Anda di halaman 1dari 90

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/359607833

Buku Panduan Praktikum Fisika untuk Perguruan Tinggi

Book · March 2022

CITATIONS READS

0 21

3 authors, including:

Egidius Dewa
Universitas Katolik Widya Mandira
17 PUBLICATIONS 62 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Teaching Education View project

All content following this page was uploaded by Egidius Dewa on 31 March 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Buku Panduan Praktikum

FISIKA
untuk Perguruan Tinggi

Maria Yuliana Kua, S.Pd., M.Pd


Claudia M. M. Maing, S.Pd., M.Pfis
Febri Rismaningsih, S.Pd.Si., M.Sc
Bergita Gela M. Saka, S.Si., M.Sc
Egidius Dewa, S.Pd., M.Si
I Nyoman Try Upayogi, S.Pd., M.Pd
Dr. Jan Setiawan, S.Si., M.Si
Oktavianus Ama Ki'i, S.Pd., M.Si
Ni Wayan Suparmi, S.Pd., M.Pd
"Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan
membahagiakan dirimu di akhirat kelak". - Ali bin Abi Thalib

KOMUNITAS MENULIS
KEDAI AKADEMIK
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta


(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
BUKU PANDUAN
PRAKTIKUM FISIKA
UNTUK PERGURUAN
TINGGI

Maria Yuliana Kua, S.Pd., M.Pd


Claudia M. M. Maing, S.Pd., M.Pfis
Febri Rismaningsih, S.Pd.Si., M.Sc
Bergita Gela M. Saka, S.Si., M.Sc
Egidius Dewa, S.Pd., M.Si
I Nyoman Try Upayogi, S.Pd., M.Pd
Dr. Jan Setiawan, S.Si., M.Si
Oktavianus Ama Ki'i, S.Pd., M.Si
Ni Wayan Suparmi, S.Pd., M.Pd

PENERBIT
Buku Panduan Praktikum Fisika untuk Perguruan Tinggi
Copyright © Maria Yuliana Kua, dkk

Penulis: Maria Yuliana Kua, dkk


Editor: Lana Izzul Azkia
Penata Letak: Ratna Puspita
Penata Sampul: Lana Izzul Azkia

Cetakan Pertama, (Maret, 2022)


viii + 79 hal; 15,5 x 23 cm
ISBN: 978-623-99062-8-3

KOMUNITAS MENULIS (KEDAI AKADEMIK)


Diterbitkan oleh PT Galiono Digdaya Kawthar
Anggota IKAPI No. 609/DKI/2022
Jalan Mampang Prapatan Raya No 73A, Jakarta Selatan
Telp: (021) 798-9671, 0812-1578-9193
Fax: (021) 291-22111
Email: kedaiakademik@gmail.com
Website: www.kedaiakademik.id

Dicetak oleh
Percetakan AJ Studiografis
Isi di luar tanggung jawab percetakan

Katalog Dalam Terbitan


Hak cipta dilindungi Undang-Undang
All Right Reserved
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
Seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
PRAKATA
Tiada madah yang paling agung dan tiada tutur yang paling
luhur, selain pujian dan syukur yang tak berhingga kami panjatkan ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan buku Panduan Praktikum Fisika
untuk Perguruan Tinggi ini dengan baik. Buku ini merupakan hasil
kolaborasi beberapa dosen Fisika lintas perguruan tinggi.
Buku ini tentu tidak dapat selesai tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih
yang setinggi-tinggi kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga buku ini dapat diterbitkan sesuai harapan kita bersama.
Kami menyadari bahwa buku Panduan Praktikum ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
penulisan di waktu berikutnya. Namun demikian, terbesit pula
harapan kami kiranya buku ini dapat memberikan manfaat dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih
Jakarta, Maret 2022

Tim Penulis

v
DAFTAR ISI
PRAKATA | v
DAFTAR ISI | vi
TATA TERTIB PRAKTIKUM | vii
Pengukuran | 1
Hukum II Newton dan Gaya Gesekan | 6
Kinematika Gerak | 11
Kapasitas Kalor Kalorimeter | 16
Dinamika Gerak Rotasi | 21
Koefisien Muai Panjang | 24
Konduksi Panas | 29
Tegangan Permukaan Zat Cair | 33
Viskositas Zat Cair | 39
Resonansi Gelombang Bunyi | 43
Pembentukan Bayangan pada Teropong | 48
Gaya Gerak Listrik Induksi | 53
Usaha pada Bidang Miring | 59
Gerak Harmonik Sederhana: Osilasi Pegas | 63
Medan Magnet oleh Arus Listrik Searah | 67
Medan Magnet di Sekitar Kawat Berarus | 72

PROFIL PENULIS | 77

vi
TATA TERTIB KEGIATAN
PRAKTIKUM
1. Memperhatikan jadwal praktikum yang telah ditetapkan oleh
Laboran
2. Praktikan diwajibkan:
a. Menaati tata tertib umum pelaksanaan praktikum
b. Hadir lima belas menit sebelum praktikum dimulai
c. Menandatangani daftar hadir praktikum
d. Mengisi buku kegiatan harian/laporan/logbook
mahasiswa
e. Memakai jas laboratorium selama proses praktikum
berlangsung
f. Memakai sepatu, tidak dibenarkan memakai sandal,
sepatu sandal dan kaos oblong, serta
g. Menonaktifkan telepon genggam selama kegiatan
praktikum berlangsung.
3. Tidak dibenarkan makan, minum, merokok, dan berbuat
keributan di ruangan praktikum selama kegiatan berlangsung.
4. Bertanggung jawab terhadap alat dan tempat praktikum.
Apabila terdapat alat yang mengalami kerusakan atau hilang
saat proses praktikum berlangsung, mahasiswa wajib
mengganti dengan alat yang sama atau sejenis atau dapat
mereparasi alat yang rusak tersebut agar dapat berfungsi
normal kembali.
5. Sebelum praktikum dimulai diadakan responsi sesuai dengan
kegiatan praktikum yang akan dilakukan. Apabila praktikan
tidak sempat mengikuti kegiatan responsi maka mahasiswa
tersebut tidak berkesempatan mendapatkan responsi ulangan.
6. Saat selesai menyusun hasil pengamatan maka harus
diketahui asisten praktikum atau dosen dan diparaf sebagai
tanda keabsahannya.

vii
7. Kumpulan hasil pengamatan kemudian dibahas bersama
dalam kelompok dan dibuat dalam bentuk laporan mandiri
sesuai dengan format laporan yang telah ada,
8. Peraturan tambahan bagi kelancaran kegiatan praktikum akan
diatur dan disampaikan kemudian sesuai dengan kebutuhan
dan jenis praktikum.
9. Sanksi bagi yang melanggar peraturan dan tata tertib
ditetapkan oleh dosen yang bersangkutan.

viii
PENGUKURAN

A. Tujuan Praktikum
1. Mengukur besaran panjang suatu objek dengan menggunakan
jangka sorong, mikrometer sekrup, dan mistar.
2. Menentukan nilai ketidakpastian dari suatu pengukuran.

B. Dasar Teori
Pengukuran adalah kegiatan mengukur besaran fisika dari
sebuah benda, sementara mengukur adalah adalah kegiatan
membandingkan suatu besaran dengan satuan. Beberapa alat
fisika yang digunakan untuk mengukur di antaranya adalah
mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Alat ukur panjang
yang paling sederhana dan dikenal banyak orang adalah mistar.
Pada umumnya, terdapat 2 skala pada mistar ukur, yaitu skala
utama dan skala terkecil. Skala utama dinyatakan dalam satuan
centimeter (cm) dan skala terkecil dinyatakan dalam satuan
milimeter (mm). Jadi, dalam 1 skala utama (1 cm), terdapat 10
skala terkecil, masing-masing berjarak 1 mm. Ketelitian mistar
ukur adalah 0,5 mm atau 0,05 cm, yakni setengah dari skala
terkecilnya. Dalam mengukur panjang benda menggunakan
mistar, posisi mata harus terarah tegak lurus terhadap skala
untuk menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran
akibat beda sudut kemiringan dalam melihat.

Gambar 1 Mistar (Nurhayati dkk, 2009)

1
Jangka sorong umumnya digunakan untuk mengukur
diameter (dalam dan luar) dan kedalaman suatu benda. Jangka
sorong terdiri atas 2 bagian; rahang tetap dan rahang sorong serta
2 skala; skala utama dan nonius (atau vernier). 10 skala utama
panjangnya 1 cm sedangkan 10 skala nonius panjangnya 0,9 cm.
Jadi, beda satu skala nonius dengan satu skala utama adalah; 0,1
cm – 0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm. Skala terkecilnya adalah 0,01
1
cm atau 0,1 mm, sehingga ketelitiannya adalah; × 0,1 𝑚𝑚 =
2
0,05 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,005 𝑐𝑚.

Gambar 2 Jangka sorong (Nurhayati dkk, 2009)

Mikrometer sekrup merupakan alat ukur panjang yang


memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi dibandingkan jangka
sorong. Mikrometer sekrup terdiri atas rahang utama yang
memiliki skala utama dan rahang putar yang memiliki skala
nonius. Skala nonius terdiri dari 50 skala. Oleh karena selubung
luar memiliki 50 skala, maka 1 skala pada selubung luar sama
dengan jarak maju atau mundur rahang geser sejauh 0,5 mm/50 =
0,01 mm. Jadi, skala terkecilnya adalah 0,01 mm atau 0,001 cm,
1
ketelitiannya 2 × 0.01 𝑚𝑚 = 0,005 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0005 𝑐𝑚. Dengan
besar ketelitian ini, maka mikrometer sekrup dapat digunakan
untuk mengukur tebal kertas atau diameter kawat tipis dengan
teliti.

2
Gambar 3 Mikrometer sekrup (Nurhayati dkk, 2009)

C. Alat dan Bahan


1. Jangka sorong
2. Mikrometer sekrup
3. Mistar
4. Balok, silinder, dan bola.

D. Prosedur Kerja
D1. Pengukuran Panjang dengan Jangka Sorong
1. Putarlah pengunci jangka sorong ke kiri sehingga rahang pada
jangka sorong dapat digeser
2. Masukkan benda yang akan diukur ke rahang bawah jangka
sorong.
3. Apit benda dengan rahang bawah jangka sorong dan putarlah
pengunci ke kanan
4. Catat hasil pengukuran
5. Ambillah data pengukuran sebanyak 3 kali untuk masing-
masing benda.
D2. Pengukuran Panjang dengan Mikrometer Sekrup
1. Bukalah rahang mikrometer sekrup dengan cara memutar ke
kiri pada skala putar hingga benda dapat dimasukkan ke
rahang.
2. Letakkan benda yang akan diukur pada rahang mikrometer
sekrup dan putar kembali hingga tepat.
3. Putarlah pengunci hingga skala putar tidak dapat digerakkan.
4. Catat hasil pengukuran

3
5. Ambillah data pengukuran sebanyak 3 kali untuk masing-
masing benda.
D3. Pengukuran Panjang dengan Mistar
1. Letakkan benda yang akan diukur pada tepi skala mistar.
2. Pastikan benda telah sejajar dengan mistar dan salah satu
ujung benda tepat berada pada angka nol skala mistar.
3. Catat hasil pengukuran
4. Ambillah data pengukuran sebanyak 3 kali untuk masing-
masing benda.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Data hasil pengukuran panjang dengan mistar
Benda Panjang Lebar Tinggi Diameter
(𝑝̅ ± ∆𝑝)cm (𝑙 ̅ ± ∆𝑙)cm (𝑡̅ ± ∆𝑡)cm (𝑑̅ ± ∆𝑑)cm
Balok
Silinder
Bola

Tabel 2 Data hasil pengukuran panjang dengan jangka sorong


Benda Panjang Lebar Tinggi Diameter
(𝑝̅ ± ∆𝑝)cm (𝑙 ̅ ± ∆𝑙)cm (𝑡̅ ± ∆𝑡)cm (𝑑̅ ± ∆𝑑)cm
Balok
Silinder
Bola

Tabel 3 Data hasil pengukuran panjang dengan mikrometer sekrup


Benda Panjang Lebar Tinggi Diameter
(𝑝̅ ± ∆𝑝)cm (𝑙 ̅ ± ∆𝑙)cm (𝑡̅ ± ∆𝑡)cm (𝑑̅ ± ∆𝑑)cm
Balok
Silinder
Bola

F. Pertanyaan Diskusi
1. Tentukan luas dan volume masing-masing benda serta
ketidakpastiannya.
2. Berikan alasannya kalian, alat ukur manakah yang memiliki
ralat luas dan volume permukaan yang lebih kecil!

4
3. Berikan penjelasannya kalian terkait nilai ketidakpastian pada
perhitungan luas dan volume permukaan balok, di mana
panjangnya diukur menggunakan mistar, lebar diukur
menggunakan jangka sorong, dan tinggi diukur menggunakan
mikrometer sekrup. Dibandingkan dengan pengukuran
menggunakan satu alat ukur!

G. Daftar Pustaka
Sutrisno. (1983). Seri Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITB.
Tipler, P. A. (1991). Physics for Scientists and Engineers, Third
Edition. New Jersey: Worth Publisher.
Nurhayati., Nufus., dan Furqon. (2009). Fisika SMA/MA Kelas X.
Buku Sekolah Elektronik: Pusat Perbukuan Depdiknas.

5
HUKUM II NEWTON
DAN GAYA GESEKAN
A. Tujuan Praktikum
Menentukan koefisien gesekan kinetik antara dua
permukaan pada bidang miring.

