Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata


Dosen pengampuh Abdul Hamid Tome SH.,MH

Disusun Oleh :
Kelompok 10
Husain N Yasin (1011421096)
Widhia Astuti Manoppo (1011421114)
Zulfikar Zubedi (1011421206)

KELAS F
SEMESTER II
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, hingga saat ini masih
Memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga kami dapat
Menyelesaikan makalah ini dengan benar dan tepat pada waktunya. Tujuan dari
penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan.

Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Kepemimpinan Yang telah
memberikan tugas makalah ini. Dan terimakasih juga kepada teman-teman yang
sudah membantu untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Sehingga kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan sudut Pandang baru bagi pembaca.

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
Kerendahan hati, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
Harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-
makalah lainnya pada waktu mendatang.

Gorontalo,10 Mei 2022

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................6

1.3 Tujuan...................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7

2.1 Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara..................................................7

2.2 Tugas dan Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara........................12


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Hukum Administrasi Negara di Indonesia berakar dari bahasa Belanda
yakni Administratiefrecht" atau Bestuursrecht" yang memiliki makna lingkungan
kekuasaan/administratif di luar dari legislatif dan yudisil.Dalam bahasa Prancis
dikenal dengan Droit Administratif. Diritto amministrativo di Italia dan
Verwaltungsrecht di Jerman.1

Pada awal kemerdekaan lembaga negara yang baru ada pada saat itu yaitu
Presiden dan Wakil Presiden (Lembaga Kepresidenan) yang dibantu oleh sebuah
Komite Nasional Indonesia Pusat (yang selanjutnya disebut KNIP). Sebelum
lembaga-lembaga negara yang lain terbentuk, maka segala kekuasaannya
dijalankan sepenuhnya oleh Presiden dengan bantuan KNIP sebagaimana
diamanatkan oleh Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945.1 Pada dasarnya
keinginan untuk menjelmakan aspirasi rakyat yang berupa perwakilan yaitu
Majelis Permusyawaratan Rakyat (yang selanjutnya disebut MPR), pertama kali
dilontarkan oleh Bung Karno dalam pidato yang bersejarah pada tanggal 1 Juni
1945 dalam rapat pembahasan BPUPKI. Salah satu prinsip yang mendasari
sistem permusyawaratan ialah sila ketiga, tentang mufakat atau demokrasi.Dalam
sila ketiga terkandung prinsip persamaan di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.2

Peradilan Tata Usaha Negara berwenang untuk memeriksa, memutus dan


menyelesaikan sengketa yang objeknya adalah Keputusan Tata Usaha Negara.
Keputusan yang menjadi objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara ini
diatur dalam Pasal 1 sampai Pasal 52 Undang-undang Peradilan tata usaha
1
Zulkhaedir Abdussamad dkk,Hukum Administrasi Negara ,2021,Kota Bandung,Hal 1
2
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, dalam Pasal IV Aturan Peralihan
UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa "sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyar, dan Dewan Pertimbangan dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini,
segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional" Lihat
pula dalam Riri Nazriyah, MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek Dimasa Depan
(Yogyakarta: UII PRES, 2007), hal. 50.
Negara, karena undang-undang ini juga berperan sebagai hukum
materi. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut merupakan
tindakan administratif yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara. Sebagai pelayan publik yang melayani masyarakat di bidang
administratif, setiap tata laksana Badan/Pejabat tata Usaha Negara dalam
mengambil keputusan inilah yang dimaksud dengan administrasi
pemerintahan.3

Tujuan dibentuknya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha


Negara yaitu untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang badan atau
pejabat Tata Usaha Negara.

Di dalam melakukan tindakan hukum publik badan/pejabat tata usaha negara


mempunyai peranan sebagai pelaku hukum publik yang menjalankan kekuasaan
hukum publik yang dijelmak.gmalalam kualitas penguasa (authorities seperti
halnya badan-badan tata usaha negara dan perbagai jabatan yang diserahi
wewenang penggunaan kekuasaan pub lik Wujud dari pelaksanaan urusan
pemerintahan dapat berupa tindakan hukum yang berkaitan dengan tindakan
material dan berbagai tindakan hukum yang berupa keputusan hukum tata ragara,"

Penyelenggaraan Pemerintahan diatur dengan sebuah undang-un dang yang


disebut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan UUAP menjamin hak-hak
dasar dan memberikan perlindungan kepada warga masyarakat serta menjamin
penyelenggaraan Tugas tugas negara seba gaimana dinmi oleh suatu negara
hukum sesal dengan Pasal 27 ayat (11. Pasal 28 Dayat (3) Pasal 281, dan Pasal 28
Layat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneski Tahun 1945
Berdasarkan ketentuan tersebut, warga masyarakat tidak menjadi objek melainkan
subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan4

3
Riza, D. (2018). Keputusan Tata Usaha Negara Menurut Undang-Undang Peradilan
Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Admnistrasi Pemerintahan. Jurnal Bina Mulia
Hukum, 3(1), 85-102.
4
Y. Sri Pudyatmoko dan W. Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Sa lah Satu
Fungsi Kontrol Pemerintah, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1996), hlm. 29. Loc. cit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara?
2. Bagaimana Tugas dan Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui bagaimana Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara?
2. Untuk Mengetahui bagaimana Tugas dan Wewenang Peradilan Tata
Usaha Negara?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara


Niat membentuk lembaga Peradilan Tata Usaha Negara sudah ada sejak
Negara Kesatuan Republik Indonesia baru merdeka. Hal ini tertuang dalam
UndangUndang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-
Badan Kehakiman yang mana dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan dengan istilah
Peradilan Tata Usaha Pemerintahan, berbunyi sebagai berikut:

“Jika dengan undang-undang atau berdasar atas undang-undaang tidak


ditetapkan badan-badan kehakiman lain untuk memeriksa dan memutus perkara-
perkara dalam soal Tata Usaha Pemerintahan, maka Pengadilan Tinggi dalam
tingkatan pertama dan Mahkamah Agung dalam tingkatan kedua memeriksa dan
memutus perkara-perkara itu”.

Pada masa orde baru, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Sementara Republik Indonesia Nomor 11/1960 memerintahkan untuk
diadakannya peradilan administratif 12 . Kemudian ketentuan tersebut diatur lebih
lanjut pada tahun 1964 melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mana dalam Pasal 7
ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

“Kekuasaan kehakiman yang berkepribadian Pancasila dan yang menjalankan


fungsi hukum sebagai pengayoman dilaksanakan oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan
Tata Usaha Negara”.5

Cita-cita terbentuknya Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara


sudah dimulai sejak lahirnya UUD 1945, hal ini dapat diketahui dari ketentuan

5
Nurhadi. Perkembangan Peradilan Tata Usaha Negara dan Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha
Negara Dilihat Dari Berbagai Susut Pandang. (Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia,
2011).
Pasal 24, menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh suatu
Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Susunan dan badan kehakiman diatur dengan undang undang.6

1. Periode Berlakunya UUD 1945 (1945-1949)

Rencana pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara sejak lahirnya UUD


1945 diwujudkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 1948
tentang Susunan dan Badan-badan Kehakiman dan Kejak saan. Undang-undang
ini tidak mengatur secara spesifik mengenai Per adilan Tata Usaha Negara, namun
hanya dua pasal yang mengatur me ngenai peradilan administrasi, yaitu:

Pasal 66 berbunyi

Jika dengan undang-undang atau berdasarkan atas undang-undang tidak


ditetapkan badan-badan kehakiman lain untuk memeriksa dan memutus perkara-
perkara dalam soal tata usaha pemerintahan, maka pengadilan tinggi dalam tingkat
pertama dan Mahkamah Agung tingkat kedua meme riksa dan memutus perkara
itu.

Pasal 67 berbunyi

Badan-badan Kehakiman dalam urusan tata pemerintahan yang dimaksud dalam


Pasal 66, berada dalam pengawasan Mahkamah Agung. Dart bunyi ketentuan
tersebut dapat diketahui bahwa tidak menyebut sebagai peradilan Tata Usaha
Negara, akan tetapi sebagai Peradilan Tata Pemerin tahan dan dalam
operasionalnya pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat pertama dan
Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kedua.

2. Periode Berlakunya Konstitusi RIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

Dalam Konstitusi RIS yang mengatur Peradilan Tata Usaha belum juga
diatur secara spesifik perkara yang mengadili diserahkan kepada pengadilan
perdata atau alat-alat kelengkapan lain:

6
Ali Abdulah,teori dan praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara PASCA-
AMANDEMEN,cetakan ke-4,Agustus,2021,Hal 1
Pasal 161 berbunyi:

Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada
pengadilan, yang mengadili perkara perdata ataupun kepada alat kelengkapan lain,
tetapi jika demikian seboleh-bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang
keadilan dan kebenarannya.

Pasal 162 berbunyi:

Dengan undang-undang federal dapat diatur cara memutus sengketa yang


mengenai hukum tata usaha dan yang bersangkutan dengan peraturan peraturan
yang diadakan dengan atau atas kuasa konstitusi ini atau yang diadakan dengan
undang-undang federal sedangkan peraturan-peraturan itu tidak langsung
mengenai semata-mata alat-alat kelengkapan dan peng buni satu daerah bagian
saja, termasuk badan-badan hukum publik yang dibentuk atau diakui dengan atau
atas kuasa undang-undang bagian dan rah itu.

3. Periode UUDS (17 Agustus 1950-5 Jull 1959)

Dalam periode UUDS ini hanya satu pasal yang mengatur hukum tata
usaha, yaitu:

Pasal 108 berbunyi

Pemutusan tentang sengketa yang mengenal hukum tata usaha diserah kan kepada
pengadilan yang mengadili pema perdata ataupun kepada alat-alat kelengkapan
lain, tetapi jika demikian seboleh-bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang
keadilan dan kebenaran.

4. Periode 1959-1986

Rencana pembentukan Peradilan Tata Usaha hingga periode ini ma sih


mengalami perdebatan yang cukup panjang dan baru dapat diwujud kan melalui
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, LNR.
No. 77 tanggal 29 Desember 1986. Undang-undang. ini berlaku efektif
penerapannya lima tahun kemudian dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1991 tentang Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, tanggal 14 Januari 1991. Upaya pembentukan Peradilan Tata
Usaha Negara dalam periode ini telah dilakukan melalui upaya adanya Ketetapan
Majelis Permusya waratan Sementara (MPRS) Nomor: II/MPRS/1960 yang
menetapkan agar segera dibentuk Peradilan Administrasi. TAP MPRS tersebut
selanjutnya ditindaklanjuti dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 tentang
Ke tentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Selanjutnya, Lintong O. Siahaant dalam Sachran 'Basah secara kronologis


menjelaskan bahwa telah dilakukan berbagai upaya, baik dalam bentuk
perundang-undangan, perencanaan (GBHN dan Repelita),simpo sium. lokakarya,
pidato kenegaraan presiden, dan sebagainya diuraikan sebagai berikut:

a Undang-Undang No. 14 Tahun 1970. TIN 1970 tentang Ketentuan ketentuan


Pokok Kekuasaan Kehakiman. Sebagai pelaksana lebih lan jut dari Pasal 10 ayat
(1) sub (d) Sebagai pelaksana lebih lanjut dari Pasal 10 ayat (1) sub (d) tersebut,
telah dibentuk PTUN berdasarkan Undang-Undang No. 5 1986, LN. No. 77
Tahun 1986.

b Repelita II Bab 27 tentang Hukum," khusus mengenai langkah lang kah


kegiatan atau saran-saran dalam bidang perencanaan hukum dan perundang-
undangan menentukan. "Selanjutnya diusahakan pembentukan peradilan
administrasi dalam rangka terselenggaranya ketertiban dan kepastian hukum di
bidang administrasi pemerintahan.”
c. Laporan Seminar Hukum Nasional ke-III Tahun 1974 di Surabaya, yang
menyimpulkan bahwa agar semua peradilan semu (kuasi per adilan) dihapus dan
tugas-tugasnya diserahkan kepada peradilan umum, dan agar jangan dibentuk
lembaga-lembaga peradilan lain di luar Undang-Undang No. 14 Tahun 1970.

d. Simposium Peradilan TUN yang diselenggarakan oleh BPHN di Jakar ta pada


tanggal 5-7 Februari 1976, yang berjuang menampung inti/ pokok-pokok
permasalahan pembentukan PTUN.
e Laporan Penelitian tentang Peradilan Administrasi Negara (1975): tentang
Kompetensi/Wewenang Peradilan Administrasi Negara (1977); Struktur
Organisasi Badan Peradilan di Indonesia (1979); Su sunan. Kekuasaan, dan
Hukum Acara TUN (1978/1979).

f. Presiden RI dalam Pidato Kenegaraan yang disampaikan di depan Si dang DPR


pada 16 Agustus 1978, dalam rangka menekankan pentingnya usaha pemerataan
kesempatan memperoleh keadilan, menegaskan di antaranya: "Demikian pula
akan diusahakan terbentuknya pengadilan administrasi, yang dapat menampung
dan menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan pelanggaran
pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat/petugas aparatur negara, maupun
memberikan kepas han hukum bagi setiap pegawai negeri"7

g. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang "Garis-Garis Besar Haluan Negara"


pada "Pola Umum Pelita Ketiga" di bagian "Politik, Aparatur bidang "Hukum"
sub (d) dinyatakan bahwa: "mengusahakan terwu judnya Peradilan Tata Usaha
Negara.

h. Seminar hukum Nasional ke-IV Tahun 1979 di Jakarta, khususnya mengenai


masalah pembentukan pengadilan tata usaha negara, ter dapat dua pendapat yang
berbeda.

i. Berkaitan dengan TAP MPR No. IV/MPR/1978 dalam Repelita III (1979/1980-
1983/1984, khususnya dalam Bab 23 tentang "Hukum" menentukan antara lain:
"Selanjutnya dalam rangka pembinaan peradilan ini akan diusahakan terwujudnya
Peradilan Tata Usaha Negara (Administrasi), yaitu seba gai peradilan yang dapat
menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan pelanggaran yang dilakukan
oleh pejabat/petugas aparatur negara. Dengan demikian, dapat lebih menjamin
adanya ketertib an, ketenteraman, dan kepastian hukum dalam menyelenggarakan
pemerintahan yang bersih, berkemampuan, dan berwibawa, serta penuh dedikasi
dan disiplin kerja."

7
Lintong O. Siahaan, Teori Hukum dan Wajah PTUN Setelah Amendemen 2004 (UU No. 5/1986
ja UU No 4, Jakarta: Perum Percetakan Negara, 2009) hlm. 39-40.
j. Repelita IV (1984/1985-1989/1990) pada Bab 27. menentukan di antaranya:
"Dalam rangka itu pembentgen Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Anak
perlu mendapat prioritas perwujudannya.

k. Lokakarya yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI. tentang Pem bangunan
hukum melalui Peradilan pada tanggal 30 Mei-1 Juni 1977 di Lembang, Bandung.

l. Lokakarya Hubungan Mahkamah Agung dengan Peradilan TUN masuknya


perkara ke Mahkamah Agung dari Badan-badan PTUN pada 28-30 November
1978 di Surakarta.

m Pelantikan 6 (enam) Ketua Muda Mahkamah Agung Hl. termasuk Ketua


Bidang PTUN, oleli Ketua Mahkamah Agung, pada tanggal 27 Maret 1982.8

2.2 Tugas dan Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara


Sebagai Negara yang demokratis, Indonesia memiliki sistem
ketatatnegaraan dengan memiliki lembaga Eksekutif. Legislatif dan Yudikatif.
Dari ketiga lembaga tersebut eksekutif memiliki porsi peran dan wewenang yang
paling bersar apabila dibandingkan dengan lembaga lainnya, oleh karena perlu ada
control terhadap pemerintah untuk adanya chack and Balances. Salah satu bentuk
control yudisial atas tindakan administrasi pemerintah adalah melalui lembaga
peradilan. Dalam konteks inilah maka Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)
dibentuk dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, yang kemudian dengan
adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, telah disahkan UU No. 9 tahun 2004
tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986.31 Perubahan yang mendasar dari
UU No. 5 Tahun 1986 adalah dengan dihilangkannya wewenag pemerintah i.c.
Departemen Kehakiman sebagai Pembina organisasi, administrasi dan keuangan
serta dihilangkannya wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
umum bagi hakim peratun. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan independensi
lembaga peratun," 9

8
Y. Sri Pudyatmoko dan W. Riawan Tjandra. Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Salah Satu
Fungsi Kontrol Pemerintah, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1996), hlm. 29. Loc. cit.
9
Titik Triuwulan T. dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara
Tata Usaha Negara Indonesia, (Surabaya : Kencana, 2010), h. 566
Disamping itu adanya pemberlakuan sanksi berupa dwangsom dan sanksi
administratif serta publikasi terhadap badan atau pejabat TUN (tergugat) yang
tidak mau melaksanakan putusan peratun, menjadikann peratun yang selama ini
dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai macan ompong" kini telah mulai
menunjukan giginya.

Sejak mulai di operasionalkannya peratun pada tanggal 14 Januari 1991


berdasarkan peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1991, yang sebelumnya ditandai
dengan diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di
Jakarta. Medan dan Ujung Pandang, kemudian berkembang dengan didirikannya
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) diseluruh ibu kota Privinsi sebagai
pengadilan tinggat pertama. Hingga saat ini eksistensi dan peratun sebagai suatu
lembaga peradilan yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang memeriksa,
mengadili dan memutus sengketa tata usaha Negara antara anggota masyarakat
dan pihak pemerintah (eksekutif), dirasakan oleh berbagai kalangan belum dapat
memberikan kontribusi dan sumbangsih didalam memberikan perlindungan
hukum kepada masyarakat serta menciptakan perilaku aparatur yang bersih dan
taat hukum. serata sadar akan tugas dan fungsinya sebagai pelayan dan pengayom
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai