Anda di halaman 1dari 22

Pembangunan Daerah Berdasarkan Pengurangan Risisko Bencana (PRB) :

(Strategi Penguatan Kapasitas PRB di Daerah)

Dr. Hendro Wardhono, M.Si


- Wakil Ketua Iumum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI)
- Direktur Pusat Penelitian & Pelatihan Indonesia Tangguh (PUSPPITA
PROBLEMATIKA BENCANA SEBAGAI TANTANGAN PEMBANGUNAN, SAAT INI DAN KE DEPAN
 ANCAMAN BENCANA SEMAKIN MENINGKAT AKIBAT PERUBAHAN IKLIM, ALIH FUNGSI LAHAN DAN KERUSAKAN
LINGKUNGAN;
 PERTUMBUHAN PENDUDUK: URBANISASI, KEMISKINAN, PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN, EKSPLOITASI
LINGKUNGAN, BANYAK ORANG TINGGAL DI DAERAH RAWAN BENCANA;
 KETERSEDIAAN DATA DAN INFORMASI TENTANG RISIKO BENCANA TERBATAS SEHINGGA TIDAK DAPAT LANGSUNG
DITERAPKAN DALAM KEBIJAKAN PEMBANGUNAN;
 PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG ANCAMAN BENCANA DI SEKITARNYA MASIH RENDAH DAN KAPASITAS
TANGGAP MASYARAKAT SERTA APARAT MASIH PERLU DITINGKATKAN;
 TATA KELOLA PENANGGULANGAN BENCANA MASIH BELUM OPTIMAL, KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER
KEBENCANAAN MASIH PERLU DI-ORKESTRASIKAN SECARA LEBIH SINERGIS
 PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN RUANG YANG BELUM SEPENUHNYA MEMPERTIMBANGKAN ASPEK RISIKO
BENCANA.

2
Pesan UNISDR (2014): “Make Risk Reduction Central to Development”

Sumber: UNISDR, UNDP, UNICEF, GFDRR, Oxfam, 2014


SELAIN ITU SALAH SATU REKOMENDASI DALAM GLOBAL PLATFORM FOR DISASTER RISK REDUCTION (GPDRR) KE-7 DI
BALI YANG DISELENGGARAKAN PADA BULAN MEI YANG LALU MEREKOMENDASIKAN BAHWA PENGURANGAN RISIKO
BENCANA PERLU DIINTEGRASIKAN PADA KEBIJAKAN-KEBIJAKAN UTAMA PEMBANGUNAN DAN PEMBIAYAAN,
LEGISLASI, DAN RENCANA PENCAPAIAN AGENDA 2030. DAN PLATFORM GLOBAL TERSEBUT JUGA MENYERUKAN
TRANSFORMASI MEKANISME TATA KELOLA RISIKO UNTUK MEMASTIKAN PENGELOLAAN RISIKO MERUPAKAN
TANGGUNG JAWAB BERSAMA LINTAS SEKTOR, SISTEM, SKALA, DAN BATAS.
Salah Satu Pengarusutamaan RPJMN 2020 - 2024
Agenda Pembangunan VI

Sumber : RPJMN 2020 - 2024


Agenda Pembangunan II
Sumber : Renas PB 2020 - 2024 Sumber : Renas PB 2020 - 2024
UU 24/2007 Tentang Penanggulangan Bencana
4 PRIORITAS AKSI SFDRR

1 MEMAHAMI RISIKO BENCANA;

2 MEMPERKUAT TATA KELOLA RISIKO


BENCANA DAN MANAJEMEN RISIKO
BENCANA;

3 INVESTASI DALAM PENGURANGANRISIKO


BENCANA UNTUKKETANGGUHAN;

4
MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN BENCANA
UNTUK RESPON YANG EFEKTIF, DAN UNTUK
“BUILD BACK BETTER" DALAM PEMULIHAN,
REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI.

Sendai Framework for DRR 2015-2030


Isu-isu Strategis Kebencanaan (antara lain) : Perspektif Tentang PB Berbasis Empirical Gap (PUSPPITA, 2019) :
• Kolaborasi Pentahelix dengan menambahkan unsur akademisi & media • Bahwa pemahaman visi dan makna tentang kemandirian masyarakat korban
(belakangan muncul gagasan konsep Hexa Helix dengan menambahkan bencana bukanlah orang yang sama sekali "tidak berdaya", akan tapi
unsur affected communities); hanya perlu leverage atau daya ungkit yang tepat sehingga mereka dapat
• Isu-isu tatakelola kebencanaan yang terkadang terhambat sinergitas antara berdaya dalam melakukan dan atau me-manage risiko bencana yang ada di
K/L dengan fleksibilitas peran yang rendah dan perlunya membangun model wilayahnya;
tatakelola kolaboratif (collaborative governance);
• Isu-isu kapasitas lokal masih perlu mendapat atensi yang lebih secara • Dengan adanya dukungan IT seperti aplikasi Ina-Risk dan konsep tentang
substantif dengan menggandeng berbagi pihak, termasuk melibatkan filosofi Wei-Ji (ada bahaya / dangerous tapi juga sekaligus ada peluang /
perguruan tinggi di tingkat daerah / lokal; opportunity) maka bencana adalah bagian dari pembangunan yang
diposisikan sebagai tantangan dan atau drive force pembangunan,
• Isu lingkungan yang boleh jadi secara mayoritas adalah man-made disaster,
seperti penebangan pohon yang masif, pencemaran sungai, hingga bukan faktor eksternal yang menghambat dan selalu berkonotasi dengan
Indonesia menjadi negara pencemar sampah plastik di laut terbesar kedua force major.
di dunia;
• Melakukan revitalisasi "budaya lokal" yang dinamis khusunya pada masyarakat
• Dalam hal pendanaan khususnya dari sisi pemulihan pasca bencana, di Jawa Timur yang memiliki kekayaan budaya lokal yang beragam namun
perlunya keseimbangan (secara proporsional) antara pemulihan fisik dan
perlu dipadukan dengan Internet of Thins (IoT).
pemulihan sosial ekonomi sehingga tidak hanya terfokus pada pemulihan
fisik semata;
• Memberi peran yang propper atau memadai bagi kiprah perempuan dalam
• Dukungan edukasi kebencanaan harus terus didorong bukan saja sebatas program-program PB khususnya pada level komunitas (misal :Srikandi
materi suplemen namun perlu masuk dalam kurukulum. Dalam Tangguh). Perempuan dan jejaringnya dapat dimanfaatkan sebagai agen-
implementasinya tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan yang
agen PB di komunitasnya dalam rangka memberikan literasi dan
mengintegrasikan ke dalam kurirkulum.
pembelajaran tentang penanggulangan bencana;
• Dan lain-lain..
Environment System yang Berpengaruh Terhadap
Sistem PB yang Berpengaruh pada Kelembagaan
BPBD di Daerah
Sosial Budaya
- Nilai & Perilaku Masyarakat
- Budaya & Kapasitas Lokal
- Kondisi Demografis
Politik
Ekonomi
- Hubungan Pusat & Daerah
- Trend Ekonomi
- Kepemimpinan & Tatakelola
- Gross Domestic Product
- Perubahan UU & Kebijakan
- Kesejahteraan Masyarakat

Sistem
Nasional PB

Lingkungan TI & Komunikasi (IR. 4.0)


- Penggundulan Hutan - Artificial Intelegent & Robotic
- Kerusakan Alam / Lingkungan - Internet of Things
- Pembabatan Liar - Risk Communication
Global Platform
- SFDRR (Sendai Framework)
- SDG’s (Sustainable Development)
- Climate Change Platform
Kordinasi
Komando
Pelaksana
TRANSFORMING FROM PENTA HELIX TO HEXA HELIX

Source: Prizen Social Science Journal Volume 4 Issue 1 January – April 2020
UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENANGGULANGAN BENCANA
DALAM PERSPEKTIF PEMBERDAYAAN KOMUNITAS (COMMUNITY EMPOWERMENT)

 BERPRINSIP SAPALIBATISME, SEMUA PIHAK DAPAT BERKONTRIBUSI DALAM PRGRAM


PB WAJIB ’DISAPA DAN DILIBATKAN’ DALAM RANCANGAN DAN PELAKSANAAN
PROGRAM PB DAN DIPERLUKAN STAKEHOLDER MAPPING YANG KOMPREHENSIF.

 PRINSIP VERTIZONTAL, BAHWA SEMUA PIHAK HARUS SALING MELENGKAPI DAN


MENGISI (FILLING IN THE GAP) KHUSUSNYA PADA HUBUNGAN PUSAT – DAERAH. JIKA
DAERAH BELUM MEMILIKI KAPASITAS MELAKSANAKAN SEBUAH PROGRAM PB, MAKA
DIISI ATAU DILENGKAPI OLEH PIHAK LAINNYA, KHUSUSNYA YANG BERADA PADA LEVEL
PUSAT.

 MENGEMBANGKAN NETWORKING & KEMITRAAN, DALAM SETIAP IMPLEMNTASI


PROGRAM PB HARUS DAPAT DIKEMBANGKAN ATAU MENAMBAH JEJARING BARU YANG
PADA AKHIRNYA BERTONTRIBUSI PADA KEMITRAAN PROGRAM PB DALAM JANGKA
MENENGAH DAN PANJANG.

 BERBASIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS, BAHWA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM-


PROGRAM PB, SEDAPAT MUNGKIN IMPLEMENTOR BERKOLABORASI DENGAN
BERBAGAI PROGRAM SERUMPUN YANG SUDAH DILAKSANAKAN PIHAK TERKIAT
LAINNYA, DENGAN MENGEDEPANKAN PRINSIP-PRINSIP PEMBERDAYAAN, YAKNI (I)
ENABLING); (II) EMPOWERING; (III) PROTECTING.

 PEMANFATAN INTERNET OF THINGS (IoT) & SMART CITY, PROGRAM PB YANG SEDANG
DAN TELAH DILAKSANAKAN DAN ATAU RANCANGAN PROGRAM PB YANG AKAN
DIRUMUSKAN DAPAT DIKEMBANGKAN DENGAN MENGGUNAKAN IoT DAN PROGRAM
SMART CITY YANG SAAT INI SEDANG DAN TELAH DIKEMBANGKAN DI 100 KAB/KOTA DI
INDONESIA.
TENTANG PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (PRBBK)
(Community Based Disaster Risk Reduction / CBDRR)

Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas merupakan serangkaian aktivitas masyarakat (komunitas)


pada saat sebelum, saat dan setelah bencana terjadi untuk mengurangi jumlah korban baik jiwa,
kerusakan sarana/prasarana dan terganggunya perikehidupan masyarakat dan lingkungan hidup dengan
mengandalkan sumber dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Penanggulangan bencana berbasis
komunitas juga merupakan upaya mengkolaborasikan penanggulangan bencana sebagai upaya bersama
antara PEMERINTAH, DUNIA USAHA, MASYARAKAT, AKADEMISI & MEDIA (Pentahelix)

TENTANG KONSEP / PENDEKATAN BERBASIS KOMUNITAS

Maksud konsep “berbasis komunitas” adalah bahwa pekerjaan penanggulangan bencana dilaksanakan
oleh dan bersama dengan komunitas di mana mereka berperan kunci dalam perencanaan, desain,
penyelenggaraan, pengawasan, dan evaluasi. Disepakati bahwa dalam pendekatan ini komunitas
adalah pelaku utama yang membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan penting sehubungan
dengan penanggulangan bencana. Beberapa komunitas di Banglades, Afrika, Timor, Yogyakarta, Aceh,
Nias, dan sebagainya sudah lama hidup bersama ancaman baik banjir, kekeringan, tsunami, atau
gempa, yang datang silih berganti.
PERSANDINGAN PLATFORM INTERNASIONAL - NASIONAL - LOKAL
PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Platform Internasional Platform Lokal Platform Nasional

Psl 37 (2) UU 24/2007


SFDRR 2015 - 2030 Pengenalan & Pemantauan Risiko Bencana;
“Three Locals” Perencanaan Partisipatif PB
Understanding to Risk
Local Risk
Governing to Risk Pengembangan Budaya Sadar Bencana
Local Authority
Investing to Risk Peningkatan Komitmen Terhadap Pelaku PB
Local Action
Enhancing Preparedness & BBB Penerapan Upaya Fisik, Nonfisik &
Pengaturan PB

”Refferal Platform” ”Local Perspective Platform” ”Mandatory Platform”


The Alternative Model of DRR Implementation at Local Communities (Lilik Kurniawan, BNPB - 2021)
Disaster is Unique & Localize : WHAT TO DO…?

• WHO MANAGES THE AFFECTED OBJECTS INFRASTRUCTURE


• HOW IS THE MITIGATION GOVERNANCE DURING THIS

 SAFE BUILDING
 BUILDING ASSESMENT

LOCAL LOCAL LOCAL


RISK AUTHORITY ACTION DISASTER MANAGEMENT

 EVACUATION ROUTE, SIMULATION


 CONTIGENCY PLAN

 WHAT IS THE DISASTER THREAT WHAT TO DO FOR DISASTER RISK REDUCTION


 HOW IS THE RESOURCE POTENTIAL
 HOW COMMUNITY CAPACITY FOR HANDLE EDUCATION

• RISK INFORMATION BOARD


• INFORMATION ACCESS
Menuju Indonesia Tangguh
Mewujudkan masyarakat yang memiliki kemampuan:

1. Akses Informasi
2. Daya Antisipasi
3. Daya Proteksi (dengan menangkis dan menghindar)
4. Daya Adaptasi (living in harmony with risk)
5. Daya Lenting (Bangkit)
STRATEGI PENGEMBANGAN TATAKELOLA KOLABORATIF PENANGGULANGAN BENCANA YANG BERBASIS INOVASI KEBIJAKAN & ADMINISTRATIF

DUKUNGAN DESAIN KELEMBAGAAN

BERBASIS SINERGITAS PENTAHELIX / MULTIPLE HELIX


Political Commitment
KONDISI AWAL
Face to Face Trust Commitment Share Intermediate
Kondisi awal dapat Dialog Building to Process Understanding Outcames
memfasilitasi atau
menghambat kerja sama Memperbanyak Membangun Membangun Diperlukan Merancang
antar stakeholder dalam OUTCAMES HASIL KOLOBARASI
dialog tatap muka kepercayaan komitmen dalam pemahaman program /
pentahelix dan atau antar secara reguler antar elemen penyelenggaraan bersama untuk kegiatan bersama
YANG KONKRIT DAN JELAS YANG
lembaga dan stakeholder. dan terjadwal pentahelix PB dalam sebuah menyatukan dengan capaian HARUS MEMENUHI ASPEK INOVASI
Ada dua titik awal yang khususnya tatap melalui proses yang persepsi terhadap minimal yang KEBIJAKAN DAN INOVASI
berbeda di mana muka dengan desentralisasi berbasi substansi dan merupakan hasil ADMINISTRATIF DALAM
stakeholder memiliki berbagai elemen dan atau delegasi consensus dan tujuan kolaborasi dari proses PENYELENGGARAN PENANGGULANGAN
perbedaan kepentingan dan pentahelix dengan tugas-tugas tidak semata- penyelenggaraan kolaborasi PB yang BENCANA SAMPAI PADA LEVEL MIKRO
tujuan. Namun di sisi lain memanfaatkan kebencanaan mata hierarkhis PB yang sudah telah dilakukan,
mereka memiliki visi forum-forum sesuai dengan dan atau disepakati khususnya dalam
bersama untuk apa yang kebencanaan yang potensi dan struktural agar bersama. Mungkin level mikro
mereka ingin capai melalui sudah ada baik di kapasitasnya masing-masing perlu perumusan
kolaborasi. level pusat dan masing-masing. dapat berperan visi misi bersama Leader Commitment
daerah. optimal

DIDUKUNG OLEH KEPEMIMPINAN FASILITATIF

21

Anda mungkin juga menyukai