B. Dasar Teori
a. Menentukan koefisien gesekan statis dan kinetis dengan
teknik bidang miring
Tinjauan secara khusus pada kasus sebuah benda yang
terletak pada bidang miring di mana secara perlahan sudut
kemiringan bidang tersebut diperbesar sampai balok tepat akan
bergerak menuruni bidang. Misalkan pada saat itu sudut
kemiringan bidang terhadap horizontal adalah θs, maka akan
dibuktikan bahwa koefisien gesekan statis, μs = tan θs. Pada saat
kemiringan θs diperbesar sedikit, benda akan bergerak
dipercepat ke bawah. Selanjutnya, sudut kemiringan diperkecil
sampai benda bergerak dengan kelajuan tetap. Misalkan pada
saat itu sudut kemiringan = θk (tentu saja θk < θs), maka akan
dibuktikan koefisien gesekan kinetik μk = tan θk.
Apabila balok dengan massa m diletakkan pada bidang
miring, maka terdapat tiga gaya yang bekerja pada benda, yaitu:
gaya berat W, gaya normal N, dan gaya gesek f. Sumbu X sejajar
bidang dan sumbu Y tegak lurus bidang. Komponen berat pada
sumbu X adalah mg sin θ dan sumbu Y adalah mg cos θ. Oleh
karena benda tidak bergerak pada sumbu Y, maka:
ΣFk= 0
N-mg cos θk =0
N = mg cos θ
Sehingga gaya gesekan kinetis maksimum, fk maks, dapat
ditentukan:

6
fk maks = μk N
fk maks= μk mg cos θk
Pada saat benda bermassa m bergerak dengan kelajuan
tetap menuruni bidang miring, gaya gesekannya adalah gaya
gesekan kinetik maksimum. Oleh karena benda bergerak pada
sumbu X, maka berlaku:
ΣFk= 0
mg sin θ-fk maks = 0
fk maks = mg sin θk
μk mg cos θk = mg sin θk
μk = mg sin θk
mg cos θk
jadi, μk = tg θk
b. Gerak benda pada bidang miring
Telah diketahui bahwa sebuah benda yang diletakkan di
atas meja tentu tidak akan jatuh. Hal itu terjadi karena adanya
gaya lain yang bekerja pada benda selain gaya berat, yaitu gaya
normal. Arah gaya normal selalu tegak lurus dengan bidang. Besar
percepatan yang ditimbulkan oleh benda yang menuruni bidang
miring kasar dengan koefisien gesekan kinetis dan pada benda
tidak diberi gaya luar (ditarik atau didorong) dapat dihitung
sebagai berikut:

Gambar 1 Benda pada bidang miring (Sutrisno, 1983)

7
∑F = ma
W sin θ - fk  ma
mg sin θ – fk = ma
mg sin θ – μk N = ma
a = g sin θ – μk N
a = g sin θ – μk g cos θ

C. Alat dan Bahan


1. Papan percobaan koefisien gesekan 1 set
2. Beban 3 buah dengan massa berbeda

D. Prosedur Kerja

Gambar 2 Papan percobaan koefisien gesekan (Sutrisno, 1983)

1. Periksalah terlebih dahulu apakah jarum penunjuk pada


busur derajat dapat bergerak bebas.
2. Letakkan benda di atas bidang miring papan percobaan.
3. Catatlah jenis bahan (kayu, karet, besi, dan sebagainya) serta
jenis permukaan benda (kasar, licin, dan sebagainya)
4. Hubungkan gear box motor dengan power supply khusus
5. Naikkan bidang miring dengan menekan tombol merah (push
on) sampai benda mulai bergerak.
6. Catat sudut yang terbaca pada busur derajat.

8
7. Turunkan bidang miring dengan menekan tombol hijau (push
off)
8. Ulangi percobaan sebanyak 5 kali.
9. Ulangi percobaan untuk benda dengan massa yang lain dan
jenis permukaan yang berbeda.

E. Data Hasil Pengamatan


Buat dan lengkapi tabel seperti berikut:
Tabel 1. Hasil percobaan
Benda I: ………………………..
Benda II: ……………………….
Benda III: ………………………
Benda I Benda II Benda III
No
θ μk
μk rata-rata θ μk
μk rata-rata
θ μk
μk rata-rata

1
2
3
4
5

F. Pertanyaan Diskusi
1. Tentukan koefisien gesekan kinetis berdasarkan hasil
percobaan kalian.
2. Berikan penjelasan singkat kalian mengenai koefisien gesekan
kinetis.
3. Paparkan perbedaan koefisien gesekan kinetis dengan
koefisien gesekan statis.
4. Bagaimana cara untuk mengurangi gaya gesekan pada benda
yang bergerak. Sertakan contoh dalam penjelasan kalian.
5. Berikan penjelasan kalian apakah koefisien gesekan
bergantung pada massa benda?

9
G. Daftar Pustaka
Giancoli, D. C. (2015). Physics: Principles with Applications. USA:
Pearson Higher Ed USA
Halliday, Recnick, & Walker. (2010). Fisika Dasar Edisi 7 Jilid 2
(Terjemahan Tim Pengajar Fisika ITB). Jakarta: Erlangga.
Halpern, A. (1998). Schaum’s Outline of Theory and Problems of
Beginning Physics I. New York: McGraw-Hill, Inc
Jardine, J. (1989). Physics Through Applications. Oxford: Oxford
University Press.
Kua, M. Y., dkk. (2021). Teori dan Aplikasi Fisika Dasar. Aceh:
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Sutrisno. (1983). Seri Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITB.
Tipler, P. A. (1991). Physics for Scientists and Engineers, Third
Edition. New Jersey: Worth Publisher.

10
KINEMATIKA GERAK

A. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini anda diharapkan dapat
menentukan kecepatan rata-rata dan kecepatan sesaat.

B. Dasar Teori
Dalam keseharian kita, seringkali kita temui ada benda yang
dapat berpindah dengan cepat dan ada juga benda yang berpindah
dengan lambat. Dapat kita katakan bahwa benda yang berpindah
dengan cepat memiliki kecepatan berpindah yang lebih besar dan
sebaliknya. Oleh karena itu, kita perlu definisikan besaran
kecepatan untuk mengukur berapa cepat sebuah benda
berpindah. Kita mulai dari definisi kecepatan rata-rata. Dalam
gerak satu dimensi, kecepatan didefinisikan sebagai laju
perubahan posisi (Alonso dan Finn, 1990). Untuk gerak satu
dimensi, misalkan pada satu titik waktu, katakanlah t1, benda
berada pada sumbu x di titik x1 pada sistem koordinat, dan
beberapa waktu kemudian, pada waktu t2, berada pada titik x2.
Waktu yang diperlukan adalah t2 – t1, dan selama selang waktu ini
perpindahan benda itu adalah Δx = x2 – x1. Dengan demikian,
kecepatan rata-rata adalah hasil bagi perpindahan dengan selang
waktu, maka secara sistematis ditulis (Halliday dan Resnick,
1986):
∆x
v̅ =
∆t
Apakah suatu saat kecepatan benda membesar, mengecil,
atau bahkan berhenti tidak terkandung dalam kecepatan rata-
rata. Padahal kebanyakan benda memiliki kecepatan yang
berbeda pada saat yang berbeda. Sangat jarang benda memiliki
kecepatan yang sama selama perjalanan apabila dalam selang
waktu yang lamam, sehingga konsep penting lain mengenai gerak
sebuah benda yang dapat kita definisikan adalah kecepatan
sesaat.

11
Kecepatan sesaat diperoleh dari kecepatan rata-rata dengan
mengambil selang waktu yang sangat kecil, yaitu mendekati nol.
Dapat pula dikatakan bahwa kecepatan sesaat merupakan
kecepatan rata-rata pada selang waktu yang sangat kecil
(mendekati nol). Jadi, secara matematis kecepatan sesaat ditulis:
∆x dx
v = lim v̅ = lim =
∆t→0 ∆t→0 ∆t dt
Dalam praktikum ini, anda akan mencari kecepatan sesaat
kereta dinamika menggunakan pewaktu ketik dan menentukan
kecepatan rata-rata kereta dinamika menggunakan jam henti.

C. Alat dan Bahan


1) Mistar 50 cm sebanyak 1 batang
2) Rel presisi sebanyak 2 batang
3) Penyambung rel sebanyak 1 buah
4) Kaki rel sebanyak 1 buah
5) Beban bercelah 50 gram sebanyak 2 buah
6) Tumpakan berpenjepit sebanyak 2 buah
7) Pasak panumpi sebanyak 1 buah
8) Kereta dinamika sebanyak 1 buah
9) Balok bertingkat sebanyak 1 buah
10) Pewaktu ketik sebanyak 1 buah
11) Pita ketik sebanyak 1 rol
12) Catu daya sebanyak 1 unit
13) Kertas grafik (mm) sebanyak 1 lembar
14) Kertas manila sebanyak 1 lembar
15) Lem kertas sebanyak 1 buah
16) Jam henti sebanyak 1 buah
17) Kabel penghubung 25 cm Hitam sebanyak 1 unit
18) Kabel penghubung 25 cm Merah sebanyak 1 unit

D. Prosedur Kerja
a) Rangkai alat praktikum seperti terlihat pada gambar salah satu
kaki rel dipasang pada tangga ke-3 balok bertingkat.
b) Pada saat catu daya masih dalam kondisi mati “OFF”,
hubungkan pewaktu ketik ke catu daya dan catu daya ke soket
jala-jala listrik.

12
c) Potong pita ketik lebih kurang sepanjang 1 m dan pasang pada
pewaktu ketik.
d) Tambahkan beban 50 gram pada kereta dinamika agar
kereta dinamika memiliki perubahan laju yang lebih besar.
e) Tempatkan dan tahan kereta dinamika di dekat pewaktu ketik.
Jepit salah satu ujung pita ketik ke kereta dinamika.

Gambar 1 Sketsa rangkaian alat percobaan (Simpen, 2014)


f) Atur jarak antara tumpakan berpenjepit yang ada pada rel dan
kereta dinamika sedemikian rupa sehingga jarak antara
keduanya adalah 80 cm. Jarak tersebut adalah jarak
perpindahan (s) kereta dinamika.
g) Hidupkan catu daya, lepaskan kereta dinamika sekaligus
memulai mengukur waktu tempuh kereta dinamika
menggunakan jam henti.
h) Ketika kereta dinamika menyentuh tumpakan berpenjepit,
hentikan pengukuran waktu dan baca waktu tempuh (selang
waktu) t pada jam henti. Tuliskan waktu yang didapatkan pada
gambar
i) Lepaskan pita ketik dari kereta dinamika, periksa titik ketikan
pada pita ketik dan beri kesimpulan mengenai jenis gerak
yang dilakukan oleh kereta dinamika.

13
j) Periksa hasil titik ketikan pada permulaan gerak kereta
dinamika pada pita ketik. Amati kalau-kalau ada titik ketikan
saling tindih. Jika ada, abaikan titik ketikan yang saling
tumpang tindih tersebut. Ambil awal permulaan gerak pada
titik pertama titik ketikan setelah titik ketikan yang saling
tumpang tindih. Potong pita ketik pada titik ketikan ini
(gambar)

Gambar 2 Potongan pita ketik (Simpen, 2014)


k) Hitung kecepatan rata-rata kereta dinamika dan tuliskan hasil
perhitungan pada tabel
l) Gunakan 5 detik sebagai satuan waktu (∆t). Potong 5 ketik
pertama pita ketik. Panjang potongan ini merupakan ukuran
laju awal gerak kereta. Ukur panjang s potongan pita tersebut
menggunakan penggaris. Hitung laju sesaat awal vo kereta
dinamika menggunakan persamaan di bawah ini. Catat hasil
perhitungan pada Tabel.
∆t (5-ketik) = 5 x 0,02 s = 0,1 s
∆s (5-ketik) = ..... m
m) Ulangi langkah l) untuk menentukan kecepatan akhir kereta
dinamika.
n) Bandingkan kecepatan rata-rata dengan kecepatan awal dan
kecepatan akhir kereta dinamika.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Kecepatan rata-rata (Simpen, 2014)
Waktu tempuh Perpindahan Kecepatan rata-rata
No
seluruhnya (t) sekon seluruhnya (s) meter (Vrt)m/sekon
1
2
3
4
5

14
Tabel 2 Kecepatan sesaat (Simpen, 2014)
No Selang waktu 5 detik Panjang 5 detik Kecepatan sesaat
(∆t) sekon (∆s) meter (vt) m/sekon
Awal
1
Akhir
Awal
2
Akhir
Awal
3
Akhir
Awal
4
Akhir
Awal
5
Akhir

F. Pertanyaan Diskusi
1) Berdasarkan percobaan yang telah kamu lakukan. Jelaskan
prinsip-prinsip suatu gerak dinamakan gerak lurus!
2) Prediksikan apa yang akan terjadi jika kita menambahkan
beban di kereta dinamika pada percobaan gerak lurus berubah
beraturan!
3) Jelaskan apa fungsi dari pewaktu ketik pada percobaan yang
telah kamu lakukan!

G. Daftar Pustaka
Alonso, M. dan Finn, E. (1990). Dasar Dasar Fisika Universitas I
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Halliday dan Resnick. (1986). Fisika I (terjemahan). Jakarta:
Erlangga.
Simpen, I. N. (2014). Modul Praktikum Fisika Dasar. Bali:
Universitas Udayana.

15
KAPASITAS KALOR
KALORIMETER

A. Tujuan Praktikum
Menentukan nilai kapasitas kalor kalorimeter melalui
penerapan Asas Black.

B. Dasar Teori
Dua buah benda yang mempunyai temperatur awal berbeda
jika saling disentuhkan maka akan terjadi perpindahan jumlah
energi kalor dari benda yang mempunyai temperatur lebih tinggi
ke benda yang yang mempunyai temperatur lebih rendah dan
akan diperoleh temperatur setimbang (Yatmani, Hartanto dan
Maulida, 2018). Pada proses pertukaran kalor dalam suatu sistem
yang tersekat berlaku Asas Black. Asas Black menyatakan “Jika
dua benda dengan suhu yang berbeda dicampur, maka benda yang
suhunya lebih tinggi akan memberikan kalor pada benda yang
suhunya lebih rendah sehingga suhu akhir keduanya menjadi
sama”. Hal ini terjadi, karena jumlah kalor yang diserap (𝑄𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 )
oleh benda yang suhunya lebih rendah sama dengan jumlah kalor
yang dilepaskan (𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 )benda bersuhu lebih tinggi (Yuningsih
dan Sardjito, 2021).
Misalnya air bermassa 𝑚1 dengan suhu 𝑇1 dimasukkan ke
dalam kalorimeter yang telah berisi air bermassa 𝑚2 dengan suhu
𝑇2 , jika 𝑇1 > 𝑇2 maka setelah terjadi perpindahan panas sampai
terjadi kesetimbangan termal berlaku (Serway dan Jewett,
2008)(Putri dan Suprapto, 2019).
Jumlah panas yang diterima = Jumlah panas yang diberikan
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝
𝑚1 . 𝑐1 . (𝑇1 − 𝑇𝐶 ) = 𝑚2 . 𝑐2 . (𝑇𝐶 − 𝑇2 ) + 𝑚𝑘𝑎𝑙 . 𝑐𝑘𝑎𝑙 . (𝑇𝐶 − 𝑇𝑘𝑎𝑙 )
(1)
Berdasarkan Asas Black tersebut, dapat digambarkan pada
grafik T-Q seperti Gambar 1 berikut:

16
Gambar 1 Grafik keseimbangan termal (Damari, 2019)
Dari diagram tersebut berlaku 𝑄a1 + 𝑄𝑘a𝑙 = 𝑄a2 . Dengan 𝑄a1 =
𝑚1 𝐶a ∆𝑇1 , 𝑄𝑘a𝑙 = 𝐻∆𝑇1 , dan 𝑄a2 = 𝑚2 𝐶a ∆𝑇2 , sehingga kapasitas
kalorimeter memenuhi rumus:
𝑚2 𝐶∆𝑇2 − 𝑚1 𝐶∆𝑇1
𝐻= (2)
∆𝑇1
Adapun bagian-bagian kalorimeter sebagai berikut:

Gambar 2 Penampang irisan vertikal kalorimeter (Sutrisno, 2008)


Dalam sebuah kalorimeter, proses kesetimbangan termal
diamati dengan mengusahakan agar tidak ada kebocoran atau
kehilangan energi. Jika ke dalam kalorimeter yang berisi air
dimasukkan sebuah benda yang mempunyai suhu lebih tinggi,
maka jumlah kalor yang diberikan oleh benda itu akan sama

17
dengan jumlah kalor yang diterima oleh kalorimeter beserta
isinya (Yatmani, Hartanto dan Maulida, 2018).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Kalorimeter
b. Termometer
c. Gelas beaker
d. Neraca tiga lengan
e. Pemanas air
2. Bahan
a. Air suhu kamar
b. Air panas

D. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Siapkan kalorimeter dan timbang massa kalorimeter
tersebut, misalnya 𝑚0 .
3. Masukkan air suhu kamar ke dalam kalorimeter sebanyak ¼
bagiannya. Kemudian timbang kembali massanya, misalnya
𝑚.
4. Hitung massa air (𝑚1 = 𝑚 − 𝑚0 )
5. Ukur suhu air dan kalorimeter, misalnya 𝑇1 .
6. Siapkan air panas dan ukur suhunya dengan termometer,
misalnya 𝑇2 .
7. Masukkan air panas tersebut ke dalam kalorimeter sebanyak
±2 kali air yang ada dalam kalorimeter. Tutup kalorimeter
tersebut, lalu aduk, dan amati kenaikan suhu tertinggi dalam
kalorimeter. Amati suhunya setiap 30 detik. Jika tidak lagi
terjadi perubahan suhu, maka keadaan setimbang itu telah
dicapai. Misalnya 𝑇𝑎 .
8. Timbang kembali kalorimeter dan campuran air, misalnya 𝑚′ .
Hitung massa air panas, yaitu 𝑚2 = 𝑚′ − 𝑚.
9. Ulangi Langkah 3 sampai 8 dengan massa 𝑚1 , 𝑚2 , atau 𝑡2
yang diubah-ubah.
10. Catat hasil pengamatan pada table.

18
E. Data Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan perubahan suhu pada kalorimeter
No 𝒎𝟏 𝑻𝟏 (℃) 𝒎𝟐 𝑻𝟐 (℃) 𝑻𝐚 (℃)
(gram) (gram)
1.
2.
3.
dst

F. Pertanyaan Diskusi
1. Jika massa dan bahan kalorimeter diketahui, bagaimana cara
lain yang lebih tepat digunakan selain dengan percobaan di
atas untuk menentukan kapasitas kalor kalorimeter tersebut?
2. Pada praktikum penerapan Asas Black, tentu masih ada kalor
yang hilang ke lingkungan. Bagaimana pengaruhnya dalam
perhitungan pada rumus Asas Black?
3. Apakah kapasitas kalor pada sebuah kalorimeter dapat
berubah?
4. Bagaimana prinsip perpindahan kalor pada kalorimeter yang
dikaitkan dengan hukum ke-0 Termodinamika?
5. Kalorimeter bermassa 120 gram dimasukkan air sebanyak
160 gram yang masing-masing bersuhu sama, yaitu 26℃. Air
panas bersuhu 85℃ dimasukkan ke dalam kalorimeter
sehingga sistem bermassa 450 gram dan beberapa saat
kemudian suhu akhir sistem menjadi 55℃. Berapakah
kapasitas jenis kalorimeter?

G. Daftar Pustaka
Damari, A. (2019). Panduan Praktikum Untuk SMA/MA Kelas XI.
2nd edn. Edited by Supriyana. Jakarta: Erlangga.
Putri, N. dan Suprapto, N. (2019). Buku Panduan Praktikum Fisika
Dasar 1. 1st edn. Surabaya: JDS. Available at:
https://fisika.fmipa.unesa.ac.id/wp-

19
content/uploads/2020/06/buku-panduan-fisika-dasar-
1.pdf (Accessed: January 11, 2022).
Serway, R. dan Jewett, J. (2008). Physics for Scientists and
Engineers with Modern Physics. Seventh. Edited by J. Lee and
B. Kauser. Belmont: David Harris.
Sutrisno .(2008). Bahan Ajar Perkuliahan Laboratorium Fisika
Dasar. Available at:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/
195801071986031-
SUTRISNO/Perkuliahan/Bahan_ajar/Modul_AKBID/Revisi_
ST.pdf (Accessed: January 11, 2022).
Yatmani, S., Hartanto, S. dan Maulida, Y. (2018). “Buku Petunjuk
Dan Modul Praktikum Fisika Dasar I,” in Buku Petunjuk Dan
Modul Praktikum Fisika Dasar I. Tangerang: Institut
Teknologi Indonesia, pp. 1–39.
Yuningsih, N. dan Sardjito. (2021). “Aplikasi Koreksi Newton pada
Kondisi Suhu Lingkungan Lebih Besar daripada Suhu
Kalorimeter (Kasus Penentuan Kalor Lebur Es),” in
Prosiding The 12th Industrial Research Workshop and
National Seminar. Bandung, pp. 810–813. Available at:
https://jurnal.polban.ac.id/ojs-
3.1.2/proceeding/article/view/2802.

20
DINAMIKA GERAK ROTASI

A. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini anda diharapkan dapat
menentukan momen inersia katrol.

B. Dasar Teori
Momen inersia merupakan sifat dari sebuah benda untuk
mempertahankan kedudukannya dari gerak rotasi atau dapat juga
didefinisikan sebagai ukuran kelembaman benda yang berotasi
atau berputar pada sumbunya. Besarnya momen inersia secara
matematis dirumuskan sebagai berikut (Giancoli, 2001):
I = mr2
di mana I adalah momen inersia benda, m adalah massa benda
dan r adalah jarak benda dari sumbu putar. Dengan demikian,
momen inersianya dapat dinyatakan sebagai berikut:
I = m1r12 + m2r22 + ⋯ = ∑I miri2

Gambar 1 Momen inersia berbagai bentuk benda (Giancoli, 2001)


Jika benda dikenai gaya kemudian bergerak rotasi terhadap
sumbu tertentu maka persamaan geraknya adalah (Serway dan
Jewett, 2010):
∑τ = Iα

21
di mana adalah τ momen gaya, dan α adalah percepatan angular.
Secara harfiah, τ adalah yang menyebabkan objek bergerak
melingkar sehingga secara matematis τ dirumuskan:
τ=F×r
sehingga, ∑τ = Iα
∑ (F × r) = Iα
Nilai I bergantung pada bentuk benda, beberapa di antaranya
seperti dalam Gambar 3.

C. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan meliputi:
1) Mesin Atwood sebanyak satu set
2) Penggaris sebanyak satu buah
3) Stopwatch sebanyak satu buah

D. Prosedur Kerja
1) Susunlah alat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Mesin atwood (Scientific, 2018)


2) Catat massa silinder M1, M2, beban tambahan m1 dan m2 serta
massa katrol mk, dan jari-jari katrol (R).
3) Atur sistem seperti gambar 2. Tetapkan skala nol pesawat
sebagai titik A dan tentukan letak pembatas berlubang sebagai
titik B, dan catat jarak AB itu.
4) Tambahkan m1 pada M1 dan atur agar posisi awal m1 tepat di A.

22
5) Lepaskan pemegang M2 bersamaan dengan menghidupkan
stop watch. Catat waktu yang diperlukan untuk bergerak dari A
ke B (tAB).
6) Gantilah beban tambahan dengan m2 lalu lakukan langkah ke-4
dan ke-5.
7) Lakukan langkah 2 sampai 6 sebanyak lima kali dengan jarak
AB yang berbeda-beda.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Momen inersia katrol (Putri dan Suprapto, 2019)
No d (m) M1 (kg) M2 (kg) tAB (s) a (m/s) I (kgm2)
1
2
3
4
5

F. Pertanyaan Diskusi
1) Variabel apa saja yang mempengaruhi momen inersia sebuah
benda yang berotasi terhadap titik tetap?
2) Hitunglah momen inersia katrol menggunakan persamaan
sebagai Iteori!
3) Bandingkan nilai momen inersia katrol hasil percobaan
Ipercobaan dengan momen inersia katrol dari perhitungan teori
Iteori

G. Daftar Pustaka
Giancoli, D. C. (2001). Fisika Jilid 1 (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Putri, N. P. dan Suprapto, N. (2019). Buku Panduam Praktikum
Fisika Dasar 1. Surabaya: JSD.
Scientific, P. (2018). Mesin Atwood PMK 129. Bandung: Pundak
Scientific, pp. 3–4. Available at: http://www.pudak.com.
Serway, R. dan Jewett, J. W. (2010). Fisika Untuk Sains dan Teknik.
Jakarta: Salemba Teknika.

23
KOEFISIEN MUAI PANJANG
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum koefisien muai panjang ini adalah
sebagai berikut:
1. Mempelajari sifat-sifat muai termal pada batang logam;
2. Menentukan besar koefisien muai panjang dari logam besi
dan tembaga.

B. Dasar Teori
Saat suatu benda dipanaskan, maka akan menimbulkan
pengaruh pada benda tersebut. Bila suhu suatu benda naik
(dipanaskan) maka benda akan mengalami suatu pertambahan
ukuran (mengembang) dan bila suhu benda tersebut diturunkan,
maka ukuran benda tersebut akan berkurang (menyusut).
Peristiwa mengembang dan menyusutnya ukuran suatu benda
terhadap perubahan suhu disebut dengan pemuaian.
Pemuaian benda pada umumnya terjadi ke segala arah,
yaitu ke arah panjang, lebar, dan tinggi. Untuk benda-benda yang
ukuran panjangnya jauh lebih besar daripada tinggi ataupun
lebarnya, maka pemuaian dari benda tersebut dapat dipandang
dari segi pertambahan panjang saja. Pertambahan lebar dan tinggi
benda dapat diabaikan karena nilainya yang relatif sangat kecil
jika dibandingkan dengan pertambahan panjangnya. Pada
perubahan suhu yang tidak terlampau besar, hubungan linier
antara perubahan suhu dengan pertambahan panjang dapat
dipakai untuk menentukan nilai koefisien muai panjang benda
tersebut. Koefisien muai panjang didefinisikan sebagai
perbandingan antara pertambahan panjang batang dengan
panjangnya semula untuk setiap kenaikan suhu sebesar satu
satuan suhu.

24
Jika sebatang logam dengan panjang L diberikan kalor sehingga
mengalami perubahan suhu sebesar ∆T, maka bila ∆T cukup kecil,
perubahan panjang ∆L biasanya sebanding dengan L dan ∆T
(Cummings et al., 2004). Secara matematis dinyatakan:
∆𝐿 = 𝛼𝐿∆𝑇.......................................................................Persamaan (1)
Dengan α adalah koefisien muai linier bahan dengan satuan Kˉ¹
atau 0C-1.
Dalam percobaan ini akan diukur bahan isotropik di mana
pemuaiannya diukur dalam satu dimensi. Berdasarkan definisi
koefisien muai panjang, panjang baru bahan dapat dihitung dari
persamaan:
𝐿2 = 𝐿1 {1 + 𝛼(𝑇2 − 𝑇1 )}............................................Persamaan (2)
Dengan L2 panjang bahan saat suhu T2, L1 panjang bahan pada
suhu T1 dan α nilai rata-rata koefisien muai linier antara T1 dan T2.
Untuk perhitungan yang lebih teliti maka dapat digunakan
persamaan:
1 𝑑𝐿
𝛼̅(𝑡) = 𝐿 𝑑𝑡 ..........................................................................Persamaan (3)
Beberapa nilai α untuk berbagai macam bahan dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel 1 Nilai Koefisien Muai Panjang (Giancoli, 2015)
No Bahan α (0C-1)
1 Aluminium 25 x 10-6
2 Kuningan 19 x 10-6
3 Baja atau besi 12 x 10-6
4 Tembaga 17 x 10-6
5 Timah hitam 29 x 10-6
6 Kaca (pyrex) 3 x 10 -6
7 Kaca (biasa) 9 x 10-6
8 Kwarsa 0,4 x 10-6
9 Beton atau bata 12 x 10-6
10 Marmer 1,4 x 10-6

25
C. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
koefisien muai panjang ini adalah sebagai berikut:
1. Dua buah pipa logam (logam besi dan logam tembaga).
2. Termometer dengan NST = 20 C
3. Satu set alat ukur Dial Gauge dengan NST = 0,01 mm
4. Satu set bejana uap.
5. Mistar kayu dengan NST = 0,5 cm
6. Pemanas listrik.
7. Sumber arus AC.
8. Tempat uap air
9. Air secukupnya

D. Prosedur Kerja
Langkah-langkah dalam praktikum koefisien muai panjang ini
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan yang diperlukan.
2. Mengukur panjang (L) pipa logam besi yang akan dicari nilai
koefisien linearnya.
3. Memasang pipa logam besi pada landasannya (seperti
gambar di bawah). Salah satu ujungnya terjepit pada tempat
yang tersedia dan mengaitkan pada ujung yang lain sehingga
menekan lengan spiral dari alat ukur Dial Gauge.
4. Meletakkan termometer di tengah-tengah batang pipa.
5. Mengukur suhu ruangan.
6. Menghubungkan selang karet dari bejana uap ke ujung pipa
logam besi yang lebih jauh dari pengukur Dial Gauge.
7. Menghubungkan selang karet yang lain ke ujung pipa logam
aluminium yang dekat dengan Dial Gauge yang kemudian
disalurkan ke dalam bejana penampung tetesan air.
8. Mengatur jarum pada pengukur Dial Gauge agar
menunjukkan skala nol.
9. Mengisi generator uap dengan air secukupnya.
10. Merancang alat seperti pada gambar di bawah, kemudian
menghidupkan generator uap.

26
Gambar 2 Rangkaian alat praktikum koefisien muai panjang
(Pudak Scientific, 2018)
11. Mencatat penunjuk Dial Gauge dan suhu yang ditunjukkan
selama uap mengalir secara bersamaan.
12. Mengulangi langkah (2-11) untuk pipa logam tembaga.
13. Mencatat data untuk masing-masing pipa logam dalam
bentuk tabel.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 2 Data hasil percobaan.
No Bahan L (mm) ΔL (mm) T Ruang T Logam ΔT(0C)
(0C) (0C)
1
2
3
Dst...

