Anda di halaman 1dari 31

PERCOBAAN I

KARAKTERISTIK RESISTOR
1.1. Tujuan :
 Mahasiswa dapat memahami cara membaca kode warna pada Resistor
 Mahasiswa dapat menghitung nilai resistansi resistor pada rangkaian seri, paralel,
dan campuran
 Mahasiswa dapat memahami karakteristik dari variabel resistor
 Mahasiswa dapat menggunakan variabel resistor

1.2. Peralatan Praktikum :


 Software Simulasi Proteus 8.0
o Resistor
o Ohmmeter

1.3. Teori Dasar

Resistor adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk menghambat dan


membatasi arus yang mengalir pada sebuah rangkaian. Resistor memiliki satuan Ohm
dilambangkan dengan simbol Omega (Ω). Sebagaimana fungsi resistor yang sesuai namanya
bersifat resistif dan termasuk salah satu komponen elektronika dalam kategori komponen pasif.
Sesuai hukum Ohm bahwa resistansi berbanding terbalik dengan jumlah arus yang mengalir
melaluinya. Selain nilai resistansinya (Ohm), resistor juga memiliki nilai yang lain seperti nilai
toleransi dan kapasitas daya yang mampu dilewatkannya. Semua nilai yang berkaitan dengan resistor
tersebut penting untuk diketahui dalam perancangan suatu rangkaian elektronika oleh karena itu
pabrikan resistor selalu mencantumkan dalam kemasan resistor tersebut. Ada dua cara pabrikan
mencantumkan nilai resistor , yaitu dengan memberikan angka pada resistor (angka terebut
menunjukkan nilai resistansi) serta menggunakan kode warna. Penentuan nilai reistansi
menggunakan kode warna diperoleh dengan memahami kode-kode warna resistor dan cara
menghitungnya.
Pada dasarnya, Resistor dibagi menjadi dua jenis, yaitu Resistor tetap dan Resistor Variabel
(Potensiometer ).
1.3.1. Resistor Tetap
Resistor tetap merupakan jenis resistor dengan nilai resistansi tetap. Resistor tetap
banyak digunakan pada rangkaian elektronika dan berfungsi sebagai pembatas arus dan
pembagi tegangan. Resistor tetap memiliki kemampuan daya ( Watt ) yang bervariasi. Besar

1
kecilnya kemampuan daya resistor tergantung dari bahan pembuat Resistor itu sendiri.
Resistor yang berdaya kecil ( kurang dari 2 Watt ) terbuat dari bahan karbon, sedangkan
Resistor yang bekerja pada daya besar ( 2 Watt – 50 Watt ) terbuat dari bahan semen
maupun kawat nirkelin. Bentuk fisik resistor tetap berdasarkan warna dapat dilihat pada
gambar 1.1.

Gambar I-1 Resistor


Dari Gambar. 1.1 resistor karbon memiliki kode warna yang melingkar seperti cincin
pada fisiknya. Warna – warna yang melingkar tersebut merupakan kode – kode untuk
mengetahui nilai “resistansi” pada Resistor tanpa harus melakukan pengukuran dengan Ohm
Meter. Kode warna yang diberikan merupakan standart pabrik yang dikeluarkan oleh EIA (
Electronic Industries Association ). Untuk mengetahui nilai resistansi pada resistor, ( lihat
contoh pada Gambar.1.2. ) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Cincin 1 Cincin 4

Cincin 2 Cincin 3

Gambar I-2 Kode Warna Resistor

2
Tabel I-1. Kode Warna Resistor :

Kode Warna Cincin I Cincin II Cincin III Cincin IV


Hitam - 0
Coklat 1 1 0 1%
Merah 2 2 00 2%
Orange 3 3 000
Kuning 4 4 0000
Hijau 5 5 00000
Biru 6 6 000000
Ungu / Violet 7 7 0000000
Abu – abu 8 8 00000000
Putih 9 9 000000000
Emas - - 0.1 5%
Perak - - 0.01 10%
Tak Berwarna - - 20%
Contoh 1 :
Cincin I = Coklat = 1
Cincin II = Hitam = 0
Cincin III = Hijau = 105 = 100000
Cincin IV = Perak = 10%
Nilai resistansi = 10 x 100000
= 1000000 Ω = 1 MΩ. Coklat Perak

Dengan nilai toleransi resistansi 10% Hitam Hijau


maka nilai resistansi berkisar antara
900KΩ – 1,1MΩ
Contoh 2 :
a. Cincin 1 Hijau = 5, cincin 2 Biru = 6, cincin 3 Merah = 00, cincin 4 Emas = 5 %, maka
nilai resistansi = 5600 Ohm bisa ditulis atau dibaca = 5,6 kΩ atau 5k6 dengan Toleransi 5
%..
b. Cincin 1 Merah = 2, Cincin 2 Merah = 2, Cincin 3 Hitam = -, Cincin 4 perak = 10 %, nilai
resistansi 22Ω dengan Toleransi 10 %.

