Anda di halaman 1dari 51

LAMPIRAN KEPUTUSAN :

NOMOR :
TANGGAL :

PANDUAN
PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA (K3)

UNIT PELAKSANA TEKNIS


PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN ……………

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

I. DEFINISI............................................................................................................................................................1
II. RUANG LINGKUP............................................................................................................................................1
III. TATA LAKSANA...........................................................................................................................................1
A. PENETAPAN KEBIJAKAN K3 DI PUSKESMAS....................................................................................1
B. PERENCANAAN K3 DI PUSKESMAS.....................................................................................................4
C. PELAKSANAAN RENCANA K3 DI PUSKESMAS..................................................................................2
D. PEMANTAUAN DAN EVALUASI KINERJA K3 DI PUSKESMAS........................................................3
E. PENINJAUAN DAN PENINGKATAN KINERJA K3 DI PUSKESMAS.................................................3
F. PENGENALAN POTENSI BAHAYA DAN PENGENDALIAN RISIKO K3 DI PUSKESMAS............4
G. PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR..........................................................................................14
H. PENERAPAN PRINSIP ERGONOMI......................................................................................................15
I. PEMERIKSAAN KESEHATAN BERKALA.............................................................................................19
J. PEMBERIAN IMUNISASI..........................................................................................................................20
K. PEMBUDAYAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI PUSKESMAS...............................22
L. PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PUSKESMAS DARI ASPEK K3...........................22
M. PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS DARI ASPEK K3...................................................................28
N. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI KONDISI DARURAT/BENCANA TERMASUK KEBAKARAN28
O. PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3....................................................................................................30
P. PENGELOLAAN LIMBAH DOMESTIK...................................................................................................31
Q. PELAPORAN INSIDEN DAN ATAU PENYAKIT AKIBAT KERJA......................................................31
R. PENANGANAN, KONSELING DAN TINDAK LANJUT PENYAKIT AKIBAT KERJA,
KEKERASAN ATAU CEDERA AKIBAT KERJA.............................................................................................32
IV. DOKUMENTASI..........................................................................................................................................35
I. DEFINISI
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
selanjutnya disebut K3 di Fasyankes adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi sumber daya manusia fasilitas pelayanan kesehatan, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar lingkungan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan agar sehat, selamat, dan bebas dari gangguan
kesehatan dan pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan, lingkungan, dan
aktivitas kerja.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan yang selanjutnya disebut SMK3 di Fasyankes adalah bagian dari sistem
manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehatan secara keseluruhan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan aktivitas proses kerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan guna terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat,
aman dan nyaman.

II. RUANG LINGKUP


Penyelenggaraan K3 di Puskesmas meliputi:
A. Membentuk dan/atau mengembangkan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di Puskesmas meliputi:
1. penetapan kebijakan K3 di Puskesmas;
2. perencanaan K3 di Puskesmas;
3. pelaksanaan rencana K3 di Puskesmas;
4. pemantauan dan evaluasi kinerja K3 di Puskesmas; dan
5. peninjauan dan peningkatan kinerja K3 di Puskesmas.
B. Menerapkan standar K3 di Puskesmas, meliputi:
1. pengenalan potensi bahaya dan pengendalian risiko K3 di puskesmas;
2. penerapan kewaspadaan standar;
3. penerapan prinsip ergonomi;
4. pemeriksaan kesehatan berkala;
5. pemberian imunisasi;
6. pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di puskesmas;
7. pengelolaan sarana dan prasarana puskesmas dari aspek keselamatan dan
kesehatan kerja;
8. pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja;
9. kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana, termasuk
kebakaran;
10. pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya
dan beracun; dan
11. pengelolaan limbah domestik.

III. TATA LAKSANA


A. PENETAPAN KEBIJAKAN K3 DI PUSKESMAS
Komitmen dan kebijakan tertulis tentang K3 di Puskesmas harus diketahui oleh
semua SDM Puskesmas dan terbaca oleh pengunjung serta diletakan di tempat
strategis yang bisa dilihat semua orang. Komitmen Puskesmas dalam
melaksanakan K3 di Puskesmas diwujudkan dalam bentuk:
1. Penetapan Kebijakan dan Tujuan Program K3 di Puskesmas Secara
Tertulis
a. Menyusun SK Program K3 Puskesmas yang memuat Komitmen dan
Tujuan Program K3 di Puskesmas;

Panduan K3 Page 1
Komitmen K3:
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN
………….

KOMITMEN PUSKESMAS DALAM PENYELENGGARAAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Kami berkomitmen untuk:


a. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja sumber daya manusia fasilitas
pelayanan kesehatan dan orang lain (pasien, pengunjung, pendamping pasien,
maupun masyarakat di sekitar lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan).
b. Memenuhi semua peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
yang berkaitan dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerja.
c. Melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap manajemen dan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan guna meningkatkan budaya keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik di tempat kerja.

Untuk mewujudkan komitmen kami, maka kami akan:


a. Membangun dan memelihara manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja berkelanjutan serta sumber daya yang relevan.
b. Membangun tempat kerja dan pekerjaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan persyaratan lainnya terkait keselamatan dan
kesehatan kerja.
c. Menyediakan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Memberikan pendidikan ataupun pelatihan terkait keselamatan dan kesehatan
kerja kepada sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
kinerja di tempat kerja.

Tempat, Tanggal
Kepala UPT.Puskesmas Kecamatan ……

Nama dan Tanda Tangan

b. Sosialisasi Kebijakan K3 melalui berbagai upaya yaitu pada saat rapat


lokakarya mini bulanan minimal 4 kali setahun, pra lokakarya mini
minimal 4 kali setahun, dan rapat lainnya;
Langkah-langkah melakukan sosialisasi:
1) Menyiapkan materi sosialisasi berupa penerapan standar K3
puskesmas meliputi:
a) pengenalan potensi bahaya dan pengendalian risiko K3 di
puskesmas;
b) penerapan kewaspadaan standar;
c) penerapan prinsip ergonomi;
d) pemeriksaan kesehatan berkala;
e) pemberian imunisasi;
f) pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di puskesmas;
g) pengelolaan sarana dan prasarana puskesmas dari aspek
keselamatan dan kesehatan kerja;
Panduan K3 Page 2
h) pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan
kesehatan kerja;
i) kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana,
termasuk kebakaran;
j) pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan
berbahaya dan beracun; dan
k) pengelolaan limbah domestik.
2) Berkoordinasi dengan penyelenggara pertemuan/rapat agar
menyediakan waktu untuk pemaparan oleh Pengelola K3
3) Mengisi Notulen Rapat
c. Menyusun dan mendistribusikan media sosialisasi berupa spanduk,
banner, poster, audiovisual, dan lain-lain.
Contoh Spanduk:

Poster 5 R
ANDA MEMASUKI KAWASAN 5R

Audio Visual: Buat Video Salah satu petugas memaparkan penerapan


standar K3 di Puskesmas. safety briefing dan tayangkan pada TV
Puskesmas di ruang tunggu secara periodik serta setiap permulaan
pertemuan lintas sektor dan atau secara periodik pada pertemuan
internal puskesmas.

2. Pengorganisasian Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas


(Membentuk Tim K3 atau menunjuk satu orang Pengelola K3)
Tim K3 di Puskesmas ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala
Puskesmas yang memuat susunan organisasi, uraian tugas, dan tanggung
jawab. Tugas tim K3 di Puskesmas antara lain sebagai berikut:

Panduan K3 Page 3
a. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data terkait K3 di
Puskesmas.
b. Menyusun dan memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan
kepada Pimpinan yang berkaitan dengan K3 di Puskesmas.
c. Menyusun rencana program K3 di Puskesmas.
d. Merumuskan kebijakan, pedoman, petunjuk pelaksanaan, dan standar
prosedur operasional.
e. Melaksanakan program K3 di Puskesmas.
f. Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya disampaikan
kepada seluruh SDM Puskesmas.
g. Membantu pimpinan Puskesmas dalam menyelenggarakan SMK3 di
Puskesmas, promosi, penelitian sederhana, dan pelatihan terkait K3 di
Puskesmas.
h. Melakukan investigasi dalam setiap kejadian penyakit akibat kerja
dan kecelakaan akibat kerja.
i. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru dan
pembangunan gedung, serta pemeliharaannya.
j. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan K3 di Puskesmas.
k. Melakukan pencatatan dan pelaporan terkait dengan pelaksanaan
kegiatan K3 di Puskesmas.
Untuk penanggung jawab K3 di Puskesmas yang bukan dalam bentuk
tim, antara lain memiliki tugas sebagai berikut:
a. Menyusun rencana program K3 di Puskesmas.
b. Melaksanakan program K3 di Puskesmas.
c. Mengumpulkan, mengolah, menganalisis data terkait K3 di Puskesmas,
dan menginformasikan kepada seluruh SDM Puskesmas.
d. Menyusun dan memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan
kepada pimpinan Puskesmas yang berkaitan dengan K3 di Puskesmas.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan terkait dengan pelaksanaan
kegiatan K3 di Puskesmas.

B. PERENCANAAN K3 DI PUSKESMAS
Penyusunan perencanaan K3 di Puskesmas harus memperhatikan peraturan
perundang-undangan, kondisi yang ada, dan berdasarkan hasil identifikasi
risiko yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan identifikasi risiko, dapat mengacu pada tabel berikut:

Panduan K3 Page 4
Tabel. Identifikasi atau Pemetaan Risiko

Potensi Untuk Kecelakaan


Ruang Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psikososial
Kerja
Ruang pendaftaran  Suhu Panas Spidol, bahan pembersih Vektor dan binatang Posisi statis (duduk terlalu lama >2 jam tanpa Pekerjaan monoton, Terpeleset, terjatuh,
dan rekam  Pencahayaan kurang ruangan, debu pembawa penyakit bergerak berpindah), ruang kerja sempit, pengaturan dan shift tersandung, tergores,
medis  kelembaban udara kurang (Kecoa, tikus dll), ada postur tidak natural, penempatan alat kerja kerja, interpersonal tersetrum, tertimpa barang,
nyaman kucing, kontak dengan termasuk komputer tidak ergonomis. ancaman benda tajam
 listrik pasien
 Radiasi komputer (untuk monitor
jenis tabung/CRT)
Ruang Pemeriksaan  Suhu Panas Alkohol, obat cair, Vektor dan binatang Posisi statis (duduk terlalu lama >2 jam tanpa Interpersonal, pasien Terpeleset, terjatuh,
Umum  pencahayaan kurang thermometer merkuri, debu, pembawa penyakit bergerak berpindah), ruang kerja sempit, banyak, tuntutan pasien, tersandung, tergores,
 kelembaban udara kurang bahan disinfektan, antiseptik (Kecoa, tikus dll), ada postur tidak natural. shift kerja. tersetrum, tertimpa barang,
nyaman kucing, kontak dengan ancaman benda tajam,
 listrik pasien tertusuk jarum
 Radiasi komputer (untuk monitor
jenis tabung/CRT)
Ruang kesehatan gigi  Suhu Panas Merkuri (amalgam), silikat, Vektor dan binatang  Posisi tidak natural, Shift kerja, jam kerja Tertusuk jarum, jari tergigit
dan mulut  pencahayaan kurang klorethil, klorin pembawa penyakit  menggenggam, gerakan berulang panjang, pekerjaan pasien, tersetrum, terpeleset,
 kelembaban udara kurang (Kecoa, tikus dll), ada  Berdiri lama monoton, interpersonal tersembur pasien,
nyaman kucing, kontak dengan tertendang
 getaran, pasien
 kebisingan,
 radiasi lampu halogen
 listrik
Ruang farmasi  suhu dan kelembaban halotan, nitro oksida, etil Vektor dan binatang  angkat angkut manual, Posisi tidak Shift kerja, jam kerja Terpeleset, terjatuh,
 pencahayaan kurang eter), formaldehid, etilen pembawa penyakit natural, panjang, pekerjaan tersandung, tergores,
 getaran, radiasi, oksida, (Kecoa, tikus dll), ada  gerakan berulang saat menggerus obat monoton, interpersonal tersetrum, tertimpa barang
 listrik merkuri dan debu. kucing, kontak dengan
pasien

Ruang KIA / KB /  Suhu  Disinfektan  Percikan darah dan  Posisi tidak natural  Stres kerja Tertusuk jarum, tersayat alat
Imunisasi  Kelembaban  Merkuri cairan tubuh (duh  Beban manual (angkat angkut pasien)  Shift kerja tajam, terpeleset, tersetrum,
 Pencahayaan tubuh)  Jam kerja panjang terjatuh, tersandung.
 Radiasi alat  Virus HIV, hepatitis B
 Bakteri

Panduan K3 Page 5
Potensi Untuk Kecelakaan
Ruang Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psikososial
Kerja
 jamur
Ruang konseling /  Pencahayaan kurang  Bahan pengharum ruangan  Bakteri  Posisi monoton >2 jam  Stres Terpeleset, terjatuh,
KIE  Suhu / kelembaban  Disinfektan  Virus  Tata letak ruang  Hubungan dengan tersandung.
 Radiasi komputer  Debu  Jamur  Work station tidak ergonomis klien / pasien
 Vektor  Hubungan
interpersonal pegawai
Ruang sterilisasi  Pencahayaan kurang  Klorin  Virus  Berdiri lama  Kerja menoton Kesetrum, tertusuk benda
 Suhu panas dari alat strilitator  Formaldehyde  Bakteri  Angkat angkut barang  Hubungan antar rekan tajam, terpeleset
 Bising dari alat  Jamur kerja
 Getaran  Cairan tubuh
 Gelombang elektromagnetik
Laboratorium  Suhu dan kelembaban  Reagen  Bakteri  Posisi tidak natural  Beban kerja Tertususk jarum, tergores
 Getaran  Disifektan  Virus  Posisi statis  Shift kerja benda tajam, ledakan bahan
 Pencahayaan  Media / tutur  Jamur kimia, kebakaran, tumpahan
 Sinar UV  Aerosol  Parasit bahan kimia atau spesimen
 Limbah infeksius
 Percikan
 kontaminasi
Ruang tindakan  Suhu  Disinfektan  Cairan tubuh  Posisi janggal  Shift kerja Tertusuk jarum, tersayat
 Kelembaban  Alkohol mengandung virus,  Berdiri lama  Hubungan benda tajam
 pencahayaan  Kloreti bakteri, jamur. interpersonal
Ruang rongen  Radiasi penion  Bahan cuci film  Bakteri  Angkat angkut  Hubungan Terpeleset, terjatuh,
 Suhu dan kelembaban  Virus  Posisi kerja tidak natural interpersonal tersandung, tergores,
 Pencahayaan kurang  Jamur tersetrum, tertimpah barang
 Vektor dan binatang
pengganggu
Ruang USG / EKG  Radiasi  Debu  Bakteri  Pekerjaan yang monoton  Hubungan Tersetrum, tersandung
 Gelombang suara  Tinta printer  Virus interpersonal
 Pencahayaan  Jamur
 Suhu ruang  vektor
Farmasi  Suhu dan kelembaban  Bahan larutan antiseptik  Jamur  Angkat angkut manual  Kerja monoton Terpeleset, terjatuh,
 Pencahayaan kurang maupun disinfektan  Virus  Posisi kerja tidak natural  Beban kerja berlebih tersandung, tergores,
 Debu  vektor  Gerakan berulang atau repesitif saat  Hubunga dengan klien tersetrum, tertimpah barang
 Obat dan bahan lainnya menggerus obat atau pasien
 Hubungan dengan

Panduan K3 Page 6
Potensi Untuk Kecelakaan
Ruang Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psikososial
Kerja
rekan kerja
Ruang rawat inap  Suhu  Disinfektan  Virus  posisi tidak natural  shift kerja Tertusuk benda tajam atau
 Kelembaban  Obat-obatan  Bakteri  Angkat angkut pasien, barang  beban kerja alat medis, tersandung,
 Pencahayaan  Debu  Jamur  (manual handling)  hubungan terpeleset, terjatuh,
 Parasit interpersonal tersetrum
 vektor
Ruang pimpinan /  Pencahayaan kurang  Bahan kimia pengharum  Tungau  Duduk terlalu lama >2 jam kurang bergerak  Stress Terpeleset, terjatuh,
ruang administrasi /  Suhu / kelembaban yang kurang ruangan  Legionella pada AC  Ruang kerja sempit, tidak sesuai standar  Beban kerja berlebih tersandung, tergores,
ruang rapat nyaman  Debu  Posiusi kerja tidak natural  Job desk yang tidak tersetrum, tertimpa barang
 Radiasi komputer (untuk monitor  Penempatan alat kerja termasuk komputer jelas
jenis tabung / CRT ) tidak ergonomis  Hubungan
interpersonal pegawai
Ruang administrasi  Kelembaban  Debu  Jamur  Duduk lama >2 jam  beban kerja berlebih Terpeleset, terjatuh,
 pencahayaan  Posisi kerja yang tidak natural  kerja monoton tersandung, tergores,
 Tata letak komputer  Hubungan tersetrum, tertimpa barang
 Tata letak ruang interpersonal pegawai
Gudang obat  Suhu dan kelembaban  Bahan larutan obat  Jamur  Angklat angkut manual  Kerja monoton Terpeleset, terjatuh,
 Pencahayaan kurang antiseptik maupun  Vektor  Posisi kerja tidak natural  Beban kerja berlebih tersandung, tergores,
desinfektan  (tikus, kecoa)  tersetrum, tertimpa barang,
 Debu  Tungau terbakar
 Legionella pada AC
Gudang logistik  Suhu dan kelembaban  Debu  Bakteri, Vektor  Angkat angkut manual  Hubungan  Lantai licin
 Pencahayaan kurang  Binatang pembawa  Postur janggal interpersonal  Tabung gas
penyakit
Toilet  Kelembaban  Bahan kimia  Bakteri (E. Coli) Terpeleset, terjatuh
 pencahayaan  Desinfektan  Parasit
 Virus
Ruang laundry  Suhu  Detergen  Virus, Bakteri, Jamur  manual handling  Kerja monoton Terpeleset, tersetrum,
 Kelembaban  Klorin  Bahan linin yang  (angkat angkut manual)  Beban kerja berlebih tersandung, tersundut
 Getaran  Disinfektan terkontaminasi pasien  Repetitis  Hubungan setrika, ledakan gas
 Bising  Bahan pewangi infeksius  Postur janggal / statis interpersonal
Ruang genset  Suhu, Kebisingan,Getaran  Bahan bakar Tersengat listrik, ledakan,
 Gas CO keracunan gas CO
Ruang TPS (Tempat  Suhu  Gas metana, Bau tajam,  Virus  Angkat angkut manual (manual handling)  Tersayat benda tajam
Penampungan  Kelembaban B3 (bohlam pecah, batu  Bakteri  Tertusuk jarum

Panduan K3 Page 7
Potensi Untuk Kecelakaan
Ruang Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psikososial
Kerja
Sementara limbah)  Pencahayaan alami batre bekas, botol tinta,  Jamur
pengharum ruangan  Vektor
(spray) bekas, dll)

Panduan K3 Page 8
Berdasarkan identifikasi risiko tersebut, selanjutnya Puskesmas
membuat perencanaan K3 di Puskesmas. Contoh penyusunan perencanaan
K3 di Puskesmas dapat melihat tabel berikut:

Tabel Perencanaan Kegiatan K3 di Puskesmas Tahun 2022


Kegiatan Lokasi PJ Pelaksana Waktu Ket.
Pengenalan Aula Puskesmas Pengelola K3 Peng Lokmin
potensi bahaya elola Bulan ke 1
dan tata cara K3
pengendalian
risiko K3 di
Puskesmas;
Sosialisasi Ruang Pendaftaran Koordinator Peng Minggu ke 1 Waktu
Pencegahan dan dan rekam medis Pelayanan elola Januari kegiatan
Pengendalian K3 disesuaika
Infeksi dan dan n
penerapan Tim
kewaspadaan PPI
standar
Ruang Pemeriksaan Koordinator Peng Minggu ke 1 Waktu
Umum Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang Tindakan Koordinator Peng Minggu ke 1 Waktu
dan Gawat Darurat Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang Kesehatan Koordinator Peng Minggu ke 1 Waktu
ibu dan KB Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang Kesehatan Koordinator Peng Minggu ke 2 Waktu
anak dan imunisasi Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang Pemeriksaan Koordinator Peng Minggu ke 2 Waktu
khusus Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang kesehatan Koordinator Peng Minggu ke 2 Waktu
gigi dan mulut Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang Komunikasi Koordinator Peng Minggu ke 2 Waktu
dan Edukasi Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Kegiatan Lokasi PJ Pelaksana Waktu Ket.
Ruang Farmasi Koordinator Peng Minggu ke 3 Waktu
Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang Persalinan Koordinator Peng Minggu ke 3 Waktu
Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Ruang rawat inap Koordinator Peng Minggu ke 3 Waktu
Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Laboratorium Koordinator Peng Minggu ke 3 Waktu
Pelayanan elola Januari kegiatan
K3 disesuaika
dan n
Tim
PPI
Sosialisasi Penerapan Aula Puskesmas Pengelola K3 Pengelola K3 Lokmin
Prinsip Ergonomi Bulan ke 2
Pemeriksaan Kesehatan Ruang Pemeriksaan Kepala Tata Pengelola K3, ………….. Waktu
Berkala Umum Usaha Pelaksana kegiatan
Posbindu PTM disesuaikan
dan Tim
Pemeriksaan
Umum
Pemberian Imunisasi Ruang Imunisasi Pengelola K3 Pelaksana …………….. Waktu
Imunisasi kegiatan
disesuaikan
Penyuluhan PHBS Aula Puskesmas PJ UKM Pengelola K3 dan …………….. Waktu
Koordinator kegiatan
Pelayanan disesuaikan
Promkes
Inspeksi Pengelolaan Seluruh ruangan Pj Bangunan, Pengelola K3, Pj …………….. Waktu
Sarana dan Prasarana dari Prasarana dan Bangunan, kegiatan
Aspek K3 peralatan Prasarana dan disesuaikan
Puskesmas peralatan
Puskesmas, Tim
Audit Internal
Inspeksi Pengelolaan Seluruh ruangan Pj Bangunan, Pengelola K3, Pj …………….. Waktu
peralatan medis dari Aspek Prasarana dan Bangunan, kegiatan
K3 dan Kalibrasi peralatan Prasarana dan disesuaikan
Puskesmas peralatan
Puskesmas
Simulasi Kondisi Darurat Seluruh ruangan Pengelola K3 Pengelola K3 dan …………….. Waktu
atau Bencana Tim MFK kegiatan
disesuaikan
Pelatihan Penanggulangan Halaman Pengelola K3 Pengelola K3 dan
Kebakaran Puskesmas Tim MFK
Inspeksi Pengelolaan B3 Seluruh ruangan Koordinator Koordinator …………….. Waktu
dan Limbah domestik pelayanan Pelayanan Pelayanan kegiatan
Kesehatan disesuaikan
Lingkungan,
Pengelola K3 dan
Panduan K3 Page 2
Kegiatan Lokasi PJ Pelaksana Waktu Ket.
MFK

C. PELAKSANAAN RENCANA K3 DI PUSKESMAS


Pelaksanaan rencana K3 di Puskesmas dilaksanakan berdasarkan rencana yang
telah ditetapkan dan merupakan bagian pengendalian risiko K3. Pelaksanaan K3
di Puskesmas sesuai dengan standar K3 di Puskesmas yang meliputi:
1. Pengenalan potensi bahaya dan pengendalian risiko K3 di Puskesmas;
2. Penerapan kewaspadaan standar berupa kegiatan Sosialisasi Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi dan penerapan kewaspadaan standar
3. Penerapan prinsip ergonomi berupa kegiatan Sosialisasi Penerapan Prinsip
Ergonomi
4. Pemeriksaan kesehatan berkala;
5. Pemberian imunisasi bagi SDM Puskesmas yang berisiko;
6. Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja berupa kegiatan
Penyuluhan PHBS
7. Pengelolaan sarana dan prasarana dari aspek keselamatan dan kesehatan
kerja berupa kegiatan Inspeksi Pengelolaan Sarana dan Prasarana dari Aspek
K3
8. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja
berupa kegiatan Inspeksi Pengelolaan peralatan medis dari Aspek K3 dan
Kalibrasi
9. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana, termasuk
kebakaran (emergency response plan) berupa kegiatan Simulasi Kondisi
Darurat atau Bencana dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
10. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan
beracun; berupa Inspeksi Pengelolaan B3
11. Pengelolaan limbah domestik berupa kegiatan Inspeksi Pengelolaan Limbah
domestik

D. PEMANTAUAN DAN EVALUASI KINERJA K3 DI PUSKESMAS


Kemajuan program K3 di Puskesmas dipantau secara periodik guna dapat
ditingkatkan secara berkesinambungan sesuai dengan risiko yang telah
teridentifikasi dan mengacu kepada rekaman sebelumnya serta pencapaian
sasaran K3 di Puskesmas yang lalu. Pemantauan K3 di Puskesmas antara lain
dapat dilakukan melalui:
1. Inspeksi (melihat, mengenali potensi risiko) tempat kerja secara teratur.
2. Inspeksi yang dilaksanakan oleh Tim K3/pengelola K3 di Puskesmas.
3. Masukan dari petugas yang melakukan tugas di tempat yang diperiksa.
4. Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada
saat inspeksi.
5. Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektivitasnya.
6. Laporan inspeksi yang diajukan kepada pimpinan Puskesmas atau
penanggung jawab Puskesmas.

Panduan K3 Page 3
Evaluasi kegiatan dapat dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun untuk
melihat capaian program berdasarkan rencana kegiatan tahunan. Berdasarkan
hasil pemantauan dan evaluasi, pimpinan Puskesmas bertanggung jawab
menetapkan hasil pemantauan dan evaluasi serta melaksanaan tindakan
perbaikan dari hasil laporan pemantauan dan evaluasi.

E. PENINJAUAN DAN PENINGKATAN KINERJA K3 DI PUSKESMAS


Peninjauan dilakukan setiap tahun terhadap kinerja K3 di Puskesmas. Peninjauan
dilakukan untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penyelenggaraan K3 di
Puskesmas. Peninjauan dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan rencana, dan pemantauan dan evaluasi.
Berdasarkan hasil peninjauan, dilakukan perbaikan dan peningkatan kinerja K3 di
Puskesmas. Kinerja K3 di Puskesmas dituangkan dalam indikator kinerja yang
akan dicapai dalam setiap tahun. Indikator kinerja K3 di Puskesmas dapat
ditentukan sesuai dengan permasalahan yang ada di Puskesmas tersebut.
Indikator yang dapat dipakai antara lain:
1. Adanya komitmen dan kebijakan pimpinan Puskesmas yang dituangkan dalam
lembar komitmen.
2. Adanya Surat Keputusan Tim K3 di Puskesmas atau Penunjukan pengelola K3
di Puskesmas.
3. Adanya rencana kerja terkait K3 di Puskesmas.
4. Adanya dukungan sumber daya terlatih, alokasi dana, sarana dan prasarana
peralatan penunjang K3 di Puskesmas.
5. Adanya standar operasional prosedur yang memenuhi prinsip keselamatan
dan kesehatan kerja dalam pelaksanaan kegiatan.
6. Adanya standar K3 di Puskesmas yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas.
7. Adanya peningkatan kapasitas dan pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja bagi SDM Puskesmas.
8. Dilaksanakannya pencatatan dan pelaporan terkait K3 di Puskesmas.

Hasil peninjauan dan perbaikan kinerja K3 di Puskesmas tersebut dapat


dibandingkan setiap tahun untuk melihat kemajuan program K3 di Puskesmas.

F. PENGENALAN POTENSI BAHAYA DAN PENGENDALIAN RISIKO K3 DI


PUSKESMAS
Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan oleh pengelola keselamatan dan
kesehatan kerja. Untuk itu perlu adanya peningkatan kompetensi mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja bagi pengelola.
1. Penilaian Risiko
Risiko = Efek x Probabilitas
a. Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan
probabilitasnya.

Panduan K3 Page 4
b. Penilaian dampak/ akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang
dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal.
c. Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya
insiden tersebut terjadi.
d.
Contoh yang termasuk kategori risiko tinggi di Puskesmas adalah tertusuk
jarum suntik dan bahaya faktor biologi seperti bakteri, virus, jamur. Ruang risiko
tinggi pada Puskesmas terjadi pada karyawan di ruang poli umum, UGD, dan poli
gigi.

Tabel. Kategori Dampak/Konsekuensi

Tabel. Kategori Kemungkinan/Probabilitas

Panduan K3 Page 5
Setelah dilakukan penilaian risiko, perlu dilakukan pengendalian risiko
berdasarkan skala prioritas tingkat risiko sebagaimana tertera pada tabel
berikut.

Tabel. Skala Tingkat Risiko

Tingkat
Deskripsi Pengendalian
Risiko
Risiko Ada kemungkinan rendah bahwa Prioritas 3
rendah cedera atau gangguan kesehatan
minor terjadi saat ini, dengan dampak
kesehatan yang ringan hingga sedang
Risiko Konsekuensi atau keparahan dari Prioritas 2
sedang cedera dan gangguan kesehatan
tergolong kategori serius meskipun
probabilitas kejadiannya rendah

Panduan K3 Page 6
Risiko Kemungkinan besar terjadi gangguan Prioritas 1
tinggi kesehatan dan cedera yang moderate
atau serius atau bahkan kematian.

Tabel.Kategori Risiko Berdasarkan Ruangan


No. Ruangan Faktor Potensi Bahaya Dampak Probabilitas Tingkat Bahaya
1 Ruang pendaftaran Ergonomi Gangguan otot dan rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
Biologi Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
- Bakteri
- Virus
Psikososial Stress kerja Sering Tinggi
- Shift kerja
2 Poli gigi Ergonomi Gangguan otot dan rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
Biologi Tertular penyakit dari pasien Sering Tinggi
- Bakteri
- Virus
Kecelakaan kerja - Hepatitis Sering Tinggi
- Tertusuk jarum - HIV
3 Poli KIA Biologi - Tertular penyakit dari Sering Tinggi
- Bakteri pasien
- Virus - Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Ergonomi Gangguan otot dan rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
Kecelakaan kerja - Hepatitis Sering Tinggi
- Tertusuk jarum - HIV
4 Rawat inap Biologi - Tertular penyakit dari Sering Tinggi
- Biologi pasien
- Virus - Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Ergonomi Gangguan otot dan rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
- Cara angkat angkut
pasien
Psikososial Stress kerja Sering Tinggi
- Shift kerja
Kecelakaan kerja - Hepatitis Sering Tinggi
- Tertusuk jarum - HIV
5 Ruang tindakan Fisik - Gangguan kulit Sering Tinggi
- Suhu panas - Cepat lelah
Biologi - Tertular penyakit dari Sering Tinggi
- Biologi pasien
- Virus - Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Kecelakaan kerja - Hepatitis Sering Tinggi
- Tertusuk jarum - HIV
- Kekerasan dari - Trauma
pasien
6 Ruang apotik Kimia Gangguan pernapasan, iritasi Sering Tinggi
- Debu partikel
- Larutan (obat cair)
- Desinfektan)

Panduan K3 Page 7
No. Ruangan Faktor Potensi Bahaya Dampak Probabilitas Tingkat Bahaya
Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
7 Gudang obat Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
Kimia Gangguan pernapasan, Sering Tinggi
- Debu partikel iritasi, keracunan
- Larutan (obat cair)
- Desinfektan
8 Ruang bersalin Biologi - Tertular penyakit dari Sering Tinggi
- Biologi pasien
- Virus - Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Kimia Batuk, iritasi, keracunan Sering Tinggi
- Desinfektan
Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
Kecelakaan kerja - Hepatitis Sering Tinggi
- Tertusuk jarum - HIV
9 Laboratorium Biologi - Tertular penyakit dari Sering Tinggi
- Biologi pasien
- Virus - Terkena percikan darah,
droplet, cairan tubuh
Kimia Batuk, iritasi, keracunan Sering Tinggi
- Reagen
Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja
Kecelakaan kerja - Hepatitis Sering Tinggi
- Tertusuk jarum - HIV
10 Ruangan Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
administrasi - Posisi kerja
- Cara kerja
Psikososial Stress kerja Sering Tinggi
- Beban kerja
- Hubungan antar
pegawai
11 Gudang barang / Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
alat kesehatan - Posisi kerja
- Cara kerja
- Cara angkat dan
angkut
Biologi - Gangguan kulit Sering Tinggi
- Jamur - Gangguan pernapasan
- Vektor
Fisik - Gangguan kulit Sering Tinggi
- Suhu panas - Cepat lelah
Kimia Gangguan pernapasan Sering Tinggi
- Debu
12 Dapur Fisik - Gangguan kulit Sering Tinggi
- Suhu panas - Dehidrasi
Kecelakaan kerja - Trauma Sering Tinggi
- Terpeleset - Luka potong
- Terpotong - Luka bakar
- Tersiram minyak
panas

Panduan K3 Page 8
No. Ruangan Faktor Potensi Bahaya Dampak Probabilitas Tingkat Bahaya
Ergonomi Gangguan otot rangka Sering Tinggi
- Posisi kerja
- Cara kerja

2. Pengendalian Risiko K3
Pengendalian risiko keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu upaya
pengendalian potensi bahaya yang ditemukan di tempat kerja. Pengendalian
risiko perlu dilakukan sesudah menentukan prioritas risiko. Metode
pengendalian dapat diterapkan berdasarkan hierarki dan lokasi pengendalian.
Hierarki pengendalian merupakan upaya pengendalian mulai dari efektivitas
yang paling tinggi hingga rendah, sebagai berikut:

Gambar 1. Hierarki Pengendalian Risiko K3 dari NIOSH (National


Institute For Occupational Safety and Health)

Berikut penjelasan dari hierarki pengendalian:

1) Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah pengendalian yang menjadi pilihan
pertama untuk mengendalikan pajanan karena menghilangkan bahaya
dari tempat kerja. Namun, beberapa bahaya sulit untuk benar-benar
dihilangkan dari tempat kerja.
2) Substitusi
Subtitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja
dengan alternatif lain dengan tingkat bahaya yang lebih rendah
sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya dampak yang serius.
Contohnya:
a. Mengganti tensi air raksa dengan tensi digital
b. Mengganti kompresor tingkat kebisingan tinggi dengan tipe yang
kebisingan rendah (tipe silent kompresor)
3) Pengendalian Teknik
Pengendalian teknik merupakan pengendalian rekayasa desain alat
dan/atau tempat kerja. Pengendalian risiko ini memberikan
Panduan K3 Page 9
perlindungan terhadap pekerja termasuk tempat kerjanya. Untuk
mengurangi risiko penularan penyakit infeksi harus dilakukan
penyekatan menggunakan kaca antara petugas loket dengan
pengunjung/pasien. Contoh pengendalian teknik yaitu: untuk meredam
suara pada ruang dengan tingkat bising yang tinggi seperti:
a. Pada poli gigi khususnya menggunakan unit dental dan kompresor
b. Pada ruang genset

4) Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi berfungsi untuk membatasi pajanan pada
pekerja. Pengendalian administrasi diimplementasikan bersamaan
dengan pengendalian yang lain sebagai pendukung. Contoh
pengendalian administrasi diantaranya:
a. Pelatihan/sosialisasi/penyuluhan pada SDM Puskesmas
b. Penyusunan prosedur kerja bagi SDM Puskesmas
c. Pengaturan terkait pemeliharaan alat
d. Pengaturan shift kerja

5) Alat Pelindung Diri


Jenis-jenis APD yang dapat tersedia di Puskesmas sesuai
dengan kebutuhan sebagai berikut:
a. Penutup kepala (shower cap)
b. Kacamata Khusus (safety goggle)
c. Pelindung wajah (face shield)
d. Masker
e. Sarung Tangan (hand schoon/sarung tangan karet)
f. Jas Lab dan Apron (apron/jas lab)
g. Pelindung kaki (safety shoes dan sepatu boots)
h. Coverall

Contoh penggunaan APD dan lokasi penggunaannya dapat melihat tabel berikut:
Tabel. APD dan Lokasi Pemakaian
A
No P Lokasi Pemakaian APD
1 D kepala/
Penutup Laboratorium, ruang sterilisasi, ruang tindakan, ruang KIA,
. Penutup telinga dapur
Khusus penutup telinga: Penggunaan lebih sering jika ada
sumber bising di atas Nilai Ambang Batas (85 dba) seperti di unit
ganset, proses pembangunan, dan lainnya.

2 Kacamata khusus Laboratorium, ruang tindakan dokter gigi, ruang sterilisasi, ruang
. insersi IUD, pertolongan persalinan, ruang pembuatan
kacamata

3 Pelindung wajah Laboratorium, ruang tindakan dokter gigi, ruang persalinan


.

Panduan K3 Page 10
A
No P Lokasi Pemakaian APD
4 D
Masker Ruang persalinan, ruang tindakan untuk kasus infeksi, balai
. pengobatan, ruang tindakan dokter gigi, balai pengobatan,
laboratorium, loket, ruang rekam medik, ruang farmasi, dapur,
cleaning service, ruang pembuatan kacamata, unit transfusi
darah

5 Apron Ruang sterilisasi, ruang persalinan, radiologi, ruang tindakan


. dokter gigi, ruang tindakan untuk kasus infeksi

6 Sarung tangan Ruang tindakan, ruang KIA, ruang tindakan dokter gigi, ruang
. sterilisasi, laboratorium, dapur, cleaning service, optik, ruang
farmasi, unit tansfusi darah
7 Sepatu boot Tempat pembuangan limbah, ruang laundry, pertolongan
persalinan
8 Jas lab Ruang farmasi, laboratorium
9 Coverall Ruang observasi khusus dalam pelayanan kekarantinaan
kesehatan

1) Penutup Kepala (shower cap)


Alat penutup kepala adalah alat pelindung yang berfungsi
untuk melindungi kepala dari jatuhnya mikroorganisme yang ada
dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat- alat/daerah
steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut
petugas dari percikan bahan–bahan dari pasien.

2) Penutup Telinga (ear muff atau ear plug)


Penggunaan APD penutup telinga di Puskesmas dalam proses
pemberian asuhan pelayanan kesehatan jarang digunakan.
Penggunaan lebih sering jika ada sumber bising di atas Nilai
Ambang Batas (85 dba) seperti di unit ganset, proses
pembangunan, dan lainnya.

Panduan K3 Page 11
Gambar . Penutup Telinga

3) Kacamata Khusus (safety goggle)


Kacamata khusus (safety google) adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi mata dari paparan bahan kimia
berbahaya, percikan darah dan cairan tubuh, uap panas, sinar
UV dan pecahan kaca(scrub).

Gambar . Kacamata Khusus


4) Pelindung wajah (face shield)
Alat pelindung wajah adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi wajah dari terpapar cairan tubuh, darah, dan percikan
bahan-bahan kimia.

Gambar . Pelindung Wajah

5) Masker
Masker atau alat pelindung pernafasan adalah alat yang berfungsi
untuk melindungi pernafasan dari mikrobakterium dan virus yang
ada di udara, dan zat- zat kimia yang digunakan. Bagi SDM
Puskesmas yang menggunakan respirator harus dilatih untuk
menggunakan dan memelihara respirator khusus secara tepat.
SDM Puskesmas harus tahu keterbatasan dan pengujian
kecocokan respirator secara tepat, minimal masker dengan tipe
N95 atau masker yang dapat memproteksi SDM dari paparan
risiko biologi maupun kimia.

Panduan K3 Page 12
Gambar 6. Masker dan respirator
6) Sarung Tangan (hand schoon/sarung tangan bahan karet, kain)
Sarung tangan adalah alat yang berfungsi untuk melindungi
tangan dari darah dan cairan tubuh, zat- zat kimia yang
digunakan, dan limbah yang ada.

7) Pelindung Kaki (sepatu boots, safety shoes)


Alat pelindung kaki adalah alat yang berfungsi untuk melindungi
kaki dari darah, cairan tubuh,zat-zat kimia yang digunakan,
benturan benda keras dan tajam, serta limbah yang ada. SDM
Puskesmas yang berdiri dalam jangka waktu lama ketika bekerja,
perlu sepatu yang dilengkapi bantalan untuk menyokong kaki.
SDM Puskesmas yang bekerja dan berhadapan dengan
pekerjaan dengan risiko cidera akibat dari kejatuhan benda keras
yang mengenai jari kaki disarankan memakai sepatu dengan
ujung yang keras.

Gambar . Alas kaki


Panduan K3 Page 13
8) Jas Lab dan Apron
Jas lab dan apron adalah alat yang berfungsi untuk melindungi
tubuh dari darah dan cairan tubuh, zat-zat kimia yang digunakan,
dan limbah yang ada.

Gambar . Apron
9) Coverall
Coverall adalah alat yang berfungsi untuk melindungi seluruh
tubuh dari kepala sampai kaki dari penularan melalui percikan
darah ataupun cairan tubuh sangat infeksius yang masuk melalui
mucous membrane atau luka. Penyediaan APD ini diutamakan
pada Puskesmas yang melakukan pelayanan dengan kasus
karantina atau Puskesmas dengan pandemic wabah, radiasi dan
paparan bahan kimia yang sangat toksik

Gambar . Coverall

G. PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR


Penerapan kewaspadaan standar sesuai permenkes No.27 Tahun 2017 tentang
PPI, meliputi:
1. Kebersihan tangan:
a. Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir

Panduan K3 Page 14
b. Membersihkan tangan dengan cairan berbahan dasar alkohol atau handrub

2. Menggunakan Alat Pelindung diri


3. Pengelolaan jarum dan alat tajam

Panduan K3 Page 15
4. Dekontaminasi peralatan

H. PENERAPAN PRINSIP ERGONOMI


1. Penanganan Beban Manual (Manual Handling)
Standar berat objek yang boleh diangkat secara manual tergantung dari letak
obyek berada, dengan rincian sebagai berikut:

Penanganan beban manual di Fasyakes sebagian besar terkait


dengan kegiatan memindahkan pasien (mengangkat, mendorong dan

Panduan K3 Page 16
memindahkan), contoh kegiatan memindahkan pasien di tempat tidur
sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
a. Sesuaikan tinggi tempat tidur dengan pinggang
b. Pastikan tempat tidur/brankar terkunci
c. Badan tidak melintir sebagian dalam menolong, putar badan secara
keseluruhan
d. Tekuk kaki untuk penyesuaian bukan membungkukkan punggung
(tulang punggung posisi netral)
e. Ukur kemampuan untuk menolong, upayakan ada penolong atau
bantuan.

2. Postur Kerja
Postur kerja dalam memberikan asuhan pelayanan di Puskesmas merupakan
salah satu faktor risiko ergonomi yang menyebabkan gangguan kesehatan jika
tidak melakukan proses kerja yang ergonomi. Postur kerja dalam keadaan
duduk harus memperhatikan beberapa hal berikut agar dapat bekerja dengan
nyaman:
a. Pada saat duduk, posisikan siku sama tinggi dengan meja kerja, lengan
bawah horizontal dan lengan atas menggantung bebas.
b. Atur tinggi kursi sehingga kaki Anda bisa diletakkan di atas lantai dengan
posisi datar. Jika diperlukan gunakan footrest terutama bagi SDM yang
bertubuh mungil.
c. Sesuaikan sandaran kursi sehingga punggung bawah Anda ditopang
dengan baik.
d. Atur meja kerja supaya mendapatkan pencahayaan yang sesuai. Hal
ini untuk menghindari silau, pantulan cahaya dan kurangnya pencahayaan
dengan Nilai Ambang Batas peruntukan pekerjaan yang dilakukan.
e. Pastikan ada ruang yang cukup di bawah meja untuk pergerakan kaki.
f. Hindari tekanan berlebihan dari ujung tempat duduk pada bagian
belakang kaki dan lutut.
g. Letakkan semua dokumen dan alat yang diperlukan dalam jangkauan
Anda. Penyangga dokumen (document holder), alat dan bahan dapat
digunakan untuk menghindari pergerakan mata dan leher yang janggal.

Postur kerja dalam keadaan posisi duduk tersebut selengkapnya


dapat mengacu kepada peraturan perundang- undangan yang mengatur
mengenai standar keselamatan dan kesehatan kerja perkantoran.
Postur kerja dalam keadaan berdiri harus memperhatikan beberapa
hal berikut:
a. Postur berdiri yang baik adalah posisi tegak garis lurus pada sisi tubuh
mulai dari telinga bahu pinggul dan mata kaki.
b. Posisi berdiri sebiknya berat badan bertumpu secara seimbang dua kaki

Panduan K3 Page 17
c. Postur berdiri sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka waktu yang lama
(+<1 jam atau <4 jam sehari) untuk menghindari kerja otot yang statik, jika
prostur kerja dilakukan berdiri sebaiknya sedinamis mungkin.
d. Jaga punggung dalam posisi netral.
e. Jika pekerjaan berdiri dilakukan dalam jangka waktu lama, maka perlu ada
foot step (pijakan kaki) untuk mengistirahatkan salah satu kaki secara
bergantian.
f. Perlu disediakan tempat duduk untuk istirahat sejenak

Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara khusus contoh postur kerja yang
ergonomi bagi bidan atau tenaga kesehatan penolong persalinan yaitu:
a. Posisi penolong berdiri dengan fisiologi
b. Kaki rata dengan lantai
c. Gunakan sepatu tahan slip
d. Atur posisi berdiri dekat dengan proses kelahiran
e. Jika harus menunduk harus kurang 20 o dan dengan kaki menekuk dari
pinggan sampai lutut bukan punggung.
f. Pada proses mengeluarkan bayi atau jahit/hetching menggunakan
bangku untuk footstep
g. Guna bangku khusus/tangga untuk menggapai benda dan alat kerja yang
lebih tinggi.
h. Minta bantuan asisten jika berat bayi atau benda diangkat melebihi standar
i. Lakukan olahraga seperti senam, berenang, joging secara teratur untuk
meningkatkan dan mempertahankan kekuatan fisik.

3. Cara Kerja Dengan Gerakan Berulang


Gerakan berulang yaitu:
a. Pekerjaan manual handling dilakukan jika >12x per menit dengan beban <
5 kg, contoh: petugas kebersihan.
b. Pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan pergelangan tangan dan
jari >20x permenit, contoh: petugas administrasi, petugas farmasi, dokter
gigi, perawat.
Untuk mengurangi gerakan berulang merancang kembali cara dan prosedur
kerja yang lebih efektif, meningkatkan waktu jeda antara aktifitas pengulangan
atau mengganti dengan pekerjaan yang lain.

4. Shift Kerja
Shift kerja harus memperhatikan durasi kerja yang sesuai dengan peraturan
yaitu 40 jam per minggu, sehingga shift kerja yang disarankan sebaiknya yang
3 shift dengan masing-masing shift 8 jam kerja selama 5 hari kerja per minggu
atau sesuai peraturan yang ada.

Panduan K3 Page 18
5. Durasi Kerja
Durasi kerja untuk setiap karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan antara lain:
a. 7 (tujuh) jam 1 (hari) dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (hari) dan
40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu.
b. Jika terdapat kerja lembur harus mendapat persetujuan sumber daya
manusia yang bersangkutan dengan ketentuan waktu kerja lembur paling
banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1
(satu) minggu.
c. Aktivitas rutin setiap 2 jam kerja sebaiknya diselingi peregangan.

6. Tata Letak Ruang Kerja


Setiap ruang kerja harus dibuat dan diatur sedemikian rupa, sehingga tiap
sumber daya manusia yang bekerja dalam ruangan itu mendapat ruang udara
yang minimal 10 m3 dan sebaiknya 15m3.
Tata letak ruang kerja di Puskesmas harus memperhatikan house keeping
yang baik, diantaranya:

a. Pelaksanaan Pemeliharaan dan Perawatan Ruang Kerja


Lantai bebas dari bahan licin, cekungan, miring, dan berlubang yang
menyebabkan kecelakaan dan cidera pada SDM Puskesmas.
b. Desain Alat dan Tempat Kerja

1) Penyusunan dan penempatan lemari peralatan dan material kerja tidak


mengganggu aktifitas lalu lalang pergerakan SDM Puskesmas.
2) Penyusunan dan pengisian lemari peralatan dan material kerja yang
berat berada di bagian bawah.
Dalam pengelolaan benda tajam, sedapat mungkin bebas dari benda
tajam, serta siku-siku lemari peralatan dan material kerja maupun
benda lainnya yang menyebabkan SDM Puskesmas cidera.
3) Pengelolaan Listrik dan Sumber Api
Dalam pengelolaan listrik dan sumber api, terbebas dari penyebab
elektrikal syok. Prosedur kerja yang aman di ruang kerja Puskesmas
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
i. Dilarang berlari di ruang kerja.
ii. Semua yang berjalan di lorong ruang kerja dan di tangga diatur
berada sebelah kiri.
iii. Sumber daya manusia yang membawa tumpukan barang yang
cukup tinggi atau berat harus menggunakan troli dan tidak boleh
naik melalui tangga tapi menggunakan lift barang bila tersedia.

Panduan K3 Page 19
iv. Tangga tidak boleh menjadi area untuk menyimpan barang,
berkumpul, dan segala aktivitas yang dapat menghambat lalu
lalang.
v. Bahaya jatuh dapat dicegah melalui kerumahtanggaan
Puskesmas yang baik, cairan tumpah harus segera dibersihkan
dan potongan benda yang terlepas dan pecahan kaca harus
segera diambil.
vi. Bahaya tersandung dapat diminimalkan dengan segera
mengganti ubin rusak dan karpet usang.
vii. Menggunakan listrik dengan aman.

I. PEMERIKSAAN KESEHATAN BERKALA


Pemeriksaan kesehatan berkala dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali dengan
memperhatikan risiko pekerjaannya. Penentuan parameter jenis pemeriksaan
kesehatan berkala disesuaikan dengan jenis pekerjaan, proses kerja, potensi
risiko gangguan kesehatan akibat pekerjaan dan lingkungan kerja.
Pemeriksaan kesehatan bagi SDM Puskesmas dilakukan untuk menilai status
kesehatan dan penemuan dini kasus penyakit baik akibat pekerjaan maupun
bukan akibat pekerjaan, serta mencegah penyakit menjadi lebih parah. Selain
itu,pemeriksaan kesehatan juga bertujuan untuk menentukan kelaikan bekerja
bagi SDM Puskesmas dalam menyesuaikan pekerjaannya dengan kondisi
kesehatannya (fit to work).
1. Sasaran
Prioritas pelaksanaan pemeriksaan kesehatan berkala adalah
a. Prioritas I: Pelaksana UKP dan sebagian pelaksana UKM yaitu pelaksana
pengendalian penyakit menular seperti Pelaksana TB, HIV/AIDS dan Kusta
b. Prioritas II: Pelaksana UKM lainnya
c. Prioritas III: Pelaksana Administrasi dan manajemen
2. Jenis Pemeriksaan
Jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan fisik lengkap kesegaran jasmani
b. Laboratorium rutin
c. Rontgen paru-paru (bila memungkinkan)
d. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu

3. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Persiapan alat dan bahan :
1) Kit Posbindu
2) Kit Pemeriksaan Umum
3) Absensi Pegawai Puskesmas
4) Register Hasil pemeriksaan
5) ATK
2. Petugas yang melaksanakan :
1) Pelaksana K3
2) Pelaksana PTM

Panduan K3 Page 20
3) Pelaksana Pelayanan Pemeriksaan Umum
4) Pelaksana Laboratorium
5) Pelaksana KIE
3. Langkah-langkah :
a. Pelaksana K3 menyusun jadwal pemeriksaan kesehatan berkala bagi
pegawai puskesmas (minimal 1 tahun sekali) dengan tidak mengganggu
proses pelayanan kepada pasien;
b. Pelaksana K3 menyampaikan rencana jadwal pemeriksaan kesehatan
kepada Pelaksana PTM, pelaksana Pemeriksaan Umum dan
pelaksana laboratorium;
c. Pelaksana K3 menyampaikan jadwal pemeriksaan kesehatan kepada
Kepala Puskesmas;
d. Kepala Puskesmas mengumumkan kepada seluruh pegawai
puskesmas untuk mengikuti pemeriksaan kesehatan berkala dengan
membawa Kartu BPJS;
e. Pelaksana K3, Pelaksana PTM, Pelaksana Pelayanan Pemeriksaan
Umum dan Pelaksana Laboratorium mempersiapkan alat pemeriksaan,
absensi petugas, register hasil dan tempat pemeriksaan;
f. Pelaksana K3, Pelaksana PTM, Pelaksana Pelayanan Pemeriksaan
Umum dan Pelaksana Laboratorium melaksanakan pemeriksaan;
g. Seluruh pegawai melakukan pemeriksaan kesehatan sesuai jadwal
yang telah diterima;
h. Pelaksana PTM dan Pelaksana Pelayanan Pemeriksaan Umum
menyampaikan hasil pemeriksaan dan mencatatnya ke dalam rekam
medis pegawai dan register pemeriksaan;
i. Bagi pegawai puskesmas yang perlu melakukan pemeriksaan lebih
lanjut ke Fasyankes Tingkat Rujukan, dibuatkan surat rujukan dan
mengorganisir kelengkapan rujukan seperti kartu BPJS yang masih
aktif. Jika pegawai tidak memiliki BPJS, maka diupayakan melalui
program Bantuan Sosial Kabupaten Sumbawa atau program bantuan
lainnya;
j. Jika menemukan pegawai pegawai puskesmas yang dideteksi
mengidap penyakit akibat kerja (kondisi-kondisi umum yang
berhubungan dengan pekerjaan, seperti cedera punggung, atau cedera
yang lebih mendesak) maka dilakukan pengendalian risiko dan KIE;
k. Pelaksana K3 dan dokter pelaksana pelayanan pemeriksaan umum
melaporkan secara umum hasil pemeriksaan kesehatan berkala kepada
Kepala Puskesmas untuk dilakukan pengendalian risiko (diupayakan
untuk tetap menjaga kerahasiaan data terkait kasus-kasus penyakit
tertentu sesuai ketentuan yang berlaku);
l. Pelaksana K3 melakukan evaluasi dan tindak lanjut hasil pemeriksaan
kesehatan berkala.

J. PEMBERIAN IMUNISASI
Pemberian imunisasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit. SDM Puskesmas memiliki risiko tertular penyakit
infeksi seperti Hepatitis, Influenza, Varicella, dan lain lain. Beberapa penyakit
infeksi dapat dicegah dengan imunisasi. SDM Puskesmas harus mendapatkan
imunisasi khususnya pada SDM Puskesmas yang memiliki risiko tinggi.

Panduan K3 Page 21
Pemberian imunisasi diprioritaskan untuk imunisasi Hepatitis B, karena tingginya
risiko penularan Hepatitis B pada SDM Puskesmas.
Imunisasi hepatitis B kepada pegawai puskesmas dapat memberikan keuntungan
baik bagi pegawai maupun instansi puskesmas. Harapannya dengan pemberian
imunisasi ini petugas kesehatan yang memberikan pelayanan dapat bekerja
maksimal, karena pemberian vaksin ini bertujuan untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, agar ketika terjangkit penyakit yang sebenarnya, tubuh sudah
siap menangkalnya sehingga tidak berkembang menjadi penyakit. Dengan
demikian, petugas kesehatan dapat secara maksimal menjaga kesehatan dan
keselamatan pasien serta mewujudkan pelayanan paripurna puskesmas.

1. Sasaran
Sasaran kegiatan pemberian imunisasi Hepatitis B adalah:
a. Tenaga medis (kontak langsung dengan pasien) seperti perawat, bidan,
dokter, perawat gigi, dan dokter gigi, analis.
b. Tenaga lainnya yang diberikan imunisasi Hepatitis B yaitu Pelaksana
Laundry (jika ada), Pelaksana Kesehatan Lingkungan yang mengelola
sampah medis dan Petugas Kebersihan.
c. Pegawai yang memiliki titer anti Hbs <10u/ml dari hasil pemeriksaan
kesehatan berkala (GCU).

2. Jenis dan Tahapan Imunisasi


Imunisasi yang diperoleh adalah Imunisasi Hepatitis B. Kegiatan ini
dilaksanakan menjadi beberapa tahapan yaitu:
a. Tahap pertama edukasi
b. Tahap kedua adalah screening yaitu mencakup pemeriksaan darah untuk
mengetahui status AntiHbsAg
c. Tahap ketiga adalah vaksinasi yang dilakukan sebanyak tiga kali yaitu
vaksinasi bulan 0, 1 dan 6.

3. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan alat dan bahan :
1) Kit Imunisasi
2) Kit pemeriksaan HbSAg
3) Rekam Medis;
4) Kartu Imunisasi
5) Absensi Pegawai Puskesmas
6) Register Hasil pemeriksaan
7) ATK
b. Petugas yang melaksanakan :
1) Pelaksana K3
2) Pelaksana Imunisasi
3) Pelaksana Laboratorium
c. Langkah-langkah :
1) Pelaksana K3 menyusun jadwal pemberian imunisasi bagi pegawai
puskesmas sesuai Tingkat Risiko Pelayanan yaitu tenaga medis (kontak
langsung dengan pasien) dengan tahapan:
a) Tahap pertama edukasi

Panduan K3 Page 22
b) Tahap kedua adalah screening yaitu mencakup pemeriksaan darah
untuk mengetahui status AntiHbsAg
c) Tahap ketiga adalah vaksinasi yang dilakukan sebanyak tiga kali
yaitu vaksinasi bulan 0, 1 dan 6.
2) Pelaksana K3 menyampaikan rencana jadwal dan jumlah peserta
pemberian imunisasi kepada Pelaksana Imunisasi dan pelaksana
laboratorium;
3) Pelaksana Imunisasi dan pelaksana laboratorium melakukan
pengecekan jumlah vaksin, kartu imunisasi, dan jumlah kebutuhan
pemeriksaan Anti HbsAg;
4) Pelaksana K3 menyampaikan jadwal pemberian imunisasi kepada
Kepala Puskesmas;
5) Kepala Puskesmas mengumumkan kepada pegawai yang menjadi
sasaran pemberian imunisasi untuk mengikuti pemberian imunisasi
dengan membawa Kartu BPJS;
6) Pelaksana K3, Pelaksana Imunisasi dan pelaksana laboratorium
mempersiapkan kit imunisasi, kartu imunisasi, pemeriksaan Anti HbsAg,
absensi petugas, register hasil dan tempat pemberian imunisasi;
7) Pelaksana K3, Pelaksana Imunisasi dan pelaksana laboratorium
memberikan edukasi tentang pentingnya imunisasi;
8) pelaksana laboratorium melanjutkan kegiatan pemeriksaan HBSAg.
9) Bagi yang memiliki hasil laboratorium HbSAg non reaktif (negatif) dan
titer anti Hbs <10u/ml dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala ( GCU)
maka dilanjutkan dengan kegiatan imunisasi;
10)Pelaksana imunisasi mencatat dalam rekam medis pegawai dan
register imunisasi serta kartu imunisasi;
11)Pelaksana K3 melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala
Puskesmas;
12)Pelaksana K3 melakukan evaluasi dan tindak lanjut hasil pemberian
imunisasi.

K. PEMBUDAYAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI PUSKESMAS


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Puskesmas adalah upaya untuk
membudayakan SDM Puskesmas agar mempraktikkan PHBS serta berperan aktif
dalam mewujudkan Puskesmas yang sehat. PHBS di tempat kerja antara lain:
1. Menerapkan peraturan dan prosedur operasi kerja
2. Menggunakan Alat Pelindung Diri sesuai pekerjaannya
3. Tidak merokok di tempat kerja
4. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
5. Mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat
6. Menggunakan air bersih
7. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
8. Membuang sampah pada tempatnya
9. Menggunakan jamban saat buang air besar dan buang air kecil
10. Tidak mengonsumsi NAPZA
11. Tidak meludah sembarang tempat
12. Memberantas jentik nyamuk

Panduan K3 Page 23
L. PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PUSKESMAS DARI ASPEK K3
1. Pengelolaan Sarana dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Memastikan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Memastikan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Persyaratan Penempatan APAR:
 Jarak tempuh penempatan APAR dari setiap tempat atau titik dalam
bangunan harus tidak lebih dari 25 m.
 Mudah terlihat, termasuk instruksi pengoperasiannya dan tanda
identifikasinya.
 Mudah dicapai (tidak terhalang oleh peralatan atau material-
material).
 APAR diletakkan di atau dekat koridor atau lorong yang menuju exit.
 APAR diletakkan dekat dengan area yang berpotensi bahaya
kebakaran, akan tetapi tidak terlalu dekat karena bisa rusak oleh
sambaran api
 Tempatkan APAR sesuai dengan karakteristik tempat.
 Hindari tempat yang menyebabkan korosif.
 Jika di luar ruangan, APAR terlindungi dari kerusakan.
 Dalam area khusus, apabila bahan yang disimpan mudah terbakar di
dalam ruangan yang kecil atau tempat tertutup, tempatkan APAR di
luar ruangan.
 Kapasitas APAR minimal 2 kg dengan ketentuan sekurang-
kurangnya 1 (satu) buah APAR untuk ruangan tertutup dengan luas
tidak lebih dari 25m2 dan minimal 2 (dua) buah APAR kimia untuk
luas tempat parkir tidak melebihi 270 m2.
 Setiap SDM Puskesmas mampu menggunakan APAR sesuai
standar prosedur operasional yang tersedia di tabung APAR dan
melakukan pemantauan kondisi dan masa pakai secara berkala
minimal 2 kali dalam setahun.

 Pemasangan APAR ditentukan sebagai berikut:


I. Dipasang pada dinding atau dalam lemari kaca disertai palu
pemecah dan dapat dipergunakan dengan mudah pada saat
diperlukan.
II. Dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada
pada ketinggian maksimum 120 cm dari permukaan lantai,
kecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kimia kering (dry powder)
penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai.
III. Tidak diperbolehkan dipasang di dalam ruangan yang
mempunyai temperatur lebih dari 490C dan di bawah 40C.
2) Tangga Darurat

Panduan K3 Page 24
Setiap bangunan Puskesmas yang memiliki 2 (dua) lantai atau lebih,
harus memiliki tangga darurat. dengan ketentuan:
a) Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu
darurat, diutamakan tahan api, dengan arah pembukaan ke arah
tangga dan dapat menutup secara otomatis. Pintu harus dilengkapi
petunjuk “KELUAR” atau “EXIT” dengan warna terang dan terlihat
pada saat gelap.
b) Tangga darurat dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 m dan
tidak boleh menyempit ke arah bawah.
c) Tangga darurat harus dilengkapi pegangan tangan yang kuat
setinggi 1,10 m dan mempunyai lebar injakan anak tangga minimal
28 cm dan tinggi maksimal anak tangga 15-17 cm.
d) Ketentuan lebih lanjut tentang tangga darurat mengikuti ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam standar yang dipersyaratkan.
3) Pintu Darurat
Beberapa ketentuan yang perlu dipenuhi untuk pintu darurat, antara lain
sebagai berikut:
a) Setiap bangunan atau gedung yang bertingkat lebih dari 2 (dua)
lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.
b) Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka ke arah tangga
penyelamatan, kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar
(halaman).
c) Pintu darurat diutamakan harus tahan terhadap api.
d) Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam standar yang dipersyaratkan.
4) Keselamatan Lift
Memastikan setiap lift harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan perundang undangan.
5) Peringatan Bahaya/Sistem Alarm Pada Gedung
Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana
penyelamatan berupa sistem alarm, yang dimaksudkan untuk
memberikan peringatan dini berkaitan dengan bahaya kebakaran,
gempa dan lain- lain. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan sistem
instalasi lift, pressure fan untuk tangga darurat. Persyaratan peringatan
bahaya atau sistem alarm memiliki detektor panas asap dan nyala api
(heat detector). Penempatan dan pemasangan detektor tersebut
mengacu pada peraturan yang berlaku.

6) Proteksi Kebakaran
Proteksi terhadap kebakaran gedung Puskesmas sesuai dengan
peraturan perundangan undangan dan minimal tersedia APAR.

Panduan K3 Page 25
c. Memastikan memantau berfungsinya prasarana yang meliputi instalasi
listrik, sistem pencahayaan dan sistem grounding (sistem pembumian), dan
APAR.
d. Memastikan penghawaan/kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara
tersedia dengan baik, melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau
ventilasi buatan. Dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Jumlah bukaan ventilasi alami tidak kurang dari 15% terhadap luas
lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi. Khusus ventilasi dapur
minimal 20% dari luas dapur (asap harus keluar dengan sempurna atau
dengan ada exhaust fan atau peralatan lain). Sedangkan sistem
ventilasi mekanis diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat
tidak memadai.
2) Penghawaan/ventilasi dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga)
elemen dasar, yaitu:
a) Jumlah udara luar berkualitas baik yang masuk dalam ruang pada
waktu tertentu.
b) Arah umum aliran udara dalam gedung seharusnya dari area bersih
ke area terkontaminasi dan dipastikan terjadi pertukaran antara
udara didalam ruang dengan udara dari luar.
Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik, atau campuran perlu
memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, lokasi/letak
bangunan terhadap bangunan lain, cuaca, biaya dan kualitas udara
luar.

e. Memastikan pencahayaan memenuhi persyaratan yang berlaku.


Tabel . Tingkat Pencahayaan Rata-Rata yang Direkomendasikan
Ruang Lux Keterangan
Ruangan administrasi kantor, 200
ruangan Kepala Puskesmas,
ruangan rapat, ruangan
pendaftaran dan rekam medik,
Ruang tunggu 200
Elevator /Lift 100
Tangga ,ekskalator 150
Kamar mandi,toilet 200 Ketentuan berlaku
pada masing- masing
toilet dalam kondisi
tertutup
Ruangan perawatan medis 500
Pantry 200

Panduan K3 Page 26
Ruang Lux Keterangan
Gudang/ruang penyimpanan 100 Jika ruangan
digunakan bekerja
terus menerus maka
tingkat pencahayaan
minimal 200 lux

f. Memastikan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan yang berlaku,


meliputi ketersediaan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
tempat penampungan sementara kotoran dan sampah, serta penyaluran air
hujan. Memastikan juga tersedianya perlengkapan keselamatan dan
kesehatan kerja seperti APD untuk pekerjaan sanitasi.
g. Memastikan penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi
kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan seperti zero timbal, asbes, merkuri dan lain-
lain. Persyaratan komponen bangunan dan material Puskesmas mengikuti
peraturan yang berlaku. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung
meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat
kebisingan sesuai peraturan yang berlaku.
h. Memastikan kelengkapan sarana pada bangunan gedung untuk
kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang
ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, ruang ASI, toilet, tempat parkir.yang
cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, ruang ASI, toilet,
tempat parkir.
i. Memastikan kondisi kualitas bangunan pada Puskesmas seperti atap,
langit-langit, dinding, lantai, jendela, dan lain- lan.
j. Memastikan ketersediaan toilet cukup dan higienis disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
2. Pengelolaan Prasarana dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Memastikan kemudahan aksesibilitas. Kemudahan hubungan ruangan ke,
dari, dan di dalam bangunan gedung sesuai ketentuan yang berlaku
b. Memastikan ketersediaan dan penggunaan APAR sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang berlaku.
c. Memastikan kelengkapan prasarana pada bangunan gedung untuk
kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup seperti tempat
sampah, fasilitas komunikasi dan informasi. Bangunan gedung yang
bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang
satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, keselamatan dan kesehatan pengguna. Persyaratan tangga
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Memastikan tersedianya air bersih, air minum dan air kegunaan khusus
(ruang tindakan dan laboratorium) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Panduan K3 Page 27
e. Memastikan kualitas udara dalam ruang sesuai dengan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
f. Memastikan kondisi kualitas tanah tidak berpotensi sebagai media
penularan penyakit antara lain tanah bekas tempat pembuangan akhir
sampah, tidak terletak di daerah banjir, tidak berada di bantaran
sungai/aliran sungai/longsor dan bekas lokasi pertambangan.
g. Memastikan penerapan prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan di Puskesmas.
h. Memastikan prasarana untuk mencegah perkembang biakan vektor
penyakit, mengamati dan memeriksa adanya tanda-tanda kehidupan vektor
dan binatang pembawa penyakit, antara lain tempat berkembangbiaknya
jentik, kecoa, nyamuk dan jejak tikus, serta kucing.
1) Sarana dan bangunan di lingkungan kerja Puskesmas harus memenuhi
syarat kesehatan lingkungan serta persyaratan dalam pencegahan
terjadinya kecelakaan.
2) Sarana dan prasarana K3 laboratorium umum bagi Puskesmas yang
melakukan pemeriksaan spesimen antara lain:
 Jas laboratorium sesuai standar,
 Sarung tangan,
 Masker,
 Alas kaki/sepatu tertutup,
Sepatu anti slip harus dipakai di laboratorium, sedangkan sepatu
dengan jempol terbuka dan sandal tidak disarankan untuk dipakai
oleh SDM Puskesmas laboratorium yang bekerja dengan melibatkan
berbagai bahan kimia yang berbahaya. SDM Puskesmas yang
membersihkan tumpahan bahan kimia perlu memakai alas kaki yang
resisten atau kedap bahan kimia. Khusus untuk laboratorium, alas
kaki harus dirancang dengan bahan yang tepat agar bisa sebagai
pelindung yang baik bila diperlukan.
 Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air
mengalir
 Lemari asam (fume hood) dilengkapi dengan exhaust ventilation
system
 Pipetting aid, rubber bulb
 Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.
 Pemancur air (emergency shower)
 Kabinet keamanan biologis kelas I, II, atau III (tergantung dari jenis
mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium
 Penyediaan eye wash/shower dan body wash diperuntukkan yang
menggunakan bahan kimia atau bahan biologi dengan biosafety
level 2 atau lebih
3) Sarana dan prasarana dalam penyimpanan vaksin menggunakan
sistem rantai dingin (cold chain) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Panduan K3 Page 28
M. PENGELOLAAN PERALATAN MEDIS DARI ASPEK K3
Peralatan medis merupakan peralatan di Puskesmas yang digunakan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Pengelolaan peralatan medis dari aspek
keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya memastikan sistem peralatan
medis aman bagi SDM Puskesmas, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun masyarakat di sekitar lingkungan Puskesmas dari potensi bahaya
peralatan medis baik saat digunakan maupun saat tidak digunakan. Pelaksanaan
kegiatan pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan kesehatan
kerja antara lain:
1. Memastikan tersedianya daftar inventaris seluruh peralatan medis.
2. Memastikan penandaan pada peralatan medis yang digunakan dan yang tidak
digunakan.
3. Memastikan dilakukan uji fungsi dan uji coba peralatan.
4. Memastikan dilaksanakanya kalibrasi secara berkala.
5. Memastikan dilakukan pemeliharaan pada peralatan medis.
6. Memastikan penyimpanan peralatan medis dan penggunanya sesuai standar
prosedur operasional.
7. Dalam pemantauan pelaksanaan kegiatan tersebut di atas menggunakan
daftar ceklis untuk memastikan semuanya dilakukan secara berkala.

N. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI KONDISI DARURAT/BENCANA TERMASUK


KEBAKARAN
Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dirancang untuk meminimalkan dampak kerugian atau kerusakan
yang mungkin terjadi akibat keadaan darurat baik internal maupun eksternal oleh
karena kegagalan teknologi, ulah manusia, atau bencana yang dapat terjadi setiap
saat di Puskesmas.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Tujuan dari kesiapsiagaan adalah meminimalkan dampak dari kondisi darurat dan
bencana baik internal maupun eksternal yang dapat menimbulkan kerugian fisik,
material, jiwa, bagi SDM Puskesmas, pasien, pendamping pasien, dan
pengunjung, masyarakat di sekitar lingkungan Puskesmas, maupun sistem
operasional di Puskesmas.
1. Kesiapsiagaan Menghadapi Keadaan Bencana
Langkah-langkah dalam melakukan kesiapsiagaan bencana:
a. Identifikasi Risiko Kondisi Darurat atau Bencana
Mengidentifikasi potensi keadaan darurat di area kerja yang berasal dari
aktivitas (proses, operasional, peralatan), produk dan jasa. Contoh dari

Panduan K3 Page 29
keadaan darurat yang mungkin terjadinya adalah gempa bumi, banjir,
kebakaran, peledakan, keracunan, huru hara, dan pandemi.
b. Analisis Risiko Kerentanan Bencana
Analisis risiko kerentanan bencana merupakan penilaian terhadap bencana
yang paling mungkin terjadi. Analisis kerentanan bencana terkait dengan
bencana alam, teknologi, manusia, penyakit/wabah dan hazard material.
c. Pengendalian kondisi darurat atau bencana
1) Membentuk Tim Tanggap Darurat atau Bencana
2) Menyusun juknis tanggap darurat atau bencana
3) Menyusun standar prosedur operasional tanggap darurat atau bencana
antara lain:
 kedaruratan keamanan (penculikan bayi, pencurian, kekerasan pada
petugas kesehatan).
 kedaruratan keselamatan (kesetrum, kebakaran, gedung roboh).
 tumpahan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
 kegagalan peralatan medik dan non medik
 (kebocoran rontgen, gas meledak, AC sentral).
d. Menyediakan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan hasil
identifikasi, antara lain:
 rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat.
 jalur evakuasi.
 titik kumpul (assembly point).
 APAR
e. Menilai kesesuaian, penempatan, dan kemudahan untuk mendapatkan alat
keadaan darurat oleh petugas/SDM Puskesmas yang berkompeten dan
berwenang.
f. Memasang tanda pintu darurat sesuai dengan standar dan pedoman
teknis.
g. Simulasi kondisi darurat atau bencana
Simulasi kondisi darurat atau bencana berdasarkan penilaian analisa risiko
kerentanan bencana dilakukan terhadap keadaan, antara lain:
 penculikan bayi
 ancaman bom
 tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
 gangguan keamanan
Melakukan uji coba (simulasi) kesiapan petugas/SDM Puskesmas yang
bertanggung jawab menangani keadaan darurat yang dilakukan minimal 1
tahun sekali pada setiap gedung.
2. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran di Puskesmas meliputi:
a. Identifikasi Area Berisiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan
1) Mengetahui potensi bahaya kebakaran yang ada di Puskesmas.
2) Mengetahui lokasi dan area potensi kebakaran secara spesifik, dengan
membuat denah potensi berisiko tinggi terutama terkait bahaya
kebakaran.
Panduan K3 Page 30
3) Inventarisasi dan pengecekan sarana proteksi kebakaran pasif dan
aktif.
b. Proteksi kebakaran secara aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor
panas dan smoke detector
c. Proteksi kebakaran secara pasif, contohnya a) jalur evakuasi b) pintu
darurat c) tangga darurat d) tempat titik kumpul aman
d. Pengendalian Kebakaran dan Ledakan di Puskesmas
1) Penempatan bahan mudah terbakar aman dari api dan panas.
2) Pengaturan konstruksi gedung mengikuti prinsip keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mudah
terbakar dan gas medis di tempat yang aman.
4) Larangan merokok.
5) Inspeksi fasilitas/area berisiko kebakaran secara berkala.
6) Simulasi kebakaran minimal dilakukan 1 tahun sekali untuk setiap
gedung.
7) Pemantauan bahaya kebakaran terkait proses pembangunan di
dalam/berdekatan dengan bangunan yang dihuni pasien.

O. PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3


Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3 secara aman
dan sehat wajib dilakukan oleh Puskesmas sesuai standar dan peraturan yang
ada. Pengelolaan bahan dan limbah B3 dalam aspek K3 Puskesmas harus
memastikan pelaksaan pengelolaan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja
SDM pengelola terbebas dari masalah kesehatan akibat pekerjaanya. Kesalahan
dalam pelaksanaan pengelolaan Bahan dan Limbah B3 taruhannya adalah
keselamatan dan kesehatan tidak hanya pekerja tetapi pasien, keluarga pasien
dan lingkungan Puskesmas.
Aspek keselamatan dan kesehatan kerja yang harus di lakukan dalam
pengelolaan bahan dan limbah B3:
1. Identifikasi dan inventarisasi bahan dan limbah B3
2. Memastikan adanya penyimpanan, pewadahan, dan perawatan bahan sesuai
dengan karekteristik, sifat, dan jumlah.
3. Tersedianya lembar data keselamatan sesuai dengan karakteristik dan sifat
bahan dan limbah B3.
a. Tersedianya sistem kedaruratan tumpahan/bocor bahan dan limbah B3.
b. Tersedianya sarana keselamatan bahan dan limbah B3 seperti spill kit,
rambu dan simbol B3, dan lain lain.
c. Memastikan ketersediaan dan penggunaan alat pelindung diri sesuai
karekteristik dan sifat bahan dan limbah B3.
d. Tersedianya standar prosedur operasional yang menjamin keamanan kerja
pada proses kegiatan pengelolaan bahan dan limbah B3(pengurangan dan
pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, penguburan dan/atau
penimbunan bahan dan limbah B3).

Panduan K3 Page 31
4. Jika dilakukan oleh pihak ke tiga wajib membuat kesepakatan jaminan
keamanan kerja untuk pengelola dan Puskesmas akibat kegagalan
kegiatan pengelolaan bahan dan limbah B3 yang dilakukan.
5. Pengelolaan Bahan dan limbah B3 secara teknis di setiap Puskesmas
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

P. PENGELOLAAN LIMBAH DOMESTIK


Limbah domestik merupakan limbah yang berasal dari kegiatan non medis seperti
kegiatan dapur, sampah dari pengunjung, sampah pepohonan dan lain-lain yang
tidak mengandung kuman infeksius, termasuk pula di dalamnya kardus obat,
plastik pembungkus syringe, dan benda lainnya yang tidak mengandung dan tidak
terkontaminasi kuman patogen atau bahan infeksius.
Pengelolaan limbah domesitik secara aman dan sehat wajib dilakukan oleh
Puskesmas sesuai standar dan peraturan yang ada. Pengelolaan limbah domestik
Puskesmas harus memperhatikan hal hal sebagai berikut:
1. Penyediaan tempat sampah terpilah antara organik dan non- organik dan
dilengkapi oleh tutup.
2. Tempat sampah dilapisi oleh kantong plastik hitam.
3. Penyediaan masker, sarung tangan kebun/ Rubber Gloves dan sepatu boots
bagi petugas kebersihan.
4. Cuci tangan memakai sabun setelah mengelola sampah.
5. Apabila terkena benda tajam atau cidera akibat buangan sampah, diharuskan
untuk melapor kepada petugas kesehatan untuk dilakukan investigasi
kemungkinan terjadinya infeksi dan melakukan tindakan pencegahan seperti
pemberian vaksin Tetanus Toksoid (TT) kepada petugas kebersihan.
6. Pengelolaan limbah domestik secara teknis di setiap Puskesmas dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Q. PELAPORAN INSIDEN DAN ATAU PENYAKIT AKIBAT KERJA


Pelaporan Insiden dan atau Penyakit Akibat Kerja adalah suatu sistem pelaporan
secara tertulis ataupun tidak tertulis setiap kejadian insiden dan kecelakaan kerja
atau kejadian lain yang menimpa petugas, pasien, keluarga/penunggu pasien
maupun pengunjung di puskesmas.
Langkah-langkah:
1. Pada saat terjadi insiden/near-miss, pegawai pertama-tama harus:
a) memastikan keselamatan dirinya sendiri kemudian memastikan
keselamatan orang disekitarnya
b) Menilai situasi sekitar
c) Meminimalkan risiko dari kemungkinan terjadinya kecelakaan selanjutnya,
misalnya dengan cara mematikan peralatan/mesin, mematikan power
supply, memberitahu karyawan di sekitarnya, membuat kondisi menjadi
lebih aman dsb.
2. Pegawai lain yang menyaksikan kejadian tersebut harus segera menolong
rekannya tersebut terlebih dahulu dan segera melaporkan kejadian tersebut
kepada atasan langsung karyawan yang mengalami kecelakaan.
3. Jika karyawan yang mengalami kecelakaan memerlukan pertolongan pertama,

Panduan K3 Page 32
maka dapat menggunakan kotak P3K yang terdekat atau meminta bantuan
terdekat.
4. Jika korban tidak sadarkan diri atau tidak bisa bergerak, maka korban tidak
boleh digerakkan atau dipindahkan. Segera berikan pertolongan dengan prinsip
DRABC (Danger, Response, Airway, Breathing, dan Circulation)
5. Pegawai melaporkan kejadian insiden/near-miss tersebut kepada atasannya
langsung untuk kemudian menuliskannya dalam Form pelaporan.
6. Pegawai yang mengalami kecelakaan kerja ataupun menduga terkena penyakit
akibat kerja melakukan pelaporan awal bisa dilakukan secara verbal
menggunakan telepon atau komunikasi langsung tidak lebih dari 1 x 24 jam.
Kecelakaan yang termasuk KTD atau Sero sentinel segera dilaporkan kepada
Tim PMKP kepada Komite Nasional keselamatan pasien.
7. Setelah dilakukan pelaporan awal, pegawai yang mengalami ataupun
Koordinator Pelayanan terkait segera mengisi form pelaporan kepada
Pelaksana K3.
8. Pelaksana K3 berkoordinasi dengan Tim PMKP melakukan penanganan
segera terkait pelaporan dari pegawai bersangkutan/Koordinator Pelayanan
9. Pelaksana K3 bersama Tim PMKP melaporkan kepada Kepala Puskesmas

R. PENANGANAN, KONSELING DAN TINDAK LANJUT PENYAKIT AKIBAT


KERJA, KEKERASAN ATAU CEDERA AKIBAT KERJA
Penanganan, konseling dan tindak lanjut penyakit infeksi, kekerasan atau cedera
akibat kerja adalah mekanisme tindak lanjut terhadap pegawai yang terpapar
penyakit infeksi, kekerasan, atau cedera akibat kerja.

Langkah-langkah :
1. Pegawai melaporkan setiap kejadian kecelakaan kerja meliputi terpapar
penyakit infeksi (dugaan kontak tanpa APD dan bergejala), kekerasan, atau
cedera akibat kerja (tertusuk jarum, terbakar dan lain-lain) pada Koordinator
Pelayanan terkait untuk diteruskan kepada Pelaksana K3 dan jangan panik.
2. Lakukan penanganan segera dengan rincian sebagai berikut:
a) Terpapar B3
1) Jika bahan kimia asam mengenai mata atau kulit, segera basuh mata
atau kulit pada air yang mengalir setidaknya 20 menit. Segera teriak
memanggil pegawai lainnya untuk mendapatkan perhatian.
2) Jika tubuh terkena percikan bahan kimia, segera buka pakaian kerja
yang digunakan (jas atau luaran), mandi pada shower yang tersedia
secepat mungkin.
3) Jika bahan kimia terhirup, segera bawa korban ke udara terbuka,
biarkan dalam posisi yang aman untuk bernafas.
4) Jika tertelan bahan kimia yang bersifat asam, jangan membujuk korban
untuk muntah, segera hubungi dokter yang ada bila korban merasa
tidak sehat.
5) Pegawai lainnya memberikan susu pada korban, minta dia minum, jika
tidak ada berikan air putih sebanyak mungkin ( 3/4 gelas)
6) Minta korban berkumur dengan susu.
7) Jika bibir dan lidah terbakar cairan asam, basuh dengan air, kumur olesi
dengan 2% larutan sodium bicarbonate. Selalu gunakan pipet untuk
menyedot larutan, jangan pernah memipet dengan mulut.
8) Jika paparan adalah tumpahan bahan kimia yang kritikal (berpotensi

