Anda di halaman 1dari 10

STUDI PENDAHULUAN: KOLABORASI DESA WISATA

AMIR SYAMSUADI

Ilmu Pemerintahan Universitas Abdurrab


Email: amir.syamsuadi@univrab.ac.id
Alamat: Jl. Riau Ujung No, 73 Pekanbaru
Website: www.univrab.ac.id

ABSTRACT

Village tourism has become the focus of attention in the development of sustainable
tourism. The concept of a tourist village covers various aspects, from local economic
development to cultural and environmental preservation. This paper analyzes the role of
tourist villages as a model for sustainable tourism development. In this paper, we explore
the concept of tourist villages, their development objectives, as well as the resulting
impacts. Emphasis is placed on the role of local communities in the process of developing
and managing tourist villages. We also outline some of the key elements necessary for the
success of a tourist village, including community participation, cultural preservation,
environmental management, and effective marketing strategies. Through literature
review and case analysis, we identify several benefits of tourist villages, such as increased
local community income, preservation of cultural heritage, and promotion of sustainable
tourism. However, the paper also recognizes the challenges faced in the development of
tourism villages, including conflicts of interest, resource management, and negative
impacts on culture and the environment. By embracing the principles of sustainable
development, tourism villages have the potential to be a successful model for combining
economic growth with environmental sustainability and cultural preservation. This
research underscores the importance of collaboration between the government, local
communities, and the private sector in creating competitive and sustainable tourist
villages in the long term.

Keywords: Village, tourism, collaboration

ABSTRAK

Desa wisata telah menjadi fokus perhatian dalam pengembangan pariwisata


berkelanjutan. Konsep desa wisata mencakup berbagai aspek, mulai dari
pengembangan ekonomi lokal hingga pelestarian budaya dan lingkungan. Makalah ini
menganalisis peran desa wisata sebagai model pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan.Dalam tulisan ini, kami mengeksplorasi konsep desa wisata, tujuan
pengembangannya, serta dampak yang dihasilkan. Penekanan diberikan pada peran
masyarakat lokal dalam proses pengembangan dan pengelolaan desa wisata. Kami juga
menguraikan beberapa elemen kunci yang diperlukan untuk keberhasilan desa wisata,

1
termasuk partisipasi masyarakat, pelestarian budaya, pengelolaan lingkungan, dan
strategi pemasaran yang efektif.Melalui studi literatur dan analisis kasus, kami
mengidentifikasi beberapa manfaat dari desa wisata, seperti peningkatan pendapatan
masyarakat lokal, pelestarian warisan budaya, dan promosi pariwisata berkelanjutan.
Namun, makalah ini juga mengakui tantangan yang dihadapi dalam pengembangan desa
wisata, termasuk konflik kepentingan, pengelolaan sumber daya, dan dampak negatif
terhadap budaya dan lingkungan.Dengan merangkul prinsip-prinsip pengembangan
berkelanjutan, desa wisata memiliki potensi untuk menjadi model yang berhasil dalam
memadukan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan dan pelestarian
budaya. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah,
masyarakat lokal, dan sektor swasta dalam menciptakan desa wisata yang berdaya
saing dan berkelanjutan dalam jangka panjang.

Kata Kunci: Desa, wisata, kolaborasi

PENDAHULUAN

Desa Wisata[1] merujuk pada berbagai konsep dan pandangan yang berkaitan dengan
pengembangan dan pengelolaan desa sebagai destinasi pariwisata[2]. Teori ini
mencakup berbagai aspek, termasuk sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan aspek-
aspek lain yang terlibat dalam pengembangan dan keberlanjutan pariwisata di desa-
desa [3]. Kolaborasi [4] dalam pengelolaan desa wisata oleh pemerintah desa adalah
pendekatan yang penting untuk mencapai keberhasilan dan keberlanjutan dalam
pengembangan sektor pariwisata. Melalui kerjasama yang efektif antara pemerintah
desa dan berbagai pemangku kepentingan, potensi desa sebagai destinasi wisata dapat
dimaksimalkan, sambil memastikan manfaat bagi masyarakat lokal dan pelestarian
lingkungan. Desa wisata memiliki berbagai fungsi yang dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat lokal, wisatawan, dan lingkungan sekitar. Berikut adalah beberapa
fungsi utama dari desa wisata[5]:

1. Pengembangan Ekonomi Lokal: Salah satu fungsi utama dari desa wisata adalah
sebagai sumber potensi ekonomi bagi masyarakat setempat. Pariwisata dapat
menciptakan peluang kerja baru, menggerakkan sektor usaha lokal seperti
perdagangan, kerajinan, dan jasa, serta membantu meningkatkan pendapatan
masyarakat.
2. Pemberdayaan Masyarakat: Desa wisata dapat menjadi alat untuk
pemberdayaan masyarakat. Melalui pelatihan keterampilan, pendidikan, dan
partisipasi dalam pengelolaan pariwisata, masyarakat dapat mengembangkan
kemampuan dan memperoleh sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka.
3. Pelestarian Budaya dan Tradisi: Fungsi desa wisata juga melibatkan pelestarian
budaya dan tradisi lokal. Wisatawan dapat berinteraksi dengan budaya
setempat, merasakan tradisi, dan mendukung upaya pelestarian warisan budaya
yang penting.
4. Pengembangan Infrastruktur: Pengembangan desa wisata seringkali mendorong
perbaikan dan pengembangan infrastruktur di desa tersebut. Ini termasuk

2
peningkatan aksesibilitas, pembangunan akomodasi, sanitasi, dan fasilitas umum
lainnya.
5. Pengelolaan Lingkungan: Desa wisata dapat mengambil langkah-langkah untuk
melestarikan lingkungan alam dan mempromosikan praktik pariwisata yang
berkelanjutan. Ini bisa mencakup pengelolaan sampah, pengurangan dampak
lingkungan, dan edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya menjaga
lingkungan.
6. Pengembangan Edukasi dan Pengetahuan: Desa wisata dapat menjadi pusat
pendidikan dan pengetahuan bagi wisatawan. Ini bisa melibatkan tur edukatif,
lokakarya budaya, dan interaksi langsung dengan masyarakat lokal yang dapat
meningkatkan pemahaman tentang kehidupan pedesaan.
7. Pengembangan Inovasi dan Kreativitas: Pariwisata dapat mendorong inovasi dan
kreativitas dalam komunitas lokal. Penciptaan produk kerajinan, kuliner lokal,
seni, dan hiburan dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk
mengekspresikan diri dan menghasilkan pendapatan.
8. Peningkaan Infrastruktur dan Pelayanan Umum: Pendapatan dari pariwisata
dapat digunakan untuk membiayai pembangunan atau peningkatan fasilitas
umum seperti jalan, sekolah, fasilitas kesehatan, dan layanan publik lainnya.
9. Peningkatan Kesadaran Lingkungan dan Sosial: Wisatawan yang mengunjungi
desa wisata juga dapat membantu meningkatkan kesadaran terhadap isu
lingkungan dan sosial. Interaksi dengan masyarakat lokal dan lingkungan alam
dapat mempengaruhi cara pandang dan tindakan wisatawan.
10. Pengembangan Identitas dan Branding: Desa wisata dapat mengembangkan
identitas dan merek yang unik, yang dapat membedakannya dari destinasi lain.
Hal ini dapat membantu menarik minat wisatawan dan mempromosikan
pariwisata desa secara lebih efektif.

Gambar 1. Desa Wisata di Riau

Sumber: Data olahan penelitian, 2023

KAJIAN PUSTAKA
Pengembangan
Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan ke sasaran yang
dikehendaki [6].Pengembangan adalah suatu usaha menuju ke arah yang lebih baik

3
yang berarti ada perubahan dan pertumbuhan. Perubahan itu bisa dalam arti kualitas
dan kuantitas. Dalam konteks pariwisata secara kualitas berarti meningkatkan objek
wisata dan peningkatan mutu pelayanan, sedangkan secara kuantitas berarti perluasan
dan penganekaragaman objek wisata serta akomodasi lainnya. Perencanaan
pengembangan pariwisata adalah suatu usaha untuk menetapkan langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam upaya meningkatkan pariwisata sebagai sumber devisa bagi
negara, sehingga pengembangan pariwisata benar-benar terarah dan dapat mencapai
hasil yang sebaik-baiknya). Pengembangan pariwisata merupakan pengembangan yang
berencana secara menyeluruh sehingga dapat memberikan manfaat terhadap
kehidupan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Dengan adanya
perencanaan potensi dari objek pariwisata tersebut akan berkembang sehingga
menimbulkan keuntungan besar bagi pengusaha yang bergerak di bidang
kepariwisataan dan juga pemerintah. Oleh karena itu pengembangan pariwisata
haruslah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menarik banyak
wisatawan dari berbagai daerah maupun negara yang pada akhirnya akan menjadi
sebuah aset yang sangat penting dalam pembangunan.
Konsep pengembangan kepariwisataan yang berorientasi pada optimalisasi fungsi
sumber daya alam, pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan pendekatkan
kolaboratif dan pelestarian keseimbangan lingkungan. Pengembangan pariwisata
membutuhkan peran dan partisipasi berbagai pihak (stakeholders)[7]. Partisipasi dari
berbagai pihak tersebut terlibat dalam proses perencananaan yang terdiri dari
keputusan politik, bahwa pariwisata akan dikembangkan, penentuan tujuan dan
sasaran, survai data pendukung, analisis dan sintesis. Pariwisata biasanya akan dapat
lebih berkembang atau dikembangkan jika bagaimanapun juga, beberapa jenis objek itu
adalah untuk kepentingan konservasi. Jadi tidak terus dikembangkan untuk
kepentingan ekonomi. Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan
perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus
menangkap peluang yang akan lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus
dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan
pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata,
penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia
yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar
internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan
kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia[8].
Menurut Charles Keiser Jr. Dan Larry E. Helber, tahap-tahap perencanaan pariwisata itu
dimulai dari pengembangan pariwisata daerah (regional tourism develpoment)
mencakup pembangunan fisik objek dan atraksi wisata yang akan dijual, fasilitas
akomodasi, restoran, pelayanan umum, angkutan wisata dan perencanaan promosi
yang akan dilakukan. Adapun tahap-tahap berikutnya akan banyak tergantung pada
kondisi daerah tujuan wisata tersebut, yakni mengenai kecenderungan peningkatan
kunjungan wisatawan. Artinya, pengembangan dengan sistem prioritas sesuai dengan
kebutuhan atau permintaan pasar[9]. Untuk pengembangan ini perlu dilakukan
pendekatan-pendekatan dengan organisasi pariwisata yang ada (pemerintah atau
swasta) dan pihak-pihak terkait yang diharapkan dapat mendukung kelanjutan
pembangunan pariwisata di daerah itu. Dalam perencanaan pengembangan pariwisata
semua aspek operasional perlu dipertimbangkan secara cermat, terutama faktor-faktor
yang mendukung kelancaran wisatawan semenjak ia berangkat dari negara asalnya,

4
selama dalam perjalanan, ditempat tujuan, pada objek dan atraksi wisata yang
dikunjungi, sehingga ia kembali ke negara asalnya dengan perasaan puas[8].

PEMBAHASAN

Kolaboras i[10] adalah proses kerja sama antara dua atau lebih individu, kelompok,
atau entitas untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks apapun, kolaborasi
melibatkan berbagi gagasan, pengetahuan, sumber daya, dan upaya untuk menciptakan
hasil yang lebih baik atau lebih efektif daripada yang dapat dicapai secara individual.
Kolaborasi dapat terjadi di berbagai bidang, seperti bisnis, seni, pendidikan, riset ilmiah,
dan banyak lagi. Dalam bisnis, misalnya, kolaborasi antar tim atau departemen dapat
membantu meningkatkan efisiensi, inovasi, dan hasil akhir. Kolaborasi antara sektor
[10] swasta dan pemerintah dalam pengelolaan pariwisata desa dapat memiliki dampak
positif yang signifikan. Ini bisa mencakup berbagai bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan untuk mengembangkan potensi pariwisata desa dan pada saat yang
sama memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Perencanaan pengembangan bagi Daerah Tujuan Wisata meliputi sejumlah aspek kunci
seperti :

1. Pengalaman-pengalaman masa lalu daerah tersebut yang berkaitan dengan


kepariwisataan yang mungkin perlu dipertimbangkan, termasuk ciri-ciri,
karakteristik dan sejarah daerah, organisasi-organisasi pariwisata di daerah itu
atau perusahaan-perusahaan yang berhasil menjalankan bisnisnya di daerah
tersbut.
2. Organisasi pariwisata didaerah harus siap menyesuaikan misi dengan
karakteristik
pariwisata di daerah itu. Misalnya, bila suatu daerah memiliki ekowisata yang
menonjol, maka misi harus disesuaikan dengan keuntungan yang akan diperoleh
dari ekowisata tersebut.
3. Kondisi sumber daya potensi yang dimiliki daerah dapat mempengaruhi
kemungkinan tentang dapat atau tidaknya misi yang dirumuskan dijalankan.
4. Suatu perencanaan yang dianggap berhasil biasanya selalu mencoba
mewujudkan pilihan dan harapan masyarakat mayoritas di daerah itu.
5. Perencanaan pariwisata harus didasarkan pada kompetensi daerah yang bersifat
lain dari yang lain. Untuk itu perlu diupayakan berkonsentrasi pada kekuatan-
kekuatan yang dimiliki daerah. Misalnya, kalau potensi pariwisata itu yang
dominan adalah warisan budaya yang dimiliki daerah, maka misi harus
mendapat penekanan utama pada warisan budaya itu.

Dengan demikian kesimpulannya adalah bahwa perencanaan yang dirumuskan


itu hendaknya memenuhi syarat-syarat kelayakan yang berarti bahwa Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di Kota Dumai hendaknya menghindari
perumusan misi yang tidak mungkin dapat dicapai, dapat memberi semangat bersifat
khusus, dan berbeda dengan yang lain.

Adapun mengenai substansi pernyataan misi, didalamnya hendaknya


dimasukkan aspek-aspek seperti pertimbangan dan alasan keberdaan Organisasi
Pariwisata Daerah serta tanggung jawabnya dalam pengembangan pariwisata sebagai

5
suatu industri di daerah tersebut. Aspek lainnya yang perlu diperhatikan adalah
kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) serta harapan (expectation) wisatawan yang
dapat dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan kelompok industri pariwisata serta
dampak ekonomi yang diberikan industri pariwisata jika dikembangkan didaerah itu.
Selain itu juga perlu diperhatikan beberapa petunjuk umum untuk menetapkan strategi
pengembangan pariwisata di daerah itu, seperti misalnya mengikutsertakan penduduk
setempat (local people) dalam proyek-proyek pariwisata yang dikembangkan [11]

Tabel 1. Model Kolaborasi Pemerintah dan Swasta


dalam pengelolaan Desa Wisata
Investasi Infrastruktur Pemerintah dan sektor swasta dapat
bekerja sama dalam membangun dan
memperbaiki infrastruktur pariwisata
seperti jalan, sarana sanitasi, air bersih,
dan transportasi. Swasta dapat
menyediakan dana dan pengetahuan
teknis, sementara pemerintah
memfasilitasi izin dan regulasi.
Pengembangan Produk Pariwisata Pemerintah dan swasta dapat bersama-
sama mengembangkan produk pariwisata
yang unik dan menarik untuk desa
tersebut, seperti wisata alam, agrowisata,
atau wisata budaya. Swasta bisa
membantu dalam merancang paket wisata,
promosi, dan distribusi, sementara
pemerintah dapat membantu dalam
penyusunan regulasi yang mendukung.
Pelatihan dan Pendidikan Kolaborasi dapat mencakup pelatihan bagi
masyarakat setempat dalam hal pelayanan
pelanggan, keterampilan kerajinan tangan,
kuliner khas daerah, dan lain-lain.
Pemerintah dapat menyediakan akses ke
program pelatihan dan sertifikasi,
sementara swasta bisa membantu dalam
penyediaan pelatihan dan mentorship.
Pengelolaan Lingkungan Penting untuk menjaga keberlanjutan
lingkungan dalam pengembangan
pariwisata. Pemerintah dan swasta dapat
bekerja sama dalam pengelolaan limbah,
penghematan energi, dan pelestarian alam.
Swasta bisa memberikan teknologi dan
investasi, sementara pemerintah
mengawasi kepatuhan terhadap standar
lingkungan.
Pemberdayaan Masyarakat Kolaborasi dapat mencakup program
pemberdayaan masyarakat seperti
program pelatihan keterampilan,

6
pendidikan, akses ke layanan kesehatan,
dan program kesejahteraan sosial. Swasta
dan pemerintah bisa bekerja sama dalam
merancang dan melaksanakan program-
program ini.
Pajak dan Pendapatan Pemerintah dapat merancang insentif
pajak atau regulasi yang mendukung
investasi swasta di sektor pariwisata desa.
Pendapatan dari sektor pariwisata juga
dapat digunakan untuk membiayai
pembangunan dan program-program
lokal.
Pemasaran dan Promosi Pemerintah dan sektor swasta[12] dapat
bersama-sama mengembangkan strategi
pemasaran dan promosi pariwisata desa.
Ini bisa mencakup kampanye promosi,
partisipasi dalam pameran pariwisata, dan
penggunaan platform digital untuk
meningkatkan visibilitas.
Sumber: data analisis, 2023

Di bidang budaya harus dirintis kembali pengembangan dan peningkatan kehidupan


kebudayaan dikalangan masyarakat secara rutin dan berkesinambungan diberbagai
tingkatan daerah dari desa sampai ke perkotaan, tidak lagi dipusatkan hanya di Pusat
ataupun di ibu kota propinsi. Gerakan massal ini memerlukan waktu minimal 5 – 10
tahun. Adanya upaya penyeragaman budaya menjadi budaya nasional, seperti pada
masa lalu, haruslah dicegah agar kebhinekaan budaya dan kesenian dapat tumbuh
berkembang dengan sehat dan alamiah.

Gambar 2. Pendekatan Pengembangan desa wisata

Sumber: Analisis Peneletian, 2023

7
Apresiasi budaya dan kesenian diberbagai tingkatan harus dilakukan oleh rakyat secara
spontan bukan lagi didasarkan karena adanya arahan dari pusat ataupun
diselenggarakan melalui panitia pusat. Yang pada akhirnya setelah surat keputusan
berakhir maka berbagai event ataupun festival pun tidak muncul lagi dan menunggu SK
berikutnya. Paragdima berpikir semacam ini haruslah dikikis habis oleh para pelaku
pariwisata itu sendiri.Dan seandainya pun Pemerintah ada dananya dan akan
membantu kegiatan-kegiatan budaya kesenian, hendaknya hanyalah bersifat “start-up”
untuk menggulirkan kegiatan tersebut pada tahap-tahap awal sedangkan untuk
selanjutnya harus dapat dikembangkan sendiri dari swadaya masyarakat.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam pengembangan pariwisata yang
potensial harus dilakukan penelitian, dan di evaluasi sebelum fasilitas wisata
dikembangkan disuatu daerah tertentu. Hal ini penting agar perkembangan daya tarik
wisata yang ada dapat sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk menentukan
pengembangan yang tepat dan sesuai.
Dengan demikian metode-metode dari rencana pengembangan perlu dipertimbangkan
dengan mencakup tingkatan-tingkatan yang paling dominan dari sebuah sistem
konstruksi, sebagaimana misalnya dalam pembuatan undang-undang dan kontrol-
kontrol pengaturan yang dapat membawa efek. Bilamana rencana pengembangan telah
dibuat instrumennya, harus dimonitor agar mengetahui beberapa penyimpangan-
penyimpangan yang mungkin terjadi. Aspek pendukung desa wisata antara lain seperti
Kebijakan[13][14][15][11][16],politik[17][18][19][20][21],pemerintah,Budaya[22][23]
,pendidikan, sentra IKM[13], lintas sektor[24], sarana infratruktur pendukung.
PENUTUP

Desa wisata memiliki peran penting dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.


Konsep ini menggabungkan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan untuk
menciptakan destinasi wisata yang bermanfaat bagi masyarakat lokal, wisatawan, dan
lingkungan. Dalam konteks global yang semakin kompleks, desa wisata menjadi model
yang menunjukkan bagaimana pariwisata dapat menjadi alat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sambil tetap menjaga identitas budaya dan kelestarian
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] I. Aliyah, G. Yudana, dan R. Sugiarti, Desa Wisata Berwawasan Ekobudaya:


Kawasan Wisata Industri Lurik. Yayasan Kita Menulis, 2020.
[2] A. Syamsuadi, L. Trisnawati, dan ..., “Analisis Pengembangan Pariwisata Halal di
Kecamatan Siak,” Indones. J. …, 2021.
[3] A. Syamsuadi, S. Hartati, L. Trisnawati, L. Elvitaria, D. Arisandi, dan A. F. Syahrier,
Bijak Mengelola Desa: Sebuah Tinjauan Awal Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Pekanbaru: Taman Karya, 2020.
[4] A. Sabaruddin, “Manajemen Kolaborasi dalam Pelayanan Publik,” Yogyakarta.
Graha Ilmu, 2015.
[5] E. Rosyanti, D. H. A. P. Eldo, dan R. A. Novanto, “Collaborative Governance Sebagai
Upaya Dalam Akselerasi Pembangunan Desa,” J. Gov. Local Polit., vol. 1, no. 2, hal.
137–156, 2019.

8
[6] A. J. Penelitian, “Laporan kemajuan penelitian multi tahun,” no. 8, hal. 3–6, 1938.
[7] R. Akbar, B. Supriyono, dan T. Domai, “Jurnal Ilmiah Administrasi Publik ( JIAP )
Collaborative Governance dalam Pengembangan Desa Wisata Gubugklakah,” vol.
8, no. 2, hal. 170–177, 2022.
[8] P. R. Saputra, I. W. Lendra, I. Destrilia, dan F. Wahyuni, “Pengembangan Wisata
Dan Ekonomi Kreatif Lampung Dalam Perspektif Collaborative Governance,”
Administratio, vol. 13, no. 1, hal. 33-48. doi:
https://doi.org/10.23960/administratio, 2022.
[9] V. T. Haris, A. Saleh, dan M. Anggraini, “Perencanaan Dimensi Ekonomis Saluran
Primer Daerah Irigasi (DI) Bunga Raya,” Siklus J. Tek. Sipil, vol. 2, no. 1, hal. 47–57,
2016.
[10] A. Syamsuadi, “PERAN LINTAS SEKTOR DALAM KONVERGENSI PERCEPATAN
PENURUNAN STUNTING DI KABUPATEN ROKAN HULU,” vol. 6, no. 1, hal. 1–30,
2023.
[11] L. Trisnawati, A. Syamsuadi, D. Arisandi, L. Elvitaria, dan S. Hartati, “STRATEGI
PENINGKATAN EKONOMI MELALUI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA
HALAL DI KOTA PEKANBARU BERBASIS DIGITAL,” Al-Amwal, vol. 12, no. 1, hal.
1–12, 2023.
[12] L. Trisnawati, A. Syamsuadi, S. Hartati, dan I. Reskiyanti, “Koordinasi Pemerintah
dan Swasta dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) School
Improvement di Kabupaten Pelalawan,” J. Gov. Local Polit., vol. 3, no. 2, hal. 115–
123, 2021.
[13] A. Syamsuadi, S. Hartati, L. Trisnawati, dan D. Arisandi, “Strategi Kebijakan
Pengembangan Sagu Berbasis Sentra Industri Kecil Menengah (IKM),” J. Inov. Ilmu
Sos. dan Polit., vol. 2, no. 2, hal. 114–128, 2020.
[14] A. Syamsuadi, H. Sepriyani, S. Endrini, dan A. Febriani, “Implementasi Kebijakan
Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Universitas Abdurrab pada Program
Magang Mahasiswa,” EDUKATIF J. ILMU Pendidik., vol. 4, no. 1, hal. 1341–1348,
2022.
[15] M. F. Anugerah, A. Syamsuadi, S. Hartati, D. Arisandi, L. Trisnawati, dan R. Saputra,
“STUDI PENDAHULUAN: KONSTRUKSI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DI
KOTA PEKANBARU 2012-2014,” JDP (JURNAL Din. PEMERINTAHAN), vol. 3, no. 2,
hal. 115–132, 2020.
[16] A. Syamsuadi, “IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGALISTRIKAN NO. 30
TAHUN 2009 TERHADAP URGENSITAS KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK
OPERASI …,” Al BOACEN. academia.edu, 2015.
[17] A. Syamsuadi dan M. H. D. R. Yahya, “Model Kandidasi Birokrat Oleh Partai Politik
Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2015,”
J. Gov., vol. 3, no. 2, hal. 133–153, 2018.
[18] A. Syamsuadi, Z. Zamhasari, S. Hartati, dan L. Trisnawati, “Pragmatisme Partai
Islam: Strategi Politik Terbuka Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Tahun 2018,” JISPO J. Ilmu Sos. dan Ilmu Polit.,
vol. 10, no. 1, hal. 1–22, 2020.
[19] A. Syamsuadi, “PEMBERDAYAAN POLITIK PEMILIH MENYONGSONG PILKADA
SERENTAK EMPOWERING POLITICAL ELECTION SUPPORTING ELECTIONS IN
CONCERN.”
[20] A. B. Saputra dan A. Syamsuadi, “MILITER DAN POLITIK DI BAWAH
PEMERINTAHAN JOKO WIDODO.”

9
[21] A. Syamsuadi, “Masa Depan Pemilihan Kepala Daerah Di Masa Pandemi Covid-19
Tahun 2020,” Implikasi Polit. Ed. Agustus, hal. 1–8, 2020.
[22] A. SYAMSUADI, “MENELUSURI PETA ALUR REFORMASI BIROKRASI DI RIAU:
KAJIAN RANCANGAN RENCANA PENELITIAN (KRRP),” researchgate.net. .
[23] A. Syamsuadi, “Membangun Demokrasi Pemerintahan di Riau Dalam Perspektif
Budaya Melayu,” J. Din. Pemerintah., vol. 1, no. 1, hal. 1–10, 2018.
[24] A. Syamsuadi dan A. Febriani, “THE INFLUENCE OF STUNTING REDUCTION
PROGRAM PERFORMANCE ON THE GROWTH OF UNDER-FREE CHILDREN IN
ROKAN HULU DISTRICT,” JIKA (Jurnal Ilmu Kesehat. Abdurrab), vol. 1, no. 2, hal.
27–38, 2023.

10

Anda mungkin juga menyukai