebut bersifat herediter, kaji pola kesehatan keluarga yag
diterapkan jka ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit
(Prabowo & Pranata, 2014).
6) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan
cepat saji, kesibukan yang membuat stress, duduk seharian di kantor, sering minum
kopi dan jarang minum air putih, merupakan faktor pemicu terjadinya penyakit ginjal
(Aroem, 2015). Perilaku merokok, kurang aktivitas fisik, kurangnya konsumsi air
putih, konsumsi minuman beralkohol, konsumsi minuman bersoda, konsumsi
minuman berenergi, konsumsi kafein.

Status cairan dan Sebelum sakit Saat sakit


nutrisi
Nafsu makan Baik Kehilangan nafsu makan
Pola makan
Minum: Jenis: Soda, alkohol, penambah stamina 300- Air putih
500ml/hari
Jumlah: Intake cairan + hasil
metabolisme (5xKgBB) =
output cairan + IWL

(15xKgBB)
Pantangan makan Tidak ada pantangan makanan Makanan dengan natrium dan
kalium tinggi dan makanan
tinggi fosfor
Menu makan Nasi, lauk pauk, sayur Diet lunak, cukup energi

Berat badan Berat badan normal Terjadi peningkatan berat


badan disebabkan edema.

b. Pemeriksaan Fisik (Muttaqin, 2011)


1) Keadaan umum
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat ksadaran tergantung
pada tingkat toksisitas, sering didapatkan RR meningkat (tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif (Prabowo & Pranata, 2014).
2) Sistem pernafasan
Inspeksi: pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot bantu napas, sesak napas,
irama pernapasan tidak teratur, dan pemakaian alat bantu napas, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dispnoe nokturnal paroksismal (DNP), takhipnoe (peningkatan frekuensi).
Palpasi : biasanya vocal fremitus sama antrara kanan dan kiri. Perkusi: biasanya
terdengar suara sonor.
Auskultasi: suara napas, adanya suara napas tambahan, biasanya wheezing.
3) Sistem Persyarafan
Inspeksi: didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi, klien sering mengalami kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrom, restless leg syndrom, kram otot dan nyeri otot.
4) Sistem Perkemihan
Inspeksi : ditemukan perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine <400 ml/hari, warna urin juga menjadi lebih pekat. Sedangkan
pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomelurus. Pada pemeriksaan didapatkan proteinuria,
BUN dan kreatinin meningkat. Dapat juga terjadi penurunan libido berat. Biasanya pada kasus
gagal ginjal kronis dapat terjadi ketidakseimbangan cairan.

No Usia Jumlah urine/ hari


1 1-2 hari 15-60 ml
2 3-10 hari 100-300 ml
3 10 hari – 2 bulan 250-400 ml
4 2 bulan – 1 tahun 400-500 ml
5 1-3 tahun 500-600 ml
6 3-5 tahun 600-700 ml
7 5-8 tahun 700-1000 ml
8 8-14 tahun 800-1400 ml
9 14 tahun- dewasa 1500 ml
5) 10 Dewasa tua ≤ 1500 ml Sistem
Integumen dan Muskuloskeletal
Inspeksi : didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam
(sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat
kalsium pada kulit, keterbatasan gerak sendi, terjadi oedem pada ekstremitas.
6) Sistem Penginderaan
Kadar batas pendengaran menunjukkan defisit frekuensi tinggi pada awal penyakit,
setelah itu pendengaran secara bertahap memburuk. Amaurosis uremia adalah onset
tiba-tiba kebutaan bilateral, yang haru dikembalikan dalam waktu beberapa jam
sampai beberapa hari. Mata sering mengandung garam kalsium, yang membuatnya
terlihat seperti teriritasi.(Black & Hawks, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Gagal Ginjal Kronik menurut
Nurarif & Kusuma (2015):

a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium,
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,
muntah, perubahan membran mukosa mulut
c. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah, prosedur
dialisis
d. Ketidakefektifan pola nafas b.d kongesti paru
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah ke seluruh
tubuh
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d suplai okigen ke otak menurun
g. Kerusakan integritas kulit b.d pruritus, gangguan status metabolic sekunder
h. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload

3. Intervensi keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Tujuan: Jelaskan pada klien dan keluarga klien tentang
indikator kelebihan cairan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 R/: mengurangi volume cairan dalam tubuh
2 Tujuan: 1) Jelaskan pada klien dan keluarga klien tentang
pentingnya nutrisi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 R/: agar menambah pengetahuan klien dan
jam diharapkan kebutuhan keluarga klien
nutrisi klien terpenuhi, BB
sesuai IMT 2) Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering

Kriteria Hasil: R/: agar nutrisinya dapat terserap dengan baik

1. Klien dan keluarga 3) Observasi BB


klien
R/: agar mengetahui perubahan BB
mampu mengetahui tentang
pentingnya nutrisi 4) Observasi mukosa mulut

2. Klien mau makan R/: agar mengetahui adanya dehidrasi


makanan sedikit tapi
sering 5) Observasi konjungtiva
3. BB sesuai IMT (18,5-
25,00) R/: agar mengetahui adanya anemia pada
4. Tidak ada penurunan pasien
BB yang berarti
5. Hemoglobin dalam 6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
batas normal (L.13,5 – jumlah nutrisi yang dibutuhkan klien dan menu
18,0/P. 11.5-16,0 g/dl
6. Hematokrit dalam batas
normal (L. 40 – 54 / P. makanan yang sesuai untuk klien
35– 47 vol %)
7. Konjungtiva tidak R/: agar nutrisi pasien terpenuhi dan tidak
anemis terjadi malnutrisi

3 Tujuan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga klien tentang


aktivitas yang bisa dilakukan sesuai
Setelah dilakukan tindakan kemampuan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan klien dapat R/: agar menambah pengetahuan klien dan
mentoleransi aktivitas keluarga klien
Kriteria hasil
2. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas
1. Klien dan keluarga klien sesuai kemampuan
mampu memahami
tentang aktivitas yang R/: agar pasien dapat melakukan aktivitas
bisa dilakukan sesuai secara mandiri
kemampuan
2. Klien mau melakukan 3. Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas
aktivitas sesuai
kemampuan R/: untuk mengetahui perubahan TTV sebelum
3. TTV dalam batas normal dan sesudah aktivitas
saat beraktivitas
4. Tekanan darah: 4. Observasi perubahan EKG
Systole:100-120 mmHg
Diastole: 60-80 mmHg R/:agar mengetahui apakah ada komplikasi
Suhu: 36,5-37,4oc jantung
Nadi:60-80x/menit RR:
15-20x/menit 5. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik
5. Tidak ada kelemahan dalam merencanakan program terapi yang tepat
dalam aktivitas sehari-
hari R/: agar mempercepat proses penyembuhan
6. Mampu melakukan klien dan klien bisa melakukan aktivitas sehari-
aktivitas sehari-hari hari secara mandiri
secara mandiri

4 Tujuan: 1. Jelaskan pada klien dan kelurga klien tentang


penyebab pola nafas tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 R/: untuk menambah pengetahuan klien dan
jam diharapkan pola nafas keluarga klien
klien menjadi efektif
Kriteria hasil: 2. Anjurkan klien untuk melakukan latihan nafas
dalam secara mandiri
1. Pasien dan keluarga
pasien dapat mengetahui R/: agar klien dapat mengatur pola nafasnya
tentang penyebab pola saat terjadi sesak
nafas tidak efektif
2. Pasien mau melakukan 3. Ajarkan pada klien teknik nafas dalam
latihan nafas dalam
secara mandiri R/: agar menambah keterampilan klien
3. Pasien mampu
mempratekkan teknik 4. Observasi adanya suara nafas tambahan
nafas dalam
4. Tidak memakai R/: agar mengetahui adanya jalan nafas yang
alat bantu pernafasan terhambat atau tidak
5. Tidak ada pernafasan
cuping hidung 5. Observasi adanya pernafasan cuping hidung
6. RR dalam batas normal
(15-20x/menit) R/: untuk mengetahui adanya retensi
7. Tidak ada otot bantu karbondioksida atau tidak
pernafasan
6. Observasi RR

