Anda di halaman 1dari 3

Kesalahan pola asuh, cermin abainya negara menyiapkan orang tua dalam mendidik anak

Polisi telah menetapkan Mario Dandy Satriyo (20), anak mantan pejabat Ditjen Pajak (DjP) Kemenkeu, sebagai
tersangka atas kasus penganiayaan terhadap D (17). Mario dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 tentang
Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP. Sementara itu, Shane (provokator dan perekam tindakan brutal
Mario terhadap D) dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 KUHP.

Sungguh, publik baru saja sedikit lega setelah kasus Brigadir J tuntas dengan jatuhnya vonis kepada Sambo c.s.,
tetapi tidak sedikit pula warganet yang menganggap kasus Mario mirip Sambo, bahkan menyebut Mario sebagai Sambo
U-20. Apa pun itu, yang jelas kasus Mario ini bikin gaduh bagai genderang ditabuh.

Jahat

Berdasarkan video yang viral, publik setuju bahwa perilaku Mario terhadap D adalah jahat, terlebih D sampai
mengalami koma. Kita bisa membayangkan betapa keji tindak kekerasan yang Mario lakukan terhadapnya. Pakar
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyebutkan ada kemungkinan Mario bisa bertindak brutal
karena selama ini terbiasa hidup penuh kemudahan dan tidak pernah ada di posisi hidup susah atau situasi yang down.
Ini bisa menjadikan emosinya memuncak ketika dilanda masalah hingga menjadikan korban D sebagai pelampiasan.

Selain itu, berdasarkan temuan terbaru, di dalam mobil Jeep Rubicon Mario yang kini terparkir di halaman
Polres Jakarta Selatan, terdapat minuman keras di bagian jok belakang dengan isi yang masih ¾ botol. Ini menguatkan
dugaan bahwa tindak kejahatan Mario makin menjadi-jadi karena dipicu konsumsi minuman keras.

Gaya Hidup Mewah

Selain tindakan brutalnya, Mario juga kerap memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial. Dalam
beberapa video—yang kini sudah terhapus—di akun media sosial yang diduga milik Mario, ada moge (motor gede)
Harley-Davidson, Jeep Wrangler Rubicon, dan Toyota Land Cruiser VX-R.

Buntutnya, harta sang ayah, Rafael Alun Trisambodo selaku mantan pejabat DjP, juga ikut disorot. Jika dilihat
dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rafael
telah melaporkan harta yang dimiliki pada 2011. Khusus kendaraan, pada tahun itu, ia tercatat memiliki mobil Honda
CR-V tahun 2007 dan Toyota Camry tahun 2008. Hingga laporan 2022, daftar kendaraan yang dilaporkan Rafael tidak
berubah. Dari laporan harta 11 tahun lalu, tidak ada Jeep Rubicon maupun Harley yang terdaftar.

Rafael memang menampik bahwa mobil dan motor yang dikendarai sang anak adalah miliknya. Namun
demikian, belakangan muncul di media sosial, pria yang diduga Rafael bersama sang istri tengah menunggangi moge
Harley. Terlihat aksi pria yang menunggangi Harley itu diunggah di akun atas nama @rafael.alun dan diunggah ulang
oleh akun media sosial lain. Moge Harley itu mirip dengan yang dikendarai Mario Dandy. Beredar juga foto yang diduga
istri Rafael Alun dengan mobil Jeep Rubicon dan Land Cruiser VX-R.

Salah Pola Asuh?

Berdasarkan semua itu, publik pun setuju bahwa Mario adalah wujud anak salah asuh. Hal ini juga tampak dari
dugaan pakar kriminologi dan kepolisian Adrianus Meliala bahwa kemungkinan Mario memiliki trauma masa kecil.
Menurut Adrianus, beberapa anak yang sudah dewasa yang tidak terkontrol emosinya, bisa jadi pernah mengalami
trauma pada masa balita.

Ini sejalan dengan informasi dari Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Rohika Kurniadi Sari pada 2022 bahwa
masih banyak anak Indonesia yang mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Menurut Rohika, berdasarkan data
Susenas 2020, terdapat 3,73% balita yang pernah mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Selain itu, ada 15 provinsi
dari 24 provinsi yang memiliki pola pengasuhan di bawah rata-rata Indonesia.

Di samping itu, terdapat UU 23/2002 yang mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan
pengasuhan yang layak dari orang tuanya. Rohika juga menegaskan bahwa pengasuhan anak merupakan salah satu
agenda nasional untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Pengasuhan yang tidak layak mengakibatkan berbagai
dampak negatif bagi perkembangan anak karena pemenuhan hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik, seperti hak
kesehatan dan hak perlindungan.

Pengasuhan yang tidak layak, lanjut Rohika, akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung dan mudah putus
asa bagi anak. Kondisi ini bahkan dapat mengakibatkan anak memiliki daya juang yang lemah. Dalam hal ini, imbuh
Rohika, orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan yang baik, termasuk
memberi semangat, pujian, menghargai waktu, dan lain sebagainya.

Utang Pengasuhan

Kasus Mario tentu tidak bisa kita pandang secara berdiri sendiri. Berbagai kasus yang melibatkan remaja
maupun dewasa muda yang juga marak belakangan ini menunjukkan nasib generasi ada di ujung tanduk.

Ini menegaskan bahwa ada krisis berlapis yang melanda. Kesalahan pola asuh mungkin bisa kita sebut sebagai
salah satu penyebab tindakan brutal seorang Mario. Namun, bagaimana dengan Mario-Mario lainnya? Kasus serupa
Mario toh tidak hanya terjadi pada seorang Mario saja, bukan?

Dengan demikian, kita harus memandang kasus ini secara lebih holistik dan sistemis. Persoalan pengasuhan
tidak hanya seputar kesiapan mental para calon suami dan istri sebelum memutuskan menikah. Aktivitas pranikah juga
tidak semestinya berupa pacaran yang selama ini mendapatkan pemakluman dari masyarakat karena dianggap “cinta
monyet”.

Pacaran justru terjadi akibat ada ruang pengasuhan dan curahan kasih sayang yang kosong ketika yang
bersangkutan masih kecil. Artinya, ada peran orang tua (ibu dan ayah) yang hilang saat momen pengasuhan itu
berlangsung. Ruang kosong tersebut ibarat utang, cepat atau lambat harus “dilunasi” orang tua. Jika tidak, baik sadar
maupun tidak, anak akan terus “menagih” hingga usia dewasa.

Dampak negatif yang muncul, anak akan menjadi nakal. Juga ada saja perilaku lainnya yang selalu
menyebabkan masalah, lebih parah jika kondisi ini berlangsung hingga dewasa. Mereka hendak disebut “anak” sudah
tidak bisa karena usianya tidak bukan anak-anak. Sebaliknya, mau disebut “dewasa”, mereka hanya badannya saja yang
tumbuh besar, tetapi mental dan cara pandangnya masih mentah alias seperti anak-anak.

Mario, misalnya, hidup serba enak bahkan serba boleh sejak kecil, tetapi ternyata kondisi ini adalah pola asuh
yang salah. Kasus yang menimpanya saat ini adalah bom waktu dari kesalahan pola asuh tersebut. Dalam hidup, pasti
ada standar benar dan salah. Hanya saja cara pandang serba boleh akan membuat standar benar dan salah jadi bias,
batasannya tidak jelas.

Cara pandang akan standar kehidupan ini penting dan harus ditanamkan sejak masih dalam kandungan. Jelas,
standar kehidupan yang berasal dari Sang Khalik satu-satunya yang layak untuk diberikan kepada anak-anak kita. Pada
kasus Mario, cara pandang dan standar kehidupan yang sahih jelas nihil.

Peran Khilafah Menyiapkan Tatanan Keluarga

Allah Taala mengingatkan kita dalam firman-Nya, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS
Al-Furqan [25]: 74).

Allah juga berfirman dalam ayat yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS At-Tahrim [66]: 6).

Islam menekankan pentingnya kesiapan mental bagi seorang muslim menyambut masa balig yang pada saat itu
dirinya akan menjadi mukalaf (seseorang yang telah terbebani pelaksanaan hukum syarak di dunia dan dirinya harus
sadar akan pertanggungjawaban di akhirat kelak).

Islam juga memiliki khazanah keilmuan dan tsaqafah tentang pernikahan, hukum seputar keluarga, peran
penting menjadi orang tua, serta sistem pola asuh anak sejak masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, prabalig,
hingga balig.

Proses pengasuhan kepada anak ternyata tidak melulu soal kehadiran orang tua secara fisik, alih-alih sekadar
kucuran materi dan fasilitas hidup. Akan tetapi, juga perihal ketakwaan sehingga menghasilkan pemikiran pada anak
bahwa hanya dengan Islam sajalah standar kelayakan bagi cara pandang terhadap kehidupan. Di samping itu, mutlak
bagi seorang ayah memberikan nafkah yang berasal dari rezeki yang halal.

Selanjutnya, anak-anak kita membutuhkan lingkungan sosial yang kondusif yang akan membantu menciptakan
atmosfer sehat bagi pendidikan dan pemikiran mereka. Masyarakat tersebut adalah masyarakat Islam yang juga
menjadikan Islam sebagai standar kehidupan.
Tidak lupa, kita membutuhkan suatu negara dengan tata aturan kehidupan berdasarkan Islam kafah
sebagaimana Khilafah sejak masa Rasulullah saw., khulafaurasyidin, dan khulafa setelah mereka. Ini sebagai langkah
mempersiapkan generasi muda muslim yang teguh memegang ajaran Islam, yang lahir dari keluarga-keluarga muslim
miniatur peradaban Islam.

Khilafah juga akan menerapkan sejumlah sistem penunjang bagi fondasi akidah yang sudah tertanam dari
keluarga. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam dalam rangka menghasilkan generasi berkepribadian
Islam sekaligus calon pemimpin peradaban.

Khilafah juga memberikan jaminan kesejahteraan dari sisi kecukupan ekonomi serta berbagai jalan nafkah yang
halal dalam rangka menjaga kekondusifan pengasuhan anak-anak. Hal ini penting agar para orang tua (khususnya ibu)
tidak perlu terlalu pusing memikirkan kebutuhan hidup yang pada akhirnya menelantarkan anak dan mengabaikan
proses pengasuhan mereka.

Pada saat yang sama, Khilafah menerapkan sistem sanksi Islam secara tegas dengan sifatnya sebagai zawajir
(pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Walhasil, ketika ada suatu pelanggaran hukum syariat Islam, tidak akan
merembet luas di tengah masyarakat.

Sungguh, jangan biarkan lahir Mario-Mario lainnya, yang meski berkecukupan, tetapi memiliki cara pandang
yang salah terhadap kehidupan. Allah Taala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Ar-Ruum [30]: 30). Wallahualam bissawab

Disampaikan pada HS, Ahad, 05 Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai