Anda di halaman 1dari 11

Prosiding Penelitian &

e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

PENANGANAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI INDONESIA

Binahayati Rusyidi11, Nunung Nurwati2,


1
Departemen Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran
2
Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran

binahayati@unpad.ac.id , nunung.nurwati@unpad.ac.id

ABSTRAK
Artikel ini menganalisa penanganan pelacuran dengan fokus pada rehabilitasi pekerja seks komersial di
Indonesia. Untuk tujuan tersebut, artikel dimulai dengan pembahasan mengenai tipe pelacuran, faktor-faktor
yang mempengaruhi pelacuran, dampak pelacuran terhadap masyarakat dan strategi penanganan pelacuran
berdasarkan prinsip-prinsip terbaik rehabilitasi. Data dan informasi yang digunakan dalam artikel ini bersumber
dari studi dokumentasi yang relevan. Pelacuran di Indonesia terbagi atas tipe tradisional dan kontemporer
yang memiliki karakteristik pembeda. Faktor-fakor yang berkontribusi terhadap praktik pelacuran di Indonesia
mencakup faktor demands, supplies dan catalyst yang berasosiasi dengan kondisi sosial, ekonomi, politik,
budaya, perkembangan teknologi informasi dan globalisasi. Di Indonesia strategi penanganan prostitusi
didominasi pada pendekatan rehabilitasi terhadap pekerja seks namun belum sepenuhnya sejalan dengan
prinsip-prinsip terbaik rehabilitasi. Penelitian merekomendasi modifikasi penanganan pelacuran melalui
rehabilitasi pekerja seks.

Kata kunci: prostitusi, prinsip-prinsip terbaik, rehabilitasi pekerja seks

PENDAHULUAN pidana. Pada saat bersaman, lemahnya


penegakan hukum, korupsi, dan kesenjangan
Indonesia, melalui Kementrian Sosial
ekonomi yang dipandang sebagai akar dari
mencanangkan bahwa Indonesia Bebas
maraknya komersialisasi seks masih kurang
Lokalisasi Prostitusi pada tahun 2019.
mendapat penanganan serius dari pemerintah.
Komitmen politik ini direspon positif oleh
Tidak tersedia data yang valid untuk
sebagian besar masyarakat yang memandang
mengungkapkan secara tepat jumlah pekerja
komersialisasi seks sebagai praktik yang
seks di Indonesia. Data yang tersedia di
bertentangan dengan norma-norma agama dan
Kementrian Sosial Indonesia umumnya
norma-norma sosial masyarakat serta
mencatat jumlah pekerja seks yang terdaftar,
mengakibatkan berbagai dampak negatif
yaitu mereka yang terdaftar di lokalisasi-
terhadap ketahanan keluarga dan masyarakat.
lokalisasi yang tersebar di wilayah Indonesia.
Di lain sisi, sebagian kelompok masyarakat
Data tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah
menanggapi rencana tersebut dengan pesimis
WTS di Indonesia sebanyak 71.721 orang,
karena hanya menangani masalah di
naik sekitar 8000 orang dibandingkan tahun
permukaan mengingat kompleksitas pelacuran
2008. Namun pada tahun 2015 Kementrian
di Indonesia serta kurangnya konsistensi
Sosial mensinyalir bahwa jumlah tersebut
pemerintah dalam pencegahan dan
turun menjadi 56.000 pekerja seks yang
penanganan komersialisasi seks di Indonesia.
tersebar di 164 lokalisasi. Tentu saja data
Misalnya, walaupun aturan negara terkait
tersebut menafikan keberadaan pekerja seks
pelarangan prostitusi dijabarkan dalam Kitab
yang tidak terdaftar baik yang beroperasi
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
secara individual (freelance) atau berkelompok
296 dan Pasal 506 hanya mempidana pihak
di luar lokalisasi seperti di jalan-jalan, hotel,
yang mengorganisasikan atau menyediakan
salon, dan sebagainya. Selain itu, merupakan
mucikari, germo) yang dapat dikenakan