1.3.2. Resistor Variabel


Resistor tidak tetap atau resistor variabel adalah jenis resistor yang nilai hambatannya
dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan mulai dari hambatan 0 Ohm sampai dengan
nilai hambatan maksimal pada resistor variabel tersebut. Resistor variabel memiliki
kemampuan daya yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan resistor tetap. Hal ini karena
resistor variabel terbuat dari serbuk karbon.
Resistor tidak tetap memiliki beberapa jenis sesuai dengan fungsi pemakaiannya,
diantaranya adalah potensiometer, Tripot, LDR, NTC, dan PTC. Adapun pada praktikum ini

3
jenis resistor variabel yang digunakan adalah potensiometer seperti diperlihatkan pada
gambar 1.3.
Knob
1

1
2
3
3

(a) Bentuk fisik (b) simbol elektronika


Gambar 1.3. Potensiometer
Nilai resistansi potensiometer diukur dengan menggunakan ohmmeter antara kaki 2
dengan kaki 3 atau dapat juga antara kaki 1 dengan kaki 2 seperti ditunjukkan gambar 1.4
(a) dan (b). knob berfungsi untuk mengubah nilai resistansi potensiometer dilakukan
dengan cara memutar ke kanan atau ke kiri, bagian knob berhubungan dengan kaki 2
potensiometer.
1

Ω
2
2

3 3

(a) (b)
Gambar 1.4. Pengukuran resistansi potensiometer
Selain berfungsi sebagai penghambat arus resistor variabel juga dapat berfungsi
sebagai komponen pembagi tegangan. Tegangan masukan (Vin) yang besar dapat diubah
menjadi dua tegangan keluaran (Vo1 dan Vo2) yang lebih kecil. Susunan pengukuran
tegangan keluaran potensiometer diperlihatkan pada gambar 1.5.

4
1
Vin

Vo1
2

Vo2

Vin = Vo1 + Vo2


Gambar 1.5 Rangkaian pengukuran Vo1 dan Vo2
Nilai tegangan Vo1 dan Vo2 akan bervariasi jika bagian knob potensiometer
diputar.
1 +
Vin

2
R1

+
R2
Vo

Gambar 1.6. Rangkaian penentuan tegangan Vo


Pada prinsipnya milai resistansi potensiometer terbagi menjadi dua bagian resistansi
yaitu R1 dan R2 gambar 1.6. Nilai R1 dan R2 tersebut dapat berubah sesuai dengan putaran
dari knob pada potensiometer tersebut. Perhitungan tegangan keluaran Vo dapat dilakukan
dengan cara perhitungan, dengan syarat nilai R1 dan R2 potensiometer diketahui. Nilai RTotal
merupakan nilai resistansi maksimum yang tertera pada potensiometer yang merupakan
jumlah dari R1 dan R2 atau ;
RTotal = R1 + R2
Bila pada rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan, maka nilai
tegangan yang didapat adalah :
𝑅2
𝑉𝑜 = 𝑥𝑉𝑖𝑛
𝑅1 +𝑅2

5
1.3.3. Susunan Rangkaian Resistansi
a. Susunan Seri
Adalah sebuah rangkaian yang menggabungkan dua atau lebih Resistor yang
dideret sedemikian rupa, sehingga nilai Hambatan totalnya menjadi lebih besar.
Hal ini dikarenakan nilai Hambatan total merupakan hasil penjumlahan dari
semua resistor pembentuknya.

A B
R1 R2 R3 Rn

A B
Rtotal

Gambar 1.7 Susunan Seri


Gambar 1.7 adalah susunan seri resistor R1, R2, R3 sampai dengan jumlah yang
diinginkan (Rn ) , nilai resistansi total (RAB) dapat dihitung dengan dengan
persamaan:
RAB atau Rtotal = R1 + R2 + R3 +...+ Rn

b. Susunan Paralel :
Adalah sebuah rangkaian yang menggabungkan dua atau lebih Resistor yang
dijajar sedemikian rupa, sehingga nilai Hambatan totalnya menjadi lebih kecil
dari nilai Resistor terkecil yang membentuknya. Persamaan untuk mencari Rtotal
pada rangkaian parallel adalah :
A A

R1 R2 R3 Rtotal
Rn

B B

Gambar 1.7 Susunan Paralel


Gambar 1.7 adalah resistansi R1, R2, R3 hingga Rn yang dihubungkan secara
paralel, serta Resistansi total (RAB). Adapun hubungan antara Rtotal dengan R1,
R2, R3,..., Rn dapat dicari sbb :
1 1 1 1 1
= + + +... +
Rtotal R1 R2 R3 Rn

6
Jika dua buah resistor R1 dan R2 dihubungkan secara paralel maka nilai
resistansi total dapat dihitung dengan persamaan, yaitu :
𝑅1 .𝑅2
Rtotal =
𝑅1+𝑅2
1.4. Percobaan Resistor:
1.4.1. Percobaan Resistor Tetap
A. Prosedur Percobaan
1. Perhatikan gambar resistor dibawah
2. Lakukan perhitungan nilai resistansi dan toleransi pada gambar dibawah sesuai
dengan kode warna resistor. Catat hasilnya pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Nilai perhitungan resistansi dan toleransi pada tiap – tiap resistor

Nilai Resistansi ()


Hasil
Resistor
Warna Resistor Perhitungan/
toleransi

R1

R2

R3

R4

R5

7
Gambar Rangkaian Seri Gambar Rangkaian Paralel

3. Buatlah rangkaian simulasi pada software proteus menjadi rangkaian seri dan
paralel kemudian tentukan nilai resistansi totalnya. Catat hasilnya pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Nilai resistansi total rangkaian seri dan paralel

Nilai Resistansi
Rangkaian Seri Rangkaian Paralel
Resistor Hasil Hasil
Hasil Hasil
Pengukuran Pengukuran
Perhitungan Perhitungan
simulasi simulasi
R1 dan R2
R2 , R3 dan R4
R1 , R2 , R3 , R4 dan
R5

8
Gambar Percobaan Potensiometer

1.4.2. Percobaan Potensiometer ( RTotal = 50 kΩ )


1. Perhatikan gambar Potensiometer (9able9ve resistor) diatas
2. Buat rangkaian diatas menggunakan software simulasi Proteus.
3. hubungkan probe ohmmeter ke port 2 dan port 3 untuk mengukur nilai R2.
4. Ganti persentase potensiometer sesuai dengan yang ada ditabel 1.4 kemudian Catat
hasil pengukuran pada Tabel 1.4.
5. Hitung nilai R1 lalu catat nilainya pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Pengukuran resistansi potensimeter
Persentase potensiometer R2() R1()
15%
25%
40%
55%
65%
85%

6. Buat ranglaian simulasi seperti gambar dibawah.


7. Hubungkan power supply (Batterai) ke port 1 ( positif ) dan port 3 ( 9able9ve ).
8. Atur nilai tegangan power suplay(Batterai) sebesar 12 V.
9. Hubungkan multimeter (Voltmeter) ke port 2 dan port 3.
10. Ukur nilai tegangan output (Vo) (Gambar 1.6) dengan mengubah persentase
potensiometer mulai dari 15% sampai 85% . Catat hasilnya pada 9able 1.5
9
Gambar Percobaan Potensiometer

Tabel 1.5 Pengukuran tegangan Potensiometer


Nilai Tegangan
Persentase Potensiometer
Hasil Perhitungan Hasil Pengukuran
15%
25%
40%
55%
65%
85%

ANALISIS DAN EVALUASI

1. Tentukan kode warna resistor dengan nilai resistansi :


a. 560 Ω b. 12 kΩ c. 27 kΩ d. 150 kΩ e. 620kΩ
2. Bacalah nilai resistor dengan warna – warna kode di bawah ini !
a. Coklat – Hitam – Merah – Emas
b. Hijau – Biru – Coklat – Emas
c. Abu-abu – Merah – Hitam - Emas

3. Berikan analisis dan kesimpulan saudara pada percobaan ini

10
PERCOBAAN II
KARAKTERISTIK DIODA

2.1.Tujuan :

 Mahasiswa dapat memahami fungsi dan prinsip kerja dioda


 Mahasiswa dapat mempelajari memahami karakteristik dioda dengan cara mengukur
arus dan tegangan pada dioda
 Mahasiswa dapat memahami fungsi dan prinsip kerja dioda zener

2.2.Peralatan yang digunakan

 Software Simulasi Proteus 8.0


 Power Supply (Batterai)
 Multimeter
 Dioda silicon tipe 1N4001
 Dioda Germanium tipe AA119
 LED(warna bebas)
 Switch
 Dioda Zener A tipe 1N4733A (5,1 V)
 Dioda Zener B tipe 1N4739A (9,1V)
 Dioda Zener C tipe 1N4742A (12 V)

2.3.Teori Dasar :

Dioda (Diode) adalah Komponen Elektronika Aktif yang terbuat dari bahan
semikonduktor dan mempunyai fungsi untuk menghantarkan arus listrik ke satu arah tetapi
menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. Oleh karena itu, Dioda sering dipergunakan
sebagai penyearah dalam rangkaian elektronika. Gambar 3.1 memperlihatkan bentuk fisik
dioda yang dijual di pasaran. Berdasarkan bahan pembuatnya dioda terbagi dua dioda
silikon dan dioda germanium. Dioda silikon lebih banyak digunakan untuk tegangan dan
daya bessar, sedangkan dioda silikon untuk tagangan dan daya kecil. Dioda memiliki
kemampuan arus bervariasi mulai dari lebih kecil dari 1 A hingga di atas 7 A.

11
Anoda (A) Katoda(K)

Katoda(K)
Anoda (A)

Gambar 2.1(a). Dioda Silikon Gambar 2.2(b). Dioda Germanium

Dioda pada umumnya mempunyai 2 elektroda (terminal) yaitu Anoda (+) dan Katoda
(-) dan memiliki prinsip kerja yang berdasarkan teknologi pertemuan p-n semikonduktor
yaitu dapat mengalirkan arus dari sisi tipe-p (Anoda) menuju ke sisi tipe-n (Katoda) tetapi
tidak dapat mengalirkan arus ke arah sebaliknya.Simbol elektronika dioda diperelihatkan
pada gambar 3.2.

Gambar 2.3. Simbol elektronik dioda

Berdasarkan Fungsi Dioda, Dioda dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah :

 Dioda Penyearah (Dioda Biasa atau Dioda Bridge) yang berfungsi sebagai penyearah
arus AC ke arus DC.
 Dioda Zener yang berfungsi sebagai pengaman rangkaian dan juga sebagai penstabil
tegangan.
 Dioda LED yang berfungsi sebagai lampu Indikator ataupun lampu penerangan

Dioda memiliki tegangan offset ( knee voltage ) yang merupakan tegangan pada
saat arus mulai naik secara cepat pada rangkaian forward biased . Tegangan offset atau
tegangan lutut juga dapat disebut dengan tegangan konduksi, yaitu batas minimal tegangan
yang diberikan pada komponen dioda supaya dioda dapat mengalirkan arus. Nilai tegangan
offset ini adalah 0,3V pada dioda germanium dan 0,7V pada dioda silikon.

12
0,3 0,7

Gambar 2.4. Grafik Dioda

2.3.1.Forward Biased ( Bias Maju )

Dioda dibias maju berarti elektroda anoda (A) dioda mendapatkan sumber tegangan
positif sedangkan elektroda katoda (K) dihubungkan dengan beban rangkaian.

A K

I
Vin D R

Gambar 2.5. Rangkaian Forward Biased


Pada gambar diatas, arus akan langsung mengalir melalui dioda setelah tegangan
sumber menembus deplection layer sebesar 0,7 V ( silicon ). Sehingga besar arus yang
mengalir pada dioda dapat dicari dengan persamaan :
𝑽𝒊𝒏−𝟎,𝟕 𝑽
I=
𝑹

Tegangan pada bias maju tidak membutuhkan tegangan Vin yang cukup besar untuk
menembus daerah persambungan karena hanya membutuhkan tegangan sedikit di atas
tegangan breakdown ( Ge = 0,3V dan Si = 0,7V ).

2.3.2.Reverse Biased ( Bias Mundur )

13
Dioda dibias mundur berarti elektroda katoda dioda mendapatkan arus positif
sedangkan elektroda anoda dihubungkan dengan beban rangkaian.

A K

Vin D R

Gambar 2.6. Rangkaian Reverse Biased


Pada gambar diatas, arus tidak langsung mengalir melalui dioda setelah tegangan
sumber diberkan. Hal ini karena deplection layer belum / tidak dapat tertembus oleh
tegangan sumber.
Agar arus dapat melewati dioda maka daerah persambungan harus dapat ditembus
terlebih dahulu dengan cara menaikkan terus tegangan sumber sampai daerah persambungan
dadal. Besar kecilnya tegangan dadal bervariasi tergantung dari kemampuan bertahannya
daerah persambungan masing-masing dioda.

2.3.3.Dioda Zener
Dioda zener merupakan salah satu komponen elektronika yang terbuat dari
semikonduktor dan merupakan jenis dioda yang dirancang khusus untuk beroperasi pada
rangkaian bias balik dan akan berfungsi seperti dioda biasa bila dipasang pada rangkaian
bias maju. Dioda zener berbeda dengan dioda pada umum karena dioda zener dapat bekerja
dengan paling baik di daerah dadalnya. Dioda zener akan menyalurkan arus listrik yang
mengalir ke arah yang berlawanan jika tegangan yang diberikan melampaui batas
“breakdown voltage” atau tegangan tembus dioda zener. Karakteristik ini berbeda dengan
dioda biasa yang hanya dapat menyalurkan arus listrik ke satu arah. Tegangan tembus ini di
sebut Tegangan Zener.

Rs Iz 5,6
V

Vin Dz
+ -
Vz = 5,6V

Gambar 2.7. Dioda Zener dan Simbolnya Gambar 2.8. Penstabil Tegangan Dioda Zener

14
Dalam Rangkaian diatas, Dioda Zener dipasang dengan prinsip Bias Balik (Reverse
Bias), Rangkaian tersebut merupakan cara umum dalam pemasangan Dioda Zener . Nilai
tegangan pada rangkaian akan tetap stabil sesuai dengan nilai tegangan pada dioda zener.
Apabila tegangan sumber Vs lebih besar dibandingkan tegangan dioda zener Vz, maka dioda
zener akan aktif dan tegangan Vz yang akan digunakan pada rangkaian tersebut. Misal pada
rangkaian tersebut, tegangan Input (masuk) yang diberikan adalah 12V, dioda memiliki
spesifikasi tegangan 5,6V, maka voltmeter akan menunjukan tegangan yang melewati Dioda
Zener adalah 5,6V. Tegangan ini akan tetap 5,6V walaupun tegangan input berubah,
sepanjang perubahan tegangan input tidak lebih rendah dari tegangan zener.
Tahanan seri Rs digunakan untuk membatasi arus zener agar tidak melebihi batas
kemampuan arusnya.
Besar arus yang mengalir pada dioda zener adalah :
𝑉𝑖𝑛−𝑉𝑧
Iz =
𝑅𝑠

Misalnya dioda zener memiliki tegangan dadal (Vz) sebesar 12V dan diberikan Vin
awal sebesar 20 V dan bila digambarkan garis beban untuk Vin = 20V dan Rs = 1 kΩ maka
akan didapatkan garis beban Q1 . Kemudian Vin dinaikkan menjadi 30 V dan akan didapat
garis beban Q2 . Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penambahan arus yang
mengalir melalui dioda zener tetapi tegangan keluarnya hampir sama.

