Anda di halaman 1dari 12

A.

Peran perawat koordinator dalam koordinasi perawatan paliatif

Perawatan paliatif mencakup serangkaian layanan yang diberikan oleh

sejumlah tenaga kesehatan profesional, yang semuanya memiliki peran yang

sama pentingnya termasuk dokter, perawat, staf pendukung, paramedis,

apoteker, fisioterapis, dan sukarelawan dalam mendukung pasien dan

keluarganya. Kebutuhan global akan perawatan paliatif akan terus meningkat

sebagai akibat dari penuaan populasi dan meningkatnya beban penyakit tidak

menular dan beberapa penyakit menular. Pemberian perawatan paliatif secara

dini mengurangi rawat inap di rumah sakit dan penggunaan layanan kesehatan

yang tidak perlu (WHO, 2020).

Pemilihan model perawatan paliatif merupakan metode yang sangat

penting untuk memenuhi kebutuhan perawatan paliatif pasien dan

keluarganya. Menurut Boon, Verhoef, O'Hara dan Findlay dalam (Mauruh et

al., 2022) terdapat 7 model perawatan berkelanjutan antara lain: model

perawatan paralel, konsultatif, kolaboratif, terkoordinasi, multidisiplin,

interdisiplin, dan terintegrasi. Berbagai jenis model perawatan paliatif

direkomendasikan untuk meningkatkan interaksi antara profesional kesehatan

dengan menerapkan metode perawatan berbasis tim. Semakin kompleksnya

permasalahan pasien khususnya pada pasien paliatif, diperlukan metode

pengobatan yang baik agar pelayanan yang diberikan kepada pasien dan

keluarganya sesuai dengan harapan dan tujuan perawatannya. Kolaborasi

berbagai spesialisasi dalam pelayanan kesehatan memberi berbagai manfaat

dalam hal pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan pelayanan paliatif


care. Istilah tim multidisiplin dan interdisiplin telah lama dikenal dan

digunakan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Tim multidisiplin adalah

praktisi yang terdiri dari berbagai profesi berbeda dan masing-masing tim

mengembangkan rencana keperawatan secara independen, sedangkan

interprofesional adalah kolaborasi atau kemitraan antara profesi kesehatan

dengan bentuk perawatan kolaboratif yang melibatkan partisipasi dan

koordinasi dalam pengambilan keputusan (Leclerc, B-S. , Blanchard, L. dkk.,

dalam Mauruh et al., 2022)

Tim perawatan paliatif mencakup berbagai tenaga kesehatan

profesional yaitu dokter spesialis, perawat terapis, okupasi, psikolog, ahli

gizi, maupun pemuka agama dan care giver. Setiap profesi dilibatkan sesuai

dengan permasalahan yang dihadapi pasien dan penyusunan tim perawatan

paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat perawatan

(Krisdianto, 2019).

Menurut National Coalition for Hospice and Palliative Care (NCHPC)

dalam (Mauruh et al., 2022), terdapat patokan atau standar dalam membentuk

tim interdisiplin pelayanan paliatif, yaitu :

1. Tim interdisiplin memberikan perawatan yang berpusat pada individu

yang mempertimbangkan kebutuhan fisik, fungsional, psikologis, sosial,

spiritual dan budaya.

2. Tim interdisiplin mendorong seluruh anggota tim untuk memaksimalkan

keterampilan profesionalnya demi kepentingan pasien dan keluarga, antara

lain:
a) Dokter berfokus pada perkembangan penyakit, prognosis, dan

pengobatan, memeriksa pasien atau berkoordinasi dengan perawat

atau asisten dokter untuk memantau proses perawatan lanjutan.

b) Perawat memberikan perawatan pasien secara langsung, bertindak

sebagai advokat, koordinator perawatan, dan pendidik. Peran

perawat adalah menilai secara langsung dan menilai kembali

kebutuhan pasien.

c) Penyedia praktik lanjutan (asisten dokter dan praktik lanjutan

perawat) memperluas kemampuan mereka untuk memberikan

perawatan yang kompleks dan memberikan perawatan langsung

sebagai bagian dari tim interdisiplin.

d) Pekerja sosial memperhatikan dinamika keluarga, menilai dan

mendukung mekanisme penanggulangan dan pengambilan

keputusan terkait kesehatan keluarga, mengidentifikasi dan

memfasilitasi akses terhadap sumber daya, dan menengahi konflik.

e) Rohaniawan sebagai spesialis perawatan spirutual, juga menilai

dan menangani masalah serta memfasilitasi dukungan secara

spiritual sesuai dengan keyakinan pasien.

f) Apoteker mengatur penyaluran obat kepada pasien untuk

menentukan terapi yang sudah diberikan. Penatalaksanaan

farmakologi juga bertujuan untuk meredakan gejala lebih lanjut,

mengatasi dan mencegah potensi toksisitas terkait penggunaan obat


serta merekomendasikan penyesuaian dan penghentian dosis obat

(Mauruh et al., 2022).

Perawatan paliatif dilakukan oleh tim yang diorganisir untuk

memberikan perawatan paliatif, termasuk perawat. Perawat juga sangat

mempunyai peran penting dalam keberlangsungan perawatan paliatif ini.

Perawat harus mampu memahami kondisi umum pasien dan keluarga

secara menyeluruh, melakukan pengkajian hingga memberikan asuhan

perawatan paliatif. Keberhasilan perawatan paliatif dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang berbeda-beda, salah satunya pada faktor pengetahuan

dan peran, karena banyak perawat yang memiliki hambatan pengetahuan

dan perannya dalam memberikan perawatan paliatif yang berkualitas,

sehingga perawat belum mampu memberikan perawatan paliatif yang

maksimal dan optimal. Padahal di Indonesia banyak pasien dengan stadium

terminal yang memerlukan perawatan paliatif yang dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien stadium terminal (Qodtamalla et al., 2022).

Kualitas yang harus dimiliki oleh perawat ketika memberikan

perawatan di akhir hayat adalah privasi, kesetaraan, kepedulian, dan

dedikasi. Perawat nerupakan anggota tim yang akan menghabiskan

sebagian besar waktunya dengan pasien dan keluarga di rumah atau di

rumah sakit. Keunikan dari perawatan menjadi lebih mendalam ketika

perawat memiliki kesempatan untuk memhami pasien secara

mendalam,meskipunn hidup mereka hanya tinggal beberapa hari lagi.

Tanggung jawab perawat dalam perawatan paliatif adalah kenyamanan


fisik, psikososial, dan koordinasi perawatan pasien. Kompetensi yang

harus dimiliki perawat dalam perawatan paliatif yaitu:

1. Memiliki keterampilan yang baik dalam pengkajian fisik, psikososial

dan spiritual, perkembangan penyakit, serta manajemen gejala dan

nyeri.

2. Mendidik pasien dan keluarga tentang peran mereka dalam perawatan

paliatif seperti manajemen pengobatan, penggunaan peralatan,

perawatan kulit, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

3. Bertanggungjawab atas komunikasi antar anggota tim.

4. Mengawasi rencana perawatan dan evaluasi efektivitasnya dalam

mencapai tujuan pasien.

5. Mendukung partisipasi pasien dan keluarga dalam pengambilan

keputusan dan melindungi kepentingan mereka.

6. Memberikan dukungan psikososial (Krisdianto, 2019).

Menurut Stewart dan DeNisco (2019) dalam bukunya yang di kutip

dalam (Hasrima et al., 2022) mengungkapkan bahwa perawat merupakan

kelompok professional kesehatan yang terbesar. Profesi ini memberikan

kontribusi besar dalam pelayanan keperawatan terhadap pasien yang

membutuhkan, khususnya pada perawatan paliatif dan menjelang ajal.

Sehingga dalam menjalankan perannya, perawat dapat memaksimalkan

kualitas hidup penderita dengan kondisi penyakit yang dialami baik

penyakit kronik maupun situasi dimana seseorang menghadapi kematian.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, perawat


paliatif harus memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan

prinsip pengelolaan paliatif. Perawat paliatif bertanggung jawab untuk

menilai, memantau, dan mengelola asuhan keperawatan yang diberikan

kepada pasien paliatif (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Dalam buku pedoman nasional program paliatif kanker (2015)

menyebutkan perawat paliatif bertanggungjawab dalam penilaian,

pengawasan, dan pengelolaan asuhan keperawatan pasien paliatif.

1. Perawat sebagai koordinator pelayanan paliatif

a) Menyiapkan pelaksanaan program paliatif, baik rawat jalan,

rawat inap atau rawat rumah.

Dokter memiliki peranan menentukan rencana pengobatan

pasien, sedangkan perawat merencanakan tindakan keperawatan

berdasarkan kebutuhan dasar pasien, meliputi fisik, psikologis,

pendidikan, dan dukungan keluarga pada saat masa berduka. Dokter

dan perawat bekerja sama dalam menangani kasus pasien dengan

kondisi terminal di layanan primer. Sejumlah petugas kesehatan

lainnya berkontribusi pada layanan perawatan paliatif, seperti pekerja

sosial medis, fisioterapis, psikologi, rohaniawan, dan sukarelawan

(Pulingmahi, 2020).

