Teori Rudolf Stammler Stammler adalah Penganut Neo-Kantian mazhab Marburg, berbeda dengan Radbruch (mazhab Baden) yang menyandarkan diri pada nilai nilai, maka Stammler justru memberi perhatian pada soal – soal non – Kesadaran dan dianalokan oleh Stammler sebagai kategori yang dapat diterapkan pada bidang kemauan' Mengenai dengan teorinya tentang kemauan, Stammler beranjak dari ansumsi "tindakan bertujuan" orang mau berbuat sesuatu pasti untuk mengejar suatu tujuan. Tujuan menetukan pebuatan, perbuatan merupakan materi dari kemauan, tujuan adalah bentuk" nya oleh tujuan yang dikehendaki.maka materi dan bentuk 'lebur menjadi sutu kesatuan yang mewajibkan jadi tidak ada pemisahan materi dan bentuk seperti dalam teori Kant. Teori Stammler tentang Hukum apa yang dikehendaki manusia dalam kehidupan sosial adlah hidup besama yang teratur,untuk menjamin hidup bersama dibutuhkan perbuatan, yakni pengaturan segala hal yang terdapat dalam kehidupan bersama, perbuatan mengatur itu wujudnya adlaha Hukum, jadi Hukum merupakan materi yang diberi bentuk-nya oleh tujuan menciptakan hidup bersama yang terratur. Dalam Teori Stammler, jelas kiranya bahwa hidup bersama yang teratur, menghendaki adanya hukum sebagai penjamin keteraturan.oleh Stammler disebut "Kehendak Yuridis menjadi dasar dan syarat seluruh hukum Positif, tanpa kehendak yuridis suatu aturan hukum positif tidak memiliki arti normatif apa apa. Pendek kata, hukum merupakan sebuah kehendak yuridis manusia,kehendak itu memicu kesadaran bersama (bukan orang per orang) suatu masyarakat manusia untuk membentuk peraturan – peratuaran hukum. Kehendak yuridis makna transedental, ada komitmen bersama,ada kesepakatan.
Hukum itu Normatif Karna Grundnorm
Teori Hans Kalsen Seperti halnya Stammler sebagai eksponen Neo- Kantian Mazhab Marburg kalsen juga bertolak dari dualisme Kant antara bentuk dan Materi, namun demikian, ia berseberangan dengan Stammler, kalsen mengamini perbedaan antara bidang "ada" (Sein) dan bidang "harus" (sollen) sebagai dua unsur dari pengetahuan manusia, bidang Sein berhubungan dengan alam dan fakta, sedangkan bidang Sollen justru berkaitan dengan kehidupan manusia. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, dari mana sumber pedoman pedoman obyektif itu kata kalsen sumber semua itu adalah dari Grundnorm (Norma dasar) Grundnorm menyerupai sebuah pengandaian tentang tatanan yang hendak diwujudkan dalam hidup bersam (dalam hal ini negara) Kalsen sendiri tidak menyebut isi dari Grundnorm tersebut. Grundnorm merupakan syarat transedental-logis bagi berlakunya seluruh tata hukum atau hukum positif. Kalsen juga sebenarnya juga membuat teori tentang tertib Yuridis, jadi menurut Kalsen cara mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah mengeceknya melalui logika stufenbau itu, dan Grundnorm batu uji utama. Versi lain diajukan oleh penganut positivisme yuridis kontemporer yakni H.L,.A. Hart. Ia mengajukan kriteria untuk membedakan antara peraturan yuridis dan tidak yuridis. Menurut Hart secara umum pengertian Austin tentang hukum tepat, sebab benarlah bahwa perintah-perintah yang disebut hukum, tapi itu tidak cukup untuk mengatahui suatu peraturan bersifat legal, sesungguhnya hukum kata Hart minimal kita harus insaf tentang dua jenis kaidah hukum. Ada kaidah hukum yang kelakuan orang (kaidah primer) dan ada kaidah hukum yang menentukan syarat bagi berlakunya kaidah primer tersebut (kaidah sekunder) kaidah sekunder adalah petunjuk pengenal manakah hukum yang sah itu. Hukum itu Normtif, karena nilai keadilan Teori Gustav Radbruch Seolah khawatir dengan ketidak jelasan isi Grundnorm-nya Kalsen (yang memang membuka peluang masuknya selera manasuka penguasa dalam menetapkan Grundnorm itu, serta trauma pada kekejian Rezim, Nazi yang memobilisasi tata hukum positif untuk melegalkan Genosida (pembasmian ras yahudi) Gustav Radbruch mematrikan kembali nilai keadilan sebagai mahkota dari setiap tata hukum Neo-Kant yang sangat terpengaruh oleh mazhab baden, Radbruch berusaha mengatasi dualisme antara sein dan sollen, antara materi dan bentuk jika Stammler dan Kalsen terperangkap dalam dualisme itu (sehingga yang dipentingkan dalam hukum hanyalah dimensi formal atau bentuknya) maka Radbruch tidak mau terjatuh dalam kesesatan yang sama. Radbruch memandan sein dan sollen (materi dan bentuk) sebagai dua sisi dari satu mata uang. Materi mengisi bentuk,dan bentuk melindungi materi! Itulah kira-kira fase yang tepat untuk melukiskan teori Radbruch tentang hukum dan keadilan. Nilai keadilan adalah materi sedsngkan aturan hukum adalah bentuk yang harus melindungi nilai keadilan. Dalam mengontruksi teorinya, Radbruch bertolak dari tesis dasar mazhab baden, yakni kebudayaan yang mendeklarasi bahwa hukum merupakan Kulturwissenschaft. Bukanlah tantana dari norma- norma seperti konsep Kalsen "kultur'' bertujuan merealisasikan nilai jika ditempatkan dalam kerangka kant, maka kultur bukanlah wilayah akal murni tetapi wilayah akal praktis. Menurut Radbruch mengembangkan nilai keadilan bagi kegidupan konkret manusia. Ini instrinsik dalam hukum, karena memang itu hakikatnya sebagai salah satu unsur kebudayaan. Hukum sebagai pengembang nilai keadilan, menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil –tidak adilnya tata hukum tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar sebagai hukum. Keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Ia normatif karena berfungsi sebagai persyaratan trasendental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Ia menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif, hukum positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tuntutan akan keadilan dan kepastian, menurut Radbruch merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Sedangkan finalitas mengandung unsur relativitas karena tujuan keadilan. Bila tujuan hukum adakah kemajuan negara maka, tujuan itu menghasilkan sistem hukum kolektif. Ini lebih tampak di negara-negara sosialis, maka sistem hukum yang diciptakan adalah transpersonal. Radbruch mengakui selalu terjadi pertentangan antara 3 aspek tersebut dalam negara sistem hukum kolektif (finalitas nya adalah perkembangan masyarakat). Maka kemungkinan timbul antara finalitas dan keadilan, menurut keadilan orang ini harus dihukum namun finalitas tidak mengizinkannya, berdasarkan 3 prinsip hukum: kemerdekaan, bangsa dan peradapan hukum alam tersebut, Radbruch sampai pada keyakinan bahwa keadilan terhadap manusia individual merupakan batu sendi bagi perwujudan dalam hukum, dari sini pula 3 aspek hukum itu disusun dalam urutan struktural yang dimualai dari keadilan, kepastian, dan diakhiri finalitas, maka bila perkembangan kolektif ditentukan sebagai finalitas hukum maka dia tetap tunduk pada keadilan dan kepastian hukum. Jika terjadi pertentangan antara keadilan dan kepastian kita ketahui, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan.bagaimana jika ia tidak sesuai dengan keadilan dan finalitas. Bila pertentangan antara tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga ia benar dirasakan tidak adil, maka demi keadilan tata hukum itu harus dilepaskan.