Gambar 2.9. Grafik garis beban dioda zener

15
2.4.Prosedur Percobaan :

2.4.1.Percobaan Forward Biased dan Reverse Biased

A K
K
100 A
D 100
D
Vin LED Vin LED

Gambar 2.10(a). Forward Biased Gambar 2.10(b) Reverse Biased

1. Perhatikan gambar rangkaian diatas.


2. Buat rangkaian resistor, dioda, dan LED seperti pada gambar 3.9(a) pada
software proteus.
3. Atur nilai sumber tegangan(Batterai) sebesar 12V.
4. Hubungkan sumber tegangan pada rangkaian.
5. Amati perubahan pada LED.
6. Lanjutkan percobaan pada rangkaian 2.10(b).
7. Ulangi langkah 3 sampai langkah 5.

2.4.2.Percobaan Mengukur Arus Dioda

Gambar 2.11(a) Rangkaian arus forward bias Gambar 2.11(b) Rangkaian arus reverse bias
1. Perhatikan gambar rangkaian diatas.
2. Buat rangkaian resistor 100 Ω, dioda silikon , dan power supply menjadi rangkaian
gambar 2.10(a) di Software proteus.
3. Pasang multimeter (Amperemeter) pada rangkaian untuk mengukur arus dioda.
4. Atur tegangan power supply mulai dari 0V sampai 2V.
5. Ukur nilai arus dioda. Catat hasilnya pada tabel 2.1

16
6. Ganti jenis dioda germanium dengan dioda silikon pada rangkaian tersebut.
7. Ulangi langkah 3 sampai langkah 5. Catat hasilnya pada tabel 2.1
8. Lanjutkan percobaan dengan membuat gambar 2.11(b).
9. Ulangi langkah 2 sampai langkah 5. Catat hasilnya pada tabel 2.2
10. Ganti jenis dioda pada rangkaian tersebut. Ulangi langkah 3 sampai langkah 5. Catat
hasilnya pada tabel II-2.

Tabel 2.1. Nilai Arus Dioda pada Rangkaian Forward Biased


ID (mA)
No Nilai Tegangan ( Volt )
Dioda A Dioda B
1 0.1
2 0.4
3 0.7
4 1
5 2

Tabel 2.2. Nilai Arus Dioda pada Rangkaian Reverse Biased


ID (mA)
No Nilai Tegangan ( Volt )
Dioda A Dioda B
1 0.1
2 0.4
3 0.7
4 1
5 2

17
2.4.3.Percobaan Dioda Zener

Gambar 2.12. Rangkaian percobaan dioda zener

1. Perhatikan gambar diatas.


2. Buat rangkaian simulasi dengan resistor 100 Ω, dioda zener dan power
supply(Batterai) seperti pada rangkaian gambar 3.11 di Software proteus.
3. Hubungkan multimeter (voltmeter) secara paralel pada rangkaian untuk mengukur
tegangan keluar (Vout) pada dioda zener.
4. Atur nilai tegangan input pada power supply(Batterai) mulai dari 1V sampai 15V
sesuai pada table 2.3.
5. Amati nilai tegangan output pada voltmeter. Catat hasilnya pada tabel 2.3.
6. Ganti jenis dioda zener pada rangkaian tersebut.
7. Ulangi langkah 3 sampai langkah 5.
8. Setelah mendapatkan nilai Vz, hitung nilai Iz pada setiap dioda zener. Catat
hasilnya pada tabel 2.3.

18
Tabel 2.3 Tegangan dan arus zener
Nilai Tegangan Dioda Zener A Dioda Zener B Dioda Zener C
Input ( V ) Vout Iz Vout Iz Vout Iz
1
4
7
10
13
15

2.5.Analisis Dan Evaluasi

1. Jelaskan hasil pada percobaan pertama dan berikan analisis saudara


2. Bandingkan nilai pada tabel II-1 dan II-2 pada percobaan 2 dan berikan analisis
saudara
3. Jelaskan prinsip kerja pada dioda zener sesuai dengan hasil analisis saudara pada
percobaan 2

19
PERCOBAAN III
KARAKTERISTIK TRANSISTOR
3.1. Tujuan :
 Mahasiswa dapat memahami karakteristik dari transistor
 Mahasiswa dapat memahami fungsi dan prinsip kerja transistor pada rangkaian
penguat
 Mahasiswa dapat menghitung arus basis dan arus kolektor.
3.2. Peralatan yang digunakan
 Software Simulasi Proteus
 Multimeter
 Aplikasi Simulasi (Proteus)
 Transistor tipe 2N1711
 Resistor
 Switch

3.3. Dasar Teori

Transistor adalah salah satu komponen yang selalu ada di setiap rangkaian elektronika,
seperti radio, televisi, handphone, lampu flip-flop dll. Fungsi dari komponen ini sangatlah
penting. Kebanyakan, transistor digunakan untuk kebutuhan penyambungan dan pemutusan
(switching), seperti halnya saklar. Yaitu untuk memutus atau menyambungkan arus listrik.
Selain itu transistor juga berfungsi sebagai penguat (amplifier), stabilisasi tegangan,
modulasi sinyal, dan banyak lagi.
Transistor merupakan salah satu komponen elektronika yang terbuat dari bahan
semikonduktor dan mempunyai tiga elektroda yaitu basis, kolektor, dan emiter. Terdapat dua
jenis transistor yaitu transistor P-N-P dan N-P-N.

Transistor NPN adalah transistor positif dimana transistor ini dapat bekerja mengalirkan
arus listrik apabila basis dialiri tegangan arus positif. Sedangkan transistor PNP adalah
transistor negatif yang dapat bekerja mengalirkan arus apabila basis dialiri tegangan negatif.
Transistor PNP merupakan pengimbang ( complement ) dari transistor NPN. Semua rumus
yang diturunkan untuk rangkaian NPN berlaku untuk rangkaian PNP.

20
Gambar 3.1. Berbagai jenis bentuk fisik transistor

3.3.1. Bipolar Junction Transistor (BJT)

Bipolar junction transistor (BJT) adalah jenis transistor yang memiliki tiga kaki,
yaitu (Basis, Kolektor, dan Emitor) dan di pisah menjadi dua arah aliran, positif dan negatif.
Aliran positif dan negatif diantara Basis dan Emitor terdapat tegangan dari 0v sampai 6v
tergantung pada besar tegangan sumber yang dipakai. Dan besar tegangan tersebut
merupakan parameter utama transistor tipe BJT. Tidak seperti Field Effect transistor (FET),
arus yang dialirkan hanya terdapat pada satu jenis pembawaan (Elektron atau Holes). Di
BJT, arus dialirkan dari dua tipe pembawaan (Elektron dan Holes), hal tersebut yang
dinamakan dengan Bipolar

Ada dua jenis tipe transistor BJT, yaitu tipe PNP dan NPN. Dimana NPN, terdapat
dua daerah negatif yang dipisah dengan satu daerah positif. Dan PNP, terdapat dua daerah
positif yang dipisah dengan daerah negatif. Gambar 4.2 memperlihatkan simbol transistor
bipolar.

Gambar 3.2(a). Transistor simbol NPN Gambar 3.2(b). Transistor simbol PNP

Pada transistor jenis NPN terdapat arah arus aliran yang berbeda dengan transistor
jenis PNP, dimana NPN mengalir arus dari kolektor ke emitor. Dan pada NPN, untuk
21
mengalirkan arus tersebut dibutuhkan sambungan ke sumber positif (+) pada kaki basis.
Cara kerja NPN adalah ketika tegangan yang mengenai kaki basis, hingga dititik saturasi,
maka akan menginduksi arus dari kaki kolektor ke emitor. Dan transistor akan berlogika 1
(aktif). Dan apabila arus yang melalui basis berkurang, maka arus yang mengalir pada
kolektor ke emitor akan berkurang, hingga titik cutoff. Penurunan ini sangatlah cepat karena
perbandingan penguatan yang terjadi antara basis dan kolektor melebihi 200 kali.

Contoh gambar rangkaian penggunaan transistor NPN diperlihatkan oada gambar 4.3(a)

Gambar 3.3(a) pemasangan transistor NPN Gambar 3.3(b) pemasangan transistor PNP
Pada transistor PNP, terjadi hal sebaliknya ketika arus mengalir pada kaki basis,
maka transistor berlogika 0 (off). Arus akan mengalir apabila kaki basis diberi sambungan
ke ground (-) hal ini akan menginduksi arus pada kaki emitor ke kolektor, hal yang berbeda
dengan NPN, yaitu arus mengalir pada kolektor ke emitor. Penggunaan transistor jenis ini
mulai jarang digunakan. Dibanding dengan NPN, transistor jenis PNP mulai sulit ditemukan
dipasaran
Contoh gambar rangkaian penggunaan transistor PNP diperlihatkan oada gambar 3.3(b):
3.3.2. Karaktersitik Dan Daerah Kerja
Transistor BJT digunakan untuk 3 penggunaan berbeda: mode cut off, mode linear
amplifier, dan mode saturasi. Penggunaan fungsi transistor bisa menggunakan karakteristik
dari masing-masing daerah kerja ini. Selain untuk membuat fungsi daripada transistor,
karakteristik transistor juga dapat digunakan untuk menganalisa arus dan tegangan transistor.
Gambar 4.4 perlihatkan rangkaian transistor NPN yang digunakan untuk melihat hubungan
antara arus basis(IB) dengan arus kolektor(IC). VB merupakan tegangan sumber pada basis,

22
VCC tegangan power suply pada kolektor, VCE tegangan antara kaki kolektor dan Emitor dan
VBE tegangan antara basis dan emitor, nilai VBE berikisar antara 0,6V – 0,7V.
Untuk mengetahui daerah kerja suatu rangkaian transistor dapat jelaskan dengan
konsep garis beban DC.

RC IC

IB C
B VCC
VCE
RB
E
VBE
VB
IE

Gambar 3.4. Rangkaian untuk mengukur arus basis dan arus kolektor
Garis beban dapat digambarkan pada kurva kolektor untuk memberi gambaran
bagaimana transistor bekerja dan daerah mana dia beroperasi. Dari gambar 3.4. terlihat
tegangan VCC membias balik dioda kolektor melalui tahanan RC. Karena itu arus kolektor
yang melaluinya :
VCC - VCE
IC =
RC
Rumus ini merupakan persamaan umum garis beban DC transistor. Suatu alternatif
untuk mendapatkan garis beban adalah dengan membayangkan bahwa terminal kolektor-
emiter terhubung singkat atau VCE = 0, akan didapat arus kolektor IC = VCC/RC, kemudian
dengan membayangkan terminal terbuka atau I C = 0, maka akan didapat tegangan kolektor-
emiter VCE = VCC.
Arus basis dapat dihitung dengan persamaan:

𝑉𝐵 −𝑉𝐵𝐸
𝐼𝐵 =
𝑅𝐵
Pada transistor terdapat hubungan antara arus kolektor dan arus basis untuk mendefinisikan
beta dc dari sebuah transistor sebagai :
𝐼𝑐
𝛽𝑑𝑐 =
𝐼𝑏

23
• Daerah Potong (cutoff):
Daerah Mati Transistor/Daerah cut off merupakan daerah kerja transistor dimana keadaan
transistor menyumbat pada hubungan kolektor – emitor. Daerah cut off sering dinamakan
sebagai daerah mati karena pada daerah kerja ini transistor tidak dapat mengalirkan arus dari
kolektor ke emitor. Pada daerah cut off transistor dapat di analogikan sebagai saklar terbuka
pada hubungan kolektor – emitor.

Gambar 3.5 Analogi rangkaian transoistor pada daerah cut off


Dengan mengatur Ib = 0 atau tidak memberi tegangan pada bias basis atau basis diberi
tegangan mundur terhadap emitor maka transistor akan dalam kondisi mati (cut off),
sehingga tak ada arus mengalir dari kolektor ke emitor (Ic≈0) dan Vce ≈ Vcc. Keadaan ini
menyerupai saklar pada kondisi terbuka seperti ditunjukan pada gambar diatas. Titik
perpotongan antara arus basis IB = 0V terhadap garis beban DC disebut cut off.
• Daerah Saturasi
Daerah kerja transistor Saturasi adalah keadaan dimana transistor mengalirkan arus secara
maksimum dari kolektor ke emitor sehingga transistor tersebut seolah-olah short pada
hubungan kolektor – emitor. Pada daerah ini transistor dikatakan menghantar maksimum
(sambungan CE terhubung maksimum). Saturasi terjadi saat tegangan VCE = 0, artinya tidak
ada jatuh tegangan yang terjadi di VCE, atau dengan kata lain kita dapat mengatakan IC
mendapatkan hasil maksimumnya.
Untuk rangkaian seperti diatas dapat menemukan IC yaitu IC=VCC/RC.

Gambar 3.6 Analogi rangkaian transoistor pada daerah saturasi


Besarnya tegangan kolektor emitor VCE suatu transistor pada konfigurasi diatas dapat
diketahui sebagai berikut.
VCE = VCC – IC.RC
24
Karena kondisi jenuh Vce = 0V (transistor ideal) maka besarnya arus kolektor (Ic) adalah :

Arus yang dihasilkan pada persamaan diatas adalah arus kolektor saturasi/masksimum
(IC(sat)), arus ini menyebabkan kaki kolektor dan emitor transistor terhubung singkat secdara
sempurna. Untuk mendapatkan arus kolektor saturasi dengan cara memberikan arus basis
saturasi (IB(sat)) pada kaki basis transistor. Perkalian (I B(sat)) dengan dc menghasilkan IC(sat).

• Daerah Aktif
Pada daerah kerja ini transistor biasanya digunakan sebagai penguat sinyal. Transistor
dikatakan bekerja pada daerah aktif karena transistor selelu mengalirkan arus dari kolektor
ke emitor walaupun tidak dalam proses penguatan sinyal, hal ini ditujukan untuk
menghasilkan sinyal keluaran yang tidak cacat. Daerah aktif terletak antara daerah jenuh
(saturasi) dan daerah mati (Cut off).
Semua titik operasi antara titik sumbat dan penjenuhan adalah daerah aktif dari transistor.
Dalam daerah aktif, dioda emiter dibias forward dan dioda kolektor dibias reverse.
Perpotongan dari arus basis dan garis beban adalah titik stationer (quiescent) Q seperti dalam
gambar. daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus IC
konstan terhadap berapapun nilai Vce. Pada daerah aktif arus kolektor sebanding dengan
arus basis berdasarkan persamaan. Penguatan sinyal masukan menjadi sinyal keluaran terjadi
pada daerah aktif. Pada daerah aktif arus kolektor tergantung dari arus basis, dengan kata
lain besar kecilnya arus kolektor dikendalikan oleh baesar kecilnya arus basis.

Nilai beta dc pada persamaan dipereoleh dari data sheet transistor yang memungkinkan
transistor untuk menghasilkan nilai arus yang lebih besar pada bagian kolektor dengan
memberi input arus yang kecil. Misalnya pengukuran pada bagian basis rangkaian.
menghasilkan IB sebesar 10µA maka dengan beta dc sebesar 100 akan diperoleh Ic sebesar
1 mA. Dengan menambahkan/menaikkan nilai Ib yang berbeda-beda dapat menghasilkan
nilai Ic yang berbeda-beda dan jika dibuat dalam grafik yang sama maka akan menghasilkan
seperti gambar 3.7.

25
Gambar 3.7. Kurva transistor dengan βdc sebesar 100

PROSEDUR PERCOBAAN :

Gambar 3.8. Rangkaian percobaan karakteristik transistor

1. Perhatikan rangkaian karakteris tik transistor diatas.


2. Buatlah rangkaian simulasi pada software proteus denga menghubungkan nilai RB
sebesar 100 kΩ dan nilai RC sebesar 1 kΩ
3. Tutup S4 dengan kondisi saklar yang lainnya terbuka.
4. Hubungkan power supply(Batterai) ke Vin dan ke VCC (power supply variabel ).
26
5. Hubungkan amperemeter ke A1 untuk mengukur arus basis dan A2 untuk mengukur
arus kolektor pada kit praktikum.
6. Atur Vin hingga nilai Ib ( A1 ) sesuai dengan nilai pada tabel 4.1.
7. Atur nilai Vcc sesuai dengan nilai pada tabel 4.1
8. Ukur nilai Ic ( A2 ) dan VCE . Catat hasilnya pada tabel 4.1.
9. Ubah Vin sampai mendapatkan nilai A1 yang berbeda sesuai dengan tabel 4.1.
10. Ulangi langkah 7 dan 8 lalu catat hasilnya pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil pengukuran arus basis dan aus kolektor

A1 VB VCC=2V VCC=6V VCC=10V

(µA) (V)
A2 VCE A2 VCE A2 VCE
10

20

30

ANALISIS DAN EVALUASI :

1. Berdasarkan tabel Bagaimana kondisi tegangan keluaran pada rangkaian dengan


kondisi VCC yang berbeda ? Berikan analisis saudara
2. Jelaskan prinsip kerja transistor sesuai dengan hasil percobaan saudara

27
PERCOBAAN IV
RANGKAIAN PENYEARAH

I. TUJUAN

 Mahasiswa dapat mempelajari penggunaan dioda penyearah.


 Mahasiswa dapat memahami fungsi dan prinsip kerja dioda sebagai rangkaian
penyearah.
 Mahasiswa dapat menentukan bentuk dan besar gelombang keluaran dari
rangkaian penyearah.

II. PERALATAN YANG DIGUNAKAN

 Software Simulasi Proteus


 Oscilloscope
 Transformator tipe TRAN-2P3S
 Transformator tipe TRAN-2P2S
 Diode
 Diode Bridge
 Switch
 Resistor 1kΩ
 Ground
 Vsine/Sumber tegangan
o Part value : 220V
o Amplitude : 21V
o Frecuency : 50Hz

28
III. PROSEDUR PERCOBAAN

Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang dan Gelombang Penuh

Gambar IV-1. Rangkaian Penyearah

1. Buatlah rangkaian penyearah seperti pada Gambar IV-1.

2. Aturlah saklar S17 pada posisi terbuka (open).


3. Hubungkan probe channel A pada titik 37 dan probe channel C pada titik 39.
4. Atur channel A dengan posisi output AC dan channel C dengan posisi output DC.
5. Atur channel A dan C pada posisi 5 volt/div dan T/div 2ms.
6. Amati dan catat nilai tegangan yang terukur pada titik 37 (.......) dan 39 (........)
7. Besar frekuensi yang ditampilkan pada layar oscilloscope channel A (.......)
8. Gambarlah bentuk gelombang keluaran yang ditampilkan pada layar oscilloscope
pada kertas millimeter blok !

29
9. Kemudian tutup saklar S17. Amati bentuk gelombang pada tampilan layar
oscilloscope channel C.

10. Amati dan catat nilai tegangan yang terukur pada titik 39 (........)
11. Gambarlah bentuk gelombang yang tampil pada layar oscilloscope tersebut pada
kertas millimeter blok.

Rangkaian Penyearah Jembatan

Gambar IV-2. Rangkaian Penyearah Jembatan

1. Buat rangkaian seperti gambar IV-2 dengan tahanan 1 KΩ.

2. Hubungkan probe channel A oscilloscope pada titik 43. Pastikan saklar ditutup.
3. Amati dan catat nilai tegangan yang terukur pada titik ini 43(.........)

4. Gambarlah bentuk gelombang yang tampil pada layar oscilloscope tersebut pada
kertas millimeter blok.

30
IV. ANALISIS DAN EVALUASI

1. Tampilkan gambar hasil pengamatan saudara pada oscilloscope dengan


menggunakan kertas millimeter blok dengan jelas.

2. Bandingkan hasil pengukuran dan perhitungan yang saudara peroleh untuk ketiga
jenis rangkaian penyearah.

3. Berikan analisa dan kesimpulan saudara !

31

Anda mungkin juga menyukai