F. Pertanyaan Diskusi
1. Bandingkan nilai yang anda peroleh dengan data yang ada
pada buku pegangan. Berapa persen kesalahan yang anda
peroleh pada kasus ini? Apakah kesalahan terlalu tinggi atau
terlalu rendah dan apakah kesalahan itu bersifat konsisten?
2. Bertolak dari pertanyaan nomor 1, sebutkanlah sumber-
sumber kesalahan pada praktikum yang anda lakukan dan
bagaimana cara anda untuk memperbaikinya!

27
3. Hitung Koefisien muai volume dari bahan-bahan yang anda
selidiki dengan persamaan, di mana α adalah koefisien muai
volume bahan!

G. Daftar Pustaka
Cummings, K. et al. (2004). Understanding Physics. US: John Wiley
& Sons, Inc.
Giancoli, D. C. (2015). Physics: Principles with Applications Global
Edition, Pearson.
Pudak Scientific (2018). Alat Muai Panjang. Available at:
https://www.pudak-
scientific.com/detail_products.php?id=535 (Accessed: 10
January 2022).

28
KONDUKSI PANAS
A. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari sifat perpindahan panas secara konduksi.
2. Membandingkan nilai konduktivitas termal (k) pada
beberapa lempeng logam.

B. Dasar Teori
Konduksi adalah perpindahan kalor pada suatu zat tanpa
disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut (Cummings et
al., 2004). Konduksi panas pada berbagai bahan dapat
divisualisasikan melalui tumbukan molekul. Saat salah satu ujung
benda dipanaskan, molekul-molekul di sana bergerak lebih cepat
dan lebih cepat lagi pada suhu yang lebih tinggi. Saat molekul-
molekul yang lebih cepat ini bertabrakan dengan molekul di
sebelahnya yang bergerak lebih lambat, maka terjadi transfer
energi kinetik dari molekul yang bergerak cepat ke molekul yang
bergerak lambat. Melalui fenomena ini, energi kinetik gerak
termal ditransfer oleh tumbukan molekul di sepanjang objek.
Pada logam, tumbukan elektron bebas merupakan penyebab
utama terjadinya konduksi.
Konduksi panas dari satu titik ke titik lain hanya terjadi jika
ada perbedaan suhu antara dua titik. Secara eksperimental, laju
aliran panas melalui zat sebanding dengan perbedaan suhu antara
ujung-ujungnya. Laju aliran panas juga tergantung pada ukuran
dan bentuk benda. Gambar 1 mengilustrasikan aliran panas
melalui silinder seragam.

Gambar 1 Konduksi panas antara daerah suhu tinggi (T1) dan suhu
rendah (T2) (Giancoli, 2015)

29
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat terdapat benda yang
berbentuk batang silinder ditempel oleh 2 benda yang memiliki
perbedaan suhu (T1-T2), sehingga ujung kiri benda berbentuk
batang silinder memiliki suhu tinggi (T1) dan ujung kanan benda
memiliki suhu rendah (T2) seperti suhu benda yang menempel
pada masing-masing ujungnya. Panas (kalor) mengalir dari benda
bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah. Benda yang dilewati
kalor memiliki luas penampang (A) dan panjang (l). Berdasarkan
hasil eksperimen, jumlah kalor yang mengalir selama selang
waktu tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu
(T1-T2), luas penampang (A), sifat suatu benda (k=konduktivitas
termal), dan berbanding terbalik dengan panjang benda. Secara
matematis bisa ditulis sebagai berikut:
𝑄 (𝑇1 − 𝑇2 )
= 𝐾𝐴
𝑡 𝑙
Konduktivitas termal (k) adalah sifat benda yang menunjukan
kemampuan zat dalam memindahkan kalor secara konduksi. Zat
dengan nilai konduktivitas besar memiliki daya hantar kalor lebih
cepat. Zat dengan daya hantar kalor yang cepat disebut konduktor
yang baik. Sedangkan zat dengan nilai konduktivitas kecil,
memiliki daya hantar kalor yang rendah. Zat dengan daya hantar
kalor yang rendah ini disebut dengan isolator (Trefil dan Hazen,
2010). Adapun nilai konduktivitas masing-masing zat dapat
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Daftar konduktivitas termal (Giancoli, 2015)
Konduktivitas Termal, k
No Jenis Zat 𝑲𝒌𝒂𝒍 𝑱
𝒔 𝒎 𝑪𝟎 𝒔 𝒎 𝑪𝟎
1 Perak 10 x 10-2 420
2 Tembaga 9,2 x 10-2 380
3 Aluminium 5,0 x 10-2 200
4 Baja 1,1 x 10-2 40
5 Kuningan 0,24 x 10-2 10
6 Es 5 x 10-4 2
7 Batu bata dan Beton 2,0 x 10-4 0,84
8 Gabus dan serat kaca 0,1 x 10-4 0,042
9 Wol 0,1 x 10-4 0,040
10 Udara 0,055 x 10-4 0,023

30
C. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
konduksi panas ini adalah sebagai berikut:
1. Pembakar spirtus
2. Kaki tiga
3. Stopwatch (NST= 0,2 Sekon)
4. Korek api
5. Neraca ohaus (NST= 0,01 gram)
6. Lilin berjumlah 4 potong dengan massa dibuat sama
7. Pisau
8. Cakram logam konduksi (berisi Logam besi, Logam kuningan,
Logam tembaga, Logam alumunium)

D. Prosedur Kerja
Langkah-langkah dalam praktikum konduksi panas ini
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan seperti di atas.
2. Memotong lilin dengan pisau dan menimbang agar
mendapatkan berat yang sama. Lilin yang di potong
berjumlah 4 potongan yang sama.
3. Mengatur alat agar seperti Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Set alat praktikum konduksi panas


(Dokumen pribadi)

31
4. Meletakan lilin pada masing-masing ujung logam. Jarak
antara lilin pada ujung logam ke titik api pada ujung logam
yang lain dibuat sama.
5. Menyalakan pembakar spirtus. Saat bersamaan dengan
menyalanya spirtus, stopwatch ditekan untuk mengukur
waktu leleh lilin pada masing-masing logam.
6. Mencatat waktu yang diperlukan untuk mulai melelehkan
lilin pada masing-masing logam di tabel pengamatan.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 2 Waktu lilin mulai meleleh pada tiap logam
No Jenis Logam Waktu (sekon)
1
2
3
Dst...

F. Pertanyaan Diskusi
1. Bandingkan kecepatan lilin meleleh pada masing-masing logam
dengan data konduktivitas termal masing-masing bahan.
Jelaskan hasil yang anda peroleh dari membandingkan kedua
data tersebut!
2. Sebutkan sumber kesalahan-kesalahan pada praktikum yang
anda lakukan dan bagaimana cara anda untuk memperbaiki
kesalahan tersebut!

G. Daftar Pustaka
Cummings, K. et al. (2004). Understanding Physics. US: John Wiley
& Sons, Inc.
Giancoli, D. C. (2015). Physics: Principles with Applications Global
Edition, Pearson.
Trefil, J. dan Hazen, R. M. (2010). The Sciences; An Integrated
Approach. 6th edn, john Wiley & Sons, Inc. 6th edn. US: John
Wiley & Sons, Inc.

32
TEGANGAN PERMUKAAN
ZAT CAIR
A. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan percobaan ini anda diharapkan mampu:
1. Memahami fenomena tegangan permukaan zat cair,
2. Menentukan tegangan permukaan zat cair (etanol)
menggunakan stalagmometer.

B. Dasar Teori

Gambar 1 Anggang-angang, hewan yang mampu menyangga


tubuhnya di permukaan air (Anonim, 2021)

Pada Gambar 1, ditunjukkan Anggang-anggang yang mampu


menyangga tubuhnya tetap berada di permukaan air. Hewan ini
mampu membuat pijakan yang sangat kecil dengan kakinya pada
permukaan air. Deformasi yang terjadi pada permukaan air
menyebabkan adanya gaya dorong air terhadap kaki hewan
tersebut (Giambattista, 2011). Tegangan permukaan merupakan
sifat fisika pada cairan yang tidak berkaitan langsung dengan
struktur cairan tersebut. Tegangan permukaan suatu cairan
dinyatakan dalam satuan gaya per panjang yang di mana
permukaan cairan menarik pada sisi tepinya. Arah dari gaya
tersebut merupakan tangensial terhadap permukaan pada sisi
tepi. Tegangan permukaan ini disebabkan oleh gaya kohesi yang
menarik sesama molekul cairan yang diilustrasikan pada Gambar
2.

33
Gambar 2 Ilustrasi gaya kohesi antar molekul cairan untuk
menggambarkan tegangan permukaan pada antarmuka cairan-udara
(Riba dan Esteban, 2014)

Gaya kohesi antar molekul cairan ini yang akan menentukan


bentuk kebulatan tetesannya. Cairan yang memiliki gaya kohesi
yang tinggi akan menunjukkan tegangan permukaan yang tinggi
juga. Perlu diketahui tegangan permukaan dapat menurun dengan
kenaikan temperatur. Ada beberapa metode untuk mengukur
tegangan permukaan seperti metode volume dan berat tetes
(stalagmometer), metode kenaikan cairan pada kapiler, metode
cincin DuNoy dan metode dinamik.
Metode berat tetes didasari dari Hukum Tate yang
mempostulasikan mengenai berat tetes cairan proporsional
dengan ukuran diameter mulut penetesnya dan terhadap berat
cairan yang akan naik dengan aksi kapiler ke dalam tabung yang
memiliki ukuran diameter yang sama dengan penetesnya.
Persamaan dari Hukum Tate dituliskan sebagai,
𝑚𝑔 = 2𝜋𝑟𝛾
dengan m adalah massa cairan, g adalah tetapan gravitasi, r adalah
jari-jari mulut penetes cairan, dan γ adalah tegangan permukaan
cairan. Bila pengukuran dilakukan pada massa dari tetesan cairan
maka tegangan permukaan dari cairan tersebut dapat ditentukan
dari persamaan berikut,
𝑚𝑔
𝛾= (N/m)
2𝜋𝑟
Namun, pendekatan Hukum Tate untuk tegangan permukaan zat
cair akan diperoleh nilai yang lebih rendah dari nilai
sesungguhnya (Riba dan Esteban, 2014). Massa setiap tetes

34
sebanding dengan volume (v) zat cair dikali dengan densitasnya
(ρ) dibagi dengan jumlah tetesan (n) sejumlah volume tersebut
yang dapat dituliskan sebagai,
v𝜌
𝑚=
n
Untuk tegangan permukaan relatif dua zat cair di mana γ
sebanding dengan m, persamaannya dapat dituliskan sebagai,
𝛾2 n1 𝜌2
=
𝛾1 n2 𝜌1

C. Alat dan Bahan


Dalam percobaan ini akan dilakukan penentuan tegangan
permukaan zat cair yang tidak diketahui menggunakan metode
berat tetes dengan membandingkannya terhadap tegangan
permukaan zat cair yang telah diketahui (standar). Peralatan dan
bahan yang digunakan sebagai berikut,
1. Aparatus stalagmometer (Gambar 3),
2. Statif,
3. Bulb pipet pump,
4. Gelas ukur 30 ml,
5. Stop watch,
6. Termometer,
7. Piktometer 10 ml,
8. Neraca analitik,
9. Air destilasi, dan
10. Ethanol 70%.

D. Prosedur Kerja
Berikut ini adalah langkah-langkah percobaan untuk penentuan
densitas zat cair dan tegangan permukaannya.
D1. Menentukan densitas zat cair
Kegiatan yang pertama kali dilakukan adalah menentukan
densitas dari zat cair yang digunakan. Berikut ini adalah langkah-
langkah pelaksanaannya,
1. Pastikan piknometer dalam keadaan bersih dan siap
digunakan!

35
2. Timbang piknometer kosong pada neraca analitik kemudian
catat beratnya sebagai W1.
3. Isi piknometer dengan air destilasi, kemudian timbang
kembali, catat beratnya sebagai W2.
4. Keluarkan air destilasi dari piknometer kemudian bilas
piknometer dengan etanol sebanyak 3 kali.
5. Isi piknometer dengan etanol, kemudian timbang dan catat
beratnya sebagai W3.

(a) (b)
Gambar 3 Aparatus stalagmometer (Thakral et.al, 2020)

D2. Menentukan tegangan permukaan zat cair


Kegiatan selanjutnya adalah menentukan tegangan permukaan
zat cair menggunakan stalagmometer. Berikut ini adalah langkah-
langkah pelaksanaannya,
1. Pastikan stalagmometer dalam keadaan bersih dan siap
digunakan!
2. Beri tanda A dan B pada stalagmometer seperti pada Gambar
3.a.
3. Susun aparatus stalagmometer pada statif, seperti pada
Gambar 3.b.
4. Isi stalagmometer dengan air destilasi dibantu dengan bulb
pipet pump sampai tanda A, seperti pada Gambar 3.a.
5. Letakan gelas ukur di bawah stalagmometer.
6. Atur tetesan air yang keluar dari mulut stalagmometer
sebanyak 15 hingga 20 tetesan per menitnya.
7. Catat jumlah tetesan air destilasi sampai permukaannya
mencapai batas B.

36
8. Ulangi sebanyak tiga kali. Rata-rata jumlah tetesan air
destilasi dicatat sebagai n1.
9. Kemudian lakukan langkah 1 hingga 8 untuk etanol, catat
jumlah tetesan etanol, dan rata-ratanya dicatat sebagai n2.

E. Data Hasil Pengamatan


1. Temperatur ruangan = °C.
2. Berat kosong piknometer = g.
= W1
3. Berat air destilasi dalam = g.
piknometer = W2
4. Berat etanol dalam = g.
piknometer = W3
5. Volume piknometer = V = 10 ml.
6. Densitas air destilasi = g/ml.
ρ1= (W2-W1)/V
7. Densitas etanol = g/ml.
ρ2= (W3-W1)/V
Tegangan permukaan air destilasi (25 °C) = γ1 = 0,07199 N/m
(Pallas dan Harrison, 1990)
Tabel 1 Data dan penentuan tegangan permukaan etanol.
Jumlah Tetesan Tegangan permukaan
Rata- Rata- Relatif Etanol
Ulangan Air 𝛾2 n1 𝜌2 n1 𝜌2
rata Etanol rata
destilasi = 𝛾2 = 𝛾
(n1) (n2) 𝛾1 n2 𝜌1 n2 𝜌1 1
1
2
3

F. Pertanyaan Diskusi
Setelah melakukan percobaan tegangan permukaan ini,
1. Tentukan nilai tegangan permukaan dari etanol?
2. Bagaimana hubungan densitas dengan tegangan permukaan?

37
3. Jelaskan apa sajakah yang mempengaruhi hasil pengukuran
tegangan permukaan zat cair menggunakan stalagmometer
ini!