303
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

suatu kecenderngan umum bahwa jumlah istilah-istilah tersebut digunakan secara


pekerja seks yang dilaporkan pengelola bergantian untuk merujuk pada suatu
lokalisasi seringkali lebih rendah fenomena yang sama. Istilah Wanita Tuna
dibandingkan yang sebenarnya (Jones dkk, Susila dianggap merepresentasikan pandangan
1998, dalam Lim, 1998). yang menganggap bahwa hanya perempuanlah
Artikel ini bertujuan untuk yang menyediakan jasa pelayanan seks dan
mendiskusikan penanganan pekerja seks menyalahkan pelacur sebagai wanita yang
komersial dari perspektif prinsip-prinsip tidak bermoral, wanita yang melanggar norma-
terbaik rehabilitasi. Fokus pada pekerja seks norma social masyarakat karena bersedia
tidak menafikan pentingnya penanganan melakukan hubungan seks di luar pernikahan
terhadap pengguna atau pihak-pihak yang dengan banyak lelaki yang berbeda.
mendukung seks komersial. Namun untuk Sementara itu, istilah Pekerja Seks Komersial
tujuan pembatasan analisa maka fokus menyiratkan bahwa penjualan jasa seksual
dikhususkan pada pekerja seks komersial. dapat dilakukan oleh perempuan (laki-laki)
Pembahasan artikel mencakup deskripsi sebagai bentuk pekerjaan dan dan pilihan
mengenai definisi dan tipe pekerja seks rasional atas kekebasan perempuan untuk
komersial, factor-faktor pendukung melakukan apa yang ia inginkan atas tubuhnya
berkembangnya komersialisasi seks, dampak untuk mendapatkan penghasilan (Mathieson,
pelacuran, dan layanan penanganan pekerja Branan, & Noble, 2015). Dalam kehidupan
seks oleh pemerintah. Data dan informasi sehari-hari di Indonesia, istilah pelacur
didapatkan dari berbagai kajian literature dan memang selalu identik dengan perempuan
publikasi hasil penelitian dan laporan lembaga meskipun fakta sesungguhnya menunjukkan
terkait yang relevan dengan topik yang bahwa laki-laki juga menjadi penjual jasa seks
dibahas. komersial.
Selain PSK, pihak–pihak yang terlibat
PEMBAHASAN dalam pelacuran adalah konsumen,
germo/mucikari, dan perantara. Konsumen
Pekerja Seks Komersial: Definisi dan Tipe
adalah pihak yang menggunakan jasa seks
Pembicaraan mengenai komersialisasi untuk memperoleh kepuasan seksual dari
jasa seks di Indonesia tidak bisa dilepaskan seorang pekerja seks dengan memberikan
dari berbagai istilah yang saling terkait, sejumlah imbalan materi. Germo/mucikari
misalnya prostitusi, pelacuran dan industry adalah seseorang yang mendapatkan
seks komersial. Pelacuran merupakan praktek keuntungan materi dari transaksi seks melalui
penjualan jasa seksual oleh seseorang terhadap keterlibatannya secara sebagian atau
pengguna jasa seks. Penyedia pelayanan sepenuhnya dalam mengadakan,
seksual tersebut umumnya disebut pelacur, memfasilitasi, dan mengendalikan pengelolaan
Wanita Tuna Susila (WTS) atau Pekerja Seks pelacuran, termasuk penyediaan tempat untuk
Komersial (PSK). Umumnya WTS atau berlangsungnya transaksi seksual, mengawasi
pekeja seks perempuan didefinisikan sebagai pelaksanaan dan atau perekrutan, menyediakan
perempuan yang memberikan jasa pelayanan makan dan perlindungan, atau membuat
seksual atas permintaan dan bertujuan keputusan atas mobilisasi kerja pekerja seks.
memuaskan pemakai dengan imbalan uang Sementara itu, perantara bisa berperan sebagai
atau barang. calo atau perekrut yang mendapatkan imbalan
Meskipun banyak orang memandang dengan berperan menghubungkan antara
istilah-istilah WTS atau PSK yang digunakan konsumen dengan pekerja seks atau dengan
memiliki arti yang sama, dalam kenyataannya mucikari yang mengelola praktek prostitusi.
istilah-istilah tersebut menyiratkan makna Perantara juga mungkin mendapatkan imbalan
yang berbeda meskipun dalam kajian ini dari germo/pengelola pelacuran atas

304
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

keterlibatannya dalam mencari, merekrut, beroperasi di salon kecantikan, spa, karaoke,


membujuk, atau membawa perempuan untuk mall, hotel, dan sebagainya.
dijadikan pekerja seks di lokasi prostitusi. Sejalan dengan perkembangan
Pelacuran memiliki beragam bentuk teknologi informasi, sejak pertengahan tahun
yang tumbuh dan berkembang sesuai 2000, tipe lain dari pelacuran non-tradisional
perkembangan jaman. Ada pelacuran yang yang masuk dalam kategori cyber prostitution
prakteknya dapat didentifikasi dengan mudah, juga mulai marak di Indonesia. Dalam cyber
seperti halnya di rumah bordil/lokalisasi, prostitution, pengelola menawarkan jasa
kawasan remang-remang (jalur lalu lintas jarak pelayanan seks komersial melalui sebuah
jauh) atau di antara pelacur jalanan yang website, termasuk yang melibatkan para artis
berkeliaran di tempat-tempat terbuka untuk atau selebritis. Dalam website tersebut
menjajakan dirinya. Ada pula praktek ditampilkan gambar-gambar pekerja seks
pelacuran yang terselubung yang tidak mudah dalam pose yang sangat sensual serta nomor
dikenali karena pelakunya berkedok kontak yang bisa dihubungi oleh para peminat.
menjalankan aktivitas non-prostitusi. Jika telah terjadi transaksi maka
Secara umum, Surtees (2004) pengelola/mucikari akan membawa pekerja
mengkategorisasi tipe pelacuran di Indonesia seks yang dipesan ke tempat yang telah
ke dalam 2 kelompok yaitu: tipe tradisional ditentukan oleh pemesan seperti hotel atau
(umum) dan tipe non-tradisional. Yang apartemen. Jenis praktek pelacuran
termasuk dalam pelacuran tipe umum adalah kontemporer tersebut sangat sulit untuk
pelacuran yang sebagian besar dilakukan di diidentifikasi karena parkateknya bersifat
wilayah lokalisasi yang dilakukan oleh sangat tertutup dan selektif.
perempuan untuk tujuan mendapatkan uang. Surtees (2004) juga membedakan tipe
Dengan kata lain dalam kelompok ini, hanya pelacur di Indonesia berdasarkan cara masuk
uang yang menjadi alat pembayaran. Para (entry method) yang terdiri atas 3 (tiga) cara
penjual jasa seks di kelompok ini umumnya yang berbeda. Pertama, cara masuk yang
berasal dari keluarga miskin, memiliki tingkat mengikat (bonded entry) yang umumnya
pendidikan rendah dan menjadi pekerja seks terjadi karena orangtua, pasangan, wali atau
karena kesulitan ekonomi . perantara keluarga seorang perempuan
Sementara itu pelacuran non-tradisonal mendapatkan pembayaran uang muka dari para
umumnya dilakukan oleh mereka yang berlatar mucikari/perekrut. Kasus-kasus bonded entry
belakang social ekonomi menengah ke atas ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan
dan pendidikan tinggi di kota-kota besar. miskin. Kedua, melalui pemaksaan
Termasuk di dalamnya praktek pelacuran yang (involuntary entry) di mana seseorang menjadi
dilakukan oleh para pelajar atau mahasiswa pekerja seks karena adanya paksaan atau
(dalam modus pecun, perek, wanita ancaman. Para korban umumnya mengalami
panggilan) dan para profesional atau mereka penipuan atau penculikan baik oleh pihak yang
yang sudah memiliki pekerjaan tetap (seperti mereka kenal atau pihak asing, seperti yang
pada kasus Sekretaris Plus). Menurut Surtees terjadi pada kasus-kasus perdagangan manusia
(2004), berbeda dengan selain motif ekonomi, (human trafficking) untuk tujuan eksploitasi
pekerja seks non-tradisional ini menjadi seks. Ketiga, pelacuran atas keinginan sendiri
pekerja seks untuk tujuan petualangan dan (voluntary entry) yang menurut Surtees (2004)
eksperimen. Di samping menerima menjadi cara masuk bagi para pekerja seks di
pembayaran dalam bentuk uang, tidak jarang Indonesia umumnya.
mereka juga menerima balas jasa berupa
barang-barang mewah/mahal seperti telepon Faktor-Faktor Penyebab Pelacuran
genggam, pakaian, parfum, tiket masuk klub Dari berbagai kajian literatur yang ada,
bergengsi, dan sebagainya. Umumnya mereka faktor-faktor yang menyebabkan pelacuran