R/: agar mengetahui perubahan RR pada klien

7. Observasi adanya retraksi otot bantu


pernafasan

R/: agar mengetahui pasien kesulitan dalam


bernafas atau tidak

8. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian


bronkodilator

R/: mempercepat proses penyembuhan

5 Tujuan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga klien tentang


perubahan sensasi
Setelahdilakukan
R/: untuk menambha pengetahuan klien dan
Tindakan keperawatan keluarga klien

selama 1x24 jam 2. Anjurkan keluarga klien untuk mengobservasi


diharapkan sirkulasi darah kulit dan melaporkan jika ada laserasi
ke jaringan perifer efektif
Kriteria hasil: R/: agar tidak terjadi laserasi pada klien

1. Klien dan keluarga klien


mengetahui tentang 3. Observasi perubahan fungsi motoric
penyebab perubahan
sensasi R/: jika ada perubahan berarti sirkulasi perifer
2. Keluarga klien mau terganggu
melakukan observasi
kulit klien dan 4. Observasi penurunan nadi perifer
melaporkan jika ada
laserasi R/: jika ada perubahan berarti sirkulasi perifer
3. Tidak ada perubahan terganggu
fungsi motoric
4. Tidak ada penurunan 5. Observasi CRT
nadi perifer
5. Tidak ada parestesi R/: agar mengetahui adanya perubahan CRT,
6. CRT<3 detik perubahan itulah yang menunjukkan perfusi
jaringan perifer lancer atau tidak.

6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian


analgetik

R/: untuk mempercepat proses


penyembuhan

6 Tujuan: 1. Anjurkan px untuk head up 30o

Setelah dilakukan tindakan R/: agar membantu memperlancar


keperawatan selama 1x24 peredaran darah ke otak
jam diharapkan sirkulasi
serebral stabil 2. Observasi GCS dan tingkat kesadaran px

1) GCS px normal4-5-6 R/: untuk mengetahui perubahan GCS dan


2) Tingkat kesadaran tingkat kesadaran
composmentis
3) TTV dalam batas 3. Observasi TTV
Normal
4) Tekanan darah: R/: untuk mengetahui perubahan TTV
Systole:100-120 mmHg
Diastole: 60-80 mmHg 4. Observasi adanya nyeri kepala
Suhu: 36,5-37,4oc
Nadi:60-80x/menit RR: R/:untuk mengetahui adanya peningkatan TIK
15-20x/menit
5. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam
pemberian terapi
R/: untuk mempercepat proses penyembuhan

7 Tujuan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga klien


tentang penyebab kerusakan integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 R/: agar menambah pengetahuan klien
jam diharapkan integritas
jaringan klien kembali 2. Anjurkan klien untuk memakai pakaian
normal yang longgar

Kriteria hasil: R/: agar kulit klien tidak tertekan dengan baju
yang sempit
1) Klien dan
keluarga klien 3. Anjurkan keluarga klien mengoleskan lotion
mampu memahami pada daerah yang tertekan
tentang penyebab
kerusakan integritas R/: agar kelembapan kulit klien terjaga
kulit
2) Klien mau memakai 4. Observasi tanda kemerahan pada kulit
pakaian yang longgar
3) Keluarga klien mau R/: agar mengetahui ada tanda infeksi atau tidak
mengoleskan lotion
pada daerah yang 5. Observasi aktivitas mobilisasi klien
ertekan
4) Tidak ada tanda R/:agar tidak terjadi terjadi decubitus
kemerahan pada kulit
5) Tidak ada decubitus 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat diuresis

R/: agar oedeme nya berkurang dan kerusakan


integritas jaringan berkurang
8 Tujuan 1) Jelaskan pada klien dan keluarga klien tentang
penyebab penurunan cura jantung
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 R/: agar menambah pengetahuan klien dan
jam diharapkan tidak terjadi keluarga klien
penurunan curah jantung
Kriteria hasil: 2) Anjurkan pada klien untuk mengurangi stress

1. Jelaskan pada klien dan R/: agar kerja jantung tidak berat
keluarga klien
tentang penyebab 3) Monitor TTV
penurunan curah
jantung
2. Pasien mau
mengurangi stress R/: agar mengetahui perubahan TTV
3. TTV dalam batas
normal saat beraktivitas 4) Monitor sianosis
Tekanan darah:
Systole:100-120 mmHg R /: agar mengetahui aliran darah lancer atau
Diastole: 60-80 mmHg tidak
Suhu: 36,5-37,4 c
o

5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian


obat aritmia

R/: agar mempercepat penyembuhan klien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Implementasi adalah pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yang di
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana memberikan askep dalam
pengumpulan data serta melaksanakan adusa dokter dan ketentuan rumah sakit (Wijaya &
Putri, 2013).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaa pasien ( Hasil
yang diamati ) dengan tujuan dan kriteria hasil yang di buat (Rohmah, N. 2014).
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan
(Wijaya & Putri, 2013).
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu spektrum dari berbagai proses patofisiologi yang
berkaitan dengan berbagai proses patofisiologi yang berkaitan dengan kelainan fungsi
ginjal serta penurunan progresif laju filtrasi glomerulus (LFG), yang pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.Selanjutnya gagal ginjal adalah keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,diikuti dengan penimbunan sisa
metabolism proteindan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,yang pada derajat
tertentu memerlukan terapi pengganti ginjal permanen,berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
Penyakit ginjal pada kehamilan merupakan suatu kelainan medis yang penting yang
mengakibatkan semakin menurunnya fungsi ginjal dan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin
Daftar Pustaka

8. Jakarta : EGC.

Agoes, dkk. 2018. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.


Ana. 2015. 14 Penyebab Gagal Ginjal Akut dan Kronik. http://halosehat.com/penyakit-
ginjal/penyebab-gagal-ginjal. Diakses pada tanggal 14 Mei 2019.

Asrat T, Nageotte MP. Renal Disease. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B, eds. High
risk pregnancy. Management options. London: WB Saunders Company Limited 1996:
465-79.

Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III L, Wenstrom KD. Renal and
urinary tract disorders. Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGraw-Hill 2005:
1093-110.

Davison J. Renal disease. In: Edmonds DK, editor. Dewhurst’s textbook of obstetrics and
gynaecology. 17th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing 2007: 260-9.

Dewi, Nurma. 2015. Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Gagal Ginjal Kronik Terhadap
Kepatuhan Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit MH Thamrin. Jurnal Ilmiah
Kesehatan: Vol.1,No.7. Diakses pada tanggal 18/12/2018.
Harahap, Solihuddin. 2016. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik (GGK)
DiRuang Hemodialisa (HD) RSUP H. Adam Malik Medan. Diakses pada tanggal
15/01/2019.
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Andi
Offest.

Hudono ST, Yunizaf. Penyakit ginjal dan saluran kemih. Dalam: Wiknjosastro H, Saifudin AB,
Rachimhadhi T. Editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo 1999: 510-17.

Kammerer. 2007. Adherene in Patients On Dialysis: Strategies for Succes. Nephrology Nursing
Journal: Vol.34,No.5, 479-485.

Kesler SS, ShahN, Hwang JJ. Urologic complications during pregnancy. In: Apuzzio JJ,
Vintzileos AM, Iffy L, eds. Operative obstetrics. 3 rd ed. London dan New York: Taylor
dan Francis 2006: 441-9.

Lindheimer MD, Grundfeld JP, Davidson JM. Renal disorders. In: Baron WM, Lindheimer MD,
Davidson JM, eds. Medical disorders during pregnancy. 3 rd ed. St. Louis: Mosby 2000:
39-70.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Penerjemah dr.
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Sehdev HM. Renal disease in pregnancy. In: Bader TJ. Editor. Ob/gyn secrets. 3 rd ed.
Philadelphia: Elsevier-Mosby, 2005: 245-9.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi

Steinfeld JD, Wax JR. Maternal physiologic adaptations to pregnancy. In: Seifer DB, Samuels P,
Kniss DA, eds. The physiologic basis of gynecology and obstetrics. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins 2001: 365-73.

WHO. 2003. Adherence long-term therapies. Evidence for action. Diperoleh dari http://
www.emro.who.int/ncd/publicity/adherence.report.in.diabetic.patien diakses pada tanggal
21/01/2019.

Anda mungkin juga menyukai