G. Daftar Pustaka
Anonim. (2021). Water Strider. Tersedia:
https://pxhere.com/en/photo/1478129. [Diakses 21
Desember 2021].Giambattista, A., 2011. College physics. NY.
Pallas, N.R. dan Harrison, Y., 1990. An automated drop shape
apparatus and the surface tension of pure water. Colloids
and Surfaces, 43(2), pp.169-194.
Riba, J.R. dan Esteban, B., 2014. A simple laboratory experiment to
measure the surface tension of a liquid in contact with air.
European Journal of Physics, 35(5), p.055003.
Thakral, P., Sharma, M., Dewan, D. dan Sharma, S., 2020. Analysis
of accuracy of burette in determination of surface tension of
liquids and study of its variation with detachment time and
inclination angle. Indian Journal of Chemistry-Section A
(IJCA), 59(11), pp.1676-1684.

38
VISKOSITAS ZAT CAIR
A. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan percobaan ini anda diharapkan mampu,
1. Memahami fenomena viskositas zat cair,
2. Menentukan viskositas zat cair (etanol) menggunakan
Ostwald viscometer.

B. Dasar Teori
Pada fluida ideal, persamaan Bernoulli menggambarkan
aliran fluida pada kecepatan konstan tanpa ada gaya gesekan.
Untuk fluida sebenarnya yang memiliki viskositas, untuk
membuatnya tetap mengalir diperlukan sejumlah tekanan total
yang mendorong fluida sebagai kompensasi terhadap besaran
gaya viskositasnya. Gaya yang dibentuk dari viskositas ini
berlawan arah dengan arah alirannya (Giambattista, 2011).
Setiap zat cair memiliki karakteristik tersendiri. Fluida yang
kental diperlukan gaya yang lebih besar untuk menggeser satu
bagian fluida terhadap yang lain. Laju alir (Q) fluida yang mengalir
pada pipa proporsional dengan jari-jari (r) pipa yang dituliskan
dalam Hukum Poiseuille sebagai berikut:
𝜋 Δ𝑃/𝐿 4
𝑄= 𝑟
8 𝜂
dengan ΔP adalah perbedaan tekanan, L panjang pipa, dan η
adalah viskositas. Bila Q dituliskan sebagai kecepatan alir v
persatuan waktu t dan ΔP merupakan perubahan tekanan pada
kolom pipa sepanjang L, maka persamaan Hukum Poiseuille untuk
viskositas dapat ditulis ulang menjadi,
𝜋 𝜌𝑔 4
𝜂= 𝑟 𝑡
8 𝑣
Untuk perbandingan viskositas dua zat cair di mana η sebanding
dengan ρ dan t, persamaannya dapat dituliskan sebagai,
𝜂2 𝜌2 𝑡2
=
𝜂1 𝜌1 𝑡1

39
C. Alat dan Bahan
Dalam percobaan ini akan dilakukan penentuan viskositas
zat cair yang tidak diketahui menggunakan Ostwald viskometer
dengan membandingkannya terhadap viskositas zat cair yang
telah diketahui (standar). Peralatan dan bahan yang digunakan
sebagai berikut:
1. Aparatus Ostwald viskometer (Gambar 12.1),
2. Statif,
3. Bulb pipet pump,
4. Stop watch,
5. Termometer,
6. Piktometer 10 ml,
7. Air destilasi, dan
8. Ethanol 70%.

D. Prosedur Kerja
Berikut ini adalah langkah-langkah percobaan untuk
penentuan densitas zat cair dan viskositasnya.
D1. Menentukan densitas zat cair
Kegiatan yang pertama kali dilakukan adalah menentukan
densitas dari zat cair yang digunakan. Berikut ini adalah langkah-
langkah pelaksanaannya,
1. Pastikan piknometer dalam keadaan bersih dan siap
digunakan!
2. Timbang piknometer kosong pada neraca analitik kemudian
catat beratnya sebagai W1.
3. Isi piknometer dengan air destilasi, kemudian timbang
kembali, catat beratnya sebagai W2.
4. Keluarkan air destilasi dari piknometer kemudian bilas
piknometer dengan etanol sebanyak 3 kali.
5. Isi piknometer dengan etanol, kemudian timbang dan catat
beratnya sebagai W3.

D2. Menentukan viskositas zat cair


Kegiatan selanjutnya adalah menentukan viskositas zat cair
menggunakan Ostwald viskometer. Berikut ini adalah langkah-
langkah pelaksanaannya:

40
1. Pastikan Ostwald viskometer dalam keadaan bersih dan siap
digunakan!
2. Beri tanda C dan D pada Otswald viskometer seperti pada
Gambar 12.1.a.
3. Susun Ostwald viskometer pada statif.
4. Isi Ostwald viskometer dengan air destilasi melalui lengan
kolom B hingga air menyentuh tanda D.
5. Menggunakan bulb pipet pump tarik air destilasi sampai
tanda C.
6. Lepaskan bulb pipet pump sehingga air destilasi dapat
mengalir. Catat waktu yang diperlukan air destilasi mencapai
tanda D.
7. Ulangi sebanyak tiga kali. Rata-rata waktu dicatat sebagai t1.
8. Kemudian lakukan langkah 1 hingga 8 untuk etanol, catat
waktunya, dan rata-ratanya dicatat sebagai t2.

Gambar 1 Aparatus otswald viskometer (Monika dan Hina, 2017)

E. Data Hasil Pengamatan


1. Temperatur ruangan = °C.
2. Berat kosong piknometer = = g.
W1
3. Berat air destilasi dalam = g.
piknometer = W2
4. Berat etanol dalam = g.
piknometer = W3
5. Volume piknometer = V = 10 ml.

41
6. Densitas air destilasi = g/ml.
ρ1= (W2-W1)/V
7. Densitas etanol = g/ml.
ρ2= (W3-W1)/V
Tegangan permukaan air destilasi (25 °C) = η1 = 0.89 cP (Edge,
2000).
Tabel 1 Data penentuan viskositas etanol.
Waktu Viskositas
Rata- Rata- Relatif Etanol
Ulangan Air 𝜂2 𝜌2 𝑡2 𝜌2 𝑡2
rata Etanol rata
destilasi = 𝜂2 = 𝜂
(t1) (t2) 𝜂1 𝜌1 𝑡1 𝜌1 𝑡1 1
1
2
3

F. Pertanyaan Diskusi
Setelah melakukan percobaan tegangan permukaan ini,
1. Tentukan nilai viskositas dari etanol?
2. Bagaimana hubungan densitas dengan viskositasnya?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan viskositas dinamik, kinematik
dan apa saja yang mempengaruhi besar nilainya!

G. Daftar Pustaka
Edge, E. (2000). Water-density viscosity specific weight.
Engineer's Edge,[Online]. Available: https://www.
engineersedge.
com/physics/water__density_viscosity_specific_weight_131
46. htm.[Diakses 21 Desember 2021].
Giambattista, A. (2011). College physics. NY.
Monika, T. dan Hina, W. (2017). Experimenting with
stalagmometer and viscometer on day to day drinking
liquids. International Journal of Sciences and Applied
Research, 3(7), pp.478-481.

42
RESONANSI GELOMBANG BUNYI
A. Tujuan Praktikum
1. Memahami peristiwa terjadinya resonansi pada gelombang
bunyi.
2. Menentukan besar cepat rambat gelombang bunyi di udara.
3. Menentukan frekuensi getar garputala.

B. Dasar Teori
Superposisi gelombang adalah penjumlahan simpangan dua
buah gelombang atau lebih. Hasil superposisi ini menimbulkan
berbagai fenomena yang menarik, seperti adanya pelayangan,
interferensi, difraksi dan resonansi. Apabila superposisi terjadi
antara gelombang datang dan gelombang pantul, maka akan
terbentuk gelombang berdiri. Jika besar frekuensinya sama atau
mendekati frekuensi alamiahnya, maka akan mengakibatkan
terjadi resonansi sehingga amplitudo hasil superposisinya
memiliki besar yang maksimum (Hamron et al., 2011).
Resonansi yaitu peristiwa ikut bergetarnya suatu benda
karena pengaruh getaran benda lain (Arkundato, Sutisna dan
Supeno, 2014) (Tipler, 1998). Pengamatan peristiwa resonansi ini
dapat dilakukan dengan sebuah tabung resonator yang panjang
kolom udaranya dapat kita atur dengan menaikkan atau
menurunkan permukaan air dalam tabung tersebut.

Gambar 1 Tabung resonansi Gambar 2 Percobaan resonansi


Gelombang
(Dokumen pribadi)

43
Resonansi terjadi ketika kolom udara di atas permukaan air
1 3 5
berjarak 𝜆, 𝜆, 𝜆 dan seterusnya (Palupi, Suharyanto dan
4 4 4
Karyono, 2009).

Gambar 3 Resonansi pada kolom udara tabung resonator


(Palupi, Suharyanto, dan Karyono, 2009)

Secara umum dapat kita tuliskan bahwa hubungan panjang kolom


resonansi 𝐿 dengan panjang gelombang 𝜆 adalah:
2𝑛 + 1
𝐿= 𝜆
4
Dengan 𝑛 = 0, 1, 2, …
Di mana 𝑛 adalah bunyi resonansi ke- 𝑛 dalam percobaan.

Rumus (1) ini dapat berlaku dengan cukup baik untuk ukuran
diameter tabung bagian R yang jauh lebih kecil dari panjang
gelombang sumber bunyi, sedangkan untuk R tabung yang tidak
cukup kecil, maka rumus (1) di atas perlu dikoreksi dengan suatu
nilai, misalnya e sehingga:
2𝑛 + 1
𝐿= 𝜆−𝑒
4
Nilai 𝑒 ini sekitar 0,6 R.
Secara eksperimen, nilai koreksi “𝑒” ini ditentukan dari grafik
(hasil least square) antara 𝐿 dengan 𝑛. Dari persamaan garis:

44
1 1
𝐿 = 𝜆𝑛 + 𝜆 − 𝑒
2 4
L


Lo

Gambar 3 Grafik 𝐿 terhadap 𝑛 (Utama, 2010)

Berdasarkan metode least square, didapatkan bahwa kemiringan


𝜆
kurva adalah 2 , dan titik potong dengan sumbu vertikal adalah
𝜆 𝑣
− 𝑒. Karena 𝑓 = . Adapun cepat rambat gelombang di udara
4 𝜆
(𝜈) dapat diperoleh melalui pengukuran suhu (𝑇) dan
memasukkannya ke dalam rumus:
𝜈 = (331,5 + 0,606𝑇) 𝑚⁄𝑠

C. Alat dan Bahan


1. Tabung resonansi berskala
2. Beberapa garputala dengan salah satu diketahui frekuensinya
3. Pemukul garputala
4. Jangka sorong

D. Prosedur Kerja
1. Ukurlah diameter bagian dalam tabung.
2. Usahakan agar mula-mula permukaan air dalam tabung
cukup tinggi dekat dengan ujung atas dari tabung (dengan
reservoir).
3. Ambilah garputala yang frekuensinya diketahui.
4. Getarkan garputala yang telah diketahui frekuensinya dengan
pemukul garputala dan dekatkan dengan ujung atas tabung
gelas sambil menggeser-geser tinggi permukaan air.
Catatan: lakukan pemukulan garputala dari jauh agar tabung
gelas tidak terjadi kerusakan.

45
5. Catatlah kedudukan permukaan air ketika terdengar bunyi
yang sangat keras atau terjadi resonansi.
6. Turunkan lagi permukaan air sampai terjadi resonansi lagi.
Catat kembali kedudukan permukaan air. Carilah kedudukan
permukaan air yang menyebabkan resonansi di sepanjang
tabung.
7. Ulangi percobaan tersebut untuk memastikan tepatnya
tempat-tempat resonansi.

E. Data Hasil Pengamatan


Diameter dalam tabung resonator (d): ….. m
Tabel 1 Data hasil pengamatan tabung resonator
Peristiwa Panjang kolom udara
resonansi Percobaan 1 Percobaan 2
ke-𝒏 𝑳(𝒎) 𝑳(𝒎) 𝑳𝒓𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂

F. Pertanyaan Diskusi
1. Pada percobaan ini, mengapa panjang kolom udara terjadinya
resonansi diamati mulai dari tabung resonansi terisi air
penuh kemudian permukaan air diturunkan sehingga terjadi
kolom udara? Bagaimana jika kolom udara sudah dimulai dari
panjang tertentu?
2. Gambarkan grafik 𝐿 terhadap 𝑛 dan hitung 𝑒 serta 𝜈.
3. Hitung 𝜈 dari rumus 𝜈 = √𝛾𝑅𝑇⁄𝑚 dengan 𝑅 = 8,314, dan 𝛾 =
1,4.
4. Hitung pula 𝑣 dari rumus 𝑣 = 331√1 + 𝑡⁄273 dengan suhu 𝑡
dinyatakan dalam ℃.
5. Bandingkan hasil 𝑣 yang diperoleh dari nomor 2, 3, 4 dan beri
penjelasan.
6. Ulangi percobaan 4 sampai 7 untuk garputala yang belum
diketahui frekuensinya.

46
G. Daftar Pustaka
Arkundato, A., Sutisna dan Supeno. (2014). Fisika Dasar 2. 1st edn.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Available at:
https://pustaka.ut.ac.id/lib/wpcontent/uploads/pdfmk/PE
FI4102-M1.pdf (Accessed: January 17, 2022).
Hamron, M. et al. (2011). Pedoman Praktikum Fisika Dasar I. 2nd
edn. Edited by R. Hidayat and K. Basar. Bandung: Institut
Teknologi Bandung. Available at:
https://123dok.com/document/download/z3mno1ey?page
=1 (Accessed: January 17, 2022).
Palupi, D.S., Suharyanto dan Karyono. (2009). Fisika untuk Kelas XI
SMA dan MA, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Tipler, P.A. (1998). Fisika Untuk Sains dan Teknik, Jakarta:
Erlangga.
Utama, J. (2010). Materi Kuliah Praktikum Fisika Dasar I. Bandung.
Available at: http://kuliahonline.unikom.ac.id/ (Accessed:
January 18, 2022).

47
PEMBENTUKAN BAYANGAN
PADA TEROPONG
A. Tujuan Praktikum
Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Memahami pembentukan bayangan pada teropong bintang
(bias)
2. Melukiskan pembentukan bayangan pada teropong bintang
(bias)

B. Dasar Teori
Teropong (teleskop) biasanya digunakan untuk melhat
(memperbesar) benda yang jaraknya sangat jauh sehingga
tampak lebih dekat dan lebih jelas. Pada kebanyakan kasus di
dalam penggunaan teropong, benda bisa dianggap berada pada
jarak tak berhingga. Berdasarkan pembentukan bayangannya,
teropong diklasifikasikan menjadi dua yaitu teropong bias dan
teropong pantul.
Teleskop pembias terdiri dari dua lensa konvergen (lensa
cembung) yang berada pada ujung-ujung berlawanan dari tabung
yang panjang, seperti diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pembentukan bayangan pada teropong bias


(Halliday dan Resnick, 2008)

48
Berdasarkan Gambar 1, titik fokus lensa objektif dan okuler
disimbolkan dengan fo dan fe yang kemudian dalam penulisan
selanjutnya akan diubah menjadi fob dan fok untuk lebih mudah
diingat (Sumarsono, 2009; Giancoly, 2014).
Lensa yang paling dekat dengan objek disebut lensa objektif
dan akan membentuk bayangan nyata I1 pada titik fokus fob (atau
di dekatnya jika benda tidak berada pada jarak tak berhingga).
Walaupun bayangan yang dibentuk lensa objektif lebih kecil dari
benda aslinya, namun bayangan tersebut membentuk sudut yang
lebih besar dan sangat dekat ke lensa okuler, yang berfungsi
sebagai pembesar. Dengan demikian, lensa okuler memperbesar
bayangan yang dihasilkan oleh lensa objektif untuk menghasilkan
bayangan kedua yang jauh lebih besar yang bersifat maya dan
terbalik.
Jika mata melihat secara rileks (tak berakomodasi), jarak
benda berada tak berhingga, lensa okuler dapat diatur sehingga
posisi bayangan I2 berada pada jarak tak berhingga dan bayangan
nyata I1 tepat berada tepat pada titik fokus fob dan f'ok. Pada
keadaan mata tak berakomodasi, panjang teropong (jarak lensa
objektif dan okuler) :
d  f ob  f 'ok
dan perbesaran sudut bayangan yang dibentuk untuk mata tak
berakomodasi :
f ob
M 
f 'ok
Untuk mata berakomodasi maksimum, bayangan yang
dibentuk lensa objektif jatuh tepat pada fob, sedangkan lensa
okuler berfungsi sebagai lup di mana jarak Sok lebih kecil dari fok
dan bayangan yang dibentuk oleh lensa okuler berada pada –Sn.
Untuk mata berakomodasi maksimum, panjang teropong dan
perbesaran sudut bayangannya :
d  f ob  Sok
f ob
M 
S ok

49
Tanda minus (-) untuk menunjukkan bahwa bayangan yang
terbentuk bersifat terbalik. Untuk mendapatkan perbesaran yang
lebih besar, lensa objektif harus memiliki panjang fokus (fob)
yang panjang dan panjang fokus yang pendek untuk okuler (fok).

C. Alat dan Bahan


1. Rel presisi
2. Layar tembus cahaya
3. Kaki rel
4. Lensa + 50 mm
5. Lensa + 100 mm
6. Lensa + 200 mm
7. Tumpukan berpenjepit
8. Lilin

D. Prosedur Kerja
1. Susunlah alat-lat seperti pada Gambar 1.
2. letakkanlah lensa +200 mm sebagai lensa objektif pada
ujung rel presisi.

Gambar 2 Susunan percobaan teropong


(Pudak Scientific, 2011)
3. Letakkan lilin pada jarak 3-4 meter dari ujung rel presisi,
aturlah posisi lilin sehingga nyala lilin sama tinggi dengan
pusat lensa dan terletak kira-kira pada sumbu utama lensa
pada rel presisi
4. Tentukanlah letak bayangan nyala lilin yang dibentuk oleh
lensa objektif dengan cara menggeser posisi layar tembus

50
cahaya sehingga diperoleh bayangan yang paling
tajam(jelas). Catatlah jarak bayangan (S’ob) dan sifat
bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif pada tabel
pengamatan
5. Pasanglah lensa +50 mm (sebagai lensa okuler) pada
tumpukan berpenjepit, dengan jarak 5 cm di belakang layar
untuk mengamati bayangan pada layar.
6. Lepaskan layar tembus cahaya, kemudian amati kembali
bayangan lilin melalui lensa okuler dengan cara mata
berakomodasi maksimum dan tak berakomodasi. Geser-
geser kedudukan lensa okuler sehingga diperoleh bayangan
yang tajam. Catatlah jarak lensa okuler terhadap posisi layar
(Sok), catat juga sifat bayangan yang dibentuk lensa okuler
pada tabel pengamatan.
7. Gantilah lensa Okuler +50 mm dengan lensa +100 mm dan
ulangi langkah percobaan 1 – 6. Perlu diperhatikan unuk
lensa okuler +100 mm, maka jarak lensa okuler dari layar
sekitar 10 cm.
8. Gantilah lensa objektif +200 m dengan lensa +100 mm
sedangkan lensa okulernya menggunakan lensa +50 mm.
Ulangi langkah percobaan 1 – 6.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1. Prinsip pembentukan bayangan pada teropong
Lensa S’ob Sifat Lensa Sok Sifat
Objektif bayangan Okuler bayangan
Objektif Okuler
Akomod. max :
... cm
+50 mm
Tak berakomod. :
+200 ... cm
mm Akomod. max :
+100 ... cm
mm Tak berakomod.i:
... cm
Akomod. max :
... cm
+100
+50 mm Tak
mm
berakomodasi:
... cm
Sumber : dokumen pribadi

51
F. Pertanyaan Diskusi
1. Berdasarkan sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif
dan lensa okuler, bagaimana posisi tubuh yang baik dalam
menggunakan teropong pembias agar bayangan yang diamati
menjadi tegak?
2. Berdasarkan hasil pengamatan, kombinasi lensa objektif-
okuler manakah yang menghasilkan bayangan yang lebih
tajam dan jelas?
3. Berdasarkan hasil pengamatan, lukislah pembentukan
bayangan yang dihasilkan pada percobaan ini.

G. Daftar Pustaka
Giancoly, D. C. (2014). FISIKA Prinsip dan Aplikasi. ketujuh,Ji.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Halliday dan Resnick .(2008). Fundametals of Physics. 8th edn.
John Wiley & Sons, Inc.
Pudak Scientific .(2011). PANDUAN CONTOH CONTOH
PERCOBAAN OPTIKA UNTUK SMA. Jakarta: PUDAK
SCIENTIFIC.
Sumarsono, J. (2009). BSE Fisika UntukSMA/MA Kelas X. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

52
GAYA GERAK LISTRIK INDUKSI

A. Tujuan Praktikum
Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Memahami gejala terjadinya gaya gerak listrik induksi
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi ggl
induksi

B. Dasar Teori
Percobaan yang dilakukan oleh Henry Faraday menemukan
bahwa perubahn fluks magnetik yang melingkupi sebuah luasan
yang dibentuk oleh kawat melingkar akan menghasilkan sebuah
gaya gerak listrik pada kawat penghantar tersebut yang kemudian
dikenal dengan istilah gaya gerak listrik induksi(Halliday dan
Resnick, 2008; Tipler dan Mosca, 2008). Lebih lanjut, meskipun
medan magnetik konstan tidak dapat menimbulkan arus listrik,
namun perubahan medan magnet dapat menghasilkan arus listrik
yang juga dikenal dengan istilah arus induksi.
Faraday melakukan eksperimen lanjutan tentang induksi
elektromagnetik dan menemukan bahwa jika magnet digerakkan
dengan cepat menuju kumparan kawat, maka akan terjadi induksi
arus pada kawat tersebut. Jika magnet ditarik dengan cepat, arus
terinduksi dengan arah yang berlawanan. Kemudian, jika magnet
dibiarkan diam dan kumparan kawat digerakkan mendekati atau
menjauhi magnet, terjadi juga induksi ggl dan aliran arus. Jadi,
diperlukan gerakan untuk menginduksi ggl, tidak masalah apakah
kumparan atau magnet yang bergerak/gerakan relatif (Giancoly,
2014).

53
Gambar 1 Loop kawat mendatar pada medan magnet
(Giancoly, 2014)
Pada Gambar 1, loop kawat berbentuk bujur sangkar dengan
sisi l dan luas A = l2 berada dalam medan magnet B, fluks magnet
untuk medan magnet seragam yang melintasi loop kawat :
 B  B A  BA cos

B merupakan komponen medan magnet B yang tegak lurus

terhadap permukaan loop dan θ adalah sudut antara B dengan
garis normal permukaan loop. Jika permukaan loop tegak lurus

medan magnet B maka nilai θ = 90° sehingga :
 B  BA
Fluks magnet ΦB dapat dianggap sebanding dengan jumlah total
garis medan magnet yang melewati luas yang tertutup oleh loop.
Berdasarkan hasil temuan Faraday: ggl ε yang terinduksi pada
suatu rangkaian sama dengan laju perubahan fluks magnet yang
melalui rangkaian.
 B
 
t
Jika rangkaian mengandung N loop yang tergulung rapat sehingga
fluks yang sama melewati setiap loop, maka ggl induksi pada
setiap loop akan meningkat bersama-sama sehingga total ggl
induksi adalah:
 B
  N
t

54
Persamaan ini kemudian dapat ditransformasi berdasarkan
perlakuan yang diberikan selama percobaan dengan mengubah
medan magnet atau mengubah luasan luas selama selang waktu
tertentu menjadi:
 B AB BA
  N  N  N
t t t
Di mana ε merupakan ggl induksi (volt), B medan magnet (Wb), A
luasan loop kawat (m2), dan Δt selang watu (s). Tanda negatif (-)
bersesuaian dengan hukum Lenz di mana arus yang dihasilkan
oleh ggl induksi bergerak dalam arah sedemikian rupa sehingga
medan magnetnya melawan arah perubahan fluks semula.

C. Alat dan Bahan


1. Galvanometer
2. Voltmeter
3. Kumparan 100 lilitan
4. Kumparan 200 lilitan
5. Magnet batang
6. Gaussmeter

D. Prosedur Kerja

Gambar 1 Rangkaian percobaan ggl induksi


(Dondon, 2012)

55
Kegiatan 1. Magnet Batang bergerak memasuki kumparan
1. Gunakanlah kumparan 100 lilitan dan hubunglah dengan
galvanometer seperti pada Gambar 1.
2. Ambillah 1 magnet batang, gerakkan kutub U memasuki
kumparan secara pelan. Catatlah posisi angka dan arah
simpangan jarum galvanometer pada Tabel 1.
3. Lanjutkanlah dengan menggerakkan kutub U magnet batang
secara cepat. Catatlah posisi angka dan arah simpangan jarum
galvanometer pada Tabel 1.
4. Ubahlah posisi kutub magnet, gunakan kutub S untuk
memasuki kumparan secara pelan. Usahakanlah agar
kecepatan gerakan magnet relatif sama dengan langkah 2.
Catatlah posisi angka dan arah simpangan jarum
galvanometer pada Tabel 1.
5. Lanjutkanlah dengan menggerakkan kutub S magnet batang
secara cepat. Usahakanlah agar kecepatan gerakan magnet
relatif sama dengan langkah 3. Catatlah posisi angka dan arah
simpangan jarum galvanometer pada Tabel 1.
6. Ulangi langkah 2 – 5 dengan menggabungkan 2 magnet
menjadi 1 buah.
7. Gantilah kumparan 100 lilitan menjadi 200 lilitan kemudian
ulangi langkah 1 – 6.
Kegiatan 2. Magnet Batang bergerak menjauhi kumparan
1. Gunakanlah kumparan 100 lilitan dan hubunglah dengan
galvanometer seperti pada Gambar 1.
2. Ambillah 1 magnet batang, gerakkan kutub U menjauhi
kumparan secara pelan. Catatlah posisi angka dan arah
simpangan jarum galvanometer pada Tabel2.
3. Lanjutkanlah dengan menggerakkan kutub U magnet batang
secara cepat. Catatlah posisi angka dan arah simpangan jarum
galvanometer pada Tabel 2.
4. Ubahlah posisi kutub magnet, gunakan kutub S untuk
menjauhi kumparan secara pelan. Usahakanlah agar
kecepatan gerakan magnet relatif sama dengan langkah 2.

56
Catatlah posisi angka dan arah simpangan jarum
galvanometer pada Tabel 2.
5. Lanjutkanlah dengan menggerakkan kutub S magnet batang
secara cepat. Usahakanlah agar kecepatan gerakan magnet
relatif sama dengan langkah 3. Catatlah posisi angka dan arah
simpangan jarum galvanometer pada Tabel 2.
6. Ulangi langkah 2 – 5 dengan menggabungkan 2 magnet
menjadi 1 buah.
7. Gantilah kumparan 100 lilitan menjadi 200 lilitan kemudian
ulangi langkah 1 – 6.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Magnet batang bergerak memasuki kumparan
Kumparan
Jumlah Kutub Gerakan 50 lilitan 100 lilitan
magnet Magnet magnet Posisi Arah Posisi Arah
jarum Simpangan jarum Simpangan
Pelan
Utara
cepat
1 buah
Pelan
Selatan
cepat
Pelan
Utara
cepat
2 buah
Pelan
Selatan
cepat
Sumber: dokumen pribadi
Tabel 2 Magnet batang bergerak menjauhi kumparan
Kumparan
Jumlah Kutub Gerakan 50 lilitan 100 lilitan
magnet Magnet magnet Posisi Arah Posisi Arah
jarum Simpangan jarum Simpangan
Pelan
Utara
cepat
1 buah
Pelan
Selatan
cepat
Pelan
Utara
cepat
2 buah
Pelan
Selatan
cepat
Sumber: dokumen pribadi

57
F. Pertanyaan Diskusi
1. Berdasarkan hasil pengamatan, bagaimanakah pengaruh
kutub magnet (utara/selatan) terhadap arah penyimpangan
jarum jam galvanometer?
2. Berdasarkan hasil pengamatan, bagaimanakah pengaruh
jumlah magnet terhadap nilai arus induksi?
3. Berdasarkan hasil pengamatan, bagaimanakah pengaruh
jumlah lilitan kumparan terhadap nilai arus induksi?
4. Berdasarkan hasil pengamatan, bagaimanakah pengaruh
jumlah magnet yang digunakan terhadap nilai arus induksi?
5. Ketika menggerakkan magnet secara pelan atau cepat,
variabel apakah yang ingin diamati dalam proses ggl induksi?

G. Daftar Pustaka
Dondon. (2012). Induksi elektromagnetik.
https://gudanggudeg.blogspot.com/2012/04/induksi-
elektromagnetik.html. Diakses pada 21 Maret 2021
Giancoly, D. C. (2014). FISIKA Prinsip dan Aplikasi. ketujuh,Ji.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Halliday dan Resnick .(2008). Fundametals of Physics. 8th edn.
John Wiley & Sons, Inc.
Tipler, P. A. dan Mosca, G. (2008) Physics For Scientists and
Engineerers with Modern Physics. 7th edn. Edited by 7th.
New York: W. H. Freeman and Company.

58
USAHA PADA BIDANG MIRING

A. Tujuan Praktikum
Melalui praktikum ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menentukan besar usaha yang dilakukan pada bidang
miring.
2. Menentukan besarnya energi potensial yang bekerja

B. Dasar Teori
Usaha atau yang dikenal dengan kerja didefinisikan sebagai
gaya yang bekerja pada suatu benda yang menyebabkan
perpindahan benda pada jarak tertentu. Seseorang dikatakan
melakukan kerja, jika kita memberikan gaya pada suatu benda
dan benda tersebut berpindah. Secara matematis, usaha yang
dilakukan oleh gaya konstan didefinisikan sebagai hasil kali gaya
dengan perpindahan, di mana gaya yang dimaksud adalah gaya
yang sejajar atau searah dengan arah perpindahan benda,
sehingga usaha yang dihasilkan oleh gaya tersebut adalah:
Wnetto  Fnetto. .x
Di mana Wnetto adalah usaha total, Fnetto adalah gaya total yang
dikerjakan dan Δx adalah perpindahan benda. Jika gaya yang
diberikan pada benda tidak searah dengan perpindahan benda,
maka usaha yang dilakukan oleh gaya pada benda didefinisikan
sebagai perkalian antara komponen gaya yang searah dengan
arah perpindahan dengan perpindahan benda. Perhatikan
gambar berikut. F

θ
s
Gambar 1 Sebuah benda ditarik dengan gaya F yang membentuk θ
terhadap permukaan bidang sehingga mengakibatkan benda
berpindah sejauh s (Serway, 2009)

59
Usaha oleh gaya seperti yang ditampilkan pada gambar di atas
secara matematis ditulis sebagai
W  F cos .s
C. Alat dan Bahan
1. Dasar statif
2. Batang statif panjang
3. Jepitan Penahan
4. Katrol kecil
5. Steker perangkai
6. Bidang miring
7. Beban
8. Neraca pegas

D. Prosedur Kerja
1. Rakitlah statif dan beberapa peralatan eksperimen seperti
yang ditunjukkan seperti gambar di bawah ini. Terdapat dua
buah katrol yang dirangkai menggunakan steker, di mana
katrol tersebut digunakan sebagai benda yang mengalami
gaya.

Gambar 2 Sistem eksperimen usaha dan energi


(Sani, 2016)
2. Timbanglah berat katrol beserta steker perangkai
menggunakan neraca pegas
3. Atur ketinggian bidang miring (h). Kaitkan katrol pada neraca
pegas dan letakkanlah di atas bidang miring tersebut,

60
kemudian bacalah skala yang ditunjukkan pada neraca pegas.
Skala yang terteran tersebut merupakan gaya (FR)
4. Lepaskan neraca pegas dari katrol, kemudian letakkanlah
katrol pada ujung bagian atas bidang miring. Lepaskan katrol
agar menggelincir sepanjang bidang miring tersebut (l).
Usaha yang dilakukan oleh gaya FR = FR.l

Gambar 3 Sistem pada eksperimen usaha dan


energi (Sani, 2016)

5. Ulangi langkah 1 - 4 dengan mengubah ketinggian (h)


bidang miring. Catatan: Ambil 5 data nilai ketinggian (h)
yang berbeda.
6. Ulangi langkah 1 - 5 dengan menambah massa beban
pada katrol

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Data eksperimen tanpa tambahan massa beban
No Tinggi h w (N) w.h (J) FR (N) FR.l (J)
(m)
1
2
3
4
5

61
Tabel 2 Data eksperimen dengan tambahan massa beban
No Tinggi h w (N) w.h (J) FR (N) FR.l (J)
(m)
1
2
3
4
5

F. Pertanyaan Diskusi
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya usaha pada
bidang miring?
2. Apakah nilai usaha yang anda peroleh dari rumus w.h
hasilnya sama dengan usaha yang diperoleh dari rumus FR.l
pada eksperimen ini?

G. Daftar Pustaka
Serway, R. (2009). Fisika Untuk Sains dan Teknik (Maryati (ed.);
6th ed.). Salemba Teknika.
Sani, R. A. (2016). Demonstrasi dan Eksperimen Fisika (Sri Budi
Hastuti (ed.); 1st ed.). Bumi Aksara.

62
GERAK HARMONIK
SEDERHANA: OSILASI PEGAS

A. Tujuan Praktikum
Melalui praktikum ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Memahami konsep gerak harmonik sederhana
2. Menentukan tetapan pegas dan massa efektif pegas dengan
metode ayunan pegas yang diberi beban.

B. Dasar Teori
Gerak harmonik sederhana dapat diilustrasikan dengan
suatu balok bermassa m yang dikaitkan pada ujung pegas di
mana balok tersebut bebas bergerak pada bidang tanpa gesekan.
Ketika pegas dalam kondisi tidak ditarik maupun ditekan, pada
kondisi ini disebut pegas dalam posisi setimbang yang diberi
keterangan x = 0.

Gambar 1 Sebuah balok dikaitkan pada pegas, ketika pegas


disimpangkan ke kanan sejauh x dari posisi kesetimbangan,
pegas menghasilkan gaya ke kiri (a). Ketika pegas bergerak ke
arah kiri, pegas melewati posisi kesetimbangan x = 0, gaya
yang dihasilkan adalah nol (b). Kemudian setelah pegas
berada di bagian kiri posisi kesetimbangan, maka pegas akan
menghasilkan kembali gaya yang ke arah kanan (c) (Serway,
2009)

63
Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak balik suatu
benda di sekitar posisi seimbang. Saat balok ditarik atau
disimpangkan ke kanan sejauh x lalu dilepaskan, gaya yang
dihasilkan pegas pada balok berbanding lurus dengan posisinya.
Hukum gaya pegas ini dikenal sebagai Hukum Hooke.
Kita terapkan Hukum II Newton pada benda yang
mengalami gerak harmonik sederhana (GHS), di mana F adalah
gaya Hooke.
F  m.a
d 2x
 kx  m 2
dt
2
d x k
2
 x
dt m
k
Rasio k/m diberi symbol  , maka  2 
2
, sehingga
m
persamaan di atas dapat ditulis menjadi
d 2x
2
  2 x
dt
Konstanta  yang disebut frekuensi sudut dan periode getaran
pegas bergantung pada massa beban dan tetapan pegas sebagai
berikut:
k 2
 
m T
m 4 2
T  2 atau T 2  m
k k
C. Alat dan Bahan
1. Beban
2. Pegas spiral
3. Statif
4. Stopwatch
5. Penggaris
6. Neraca Ohauss

64
D. Prosedur Kerja
1. Timbanglah massa pegas dan massa beban.
2. Gantungkan pegas spiral pada statif, ukurlah panjang mula-
mula pegas spiral tersebut.
3. Gantungkan beban di ujung kaitan pegas spiral, dan ukurlah
pertambahan panjang pegas.
4. Tariklah pegas spiral itu sedikit ke bawah dan kemudian
lepaskan.
5. Catat waktu yang diperlukan untuk 10 dan 20 kali getaran.
(catatan: besar simpangan dibuat hamper sama selama
getaran).
6. Amati berapa jumlah getaran yang dapat memberikan hasil
yang teliti.
7. Ulangi langkah 1-5 untuk massa beban yang berbeda.
8. Olahlah data Anda dengan merujuk pada persamaan
periode (T) di atas.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Data hasil pengamatan GHS pada pegas
No Massa Panjang Panjang Simpangan Jumlah Waktu
Beban pegas pegas (cm) ayunan (sekon)
(gram) mula- setelah 1 2 3
mula diberi
(cm) beban
mula-
mula
(cm)

F. Pertanyaan Diskusi
1. Buatlah grafik antara T2 dengan massa beban yang
digunakan!
2. Bagaimana hubungan antara periode pegas dengan massa
beban?
3. Bagaimana hubungan antara gaya pegas dengan panjang
pegas setelah diberi beban?

65
4. Buatlah grafik antara simpangan dengan massa beban, dan
tentukanlah percepatan gravitasi dari grafik di atas.

G. Daftar Pustaka
Serway, R. (2009). Fisika Untuk Sains dan Teknik (Maryati (ed.);
6th ed.). Salemba Teknika.
Sani, R. A. (2016). Demonstrasi dan Eksperimen Fisika (Sri Budi
Hastuti (ed.); 1st ed.). Bumi Aksara.

66
MEDAN MAGNET
OLEH ARUS LISTRIK SEARAH
A. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui bahwa dengan menggunakan eksperimen
yang sederhana dapat diketahui hubungan antara listrik dan
magnetisme
2. Untuk menunjukkan bahwa kawat yang dialiri arus listrik
dapat menolak jarum magnet kompas
3. Untuk menemukan bentuk medan magnetik yang dihasilkan
kawat berarus dengan menggunakan kompas jarum

B. Dasar Teori
Medan magnet dari dasar katanya medan itu sendiri
merupakan tempat atau daerah. Jadi, medan magnet itu sendiri
dapat diartikan sebagai daerah di sekitar magnet yang masih
mendapat pengaruh gaya magnet. Medan magnet dapat dihasilkan
dari dua cara yang pertama dengan menggunakan magnet caranya
dengan menggosok magnet ke logam tertentu. Yang kedua yaitu
dari arus listrik yang disebut induksi magnet. Medan magnet
merupakan besaran vector karena selain memiliki nilai juga
memiliki arah. Arah medan magnet digambarkan dengan garis-
garis gaya magnet. Di mana arah garis-garis gaya magnet ini
keluar dari kutub utara dan masuk menuju kutub selatan magnet.
Percobaan pertama yang menemukan bahwa medan magnet
dipengaruhi oleh arus listrik dilakukan oleh Hans Christian
Oersted (1777-1851). Dari percobaan yang dilakukan
menunjukkan adanya arus listrik yang bergerak dapat
menimbulkan medan magnet. Di sini analisis kuantitatifnya untuk
mendapatkan hubungan antara arus listrik dengan kuat medan
magnet dihasilkan oleh perumusan Bio-savart. Jadi secara
eksperimennya Oerstead mencoba menghitung hubungan antara
variabel dengan melalui hukum Bio-savart. Di sini kita
menggunakan kaidah tangan kanan sebagai rule atau kesepakatan,
dari hasil eksperimennya memunculkan arah medan magnet

67
ditunjukkan oleh keempat arah jari, sedangkan arah arusnya
adalah jempol.

Gambar 1 Analisis arah medan magnet dan arah arus dengan


menggunakan kaedah tangan kanan
(Zahira, 2018)

Pada gambar di atas maka dapat kita analisis sebagai berikut.


Pada gambar 1 terdapat kawat lurus yang arah arusnya ke atas
kemudian di sisi kiri dan kanan terdapat titik S dan T. Jika kita
menggunakan kaidah tangan kanan untuk menganalisisnya, maka
kita arahkan jempol ke atas yang merupakan arah dari arus yaitu
keatas, kemudian keempat jari yang menggenggam kita cek ternya
memutar ke arah kanan, maka dapat dikatakan bahwa jempol
menunjukkan arah arus listrik (i) sementara keempat jari
menunjukkan arah medan magnet (B) dan jika kita sesuaikan ke
gambar 1 maka i akan ke atas dan dititik S dan T akan kita analisis.
Dititik S berarti di sisi kiri karena arah medan magnetnya
memutar kearah T, maka di titik T arah medan magnetnya
menjauhi kita (masuk ke bidang kertas), sementara dititik S
arahnya mendekati kita (keluar bidang kertas). Dari sini dapat
kita simpulkan bahwa dititik S kita berikan lambang dot (.) yang
berarti mendekati kita sementara di titik T kita beri tanda cros (x)
yang berarti menjauhi kita.

C. Alat dan Bahan


1. Kompas,
2. Penjepit buaya dan kabel
3. 4 buah baterai
4. Penggaris

68
D. Prosedur Kerja
1. Pada percobaan pertama kita akan melakukan percobaan
tanpa menggunakan baterai. Kita akan meletakkan 1 cm di atas
kompas lalu kita gerak-gerakkan kabel tadi.

Gambar 2 Posisi awal


(Zahira, 2018)
2. Pada percobaan yang kedua, kita akan menggunakan 1 buah
baterai lalu kita sambungkan pada 1 buah baterai.

Gambar 3 Percobaan kedua


(Zahira, 2018)
3. Pada percobaan yang ketiga, ubahlah posisi kutub baterai.

Gambar 4 Percobaan ketiga


(Zahira, 2018)
4. Pada percobaan keempat, lakukan seperti percobaan ketiga
dengan menambahkan 1 buah baterai
5. Pada percobaan kelima, lakukan seperti percobaan keempat
dengan menambahkan 1 buah baterai lagi (total 3 baterai)

69
6. Pada percobaan kelima, lakukan seperti percobaan keempat
dengan menambahkan 1 buah baterai lagi (total 4 baterai)

Gambar 5 Percobaan kelima


(Zahira, 2018)
7. Pada percobaan keenam, lakukan seperti percobaan keempat
namun dengan mengubah jarak dari kabel dan dengan kompas
menjadi 2 cm, 3 cm dan 4 cm.

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Hasil pengamatan
No Kondisi Hasil
1 Posisi awal
2 Percobaan 1
3 Percobaan 2
4 Percobaan 3
5 Percobaan 4
6 Percobaan 5
7 Percobaan 6
8 Percobaan 7

F. Pertanyaan Diskusi
1. Bagaimana pendapat mu tentang arah dan besar arus dengan
arah dan besar simpangan?
2. Gambarkan hubungan arah arus dan arah magnetik terhadap
arah simpangan (Arah Gaya Magnetik)
3. Apa simpulan yang dapat kamu ambil dari percobaan di atas?
4. Sebutkan pemanfaatan dalam kehidupan sehari-hari dari
percobaan di atas?

70
G. Daftar Pustaka
Abdullah, M. (2017). Fisika Dasar II. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Hayt, W. H. (2010). Elektromagnetika Edisi Ketujuh.
Erlangga:Jakarta
Zahira, C. 2018. [Praktikum] Fisika – Pengaruh Arus Listrik
terhadap Medan Magnet [Video]. Youtube.
https://www.youtube.com/watch?v=bFn-h-swCVU&t=182s

71
MEDAN MAGNET DI SEKITAR
KAWAT BERARUS

A. Tujuan Praktikum
1. Untuk dapat menentukan besarnya gaya Lorentz.
2. Untuk dapat menentukan pengaruh besar kuat arus listrik
terhadap gaya Lorentz.
3. Untuk dapat menentukan pengaruh besar kuat medan
magnet terhadap gaya Lorentz.