Program perawatan paliatif dimulai saat diagnosis ditegakkan,

proses terapi, dan bahkan hingga proses berduka dalam keluarga.

Perawatan paliatif berperan penting dalam pengobatan nyeri atau

gangguan fisik lainnya yang tidak dapat diatasi, gangguan psikologis


terkait dengan diagnosis atau terapi yang sedang berlangsung, penyakit

penyerta yang berat dan kondisi sosial yang timbul, permasalahan yang

berkaitan dengan pengambilan keputusan mengenai terapi atau

pengobatan yang sedang berlangsung, serta penatalaksanaan pasien

yang perkembangannya tidak responsif terhadap terapi atau

pengobatan yang sedang dilakukan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Dalam pelaksanaaan program perawatan paliatif dapat

dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan atau rawat

rumah. Pasien dapat memilih dimana perawatan akan dilakukan.

Rumah sakit diperuntukkan bagi pasien yang memerlukan pemantauan

ketat, tindakan khusus, atau peralatan khusus. Pasien yang

memerlukan pelayanan rawat jalan dapat melakukan perawatan di

puskesmas. Rumah Singgah/panti (hospis) diperuntukkan bagi pasien

yang tidak memerlukan pemantauan ketat, tindakan khusus, atau

peralatan khusus namun tidak dapat dirawat di rumah karena tetap

memerlukan pengawasan medis. Rumah pasien (home care)

diperuntukkan bagi pasien yang tidak memerlukan pemantauan ketat,

tindakan khusus, atau peralatan atau keterampilan perawatan khusus

yang tidak dapat dilakukan oleh keluarga. Misalnya, jika pasien

dengan kondisi terminal ingin mendapatkan perawatan di rumah, maka

perawatan dapat dilakukan melalui perawatan rumah (Fitria, 2010).

b) Mempersiapkan peralatan medis yang diperlukan.


Perawat yang bertanggungjawab sebagai koordinator tim

perawatan paliatif, menyiapkan peralatan medis yang diperlukan untuk

melaksanakan program perawatan paliatif pasien yang telah

direncanakan. Misalnya perawatan penderita kanker yang menjalani

kemoterapi hanya memberikan perawatan rutin seperti penderita sakit

pada umumnya. Perawatan pasien lebih banyak berfokus pada kondisi

sakit fisik, dan belum terintegrasi sepenuhnya. Pelayanan paliatif

belum banyak mendapat perhatian khusus dalam memberikan asuhan

keperawatan, setiap tenaga medis hanya memberikan pelayanan yang

memenuhi kebutuhan fisik pasien (Anita, 2016).

Pengobatan untuk pasien kanker meliputi penyembuhan total

dari penyakit malignansi, meningkatkan daya tahan tubuh dan

menghambat pertumbuhan sel-sel kanker, atau menghilangkan gejala

yang berhubungan dengan proses penyakit kanker (paliatif) (Napitu,

2020). Ketika penatalaksanaan medis pada kanker telah lakukan sesuai

prosedur yang benar namun tidak berhasil, seringkali hal tersebut

disebabkan karena kondisi pasien sudah memasuki kondisi terminal

dimana akan membutuhkan tindakan selama hidupnya (Ningsih,

2011).

c) Menugaskan dan menghubungi tenaga pelaksana kepada anggota

tim atau unit pelayanan lainnya.

Perawat sebagai koordinator program paliatif akan

mengungkapkan intervensi yang diberikan melalui koordinasi dengan


kelompok medis lain, termasuk dokter, perawat pelaksana, pemuka

agama, relawan, termasuk psikolog. Koordinasi dengan dokter

dilakukan dalam pemberian pengobatan, sedangkan dalam hal

kerohanian dilakukan koordinasi dengan tokoh agama berupa

kunjungan dan dukungan spiritual, serta masalah psikologis seperti

cemas, takut, apatis, anak cenderung bertengkar dengan orang tua

maka tim relawan termasuk psikolog untuk membantu anak-anak

bersenang-senang dan mendukung orang tua mereka (Ningsih, 2011).

Perawat sebagai tenaga pelaksana akan dikoordinasikan dalam hal

asuhan keperawatan dari koordinator program paliatif (Kementerian

Kesehatan RI, 2015)

d) Mengatur jadwal kunjungan medis dan staf paliatif yang

diperlukan.

Saat mengembangkan program layanan perawatan paliatif,

penting bagi koordinator layanan paliatif untuk memperjelas standar

operasional terkait jam layanan, jadwal kunjungan, dan proses

komunikasi tim paliatif, seperti pertemuan klinis dan pertemuan tim

interdisiplin. Oleh karena itu, program paliatif yang dirancang dapat

terpenuhi dan memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam tim

perawatan paliatif (Shoemaker & McInnes, 2022).

e) Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program pelayanan

paliatif.
Pemantauan aktivitas layanan Perawatan paliatif memerlukan

pengumpulan data dari sejumlah sumber. Koordinator perawatan

paliatif akan mengawasi serta menerima laporan dari anggota tim

paliatif seperti dokter, perawat pelaksana atau perawat home care,

apoteker, relawan, psikolog, maupun pasien/keluarga dalam

pelaksanakan program yang telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan masukan secara real-time dari pengguna akhir untuk

identifikasi awal praktik terbaik, kesenjangan layanan, atau tantangan

yang muncul. Menjadwalkan pertemuan tim rutin dengan tujuan

mengumpulkan umpan balik pengalaman melengkapi poin data standar

seperti volume klinis, hasil layanan, dan skor pengalaman

pasien/keluarga. Ketika program paliatif dikembangkan, penting untuk

memasukkan evaluasi struktur, proses dan hasil program sejak awal.

Hal ini memastikan bahwa perawatan terbaik diberikan kepada mereka

yang paling membutuhkan. Yang penting, evaluasi berkelanjutan

mengidentifikasi praktik terbaik dan peluang untuk inisiatif

peningkatan kualitas berkelanjutan (Shoemaker & McInnes, 2022).


DAFTAR PUSTAKA

Anita. (2016). Perawatan Paliatif dan Kuaitas Hidup Penderita Kanker. National
Institute of Health, 7(3), 508–513.
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/237%0Ahttps://
www.cancer.gov/about-cancer/treatment

Fitria, cemy nur. (2010). Palliative Care Pada Penderita Penyakit Terminal.
Gaster | Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 527–537.
https://doi.org/https://doi.org/10.30787/gaster.v7i1.58

Hasrima, Shafwan, A., Yanthi, D., Rahmadania, W. O., Indra, Narmawan,


Nazaruddin, Firman, Kurnia, V., Harmanto, Efendi, S., & Pauzi, M. (2022).
Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal (L. Saltar, A. Kusnan, & I.
Hafizah (eds.); I). Eureka Medika Aksara.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker.


Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Modul TOT Paliatif Kanker Bagi Tenaga
Kesehatan. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Pecegahan Penyakitn.

Krisdianto, bobby febri. (2019). Perawatan Kanker Paliatif di Rumah (F. Mailani
& M. Roberto (eds.); I). Andalas University Press.

Mauruh, C. V., Malik, M. Z., Isnawati, I. A., Mahendra, D., Napolion, K., Plasay,
M., Maria, D., Asrianto, Handayani, prita adisty, & Harun, B. (2022).
Paliative Nursing (Risnawati (ed.); I). Rizmedia Pustaka Indonesia.

Napitu, F. H. (2020). Skripsi Gambaran Pengetahuan Perawat tentang


Perawatan paliatif pada Pasien Kanker Di Rumah Sakit Santaelisabeth
Medan tahun 2020.

Ningsih, N. S. (2011). Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan


Paliatif Pada Anak dengan Kanker di wilayah Jakarta. universitas indonesia.
Pulingmahi, srimaningsih b. (2020). Skripsi Gambaran Pengetahuan Perawat
Tentang Perawatan Pasien Paliatif di rumah sakit Daerah Kalabahi
Kabupaten Alor. Universitas Hasanudin.

Qodtamalla, S., Melastuti, E., & Amal, A. I. (2022). Gambaran Pengetahuan Dan
Peran Perawat Dalam Perawatan Paliatif Pada Pasien Kondisi Terminal Di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Jurnal Ilmiah Sultan Agung,
1(1), 21–34. https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/JIMU/article/view/24996

Shoemaker, L., & McInnes, S. (2022). Starting a Palliative Care Program at a


Cancer Center. The Comprehensive Cancer Center, 107–120.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-82052-7_12

WHO. (2020). Palliative Care.


http://www.ninr.nih.gov/sites/www.ninr.nih.gov/files/palliative-care-
brochure.pdf

Anda mungkin juga menyukai