305
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok tulang punggung keluarga namun memiliki


besar yaitu supply, demand dan catalyst. keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan
Meskipun dapat dibedakan, seringkali factor- keluarganya atau anak perempuan yang
fakor tersebut berinteraksi sehingga sulit untuk menjadi tumpuan untuk membantu keluarga
mengidentifikasi faktor yang paling dominan miskin di peesaan.
yang menyebabkan pelacuran. Berbagai kajian Ditambah dengan keberadaan nilai-
menunjukkan bahwa pelacuran tidak nilai sosial yang menegaskan kewajiban anak
disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan untuk membantu orang tua dan atau tekanan
satu rangkaian factor yang kompleks. untuk bertanggungjawab secara ekonomi agar
Faktor yang terkait dengan supply keluarga bisa bertahan bisa jadi mendorong
umumnya merujuk pada factor-faktor yang para perempuan tersebut ke dalam industri
mendorong seseorang untuk menjadi pekerja seks (Lim, 1998). Sementara itu, penelitian
seks sehingga memberikan pasokan pada juga menunjukkan bahwa banyak pekerja seks
industri seks komersial. Supply factors sangat yang berasal atau penduduk suatu wilayah di
beragam yang bersumber dari dalam diri mana praktek pelacuran ditolerir oleh tradisi
pekerja seks maupun lingkungannya dan dapat local (Woscester, 2002). Cara pandang
digolongkan menjadi kondisi individual, materialistik yang menghalalkan cara instan
relational dan structural. Faktor individual untuk mendapatkan uang juga ditenggarai
terkait dengan aspek psiko-sosial-pendidikan mendorong banyak perempuan muda,
pekerja seks di antaranya trauma psikologis terutama pelajar atau mahasiswa untuk
akibat kejadian yang menyakitkan di masa menjadi pekerja seks (Surtees, 2004).
kecil/masa lalu, persepsi /penilaian yang salah Demand factors terkait dengan
tentang norma-norma sosial dan tujuan hidup, permintaan terhadap jasa pelayanan seksual
aspirasi materi yang tinggi, rasa percaya diri baik yang terkait dengan pengguna jasa
yang kurang, tingkat pendidikan dan pelacuran maupun pengadaan jasa pelayanan
keterampilan yang rendah, dan gangguan seks komersial. Pada tataran struktural,
perilaku seksual (Baker dkk., 2010). Faktor- berkembangnya pelacuran tidak dapat
faktor relasional terkait dengan pengaruh dilepaskan dari dampak ideologi patriarki yang
lingkungan pertemanan, kegagalan hubungan menetapkan standar moralitas dan penilaian
perkawinan/percintaan, atau konflik dengan yang berbeda-beda antara laki-laki dan
keluarga yang dialami oleh pekerja seks. perempuan. Laki-laki mendapatkan kebebasan
Faktor struktural terkait dengan tekanan untuk memformulasikan aturan-aturan sendiri
ekonomi dalam keluarga, kesulitan mengenai seksualitas yang membolehkan
mendapatkan pekerjaan yang memadai, akses terhadap kenikmatan seks dalam
kedudukan anak perempuan dalam keluarga, berbagai bentuk dengan perempuan yang
atau dukungan budaya/nilai local yang berbeda sedangkan perempuan diarahkan
mentolerir pelacuran (Koentjoro, 19969). untuk menjaga keperawanannya, menjadi istri
Berbagai penelitian mengenai yang setia atau ibu yang baik (D’Cunha, 1992
prostitusi di berbagai lokalisasi di Jakarta, dalam Lim 1998). Studi terhadap laki-laki
Indramayu, dan Surabaya menunjukkan bahwa yang menggunakan seks komersial di Kamboja
para pelacur umumnya berasal dari kalangan menemukan bahwa responden memandang
keluarga miskin dan berpendidikan rendah. bahwa berhubungan seks dengan pelacur
Pendidikan rendah menyebabkan seseorang dipandang sebagai perwujudan maskulinitas
memiliki pilihan ekonomi yang sangat terbatas karena memfasilitasi pelampiasan agresivitas
sehingga memaksa seseorang menjadi pekerja seksual dan superioritas terhadap perempuan.
seks (Surtees, 2004). Banyak dari para Selain itu permintaan terhadap pelacuran tidak
pekerja seks di Indonesia adalah para janda bisa dipisahkan dari perubahan sosial ekonomi
atau orangtua tunggal yang harus menjadi yang terjadi dalam masyarakat kita termasuk

306
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

berkembangnya industri hiburan dan industri marriages and family obligations in the nearly
parawisata, berkembangnya industri seks absence of social welfare programs. For single
komersial, dan maraknya pornografi (Farley mothers with children, it is often a more
dkk, 2012). flexible, remunerative and less time-
Sementara itu catalyst factors consuming option than factory or service
merupakan aspek-aspek yang memfasilitasi work”.
bertahan atau berkembangnya praktek
pelacuran baik secara langsung maupun tidak Dampak Pelacuran Terhadap Kehidupan
langsung. Keuntungan ekonomi dari praktek Masyarakat
pelacuran bagi pekerja seks maupun pihak- Dampak negatif yang bersifat langsung
pihak yang mengadakan/memfasilitasi maupun tidak langsung yang ditimbulkan oleh
pelacuran merupakan salah satu faktor yang praktek pelacuran merupakan salah satu
mendukung berkembang dan bertahannya sumber justifikasi untuk menjadikan prostitusi
pelacuran. Bagi para pekerja seks pelacuran sebagai masalah sosial, sumber maksiat dan
bukan hanya merupakan cara cepat untuk kejahatan, serta penyakit masyarakat yang
mendapatan uang tetapi juga memberikan harus diberantas. Pelacuran dipandang
keuntungan finansial yang dapat membawa beragam dampak yang tidak
meningkatkan status ekonomi atau memenuhi diinginkan terhadap berbagai aspek kehidupan
kebutuhan keluarga mereka (Worcester, 2002, masyarakat. Dari sudut pandang hak asasi
Surtees, 2004, Koentjoro, 2013). Sementara manusia kemanusiaan, pelacuran dipandang
itu, beberapa kajian menggarisbawahi factor- sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan
faktor structural lainnya seperti kegagalan nilai-nilai kemanusiaan.
pemerintah untuk memberikan pelayanan atau Dari aspek kesehatan, pelacuran
perlindungan sosial dan menciptakan lapangan seringkali dipandang sebagai media
pekerjaan yang membantu mengatasi penyebaran penyakit menular berbahaya
kerentanan keluarga miskin, nilai-nilai sosial seperti HIV/AIDS, hepatitis, penyakit menular
yang longgar terhadap pelacuran (sikap seksual, terutama untuk praktek seks komersial
permisif atau tidak peduli), ketiadaan atau yang tidak aman. Merujuk pernyataan Menteri
kurang berfungsinya aturan dan penegakan Kesehatan Indonesia, BBC Indonesia News
hukum untuk mencegah atau mengatasi (2012) mengungkapkan bahwa pekerja seks
pelacuran, berkembangnya sektor parawisata dan pengguna jasa prostitusi termasuk
dan hiburan serta korupsi/konflik kepentingan kelompok yang paling rentan untuk mengidap
(polisi, pejabat pemerintah, aparat militer; penyakit menular seksual dan HIV/AIDS.
regulator sekaligus pemilik; praktek suap Selain pihak-pihak yang terlibat langsung alam
kepada pejabat menjadikan praktek pelacuran praktek prostitusi, penularan penyakit seksual
makin sulit untuk diatasi atau diberantas (Lim, berbahaya dan mematikan juga menulari
1998). kelompok yang dianggap ‘tidak berdosa’
Dalam konteks Indonesia, faktor-faktor seperti pasangan sah (istri) pengguna jasa seks
pendorong di atas tidak berdiri sendiri komersial.
melainkan saling terkait. Dengan kata lain, Selain aspek kesehatan fisik, pelacuran
pelacuran bulan hanya disebabkan oleh satu juga menimbulkan dampak negatif terhadap
factor saja melainkan karena interaksi berbagai kesehatan jiwa pekerja seks. Berbagai studi
factor yang berasal dari lingkungan keluarga menunjukkan bahwa pelacur seringkali
maupun lingkungan sosial yang lebih luas. Lim mengalami tindak kekerasan seksual dari
(1998) menggambarkan kompleksitas ini konsumennya atau mengalami kekerasan
sebagai berikut: “Sex work is often the only fisik, emosional dan tindakan eksploitatif
viable alternative for woman in communities in lainnya yang dilakukan oleh pengelola
coping with poverty, unemployment, failed pelacuran dan atau pengguna jasa.

307
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

Ketergantungan pekerja seks terhadap wewenang dan kekuasaan oleh aparat


pengelola pelacuran seringkali menghambat pemerintah serta kejahatan terorganisir yang
korban untuk keluar dari kondisi kekerasan melibatkan jaringan baik di dalam maupun luar
tersebut. Pengalaman tindak kekerasan ini negeri. Selanjutnya, prostitusi sangat rentan
dapat mempengaruhi kesehatan jiwa/emosi untuk terjadinya berbagai kegiatan
korban. Selain itu, dampak negatif terhadap pelanggaran hukum lainnya seperti
kesehatan jiwa terkait dengan pola hidup para perdagangan perempuan dan anak, pemaksaan
pelacur yang umumnya terisolasi karena pelacuran, pelacuran anak dan kejahatan seks
pembatasan-pembatasan interaksi atau terhadap anak-anak, atau bentuk perbudakan
mobilitas untuk mengontrol para pekerja seks. seks lainnya.
Dari aspek sosial, pelacuran dipandang Selain itu, biaya membeli layanan seks
mengancam norma-norma sosial dan agama komersial dapat membebani kehidupan
serta lembaga keluarga dan perkawinan. keluarga dan masyarakat karena menjadi
Pelacuran juga dipandang dapat penghamburan di mana sumber ekonomi
menggoyahkan kesakralan dan ketahanan dialokasikan kepada aspek yang bersifat
embaga perkawinan (misal: perselingkuhan divestasi. Mengutip laporan Havoscope,
dan perceraian ) atau menimbulkan dampak sebuah lembaga riset aktivitas pasar gelap,
negatif terhadap perilaku seksual anggota Indonesia termasuk negara di dunia dengan
masyarakat , termasuk para generasi muda pengeluaran terbesar untuk pembelian jasa
(demoralisasi/degradasi akhlak). Misalnya, seks komersial yang nilainya mencapai 30
Coleman dan Cressy (1987) memandang trilyun per tahun (Koran Sindo, 2016).
bahwa pelacuran dapat ‘memancing” pria yang
sebelumnya tidak tertarik menjadi tertarik pada Rehabilitasi Pekerja Seks Komersial
pelacuran. Pelacuran juga dapat menimbulkan Menurut Jones dkk. (1998), Indonesia
pelabelan negatif terutama kepada anak-anak dapat digolongkan sebagai negara yang
yang lahir dari ibu yang berpraktek sebagai menerapkan pendekatan quasi-legalized
seorang pekerja seks. Stigma tersebut dapat karena ‘’melegalkan’’ prostitusi yang berada
saja bertahan untuk beberapa generasi di lokalisasi pelacuran. Lokalisasi yang
sehingga menumbuhkan diskriminasi terhadap terdaftar diwajibkan untuk melaporkan jumlah
pekerja seks dan keturunannya . pekerja seks beserta ata demografi mereka.
Dari sudut pandang ekonomi, Para pekerja seks juga diwajibkan melakukan
pelacuran meningkatkan biaya sosial untuk pemeriksaan kesehatan secara teratur dan
melaksanakan program-program penegakan mendapatkan pembinaan dari Dinas Sosial dan
hukum termasuk razia atau pelayanan Dinas Kesehatan. Pendekatan ini dianggap
rehabilitasi sosial, terutama bagi para pekerja Indonesia sebagai paling masuk akal karena
seks. Pemerintah dan masyarakat juga harus pemberantasan pelacuran dianggap tidak
terlibat membiayai penyediaan pelayanan memungkinkan.
kesehatan yang mahal untuk mengobati dan Karenanya kebijakan sosial dalam
merawat penderita yang mengalami penyakit- penanganan komersialisasi seks berfokus pada
penyakit menular berbahaya yang ditularkan pekerja seks. Salah satu kebijakan atau
melalui praktek seks komersial. Selain itu, program sosial yang langsung terkait dengan
pelacuran juga dipandang berdampak negatif penanganan pelacuran di Indonesia berbentuk
terhadap berkembangnaya kriminalitas. rehabilitasi atau resosialisasi atau re-edukasi
Menurut Lim (1998), pelacuran berpotensi pekerja seks/ mantan pekerja seks yang
tinggi menjadi media bagi praktek-praktek dilaksanakan oleh Kementrian Sosial Republik
kriminal yang menawarkan keuntungan tinggi. Indonesia melalui Direktorat Rehabilitasi
Termasuk di dalamnya peredaran obat-obat Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan
terlarang, premanisme, penyalahgunaan Orang.

308
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

Pelaksanaan rehabilitasi ditujukan Beberapa ahli menjabarkan beberapa


kepada pekerja seks yang berniat untuk prinsip penting yang dapat dijadikan rujukan
meninggalkan pekerjaannya dan beralih sebagai praktek terbaik dalam pelayanan yang
profesi serta berintegrasi kembali ke dalam membantu pekerja seks meninggalkan
masyarakat luas namun terkendala oleh pekerjaan mereka. Mayhew dan Mossman
kepercayaan diri atau kemampuan lainnya. (2007) menjabarkan prinsip-prinsip tersebut
Rehabilitasi tersebut berbasis panti (residence) sebagai berikut.
di mana para peserta diwajibkan tinggal di 1. Intervensi holistik
suatu asrama sekitar 3 sampai dengan 6 bulan Intervensi perlu mengintegrasikan
untuk mendapatkan pembinaan mental, sosial, beberapa pendekatan untuk membantu
fisik, dan keterampilan kerja untuk mengubah memperkuat motivasi pekerja seks serta
cara pandang mereka tentang prostitusi dan meningkatkan rasa percaya diri serta
mempersiapkan mereka untuk meninggalkan kemampuan mereka untuk berani
pekerjaan sebagai pekerja seks dan meninggalkan profesinya. Dengan kata lain
berintegrasi dengan masyarakat. Keterampilan intervensi harus mampu membantu menangani
yang dipelajari dalam proses rehabilitasi berbagai isu atau hambatan yang seringkali
diharapkan dapat didayagunakan sebagai dihadapi oleh pekerja seks. Termasuk di
sumber penghasilan untuk menjalani dalamnya hambatan-hambatan psikologis
kehidupan. yang bersumber dari trauma masa kecil dan
Rehabilitasi pekerja seks dilaksanakan atau kondisi eksploitatif yang dialami selama
oleh unit pelaksana teknis di tingkat nasional menjalani pekerjaan sebagai pekerja seks.
maupun tingkat daerah. Saat ini ada lebih dari 2. Kemudahan akses
20 panti rehabiltasi perempuan eks pekerja Intervensi haruslah pro-aktif, tidak
seks yang tersebar di berbagai provinsi di memaksa namun aktif menjangkau pekerja
Indonesia (Balai/ Panti Sosial Karya Wanita). seks. Pengjangkauan akan memaksimalkan
Pelaksanaan rehabilitasi pekerja seks yang kesempatan untuk menemukan pekerja seks
diselenggarakan pemerintah secara luas yang berminat keluar dari pekerjaannya dan
menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membutuhkan penguatan. Selain itu,
membantu para mantan pekerja seks untuk pelayanan haruslah berlokasi di wilayah yang
lebih berdaya sehingga dapat hidup normal di mudah dijangkau oleh pekerja seks. Paksaan
dalam masyarakat. untuk mengikuti kegiatan rehabilitasi karena
Beberapa penulis mengkaji model- terjaring razia berdampak negative terhadap
model konseptual yang dapat dijadikan efektivitas rehabilitasi. Selain itu, layanan-
rujukan untuk membangun intervensi untuk layanan rehabilitasi dapat disebar di titik-titik
membantu pekerja seks meninggalkan yang mudah diakses oleh pekerja seks dan
profesinya, namun sangat sedikit yang tidak terkesan ekslusif sehingga dapat
melaksanakan kajian empirik terhadap model- mengurangi stigma sosial.
model tersebut. Beberapa kajian yang ada 3. Mengantisipasi perubahan
umumnya dilakukan di negara-negara Barat motivasi/minat
terhadap pelacuran di jalanan (street Intervensi harus dilakukan dengan
prostitution). Dengan kata lain tidak mudah kesabaran. Harus ada pemahaman bahwa niat
untuk menemukan model seperti apa yang peerja seks untuk meninggalkan profesinya
paling efektif untuk membantu para pekerja seringkali berubah-ubah. Kesabaran dan
seks untuk beralih profesi namun beberapa penguatan yang konsisten diperlukan dalam
praktik terbaik mungkin dapat dijadikan intervensi terhadap mereka.
rujukan oleh pemerintah Indonesia untuk 4. Hubungan didasarkan atas rasa saling
mendesain program rehabilitasi yang efektif. percaya

309
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

Intervensi perlu membangun rehabilitasi yang kembali menjadi pekerja seks


kepercayaan para pekerja seks terhadap para setelah menjalani program karena adanya
pelaksana intervensi dan sebaliknya. bebagai hambatan pada aspek individual,
Sebaliknya, hubungan yang didasarkan atas relasi, dan structural. Misalnya, perasaan malu
kecurigaan, sikap menyalakan, stigma dan dan bersalah, perasaan rendah diri, penolakan
diskriminasi dapat berpengaruh negative keluarga, terbatasnya jaringan sosial, stigma
terhadap interaksi penyedia layanan dan dan diskriminasi masyarakat, rendahnya
peserta sehingga menghambat pencapaian keterampilan kerja, ketidakberdayaan
hasil kegiatan. ekonomi, dan kesulitan mengakses pelayanan
sosial (Baker dkk, 2010). Pada tahun 2012,
5. Pelayanan yang berdedikasi dan media masa dan elektronik ramai
didukung oleh sumber yang memadai memberitakan sebagian besar pekerja seks
Termasuk di dalamnya program yang yang sedang mengikuti pembinaan di sebuah
jelas dan terukur, Fasilitas sarana dan panti rehabilitasi di Jakarta melarikan diri
prasarana yang mendukung, sumber dibantu oleh para mucikari. Hal ini
pendanaan yang memadai, serta sumber daya menggambarkan betapa kuatnya tantangan
manusia yang berdedikasi dan kompeten. untuk mengurangi praktek pelacuran di
Bagaimana penerapan prinsip-prinsip masyarakat. Kurangnya daya tampung dan
di atas dalam konteks rehabilitasi pekerja seks keberadaan panti rehabilitasi yang ada juga
komersial Indonesia yang dilakukan dipandang sebagai salah satu kendala dalam
pemerintah?. Hingga saat ini sulit upaya rehabilitasi PSK (Republika, 2018).
mendapatkan data mengenai efektivitas dari Koenjoro (1999) menegaskan beberapa
rehabilitasi melalui panti tersebut. Data hasil kelemahan yang masih terjadi dalam
monitoring dan evaluasi serta follow up penanganan pekerja seks di Indonesia.
terhadap pelaksanaan program dan dampak Pertama, rehabilitasi belum bersifat holistic
terhadap berkurangnya praktik prostitusi di ditandai dengan orientasi panti (panti sentris)
kalangan peserta sangat terbatas. Namun dan kurangnya koordinasi lintas departemen
demikian, data dan informasi yang tersedia karena pelimpahan tugas rehabilitasi
menunjukkan bahwa masih terdapat dipusatkan pada satu departemen saja, dalam
kesenjangan penerapan prinsip-prinsip terbaik hal ini Departemen Sosial. Kedua, kurangnya
rehabilitasi dalam program rehabilitasi pekerja keterlibatan penanganan antara daerah asal
seks di Indonesia. pelacur dan daerah tujuan kerja pekerja seks.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa Pemulangan pekerja seks yang telah dibina ke
rehabilitasi pekerja seks belum didasarkan daerah asalnya memerlukan follow-up yang
pada prinsip saling percaya. Penelitian sistematis oleh pemangku kepentingan di
Nurbaini (2017) menunjukkan pola daerah asal sehingga efektivitas pembinaan
komunikasi yang bersifat satu arah antara dapat dicapai. Ketiga, upaya-upaya razia yang
penyedia layanan di panti dengan WTS yang tidak jelas tujuan dan sasarannya. Keempat,
mengikuti rehabilitasi di panti sosial di kurangnya keterlibatan ahli psikologi dan ahli
Sumatera Utara mempengaruhi efektivitas pendidikan dalam proses rehabilitasi. Kegiatan
layanan. Program kegiatan dan aturan-aturan rehabilitasi atau re-eduasi memang
yang diberlakukan dalam proses rehabilitasi mensyaratkan keterlibatan berbagai profesi
sepenuhnya ditentukan oleh panti tanpa pernah yang relevan (lintas profesi).
mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan Beberapa catatan juga dapat
peserta. ditambahkan mengenai rehabilitasi para
Berbagai kajian mendiskusikan pekerja seks yang sekarang ini diterapkan di
kompleksitas dalam rehabilitasi pekerja Indonesia yang cenderung memaksa dan tidak
seksual mengingat cukup banyak peserta memperhatikan kebutuhan. Pertama, dari segi

310
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

sasaran, idealnya rehabillitasi ditujukan Program Keluarga Harapan, Kredit Usaha


kepada para pekerja seks yang memang Kecil, Kejar Paket A, B, atau C dan
bermaksud untuk meninggalkan profesinya. sebagainya. Keempat, materi pembinaan
Pemaksaan untuk mengikuti pembinaan akan masih menekankan aspek-aspek moralitas dan
berpotensi menggagalkan efektivitas keagamaan, namun kurang menyentuh aspek-
rehabilitasi. Namun demikian, sebagian besar aspek kognitif-psikologis yang menjadi
peserta rehabilitasi yang mengikuti pembinaan penghambat untuk mengubah pola fikir dan
di panti-panti sosial yang dikelola Kemensos sikap para pekerja seks terkait dengan
adalah mereka yang pernah terjaring razia oleh peningkatan rasa percaya diri, penghargaan
polisi atau satpol PP (Liputan 6 SCTV, 2012). diri sendiri, serta tanggung jawab sosial.
Berbagai pemberitaan di media massa juga Penekanan pada aspek moralitas dan
menunjukkan bahwa banyak di antara pekerja keagamaan penting untuk disampaikan namun
seks di Indonesia yang mengikuti rehabilitasi penekanan pada aspek tersebut justru
di panti pemerintah adalah ‘muka lama’ atau menujukkan orientasi menyalahkan pekerja
telah menjalani rehabilitasi lebih dari sekali seks, bukan memberdayakan mereka. Kelima,
namun terpaksa mengikuti rehabilitasi karena para pihak yang memfasilitasi atau
kembali terjaring razia dan dimasukkan dalam mengadakan atau menggunakan jasa
panti sosial karena statusnya sebagai pekerja pelayanan seks masih sangat jarang menjadi
seks. Banyak di antara eks pekerja seks yang sasaran pembinaan atau rehabilitasi.
kembali berpraktek karena tuntutan ekonomi Tampaknya kewajiban mengikuti pembinaan
untuk menghidupi keluarga (Liputan6 SCTV, atau rehabilitasi atau denda yang besar perlu
2012). ditambahkan sebagai konsekuensi hukum bagi
Selanjutnya, rehabilitasi belum mereka di samping akibat hukum lainnya
mengitegrasikan peserta rehabilitasi dengan (penjara, penahanan).
pasar kerja secara baik . Dalam hal ini
pembinaan bukan hanya membekali peserta KESIMPULAN
dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh Pelacuran merupakan praktik yang
pasaran kerja tetapi juga membantu mereka menimbulkan berbagai dampak negatif bagi
untuk dapat terserap dunia kerja. Banyak pekerja seks, ketahanan keluarga dan
mantan peserta rehabilitasi yang kembali masyarakat. Praktik ini berkembang baik
melacurkan diri karena tidak keterampilan dalam tipe dan mode operasinya dan didukung
yang mereka dapatkan dalam pembinaan tidak oleh berbagai factor penyebab sehingga
bisa dimanfaatkan. Pelaksanaan rehabilitasi penangananya perlu mempertimbangkan
saat ini tampaknya masih mengandalkan keragaman factor-faktor di atas. Pola
pelatihan vokasi yang sudah jenuh dan bias rehabilitasi yang selama ini diterapkan oleh
jender (seperti kursus memasak, kursus pemerintah melalui Kementrian Sosial atau
menjahit, kursus kecantikan) serta belum Dinas Sosial di daerah umumnya menyasar
menindaklanjuti penyerapan peserta ke para pekerja seks yang tertangkap razia dan
pasaran kerja dan kompetensi peserta. Hal kemudian direhabilitasi melalui kegiatan di
tersebut tentu akan menghambat mantan panti. Namun demikian hasil evaluasi tentang
pekerja seks untuk berdaya secara ekonomi efektivitas rehabilitasi tersebut sangat jarang
dan sosial sehingga akhirnya ada yang kembali dapat diakses publik. Berbagai prinsip-prinsip
memilih menjadi pekerja seks. terbaik untuk proses rehabilitasi yang efektif
Selanjutnya, rehabilitasi perlu mungkin dapat dipertimbangkan pemerintah
mengintegrasikan peserta dengan pelayanan- untuk meningkatkan hasil rehabilitasi.
pelayanan sosial atau kebijakan sosial yang Termasuk di dalamnya meningkatkan
dapat berfungsi sebagai perlindungan sosial kapasitas penyedia layanan untuk
ataupun penguatan kapasitas seperti program melaksanakan kegiatan bedasarkan prinsip-

311
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

prinsip kesetaraan dan non diskriminatif. Kementrian Sosial Republik Indonesia.


Pemberdayaan peserta dengan Kemensos Berhasil Menutup 118
mempertimbangkan masukan, kebutuhan dan Lokalisasi Prostitusi dan Memulangkan
aspirasi peserta perlu diperhatikan agar 20.000 PSK Kembali Kekeluarganya.
rehabilitasi tidak menjadi proses satu arah Diunduh melalui
yang mengakomodir kepentingan penyedia https://www.kemsos.go.id/berita/kemen
layanan. sos-berhasil-menutup-118-lokalisasi-
prostitusi-dan-memulangkan-20000-
DAFTAR PUSTAKA psk-kembali
Aktual. 11 PSK dijaring razia Satpol PP di
Bandung. Aktual, 26 Januari Kamaliah, A. Pekerja seks rentan alami
2016.Diunduh melalui kekerasan seksual. Detikhealth, 4
https://www.aktual.com/11-psk- September 2018. Diunduh melalui
dijaring-razia-satpol-pp-di-bandung/ https://health.detik.com/berita-
detikhealth/d-4196304/pekerja-seks-
Baker, L. M., Dalla, R. L., & Williamson, C. rentan-alami-kekerasan-seksual.
(2010). Exiting prostitution: an
integrated model. Violence Against Koentjoro, K. (1996). Prostitusi di Indonesia:
Women, 16(5), 579–600 Sebuah Analisis Kasus di Jawa. Bulletin
Psikologi, IV (2), 43-54.
Dttman, M. (2004). Getting prostitutes off
the street. American Psychology Koentjoro, K. (2013).Pelacuran Sebuah
Association News, 35 (9). Diunduh pada Fenomena Sosial Multi Perspektif.
12 Januari 2019 melalui Diunduh melalui http://koentjoro-
https://www.apa.org/monitor/oct04/pros psy.staff.ugm.ac.id/wp-
titutes.aspx content/uploads/Pelacuran_Dinso.pdf

Farley, M., Freed, W., Kien, S. P., Golding, Koran Sindo. Belanja prostitusi orang
J.M. (2012) A Thorn in the Heart: Indonesia Rp. 30 trilyn per tahun. (29
Cambodian Men who Buy Februari 2016). Diunduh melalui
Sex. Presented July 17, 2012 at http://koran-
conference co-hosted by Cambodian sindo.com/page/news/2016-02-
Women's Crisis Center and Prostitution 29/0/4/Belanja_Prostitusi_Orang_Indon
Research & Education: Focus on Men esia_Rp30_Triliun_Tahun
who Buy Sex: Discourage Men's
Demand for Prostitution, Stop Sex Lim, L.L. (1998). The Sex sector: The
Trafficking. Himawari Hotel, Phnom economic and social base of prostitution
Penh, Cambodia. in Southeast Asia. Canberra: Australian
National University.

Mayhew, P. & Mossman, E. (2007). Exiting


prostitution: Models of best practice.
Crime and Justice Research Centre,
Victoria University of Wellington, New
Zealand.

Nurbaini, N. (2017). Social Rehabilitation for


Commercial Sex Worker, Is It Still

312
Prosiding Penelitian &
e ISSN : 2581-1126
Pengabdian Kepada Vol 5, No: 3 Hal: 303 - 313 Desember 2018
p ISSN : 2442-448X
Masyarakat

Significant?. International Journal of


Management Science and Business
Administration, 3(5), 44-49.

Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”


Jakarta. Diunduh melalui

https://mulyajaya.kemsos.go.id/modules.php?
name=pskw&kategori=pelayanan

Republika. PSK Membludak, Pemkot Belum


Punya Panti Rehabilitasi. 24 April 2018.
Diunduh melalui www. republika.co.id
SCTV. Liputan 6 PSK Langganan Panti
Rehabilitasi Sosial Kembali Kena
Razia.Liputan6 .15 Desember 2014.
https://www.liputan6.com/news/read/214
7376/psk-langganan-panti-rehabilitasi-
sosial-kembali-kena-razia.
Worcester, A. (2003). Prostitution in cultural
context. Thesis. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Malang in collaboration with ACICIS
Study For Indonesia Program.

313

Anda mungkin juga menyukai