B. Dasar Teori
Gaya Lorentz adalah gaya yang ditimbulkan oleh
muatan listrik yang bergerak atau oleh arus listrik yang berada
dalam suatu medan magnet (B). Arah gaya ini akan mengikuti
arah maju sekrup yang diputar dari vektor arah gerak muatan
listrik (v) ke arah medan magnet (B), seperti yang terlihat dalam
rumus berikut:
F = q(v × B)
Keterangan:
F = gaya (Newton)
B = medan magnet (Tesla)
q = muatan listrik (Coulomb)
v = arah kecepatan muatan (m/t)

Sebuah partikel bermuatan listrik yang bergerak dalam


daerah medan magnet homogen akan mendapatkan gaya. Gaya ini
juga dinamakan gaya Lorentz. Gerak partikel akan menyimpang
searah dengan gaya Lorentz yang mempengaruhi.

72
Gambar 1 Arah gaya Lorentz pada muatan yang bergerak
(Bitar, 2022)

Dari gambar 1 diatas maka dapat dituliskan:


F = B × I × L sin θ
q
F = B × t × L sin θ
L
F = B × q × sin θ
t
L
Karena = v, maka:
t
F = B × q × sin θ

Arah gaya Lorentz pada muatan yang bergerak dapat


juga ditentukan dengan kaidah tangan kanan dari gaya
Lorentz (F) akibat dari arus listrik, I dalam suatu medan
magnet B. Ibu jari, menunjukan arah gaya Lorentz. Jari
telunjuk, menunjukkan arah medan magnet (B). Jari tengah,
menunjukkan arah arus listrik (I). Untuk muatan positif arah
gerak searah dengan arah arus, sedang untuk muatan negatif
arah gerak berlawanan dengan arah arus. Jika besar muatan q
bergerak dengan kecepatan v, dan I = q/t, maka persamaan
gaya Lorentz yang dialami oleh sebuah muatan yang bergerak
dalam daerah medan magnet dapat dicari dengan
menggunakan rumus:
F = B × q × sin θ
Keterangan:
F = gaya Lorentz (N)
q = besar muatan yg bergerak (C)
v = kecepatan muatan (m/s)
B = kuat medan magnet (T)
θ = sudut antara arah v dan B

73
Bila sebuah partikel bermuatan listrik bergerak tegak
lurus dengan medan magnet homogen yang mempengaruhi
selama geraknya, maka muatan akan bergerak dengan
lintasan berupa lingkaran. Sebuah muatan positif bergerak
dalam medan magnet B (dengan arah menembus bidang)
secara terus menerus akan membentuk lintasan lingkaran
dengan gaya Lorentz yang timbul menuju ke pusat lingkaran.
Demikian juga untuk muatan negatif. Persamaan-persamaan
yang memenuhi pada muatan yang bergerak dalam medan
magnet homogen sedemikian sehinga membentuk lintasan
lingkaran. Gaya yang dialami akibat medan magnet: F = q.v.B.
sedangkan untuk mengetahui Gaya sentripetal yang dialami
oleh partikel yaitu dengan menyamakan kedua persamaan,
maka kita mendapatkan persamaan:
m ×v
R=
B ×q
Keterangan :
R = Jari-jari lintasan partikel (m)
m = Massa partikel (kg)
v = Kecepatan partikel (m/s)
B = Kuat medan magnet (Wb/m2 atau T)
q = Muatan partikel (C)

C. Alat dan Bahan


1. 6 batang kawat penghantar, masing–masing 2 potong
dengan panjang 1 meter, 1,5 meter, dan 2 meter
2. 2 buah statif masing –masing dengan 2 penjepit
3. 8 buah baterai kering (1,5 volt) dengan tempat baterai
atau 2 buah catu daya
4. 2 buah saklar
5. 14 buah kawat penghubung
6. 2 buah ampere meter penggaris

D. Prosedur Kerja
1. Pasang alat seperti gambar 2.
2. Pasang kedua kawat sejajar pada jarak 5 cm melalui 2 buah
statif.

74
3. Pada saat kedua saklar dalam keadaan terbuka perhatikan
dan catat posisi kedua kawat tersebut.
4. Catatlah harga kuat arus yang terbaca pada kedua
amperemeter.
5. Amati dan catat apa yang terjadi pada kedua kawat.
6. Lakukan pengamatan berulang pada panjang kawat 1
meter, 1,5 meter, dan 2 meter. Menggunakan tegangan 3,0;
4,5; dan 6,0 volt.
7. Baliklah arah arus listrik pada salah satu kawat,
dengan cara membalikkan kutub sumber tegangan.
8. Lakukan langkah 1 sampai 6 untuk arus yang berlawanan
arah.

Gambar 2 Posisi rangkaian


(Kassiavera, 2013)

E. Data Hasil Pengamatan


Tabel 1 Data percobaan
Panjang Kawat Tegangan Kuat Arus Medan Magnet
(l) (volt) (Wb/m2)
l meter kawat a 3 volt Kawat a = 0,12 A
l meter kawat b Kawat b = 0,2 A
l meter kawat a 6 volt Kawat a = 0,28 A
l meter kawat b Kawat b = 0,4 A

75
F. Pertanyaan Diskusi
1. Gejala apa yang berhasil kamu amati terhadap kedua kawat?
2. Bandingkan hasil pengamatan Anda dengan teori yang
sudah dibahas, apakah terdapat perbedaan dalam arah gaya
interaksi?
3. Kasus seperti yang kamu lakukan terjadi pada instalasi
tegangan jarak jauh, besaran-besaran apakah yang perlu
diperhatikan di dalam transmisi tersebut agar bahaya
hubungan pendek dapat dihindari?

G. Daftar Pustaka
Abdullah, M. (2017). Fisika Dasar II. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Anonim. 2010. Solenoid. (online).
http://id.wikipedia.org/wiki/Solenoid. Diakses 18 Januari
2022
Bitar. 2022. Gaya Lorentz. (online).
http://www.gurupendidikan.co.id/gaya-lorentz/, diakses
tanggal 18 Januari 2022.
Kassiavera, S. 2013. Gaya Magnetik antar Kawat Berarus. (online).
https://fisika21.files.wordpress.com, diakses 18 Januari
2022

76
PROFIL PENULIS
Maria Yuliana Kua, S.Pd., M.Pd. Lahir di SoE, 3 Februari 1991
sebagai anak sulung dari empat bersaudara. Putri dari pasangan
Bapak Theodosius Gawe (Alm) dan mama Beatrix Leka. Pada tahun
2009 memulai studi S1 Pendidikan Fisika di Universitas Katolik
Widya Mandira Kupang. Pada tahun 2016 berhasil menyelesaikan
studi magister di Universitas Negeri Yogyakarta. Setelah
menyelesaikan studi, pada tahun 2017 ia diangkat sebagai dosen
tetap di program studi Pendidikan IPA STKIP Citra Bakti. Beberapa
karya tulis yang telah dipublikasikan adalah 1) Buku Teori dan
Aplikasi Fisika Dasar, 2) Virtual physics laboratory with real world
problem based on ngada local wisdom in basic physics practicum
pada Journal of Education Technology terakreditasi Sinta 2, 3)
penerapan Real World Problem Solving Menggunakan Setting
Argumentasi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dalam
Pembelajaran Fisika Siswa SMA pada Journal of Education
Technology terakreditasi Sinta 3, 4) Kepraktisan Penerapan Model
Pembelajaran Real World Problem Solving dalam Pembelajaran Fisika
di Sekolah Menengah Atas pada Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti
terakreditasi Sinta 4, dan 5) Tabung Suntik Untuk Hukum Boyle,
Simulasi Pengukuran Tekanan Udara Dengan Real World Problem
Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah pada jurnal IMEDTECH
terakreditasi Sinta 5.

Claudia M M Maing, S.Pd., M.Pfis. Lahir di Maumere pada 17


Agustus 1989. Menyelesaikan studi S1 pada Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandira pada tahun
2011, kemudian melanjutkan studi S2 pada jurusan Pengajaran
Fisika Institut Teknologi Bandung pada tahun 2013 dan tamat pada
Oktober 2015. Saat ini penulis menjadi dosen tetap pada Program
Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandira.

Febri Rismaningsih, S.Pd.Si., M.Sc. Lahir di Bantul pada tanggal 16


Februari 1989. Menyelesaikan Pendidikan S1 jurusan Pendidikan
Fisika di Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2010, kemudian
melanjutkan Pendidikan S2 Ilmu Fisika di Universitas Gadjah Mada,
diselesaikan pada tahun 2014. Sejak tahun 2016 hingga saat ini
menjadi dosen tetap Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Islam Syekh-Yusuf Tangerang. Mengampu mata kuliah Fisika Dasar
Mekanika dan Fisika Dasar Listrik Magnet. Penulis memiliki

77
kepakaran di bidang Pendidikan fisika dan metode geofisika
elektromagnetik. Untuk mewujudkan karir sebagai dosen
profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya
tersebut. Beberapa karya yang telah dipublikasikan antara lain: Teori
dan Aplikasi Fisika Dasar, Fisika Optik Umum dan Mata, Fisika Dasar
Mekanika, Pengantar Statistika 1 dan lainnya. Pada tahun 2017,
penulis terpilih sebagai peserta Magang Dosen Kemenristek DIKTI di
Universitas Gadjah Mada dan di tahun yang sama, penulis mendapat
penghargaan Best Poster pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi
yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saat
ini penulis menjadi editor pada Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik
(JIMTEK), selain itu penulis juga menjalankan tugas sebagai asesor
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Provinsi Banten Tahun
2021-2025.

Egidius Dewa, S.Pd., M.Si. Lulus S1 di Program Studi Pendidikan


Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana tahun 2010. Lulus Magister Sains Fisika Material,
Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember tahun 2014. Saat
ini adalah dosen tetap Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandira
Kupang. Mengampuh mata kuliah Fisika Zat Padat, Fisika Statistik,
Termodinamika dan Fisika Dasar.

I Nyoman Try Upayogi, S.Pd., M.Pd., lahir di Sembung pada 17


November 1991 dan sekarang menetap di Bajawa, NTT.
Menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Singaraja
pada tahun 2010, dan melanjutkan pendidikan strata satu di
Universitas Pendidikan Undiksha bidang ilmu Pendidikan Fisika dari
tahun 2010 sampai 2014. Menyelesaikan studi Magister bidang
keilmuan Pendidikan IPA pada tahun 2016. Tahun 2017 mengajar
sebagai dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Citra
Bakti pada Program Studi Pendidikan IPA.

Dr. Jan Setiawan, S.Si, M.Si. Penulis lahir di Jakarta pada tahun 1980.
Saat ini penulis adalah staf Peneliti Ahli Madya di Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN). Bidang kepakaran Penulis adalah teknik
material. Penulis menyelesaikan studi S1 di prodi Fisika Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2003. Tahun 2008, penulis
berkesempatan melanjutkan studi S2 di prodi Ilmu Bahan-bahan
Universitas Indonesia yang diselesaikan tahun 2010 melalui program
beasiswa internal BATAN. Melalui beasiswa Kemenristek Dikti tahun

78
2012, penulis melanjutkan studi S3 di prodi Ilmu Bahan-bahan
Universitas Indonesia dan menyelesaikannya di tahun 2015. Penulis
berkesempatan mengikuti MEXT The Nuclear Researchers Exchange
Program tahun 2020 di Universitas Tokyo dengan tema Materials
Development of Nuclear Fuel Cladding selama tiga bulan. Selain
meneliti, saat ini penulis juga aktif menjadi pengajar di Program Studi
Teknik Elektro-Universitas Pamulang dengan bidang ilmu teknik
material. E-mail Penulis: jansetiawan.lecturer@gmail.com.

Oktavianus Ama Ki’i, S.Pd., M.Si. Lahir di Sumba Barat, 14 Oktober


1988. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Nusa Cendana dari tahun 2007-2012,
kemudian melanjutkan studi S2 pada jurusan Fisika Instrumentasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada tahun 2013 yang
diselesaikan pada tahun 2015 melalui program beasiswa BPPDN.
Saat ini pnulis menjadi dosen tetap pada Program Studi Pendidikan
Fisika Universitas Katolik Widya Mandira, sempat menjabat sebagai
Kepala Laboratorium Pendidikan Fisika dan saat ini menjabat sebagai
Kepala Unit Penjaminan Mutu Internal Fakultas.

Ni Wayan Suparmi, S.Pd., M.Pd merupakan anak tunggal dari Ibu


yang bernama Ni Nyoman Bongkok. Lahir di Bali 10 Pebruari 1985.
Memulai studi S-1 Pendidikan Fisika di Universitas Pendidikan
Ganesha pada tahun 2003. Selanjutnya Menempuh S-2 juga di
Universitas Pendidikan Ganesha, dan sekarang mengabdikan diri
pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Citra Bakti, serta
seorang entrepreneur, karena bagi saya entrepreneur itu passion
saya dan mengajar di daerah pedalaman adalah impian saya.

79
View publication stats

Buku Panduan Praktikum


FISIKA
untuk Perguruan Tinggi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat pesat pada era revolusi 4.0 telah membawa
perubahan yang pesat pula pada berbagai aspek
kehidupan. Proses pendidikan di jenjang perguruan
tinggi diharapkan mampu beradaptasi dengan kemajuan
yang ada agar dapat memberikan bekal dan menyiapkan
generasi yang unggul, sigap, dan tanggap terhadap
perkembangan zaman. Hal ini menuntut adanya proses
perkuliahan yang berkualitas pada semua disiplin ilmu
termasuk dalam pelaksanaan praktikum agar dapat
menjawab tantangan tersebut.
Buku Panduan Praktikum Fisika untuk Perguruan Tinggi
ini menyajikan panduan dari sejumlah kegiatan
praktikum seperti Pengukuran, Kinematika Gerak,
Hukum II Newton dan gaya gesekan, Usaha pada Bidang
Miring, Kapasitas Kalor Kalorimeter, Dinamika Gerak
Rotasi, Konduksi Panas, Koefisien Muai Panjang,
Tegangan Permukaan, Viskositas Zat Cair, Resonansi
Gelombang Bunyi, Gerak Harmonik Sederhana pada
Bandul, Pembentukan Bayangan pada Teropong, Gaya
Gerak Listrik Induksi, Medan Magnet oleh Arus Listrik
Searah, Medan Magnet di sekitar Kawat Berarus. Buku
ini memberikan informasi terkait materi praktikum,
kegiatan praktikum, serta pendalaman kegiatan
praktikum.
Buku ini bersumber dari teori ilmu fisika serta
pengalaman praktikum para dosen lintas perguruan
tinggi dengan bidang keahlian yang sama yaitu Fisika.
Kehadiran buku ini kiranya dapat membantu pembaca
terutama dosen dan mahasiswa dalam menunjang
pelaksanaan praktikum fisika agar dapat
mengembangkan pengetahuan dan wawasan terkait
ilmu fisika itu sendiri.

Jl. Mampang Prapatan Raya No 73A Lt. 3


Kelurahan Tegal Parang,
Kecamatan Mampang Prapatan
Jakarta Selatan, 12790
Email: kedaiakademik@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai