Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

KERAJAAN GOWA TALLO, LUWU, dan BONE

Kelompok 5
XII IPA 6
ANGGOTA :
 Indri Afriani
 Muh. Idhal Marham
 Muh.Alqazali Abdullah
 Rismawati
 Sahwa

TAHUN AJARAN 2022\2023

MAN 3 BONE
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karuniaNyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Kerajaan Gowa Tallo”. Kami berharap karya tulis sederhana ini, dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
Perkembangan Kerajaan Islam Gowa Tallo di Indonesia.

Meskipun karya tulis ini masih jauh dari sempurna, semoga karya tulis
sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya

. Dan tidak lupa pula kami mohon maaf atas kekurangan disa sini dari
makalah yang kami buat ini. Mohon kritik serta sarannya. Terimakasih

PENYUSUN

KELOMPOK 5

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………..…………...…

DAFTAR ISI……………………………………………………………………....

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………..…….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..
C. Tujuan……………………………………………………………...….

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar belakang berdirinya Kerajaan Gowa Tallo……………………


B. Perkembangan Kerajaan Gowa Tallo…….………………....…………
C. Kondisi sosial-politik, ekonomi dan sosial budaya Kerajaan Gowa
Tallo ……..…………………………………………………………....
D. Hubungan antara VOC dengan Kerajaan Gowa Tallo.…...…......…...
E. Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo…………………………………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………….…………..
B. Saran……………………………………………………………........
C. Daftar Pustaka………………………....………………………….....

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar sukses yang terdapat di daerah
Sulawesi Selatan. Rakyatnya berasal dari suku Makassar yang terdapat diujung selatan dan
pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada dibawah Kabupaten Gowa dan
daerah sekitarnya yang dalam bingkai negarakesatuan RI dimekarkan menjadi Kota Madya
Makassar dan kabupaten lainnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan
Hasanuddin, yang saat itu melakukan perperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-
1669) terhadap Belanda yang dibantu oleh kerajaan Bone yang berasal dari Suku Bugis dengan
rajanya Arung Palaka.
Tapi perang ini bukan berarti perang antar suku Makassar- Suku Bugis, karna dipihak
Gowa ada sekutu Bugisnya demikian pula dipihak Belanda-Bone, ada sekutu Makassarnya.
Politik Divide et Impera Belanda, terbuktu sangat ampuh disini. Perang Makassar ini adalah
perang terbesar Belanda yang pernah dilakukan di abad itu. Pada awalnya didaerah Gowa
terdapat 9 komunitas yang dikenal dengan nama Bate Kalapang (9 bendera), yang kemudian
menjadi pusat kerajaan Gowa: Tembolo, Lakiung, Prang-Parang, Data, Agangjene, Saumata,
Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya
bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh
Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain, menyebutkan 4 orang
yang mendahului datangnya Tumanurung, 2 orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya adalah Kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528,
sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan Kerajaan Makassar
Nama Makassar sebenarnya adalah ibukota dari Kerajaan Gowsebagai nama ibukota
Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki provinsi yang
sangat strategis karena berada dijalur pelayaran (perdagangan) nusantara. Bahkan daerah
Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari bagian Indonesia
bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan posisi strategis tersebut,
maka Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur
perdagangan nusantaraa
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan Kerajaan islam di Gowa Tallo?
2. Bagaimana perkembangan Kerajaan islam di Luwu?
3. Bagaimana perkembangan Kerajaan islam di Bone?

BAB II
PEMBAHASAN

A. KERAJAAN GOWA TALLO


a. Latar belakang berdirinya Kerajaan Gowa Tallo

Di Sulawesi Selatan pada abad ke 16 terdapat beberapa kerajaan mandiri diantaranya Gowa,
Tallo, Bone, Sopeng, Wajo, dan Sidenreng. Setiap kerajaan tersebut membentuk persekutuan
sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah satunya adalah Kerajaan Gowa dan Tallo.
Keduanya membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan apa yang lebih
dikenal dengan sebutan Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar. Raja Gowa, Daeng
Manrabia menjadi raja bergelar Sultan Allaudin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya menjadi
perdana menteri bergelar Sultan Abdullah kaarena pusat pemerintahannya terdapat di Makassar,
Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada dibawah Kabupaten Gowa dan sekitarnya.

Karena posisinya yang strategis diantara wilayah barat (Malaka) dan timur nusantara
(Maluku), Makassar menjadi bandar pertama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya
rempah-rempah. Kerajaan ini memiliki pelaut-pelaut tangguh yang memperkuat barisan
pertahanan Laut Makassar Sumber asing tertulis pertama dari catatan Tome Pires. Dalam
catatannya dia melukiskan kemampuan pelayaran dan perdagangan orang-orangMakassar.Pires
menulis : “Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, Negeri
Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam. “(Swang:
2005,72)”Kesultanan ini disebut-sebut kaya akan beras, bahan-bahan makanan lainnya, daging,
dan kapur barus hitam. Mereka memasok barang dagangan dari luar, antara lain jenis pakaian
dari cambay, bengal, dan keling. Dan penemuan banyak jenis keramik dari asal Dinasti Sung dan
Ming di daerah Sulawesi Selatan juga membuktikan kerajaan ini telah menjalin hubungan
dagang dengan Cina

b. Perkembangan Kerajaan Gowa Tallo

Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri
dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng,
dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin
(Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam.
Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan
Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653 – 1669). Ia
berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar,
Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok. Hasanuddin juga berhasil
mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia bagian timur pada
waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan
semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan
di sekitarnya.
c. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Gowa Tallo

Pada awal abad ke 16, datanglah Dato’ ri Bandang, Ulama Islam dari Sumatera Barat. Ia
menyebarkan ajaran Islam di makassar. Raja Makassar, Daeng Manrabia memeluk agama Islam,
dan namanya diubah menjadi Sultan Alauddin. Dibawah pemerintahannya ( Pemerintah 1591-
1638) Kesultanan Makassar berkembang menjadi Negara Maritim yang kuat. Pada masa ini pula
orang mulai mengenal jenis perahu layar Lambo dan Pinisi Kerajaan mencapai puncaknya pada
masa Sultan Muhammad Said (1639- 1653) dan Sultan Hasanuddin (1653-1669). Kedua Sultan
ini membawa Makassar sebagai daerah dagang yang maju. Wilayah kekuasaannya meluas
sampai ke Fores dan Pulau Solor di Nusa Tenggara. Secara khusus dibawah Hasanuddin,
kerajaankerajaan kecil di sekitar Makassar seperti Kerajaan Wajo, Bone, Luwu, dan Sopeng
berhasil dikuasai

d. Kerajaan Gowa Tallo dari segi Ekonomi dan Sosial Budaya

Kerajaan ini memperoleh kemajun ekonomi yang amat pesat, terutama dibidang
perdagangan. Kemajuan di bidang perdagangan ini disebabkan antara lain:

 Banyak pedagang hijrah ke Makassar setelah Malaka jatuh ketangan Portugis pada tahun
1511.
 Orang-orang Makassar dan Bugis terkenal sebagai pelaut ulung yang dapat
mengamankan wilayah lautnya.
 Tersedia banyak rempah-rempah (dari Maluku).

Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional. Banyak oedagang asing seperti


Portugis, Inggris, Denmark datang berdagang di Makassar dengan tipe perahunya seperti pinisi
danperan penting dalam perdagangan di Nusantara, meski akhirnya untuk itu harus terlibt perang
dengan VOC. Sementara itu, untuk menjamin dan mengatur perdagangan dan pelayaran di
wilayahnya, Makassar mengeluarkan UU dan hukum perdagangan yang disebut Ade
Allopiloping Bacanna Pabalue, yang dimuat dalam buku Lontana Amanna Coppa lombo,
pedagang

Meski memiliki kebebasan dalam mencapai kesejahteraan hidup, dalam kehidupan sosial
sehari-hari mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma
kehidupan sosial Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
Pangadakkang. Selain norma tersebut, masyarakat Makassar juga mengenal pelpisan sosial;
lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to maradeka”, dan masyarakat
lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut golongan “ata”. Mengingat statusnya sebagai
negara maritim, sebagian besar kebudayaannya bercorak maritim. Hasil kebudayaannya yang
terkenal adalah perahu pinisi. Perahu-perahu ini berlayar tidak saja berlayar di perairan
Indonesia, tapi juga sampai ke mancanegara.
e. Hubungan antara VOC dengan Kerajaan Gowa Tallo Perang Makassar (1666-
1669)

Pada masa pemerintahan Hasanuddin, Kesultanan Gowa Tallo terlibat perang besar dengan
VOC, yang terkenal dengan nama Perang Makassar Perang ini termasuk perang terbesar yang
dialami oleh VOC abad ke abad ke-17. Perang tersebut dilatar belakangi cita-cita Hassanudin
menjadikan Makassar pusat kegiatan perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini
mengancam aktivitas ekonomi Belanda. Pertama bagi Belanda kehadiran kesultanan, Gowa Tallo
saja mengancam lalu lintas perdagangan mereka dari Maluku ke Batavia. Kedua, rencana
Hasanuddin mengancam eksistensi dan penguasaan ekonomi mereka di Maluku. Sudah lama
Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai seumber rempah-rempah menganggap
Makassar sebagai pelabuhan gelap karna ikut juga memperjual belikan rempah-rempah dari
Maluku

Diawali perlucutan dan perampasan terhadap armada Belanda di Maluku oleh pasukan
Hasanuddin, Belanda kemudian menyerang Makassar setelah sebelumnya mendapat kepastian
bantuan dari Sultan Bone, Aru Palaka. Aru Palaka bersedia membantu Belanda tetapi Sempat
terdesak, Belanda akhirnya berhasil memaksa Hasanuddin menyepakati Perjanjian Bongaya pada
tahun 1667, yang isinya :

 VOC (Serikat dagang Belanda) memperoleh monopoli perdagangan di Makassar.


 Belanda mendirikan benteng di Makassar (kelak bernama benteng Rotterdam).
 Makassar melepaskan daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau disekitar
Makassar.
 Makassar mengakui Aru Palaka sebagai raja Bone.

Keberanian Hasanuddin memorak-porandakan pasukan Belanda di Maluku membuatnya


mendapat julukan “Ayam Jantan Dari Timur”.

Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama Mapasomba. Sama


seperti ayahnya, sultan ini menentang kehadiran Belanda di Makassar, bahkan lebih keras.
Konon, sultan Hasanuddin menasehati Mapasomba agar dapat bekerjasama dengan Belanda
dengan tujuan menjamin eksistensi Kesultanan Makassar. Namun, Mapasomba gigih pada
tekadnya : Mengusir Belanda dari Makassar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama
menjadi alasan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba
berhasilkan dihancurkan dan Mapasomba sendiri tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa
sepenuhnya atas Kesultanan Makassar.

f. Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo


Daerah kekuasaan Makassar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasanuddin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing.
Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah
berkuasa di Ambon. Untuk itu hungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur)
dan Ambon terhalangi oleh adanya Kerajaan Makassar. Dengan kondisi tersebut maka timbul
pertentangan antara sultan Hasanuddin dengan VOC. Bahkan menyebabkan terjadinya
perperangan, perperangan tersebut terjadi didaerah Maluku.

Dalam perperangan melawan VOC, Sultan Hasanuddin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasuka Belanda di maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Atas keberanian Sultan Hasanuddin tersebut maka Belanda memberikan julukan
padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri perperangan dengan
Makassar yaitu dengan melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makassar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makassar
meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makassar. Sebagai
akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makassar. Akibat
persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota Kerajaan Makassar. Dan secara
terpaksa Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dan menandatangani perjanjian
Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan Kerajaan Makassar.

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makassar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasanuddin yaitu Mapasomba (Putera Hasanuddin)
meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk mengahadapi perlawanan Rakyat Makassar,
Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai
sepenuhnya Kerajaan Makassar, dan Makassar atau Kerajaan Gowa Tallo mengalami
kehancuran

B. KERAJAAN LUWU
a. Masuknya Islam Di Tana Luwu
Sebelum agama Islam masuk ke tanah luwu, masyarakat mulanya menganut
Animisme (Alu’ To Dolo’). Setelah beberapa lama, Luwu baru menerima agama
Islam.
Menurut sumber yang ada, Islam pertama kali masuk dan berkembang di tanah Luwu
sekitar tahun 1603 M dan disebarkan oleh 3 (tiga) khatib bersaudara, yakni Datuk
Sulaiman, Datuk Ri Bandang, dan Datuk Di Tiro. Namun, yang berperan utama
dalam penyebaran agama Islam di Luwu ini adalah Datuk Sulaiman, dikenal oleh
masyarakat setempat dengan nama Datuk Patimang. Perlu diketahui bahwa Datuk
Patimang adalah seorang mubalig utusan kesultanan Johor yang berasal dari daerah
Kato Tengah, Minangkabau, Sumatera Barat.
Awalnya, Datuk Patimang dan kedua saudaranya mendarat di Gowa, namun melihat
situasi dan kondisi yang tak memungkinkan, maka mereka memutuskan untuk
berlabuh ke daerah Luwu setelah mendapat saran dari petinggi Kerajaan Gowa. Lalu
mereka mendarat di Bua, Luwu pada tahun 1603 M.
Setelah mereka merapatkan kapal di pelabuhan, Datuk Patimang melihat situasi
masyarakat Luwu yang masih menganut kepercayaan animisme dan banyak memuja
benda benda yang dianggap suci bagi mereka. Datuk Patimang lalu memutuskan
untuk menemui Raja Kerajaan Luwu saat itu, Payung Luwu XV La Pattiware
Daeng Parrebung, untuk mengIslamkannya.
Awal kedatangan Datuk Patimang disambut baik oleh Raja dan pejabat istana
Luwu. Tapi setelah mendengar tujuan yang sesungguhnya ingin dilakukan
oleh Datuk Patimang, maka Raja Luwu, Payung Luwu XV La Pattiware Daeng
Parrebung lalu menantang Datuk Patimang untuk adu ilmu, setelah
mempertimbangkan beberapa hal, terutama bahwa sang Raja harus meninggalkan
kepercayaan rakyat Luwu dan harus memeluk agama Islam.

Sebelum Datuk Patimang dan rombongannya keluar meninggalkan istana,


Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung mengatakan bahwa
raja berjanji jika dia dapat dikalahkan maka sang Raja akan masuk dan memeluk
Islam.
Lalu dilakukanlah adu ilmu itu dilakukan. Mereka berdua masing masing
mempertunjukkan ilmu mereka. Dan pada akhirnya dimenangkan oleh Datuk
Patimang. Proses pengislaman pun dilakukan sebagai tanda bahwa sang Raja
mengaku bahwa ilmu dari Datuk Patimang lebih kuat dari pada miliknya dan juga
sebagai tanda dia menepati janjinya. Proses pengislaman Raja Luwu ini terjadi pada
tahun 1603 M dan bertepatan 15 Ramadhan 1013 H. Lalu, akhirnya Raja
Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung pun masuk Islam dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat, yang merupakan syarat pertama sebagai
pemeluk agama Islam disaksikan oleh seluruh pejabat istana dan juga disaksikan
oleh Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro. Setelah sang Raja menyatakan dirinya
sebagai pemeluk islam, maka kemudian para pejabat istana pun menyatakan diri
ingin memeluk agama islam. Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng
Parrebung lalu memakai gelar Sultan Muhammad Mudharuddin sebagai tanda
bahwa telah memeluk islam.

b. Penyebaran Agama Islam Di Tana Luwu


Setelah Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng
Parrebung memeluk islam, maka selanjutnya pejabat istana memeluk agama islam.
Dikarenakan pada waktu itu jika Raja telah memeluk agama Islam, maka secara
tidak langsung pejabat istana memeluk agama islam juga sebagai tanda kehormatan
mereka kepada sang Raja.
Setelah rakyat mendengar bahwa Raja Luwu Payung Luwu XV La Pattiware
Daeng Parrebung memeluk Islam, maka rakyat kerajaan Luwu pun mulai
menyatakan diri masuk islam secara sah.
Penyebaran Islam pun dilanjutkan oleh Raja Luwu Payung Luwu XVI Pati
Pasaung Toampanangi dan bergelar Sultan Abdullah Matinroe Ri
Malangke yang menggantikan ayahandanya, Raja Luwu Payung Luwu XV La
Pattiware Daeng Parrebung pada awal tahun 1604 M.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Raja Luwu ini adalah memindahkan
ibukota kerajaan Luwu dari Malangke ke daerah Ware (sekarang Palopo).
Pemindahan ibukota ini dilakukan dengan pertimabangan untuk semakin
mengembangkan ajaran islam di tanah Luwu dan sekitarnya. Hal tersebut disetujui
oleh seluruh pembesar kerajaan. Namun, Datuk Patimang yang saat itu juga
merupakan penasehat istana lebih memilih untuk tetap tinggal dan menetap di
daerah Malangke hingga meninggal dunia daripada ikut ke Ware.
Setelah Raja Luwu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi berhasil
memindahkan dan membangun daerah Ware, maka dia memutuskan untuk
membangun sebuah sebuah mesjid sebagai tempat ibadah. Dikarenakan sebelumnya
belum ada mesjid yang berdiri di tanah Luwu.
Kemudian Raja Luwu meminta pendapat kepada Datuk Patimang tentang idenya
untuk membuat masjid tersebut. Ide tersebut pun lalu disetujui olehnya.
Lalu, Datuk Patimang pun berangkat menuju Istana Luwu (Saoraja) di Ware.
Sesampainya disana, maka Raja Luwu Payung Luwu XVI Pati Pasaung
Toampanangi dan Datuk Patimang dibantu oleh Fung Man Te, yang merupakan
saudagar muslim yang kaya. Kemudian mereka membuat sebuah masjid, tak jauh
dari Istana Saoraja dibantu oleh rakyat kerajaan Luwu.
Setelah pembangunan selesai, maka masjid tersebut merupakan masjid pertama di
Luwu difungsikan sebagai masjid istana dan masjid kerajaan. Sekarang, masjid itu
kita kenal dengan Masjid Jami Tua Palopo.
Selain itu, setelah melakukan pemindahan ibukota dan pembangunan masjid, maka
dilakukanlah penyebaran islam di seluruh tanah daerah bawahan kerajaan
Luwu. Penyebaran Islam dilakukan lewat Syair syair pujangga yang
disebut Massure’. Pada masa itu Luwu berkembang cukup pesat, karena makmur
dari hasil pertanian dan hasil laut yang juga melimpah. Bahkan Jumlah penduduk
saat itu mencapai 170 ribu jiwa dikarenakan banyak masyarakat pendatang.
Perkembangan Islam di tanah Luwu cukup berkembang dengan cepat dan hampir
tidak ada kendala, karena sistem pengislamannya mendahulukan Raja sehingga
rakyatnya pun ikut memeluk Islam. Dan selain itu, setelah Raja memeluk Islam,
maka agama Islam dijadikan sebagai agama resmi kerajaan Luwu. mengalami
perkembangan yang luar biasa, hingga akhirnya daerah sekitar kerajaan Luwu
menjadi penduduk Islam.
Metode yang digunakan dalam penyebaran islam di Sulawesi-selatan :
· Mendirikan pondok pesanten mengajarkan agama islam dan murid-murid
mereka meneruskannya dengan mendirikan sekolah-sekolah baru. Para penguasa
setempat bertindak sebagai pelindung bagi sekolah-sekolah tersebut.
· Melalui perdagangan
· Melalui pernikahan
· Mendirikan mesjid umumnya terdapat di kota-kota, dan mushalla di desa-
desa. Kadi ditunjuk untuk hadat dan penguasa, tempat mereka bertindak sebagai
hakim pengadilan agama (syariah). Imam (pengurus masjid) ditunjuk
untuk wanua (masyarakat adat); dan guru ( Anrong-Guru atau Anre-Guru)
merupakan baik guru yang menyiarkan agama baru itu ke desa-desa maupun pejabat
terendah dalam hierarki administrasi Islam. Guru menjadi anggota cabang
pengadilan agama yang dikepalai Imam. Sanak kerabat kerajaan atau para
bangsawan tinggi biasanya diangkat ke kedudukan kadi dan Imam. Tidak ada
hierarki seperti dalam pemerintahan. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara
aristokrasi dan para pemimpin Islam.

c. Islam Di Tana Luwu


Islam yang berkembang saat ini di Luwu, tak bisa dilepaskan dari
peran Datuk Patimang yang pada tahun 1603 M berhasil mengislamkan Raja
Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung yang kemudian
menjadikan agama Islam sebagai agama kerajaan pada masa itu.
Saat ini, pemeluk Islam di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Luwu menjadi
mayoritas dan pemeluknya tetap taat menjalankan ajaran Islam. Hingga beberapa
peninggalan yang menjadi saksi bisu perjalanan Islam di tanah Luwu, antara lain
Masjid Jami Tua Palopo, dan Makam Datu Patimang masih kokoh berdiri.

C. KERAJAAN ISLAM DI BONE

a. Sejarah Kerajaan Bone


Kerajaan Bone memiliki peranan penting dalam perjalanan sejarah Islam di tanah Sulawesi.
Kerajaan ini menyajikan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di nusantara, khususnya tanah
Sulawesi. Berikut ini adalah penjelasan tentang kerajaan sejarah berdirinya Kerajaan Bone
hingga mengalami keruntuhan:

b. Berdiri Kerajaan Bone


Kerajaan Bone adalah kesultanan Islam yang berdiri pada 1330 M. Pendiri Bone adalah
Manurunge ri Matajang. Sejarah masuknya Islam ke Bone berawal sejak kerajaan ini dianggap
tidak sederajat dengan Kerajaan Gowa.

Kerajaan Bone akan dianggap setara apabila kerajaannya memeluk ajaran agama Islam.
Persyaratan itu ditolak Bone, sehingga menimbulkan peperangan antara Bone dengan
Gowa.Dalam peperangan tersebut, Bone menyerah kalah dan akhirnya seluruh anggota kerajaan
memeluk Islam.

Raja Bone pertama yang memeluk Islam ada La Tenriruwa, yang mendapat gelar Sultan Adam
(1611-1611 M). Sejak pemerintahan Sultan Adam, Bone dikenal sangat giat menyebarkan ajaran
Islam sampai ke seluruh kerajaan.

Keagamaan Kerajaan Bone


Raja La Maddaremmeng (1631-1644), sangat meyakini ajaram agama Islam dan sangat
mematuhi syariat Islam secara murni. Ia berguru dan mengkaji Islam kepada Qadi Bone yang
bernama Faqih Amrullah. Pada masa kekuasaannya, rakyat Bone diwajibkan melaksanakan
ajaran Islam dengan patuh.

Sehingga ajaran islam menyebar ke seluruh kerajaan meski dalam waktu singkat. Raja Bone
tersebut memberlakukan larangan perbudakan dan memerdekakan hamba sahaya di kerajaannya.
Setiap budak yang telah merdeka harus mendapatkan upah yang sama seperti para pekerja
lainnya.

c. Politik Pemerintahan Kerajaan Bone


Politik pemerintahan Kerajaan Bone sangat menjunjung tinggi nilai demokrasi dan kedaulatan
rakyat. Sistem demokrasi Bone ditunjukkan dengan adanya badan penasehat raja yang terdiri
dari tujuh orang pejabat rakyat. Penasihat raja ini dikenal dengan sebutan “Ade Pitue”.

1. Arung Ujung, sebagai Kepala Urusan Penerangan Kerajaan Bone

1. Arung Ponceng, sebagai Kepala Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintahan


2. Arung Ta, sebagai Kepala Urusan Pendidikan dan Urusan Perkara Sipil
3. Arung Tibojong, sebagai Kepala Urusan Perkara / Pengadilan Landschap/ Hadat Besar
dan Pengawas Urusan Perkara Pengadilan Distrik.
4. Arung Tanete Riattang, sebagai Kepala Pemegang Kas Kerajaan, Pengatur Pajak dan
Pengawas Keuangan
5. Arung Tanete Riawang, sebagai Kepala Pekerjaan Negeri (Landsahap Werken – LW)
Pajak Jalan Pengawas Opzichter.
6. Arung Macege, sebagai Kepala Pemerintahan Umum dan Perekonomian.

Selain itu, dalam proses penyelenggaraan pemerintahan kerajaan sangat menjunjung azas
kemanusiaan dan musyawarah mufakat. Empat pesan Kajao Laliddong, cendekiawan Bone
kepada Raja Bone sebagai prinsip dalam membesarkan suatu kerajaan, yaitu:

 Seuwani, Temmatinroi matanna Arung Mangkau’E mitai munrinna gau’e

Artinya mata raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan.

 Maduanna, Maccapi Arung Mangkau’E duppai ada’

Artinya raja harus pintar menjawab kata-kata.


 Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’

Artinya raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban.

 Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng

Artinya duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar. Kerajaan Bone banyak
mengamalkan ajaran Islam dalam menjalani kehidupan, perubahan, dan menjawab tantangan
pembangunan.

d. Puncak Kejayaan Kerajaan Bone


Masa kejayaan Kerajaan Bone dicapai pada pertengahan abad ke-17, yakni pada masa
pemerintahan Sultan Arung Palakka. Arung Palakka berhasil memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyatnya.

Sultan Arung Palakka memajukan Bone dengan potensi pertanian, perkebunan, dan kelautan
yang dimilikinya. Selain itu, ia juga memperkuat kekuatan militer dan pertahanan Bone.

Hal ini dipelajari dari kekalahan mereka saat menghadapi Kerajaan Gowa. Masa kejayaan Bone
didukung dengan jatuhnya Kesultanan Gowa, sehingga Bone menjadi kerajaan terkuat di Pulau
Sulawesi. Bone juga berhasil bersekutu dengan beberapa kerajaan lainnya, seperti Kesultanan
Luwu, Soppeng, dan sejumlah negara kecil lain.

e. Kemunduran Kerajaan Bone


Kesultanan Bone mengalami kemunduran setelah Sultan Ismail Muhtaddin wafat pada 1823 M.
Kemudian pemerintahan dipimpin oleh Arung Datu (1823-1835 M).

Arung Datu merubah Perjanjian Bongaya dan memicu kemarahan Belanda, kemudian Belanda
menyerang Kerajaan Bone, sementara Arung Datu diasingkan. Kerajaan Bone pun harus
berakhir. Meski pernah menjadi penguasa utama di Sulawesi Selatan, namun akhirnya Bone
berada di bawah kendali Belanda pada 1905.

f. Raja-Raja Kerajaan Bone


Kesultanan Bone dipimpin oleh seorang raja atau sultan. Seorang raja yang memimpin Bone
tidak hanya seorang pria, melainkan di Bone juga pernah dipimpin oleh seorang raja wanita.

Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memimpin pemerintahan Bone:

1. Manurunge Ri Matajang, Mata Silompoe, 1330-1365, Pria


2. La Ummasa, Petta Panre Bessie, 1365-1368, Pria
3. La Saliyu Korampelua, 1368-1470, Pria
4. We Banrigau, Mallajange Ri Cina, 1470-1510, Wanita
5. La Tenrisukki, Mappajunge, 1510-1535, Pria
6. La Uliyo Bote-E, Matinroe Ri Itterung, 1535-1560, Pria
7. La Tenrirawe Bongkange, Matinroe Ri Gucinna, 1560-1564, Pria
8. La Inca, Matinroe Ri Addenenna, 1564-1565, Pria
9. La Pattawe, Matinroe Ri Bettung, 1565-1602, Pria
10. We Tenrituppu, Matinroe Ri Sidenreng, 1602-1611, Wanita
11. La Tenriruwa, Sultan Adam, Matinroe Ri Bantaeng, 1611-1616, Pria
12. La Tenripale, Matinroe Ri Tallo, 1616-1631, Pria
13. La Maddaremmeng, Matinroe Ri Bukaka, 1631-1644, Pria
14. La Tenriaji, Arungpone, Matinroe Ri Pangkep, 1644-1672, Pria
15. La Tenritatta, Daeng Serang, Malampe-E Gemme’na, Arung Palakka, 1672-1696, Pria
16. La Patau Matanna Tikka, Matinroe Ri Nagauleng, 1696-1714, Pria
17. We Bataritoja, Datu Talaga Arung Timurung, Sultanah Zainab Zulkiyahtuddin, 1714-
1715, Wanita
18. La Padassajati, Toappeware, Petta Rijalloe, Sultan Sulaeman, 1715-1718, Pria
19. La Pareppa, Tosappewali, Sultan Ismail, Matinroe Ri Sombaopu, 1718-1721, Pria
20. La Panaongi, Topawawoi, Arung Mampu, Karaeng Bisei, 1721-1724, Pria
21. We Bataritoja, Datu Talaga Arung Timurung, Sultanah Zainab Zulkiyahtuddin, 1724-
1749, Wanita
22. La Temmassonge, Toappawali, Sultan Abdul Razak, Matinroe Ri Mallimongeng, 1749-
1775, Pria
23. La Tenritappu, Sultan Ahmad Saleh, 1775-1812, Pria
24. La Mappasessu, Toappatunru, Sultan Ismail Muhtajuddin, Matinroe Rilebbata, 1812-
1823, Pria
25. We Imaniratu, Arung Data, Sultanah Rajituddin, Matinroe Ri Kessi, 1823-1835, Wanita
26. La Mappaseling, Sultan Adam Najamuddin, Matinroe Ri Salassana, 1835-1845, Pria
27. La Parenrengi, Arungpugi, Sultan Ahmad Muhiddin, Matinroe Riajang Bantaeng, 1845-
1857, Pria
28. We Tenriawaru, Pancaitana Besse Kajuara, Sultanah Ummulhuda, Matinroe Ri
Majennang, 1857-1860, Wanita
29. La Singkeru Rukka, Sultan Ahmad Idris, Matinroe Ri Topaccing, 1860-1871, Pria
30. We Fatimah Banri, Datu Citta, Matinroe Ri Bolampare’na, 1871-1895, Wanita
31. La Pawawoi, Karaeng Sigeri, Matinroe Ri Bandung, 1895-1905, Pria
32. La Mappanyukki, Sultan Ibrahim, Matinroe Ri Gowa, 1931-1946, Pria
33. La Pabbenteng, Matinroe Ri Matuju, 1946-1951, Pria
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis goa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses
yang terdapat di daerah Sulawesi selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari suku makassar
yang berdiam diujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Sejak Gowa Tallo sebagai pusat
perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan dengan ternate yang sudah menerima islam
dari gresik. Raja ternate yakni baabullah mengajak Raja Gowa Tallo untuk masuk islam, tapi
gagal. Baru pada masa raja datu ri bandang datang kekerajaan gowa tallo, agama islam mulai
masuk ke kerajaan ini.

Demikian gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak raja gowa
pertama, Tumanurung (abad 13) hingga mencapai puncak keemasannya pada abad 18 kemudian
sampai mengalami transisi setelah bertaun taun berjuang menghadapi penjajahan. Dalam pada
itu, sistem pemerintahan pun mengalami transisi dimasa raja gowa xxxvi andi itjo karaeng
lalolang, setelah menjadi bagian republik Indonesia yang bersatu, berubah bentuk dari kerajaan
menjadi daerah tingkat II otonom. Sehingga dengan perubahan tersebut, andi itjo pun tercatat
dalam sejarah sebagai raja gowa terakhir dan sekaligus bupati gowa pertama.

Islam yang berkembang saat ini di Luwu, tak bisa dilepaskan dari
peran Datuk Patimang yang pada tahun 1603 M berhasil mengislamkan Raja
Luwu Payung Luwu XV La Pattiware Daeng Parrebung yang kemudian
menjadikan agama Islam sebagai agama kerajaan pada masa itu.
Saat ini, pemeluk Islam di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Luwu menjadi
mayoritas dan pemeluknya tetap taat menjalankan ajaran Islam. Hingga beberapa
peninggalan yang menjadi saksi bisu perjalanan Islam di tanah Luwu, antara lain
Masjid Jami Tua Palopo, dan Makam Datu Patimang masih kokoh berdiri.
Kerajaan Bone memiliki peranan penting dalam perjalanan sejarah Islam di tanah Sulawesi.
Kerajaan ini menyajikan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di nusantara, khususnya tanah
Sulawesi. Masa kejayaan Kerajaan Bone dicapai pada pertengahan abad ke-17, yakni pada masa
pemerintahan Sultan Arung Palakka. Arung Palakka berhasil memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyatnya. Kesultanan Bone mengalami kemunduran setelah Sultan Ismail
Muhtaddin wafat pada 1823 M. Kemudian pemerintahan dipimpin oleh Arung Datu (1823-1835
M).

B. SARAN

Saran yang bersifat membangun dari para guru, pembaca dan teman-teman lainnya kami
harapkan demi perbaikan makalah tentang Kerajaan Gowa Tallo, Luwu dan Bone ini. Kami pun
mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan dan kata-kata. Sekian dan Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

1. Adil M, Hapsari Ratna. 2014. Sejarah Indonesia Jilid 1 Kelompok Wajib

untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Erlangga

2. Alfian Magdalia, Nurliana S Nana, Suhartono Sudarini. 2006. Sejarah

untuk SMA dan MA Kelas XI Progam IPS. Jakarta: Erlangga

3. Rizal Syamsul, Suhartono. 2007. Sejarah untuk SMA dan MA Kelas XI

Progam IPA. Jakarta: Widya Utama

4. https://g.co/kgs/yQXsYW

Anda mungkin juga menyukai