Panduan K3 Page 33
massif)/ zat biologis/ kemoterapi/Radioaktif/Nuklir yang terjadi pada
ruangan atau gedung di area lingkungan Puskesmas maka Ketua Tim
MFK mengumumkan kode orange
b) Bila terluka bakar karena panas.
a) Jika luka bakar ringan: masukkan bagian yang terkena pada air dengan
atau campuran es dan air, berikan mercurokrom atau iodine pada luka
bakar, jika berkembang menjadi infeksi kirim ke dokter.
b) Jika luka bakar serius misal terkena api (terpercik dengan ether yang
terbakar atau cairan yang mudah terbakar lainnya), beritahu dokter yang
ada khususnya jika korban akan dipindahkan, jangan memberikan
perawatan apapun pada luka bakar, tunggu sampai dokter yang
menangani.
c) Terkena pecahan benda tajam
a) Bila terkena glassware atau benda tajam lainnya yang pecah segera
bersihkan luka dengan iodine
b) Jika luka kecil tutup luka dengan plester luka
c) Jika luka berdarah terus, hentikan perdarahan dengan menekan ke
bawah menggunakan kapas steril
d) Rujuk korban ke perawat atau dokter. Jangan memegang pecahan
glassware/benda yang pecah dengan tangan terbuka.
e) Gunakan sikat dan lap untuk membersihkannya.
f) Taruh pecahan glassware pada tempat sampah khusus.
g) Bila benda yang pecah adalah wadah B3 maka serap bahan kimia yang
tumpah menggunakan bahan penyerap zat kimia (mintalah chemizrob
pada petugas laboratorium). Diamkan 30 menit. Bersihkan dan buang
pada tempat sampah khusus untuk bahan kimia.
d) Tertusuk jarum/terpapar cairan tubuh infeksius
a) Penanganan pertama
 Bila tertusuk jarum petugas segera membilas dengan air mengalir
dan sabun/cairan antiseptik sampai bersih. Bagian tubuh yang
tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan mulut
 Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, petugas mencuci dengan sabun dan air mengalir
 Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, petugas meludahkan dan
berkumur-kumur dengan air beberapa kali
 Bila terpercik pada mata, petugas mencuci mata dengan air mengalir
(irigasi) dengan posisi kepala miring kearah mata yang terpercik
 Bila darah terpercik ke hidung, petugas menghembuskan keluar dan
bersihkan dengan air
b) Petugas ke UGD untuk pemeriksaan lebih lanjut
c) Dokter UGD menentukan status kesehatan pasien sebagai sumber
pajanan terhadap status HIV, HBV dan HCV serta melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (laboratorium
jika diperlukan) dan melakukan tindakan sesuai dengan kasus kejadian
misal : perlu di jahit atau di cross incisi dll. Bila status pasien sumber
pajanan bebas HIV, HBV dan HCV dan bukan dalam masa inkubasi,
tidak perlu tindakan khusus untuk petugas. tetapi jika petugas dan
dokter khawatir maka bisa melakukan pemeriksaan lanjutan
d) Petugas yang terkena jarum atau benda tajam segera dilakukan
pemeriksaan
 Jika petugas yang terpajan belum pernah vaksin maka dilakukan
Panduan K3 Page 34
pemeriksaan laborat HbsAg kuantitatif dan apabila petugas yang
terpajan sudah pernah mendapatkan vaksin maka dilakukan
pemeriksaan anti Hbs kuantitatif
 Jika hasil pemeriksaan laborat HbsAg kuantitatif positip tidak perlu di
vaksinasi, tetapi di berikan therapi/pengobatan
 Jika hasil pemeriksaan laborat HbsAg kuantitatif negatif diberikan
vaksinasi.
 Evaluasi jangka waktu 3 - 6 bulan kemudian di cek ulang
pemeriksaan laborat HbsAg dan anti HbsAg.
e) Terkena arus listrik/tersetrum (korban memegang elemen listrik dengan
tangan basah)
a) Sebelum melakukan apapun putuskan arus listrik pada panel utama
b) Hubungi dokter yang ada
c) Jika korban sesak nafas, pijat jantung dan berikan nafas buatan
(diupayakan oleh medis yang sama jenis kelamin).
d) Jika berlanjut kepada kebakaran, maka Ketua Tim MFK mengumumkan
kode darurat “Kode merah”
f) Terkena Penyakit akibat kerja termasuk infeksi akibat kerja seperti terkena
TB, Kusta, penyakit kulit, HIV-AIDS dan lain lain
a) Pelaksana K3 mendapatkan dugaan penyakit akibat kerja dari hasil
pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakukan pegawai, keluhan
kesehatan pegawai yang bersangkutan atau permohonan rekomendasi
dari unit layanannya.
b) Pegawai yang diduga menderita penyakit akibat kerja selanjutnya harus
melakukan pemeriksaan kesehatan khusus sesuai rekomendasi
pelaksana K3
c) Dokter Puskesmas atau dokter K3 melakukan pemeriksaan kesehatan
khusus terhadap pegawai tersebut, menegakkan diagnosis penyakit
akibat kerja setelah berkonsultasi dengan Dokter spesialis yang
berkaitan
d) Penatalaksanaan penyakit akibat kerja dilakukan sesuai ketentuan yang
berlaku
e) Unit kerja terkait berupaya mengurangi paparan pada tenaga kerja yang
bersangkutan dengan memperbaiki kondisi lingkungan kerjanya
f) apabila tindakan untuk mengurangi paparan tersebut tidak mungkin bisa
dilaksanakan maka dilakukan pemindahan pegawai tersebut ke tempat
kerja lain yang risiko paparannya lebih kecil
g) Unit kerja dan pelaksana K3 melakukan pemantauan dan investigasi
yang mendalam tentang terjadinya penyakit akibat kerja tersebut untuk
memperoleh informasi kemungkinan pegawai lain terkena penyakit yang
sama
h) Pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut pada pegawai yang mengalami
penyakit akibat kerja dilakukan oleh Unit Kerja atau Pelaksana K3,
kemudian dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.
g) Kekerasan terhadap pegawai
a) Pegawai korban kekerasan melakukan koordinasi dengan Pelaksana K3
dan petugas keamanan puskesmas untuk tindak lanjut perlindungan
b) Pelaku kekerasan baik pegawai ataupun pasien dan pengunjung
diamankan, dijauhkan dari korban;
c) Pelaksana K3 melaporkan kepada Kepala Puskesmas
d) Kepala Puskesmas segera menanyakan kepada korban apakah akan
Panduan K3 Page 35
diproses ke polisi atau tidak
e) Jika korban ingin melapor ke Polisi maka korban bersama Kepala
Puskesmas menuju ke Kantor Polisi untuk membuat laporan pengaduan
f) Jika suasana tidak kondusif dan berbahaya bagi sekitar, maka Ketua
Tim MFK mengumumkan kode darurat “Kode abu”
3. Pelaksana K3 bersama Tim PPI melakukan edukasi kepada petugas yang
terpapar
4. Petugas KIE disesuaikan dengan paparan atau penyakit akibat kerja yang
dialami memberikan konseling kepada korban agar membantu proses
pemulihan dan penilaian waktu kembali bekerja.
5. Pelaksana K3 melakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan
Pelaksana K3 melakukan pencatatan dan pelaporan

IV. DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaan K3 dilakukan pendokumentasian meliputi:


A. Form Pelaporan Insiden dan atau Penyakit Akibat Kerja
B. Laporan Semester Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas
C. Laporan Tahunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas

Panduan K3 Page 36
LAPORAN SEMESTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Nama Puskesmas : .......................................


Alamat : .......................................
Kabupaten/Kota : .......................................
Provinsi : .......................................
Bulan Pelaporan : .......................................

No. Uraian Jumlah Keterangan


1 Jumlah SDM Puskesmas .........................
2 Jumlah SDM Puskesmas yang
sakit
.........................
3 Jumlah kasus penyakit umum
pada SDM Puskesmas
.........................
4 Jumlah kasus dugaan penyakit akibat
kerja pada SDM Puskesmas
……………………
5 Jumlah kasus penyakit akibat
kerja pada SDM Puskesmas
..........................
6 Jumlah kasus kecelakaan akibat
kerja pada SDM Puskesmas
..........................
7 Jumlah kasus kejadian hampir celaka
(near miss) pada SDM Puskesmas
...........................
8 Jumlah hari absen SDM
Puskesmas karena sakit
.........................

Mengetahui,

Pimpinan Puskesmas .............. Ketua Tim/Penanggungjawab K3

Panduan K3 Page 37
( ) ( )
NIP NIP

Petunjuk pengisian pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan K3 di Fayankes


yang dilakukan per semester sebagai berikut:
1. Jumlah SDM Puskesmas adalah jumlah SDM yang bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
2. Jumlah SDM Puskesmas yang sakit yaitu jumlah SDM Puskesmas yang sakit.
3. Jumlah kasus penyakit umum pada SDM Puskesmas yaitu jumlah kasus pada SDM
Puskesmas yang terdiagnosis penyakit umum, seperti flu, batuk, diare dan lain-lain
(yang tidak berhubungan dengan pekerjaan) baik penyakit menular maupun tidak
menular dalam pencatatan 1 SDM Puskesmas bisa lebih dari 1 kasus penyakit.
4. Jumlah kasus dugaan penyakit akibat kerja pada SDM Puskesmas yaitu jumlah kasus
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja termasuk
penyakit terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah penyakit yang mempunyai beberapa
agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau lingkungan kerja memegang peranan
bersama dengan faktor risiko lainnya.
5. Jumlah kasus penyakit akibat kerja pada SDM Puskesmas yaitu jumlah kasus penyakit
akibat kerja pada SDM Puskesmas yang dibuktikan dengan diagnosis klinis Penyakit
Akibat Kerja.
6. Jumlah kasus kecelakaan akibat kerja pada SDM Puskesmas yaitu jumlah semua
kecelakaan yang terjadi pada SDM Puskesmas yang berhubungan dengan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat kerja dari rumah
menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
7. Jumlah Kasus kejadian hampir celaka (near miss) pada SDM Puskesmas yaitu suatu
kejadian insiden yang hampir menimbulkan cedera atau celakaseperti terpeleset,
kejatuhan benda, namun tidak mengenai manusia.
8. Jumlah hari absen SDM Puskesmas karena sakit yaitu jumlah hari kerja hilang SDM
Puskesmas karena sakit.

Panduan K3 Page 38
LAPORAN TAHUNAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Nama Puskesmas : ....................... Jumlah SDM Puskesmas : ..................


Alamat : ....................... Luas Puskesmas: ................................
Kab/Kota : .......................
Provinsi : .......................
Tahun Pelaporan : .......................

No. Uraian Keterangan


1 SMK3 di Puskesmas
a. Ada komitmen/kebijakan Ada / Tidak
b. Dokumen rencana kegiatan K3 Ada / Tidak
c. Ada Tim K3/Pengelola K3 Ada / Tidak

2 Pengenalan Potensi Bahaya dan


Pengendalian Risiko
a. Identifikasi potensi bahaya Ada / Tidak
b. Penilaian risiko Ada / Tidak
c. Pengendalian Risiko Ada / Tidak

3 Penerapan Kewaspadaan Standar


a. Sarana dan Prasarana Kebersihan tangan
b. Penyediaan APD Ada / Tidak
c. Pengelolaan jarum dan alat tajam Ada / Tidak
d. Dekontaminasi peralatan Ada / Tidak
Ada / Tidak

4 Penerapan Prinsip Ergonomi Pada:


a. Angkat angkut (pasien, barang, dan lain-lain),
postur kerja Ada / Tidak
b. Pengaturan shiff kerja Ada / Tidak
c. Pengaturan Tata Ruang Kerja Ada / Tidak

Panduan K3 Page 39
5 Pelayanan Kesehatan Kerja dan
Imunisasi
Pemeriksaan kesehatan SDM
Puskesmas
a. Puskesmas melakukan pemeriksaan Ada / Tidak
kesehatan berkala
b. Puskesmas melakukan imunisasi pada Ada / Tidak
SDM Puskesmas yang berisiko

6 Pembudayaan PHBS di Puskesmas


a. Melakukan sosialisasi Ada / Tidak
b. Media KIE Ada / Tidak

7 Aspek Keselamatan dan Kesehatan


Kerja pada Pengelolaan Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3) dan Limbah Domestik
a. Daftar inventaris B3 Ada / Tidak
b. SP0 penggunaan B3 Ada / Tidak
c. Penyimpanan dan Pembuangan limbah Ada / Tidak
B3 dan domestik sesuai persyaratan

8 Pengelolaan Sarana dan Prasarana Dari


Aspek K3
a. Pengukuran pencahayaan, kualitas air, Ada / Tidak
kualitas udara
b. Pemeliharaan Kebersihan Bangunan Ada / Tidak
c. Ketersediaan air dan listrik Ada / Tidak
d. Ketersediaan toilet sesuai standar Ada / Tidak

9 Pengelolaan Peralatan Medis dari Aspek


K3
Pemeliharaan pada peralatan medis Ada / Tidak

Panduan K3 Page 40
10 Kesiapsiagaan menghadapi kondisi
darurat/bencana
a. SPO Penanganan Kondisi Darurat/ Bencana Ada / Tidak
b. Proteksi kebakaran
c. Aktif (Jumlah APAR dan Alat pemadam Ada / Tidak
lainnya) ………………………..
d. Pasif (pintu dan tangga darurat, jalur
evakuasi) …………………….....
e. Simulasi : Darurat Bencana penggunaan
APAR Ada / Tidak

11 Pelatihan
a. SDM Puskesmas terlatih K3 Ada / Tidak
b. Jumlah SDM Puskesmas yang terlatih …………
K3

Mengetahui,
Pimpinan Puskesmas Ketua/Pengelola K3 Puskesmas

( ) ( )
NIP NIP

Panduan K3 Page 41

Anda mungkin juga menyukai