Anda di halaman 1dari 3

Nomor Induk Mahasiswa : P2B123071

Nama : Imaldi S
Mata Kuliah : Teori Hukum

Hukum itu Normatif, karna Kehendak Yuridis


Teori Rudolf Stammler
Stammler adalah Penganut Neo-Kantian mazhab Marburg, berbeda dengan Radbruch
(mazhab Baden) yang menyandarkan diri pada nilai nilai, maka Stammler justru memberi perhatian
pada soal – soal non – Kesadaran dan dianalokan oleh Stammler sebagai kategori yang dapat
diterapkan pada bidang kemauan'
Mengenai dengan teorinya tentang kemauan, Stammler beranjak dari ansumsi "tindakan
bertujuan" orang mau berbuat sesuatu pasti untuk mengejar suatu tujuan. Tujuan menetukan
pebuatan, perbuatan merupakan materi dari kemauan, tujuan adalah bentuk" nya oleh tujuan yang
dikehendaki.maka materi dan bentuk 'lebur menjadi sutu kesatuan yang mewajibkan jadi tidak ada
pemisahan materi dan bentuk seperti dalam teori Kant.
Teori Stammler tentang Hukum apa yang dikehendaki manusia dalam kehidupan sosial adlah
hidup besama yang teratur,untuk menjamin hidup bersama dibutuhkan perbuatan, yakni pengaturan
segala hal yang terdapat dalam kehidupan bersama, perbuatan mengatur itu wujudnya adlaha
Hukum, jadi Hukum merupakan materi yang diberi bentuk-nya oleh tujuan menciptakan hidup
bersama yang terratur.
Dalam Teori Stammler, jelas kiranya bahwa hidup bersama yang teratur, menghendaki
adanya hukum sebagai penjamin keteraturan.oleh Stammler disebut "Kehendak Yuridis menjadi
dasar dan syarat seluruh hukum Positif, tanpa kehendak yuridis suatu aturan hukum positif tidak
memiliki arti normatif apa apa.
Pendek kata, hukum merupakan sebuah kehendak yuridis manusia,kehendak itu memicu
kesadaran bersama (bukan orang per orang) suatu masyarakat manusia untuk membentuk peraturan –
peratuaran hukum. Kehendak yuridis makna transedental, ada komitmen bersama,ada kesepakatan.

Hukum itu Normatif Karna Grundnorm


Teori Hans Kalsen
Seperti halnya Stammler sebagai eksponen Neo- Kantian Mazhab Marburg kalsen juga bertolak dari
dualisme Kant antara bentuk dan Materi, namun demikian, ia berseberangan dengan Stammler,
kalsen mengamini perbedaan antara bidang "ada" (Sein) dan bidang "harus" (sollen) sebagai dua
unsur dari pengetahuan manusia, bidang Sein berhubungan dengan alam dan fakta, sedangkan bidang
Sollen justru berkaitan dengan kehidupan manusia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, dari mana sumber pedoman pedoman obyektif itu kata
kalsen sumber semua itu adalah dari Grundnorm (Norma dasar) Grundnorm menyerupai sebuah
pengandaian tentang tatanan yang hendak diwujudkan dalam hidup bersam (dalam hal ini negara)
Kalsen sendiri tidak menyebut isi dari Grundnorm tersebut. Grundnorm merupakan syarat
transedental-logis bagi berlakunya seluruh tata hukum atau hukum positif. Kalsen juga sebenarnya
juga membuat teori tentang tertib Yuridis, jadi menurut Kalsen cara mengenal suatu aturan yang
legal dan tidak legal adalah mengeceknya melalui logika stufenbau itu, dan Grundnorm batu uji
utama.
Versi lain diajukan oleh penganut positivisme yuridis kontemporer yakni H.L,.A. Hart. Ia
mengajukan kriteria untuk membedakan antara peraturan yuridis dan tidak yuridis. Menurut Hart
secara umum pengertian Austin tentang hukum tepat, sebab benarlah bahwa perintah-perintah yang
disebut hukum, tapi itu tidak cukup untuk mengatahui suatu peraturan bersifat legal, sesungguhnya
hukum kata Hart minimal kita harus insaf tentang dua jenis kaidah hukum. Ada kaidah hukum yang
kelakuan orang (kaidah primer) dan ada kaidah hukum yang menentukan syarat bagi berlakunya
kaidah primer tersebut (kaidah sekunder) kaidah sekunder adalah petunjuk pengenal manakah hukum
yang sah itu.
Hukum itu Normtif, karena nilai keadilan
Teori Gustav Radbruch
Seolah khawatir dengan ketidak jelasan isi Grundnorm-nya Kalsen (yang memang membuka
peluang masuknya selera manasuka penguasa dalam menetapkan Grundnorm itu, serta trauma pada
kekejian Rezim, Nazi yang memobilisasi tata hukum positif untuk melegalkan Genosida
(pembasmian ras yahudi) Gustav Radbruch mematrikan kembali nilai keadilan sebagai mahkota dari
setiap tata hukum Neo-Kant yang sangat terpengaruh oleh mazhab baden, Radbruch berusaha
mengatasi dualisme antara sein dan sollen, antara materi dan bentuk jika Stammler dan Kalsen
terperangkap dalam dualisme itu (sehingga yang dipentingkan dalam hukum hanyalah dimensi
formal atau bentuknya) maka Radbruch tidak mau terjatuh dalam kesesatan yang sama. Radbruch
memandan sein dan sollen (materi dan bentuk) sebagai dua sisi dari satu mata uang. Materi mengisi
bentuk,dan bentuk melindungi materi! Itulah kira-kira fase yang tepat untuk melukiskan teori
Radbruch tentang hukum dan keadilan. Nilai keadilan adalah materi sedsngkan aturan hukum adalah
bentuk yang harus melindungi nilai keadilan.
Dalam mengontruksi teorinya, Radbruch bertolak dari tesis dasar mazhab baden, yakni kebudayaan
yang mendeklarasi bahwa hukum merupakan Kulturwissenschaft. Bukanlah tantana dari norma-
norma seperti konsep Kalsen "kultur'' bertujuan merealisasikan nilai jika ditempatkan dalam
kerangka kant, maka kultur bukanlah wilayah akal murni tetapi wilayah akal praktis. Menurut
Radbruch mengembangkan nilai keadilan bagi kegidupan konkret manusia. Ini instrinsik dalam
hukum, karena memang itu hakikatnya sebagai salah satu unsur kebudayaan.
Hukum sebagai pengembang nilai keadilan, menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil –tidak
adilnya tata hukum tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar sebagai hukum. Keadilan
memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Ia normatif karena berfungsi sebagai
persyaratan trasendental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Ia menjadi landasan
moral hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif, hukum positif berpangkal. Sedangkan
konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum.
Tuntutan akan keadilan dan kepastian, menurut Radbruch merupakan bagian-bagian yang tetap dari
hukum. Sedangkan finalitas mengandung unsur relativitas karena tujuan keadilan.
Bila tujuan hukum adakah kemajuan negara maka, tujuan itu menghasilkan sistem hukum kolektif.
Ini lebih tampak di negara-negara sosialis, maka sistem hukum yang diciptakan adalah transpersonal.
Radbruch mengakui selalu terjadi pertentangan antara 3 aspek tersebut dalam negara sistem hukum
kolektif (finalitas nya adalah perkembangan masyarakat). Maka kemungkinan timbul antara finalitas
dan keadilan, menurut keadilan orang ini harus dihukum namun finalitas tidak mengizinkannya,
berdasarkan 3 prinsip hukum: kemerdekaan, bangsa dan peradapan hukum alam tersebut, Radbruch
sampai pada keyakinan bahwa keadilan terhadap manusia individual merupakan batu sendi bagi
perwujudan dalam hukum, dari sini pula 3 aspek hukum itu disusun dalam urutan struktural yang
dimualai dari keadilan, kepastian, dan diakhiri finalitas, maka bila perkembangan kolektif ditentukan
sebagai finalitas hukum maka dia tetap tunduk pada keadilan dan kepastian hukum.
Jika terjadi pertentangan antara keadilan dan kepastian kita ketahui, kepastian hukum harus dijaga
demi keamanan.bagaimana jika ia tidak sesuai dengan keadilan dan finalitas. Bila pertentangan
antara tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga ia benar dirasakan tidak adil, maka
demi keadilan tata hukum itu harus dilepaskan.

Anda mungkin juga menyukai