Anda di halaman 1dari 11

.OPEN ACCESS.

Jurnal Pengembangan Kota (2022)


INTEGRASI ANTAR TRANSPORTASI UMUM DI Volume 10 No. 1 (36–46)
KOTA SEMARANG Tersedia online di:
http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk
DOI: 10.14710/jpk.10.1.36-46
Anita Ratnasari Rakhmatulloh*, Diah Intan Kusumo Dewi,
Chindy Dhia Tsabit Nurmasari
Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro, Indonesia.

Abstrak. Tingginya angka penggunaan kendaraan pribadi di Kota Semarang berdampak pada timbulnya kemacetan,
yang kemudian mendorong Pemerintah Daerah mewujudkan penyelenggaraan moda transportasi umum untuk
meminimalisir permasalahan tersebut. Diketahui bahwa terdapat dua moda transportasi umum yang cukup masif
perkembangannya di Kota Semarang, yaitu BRT Trans Semarang dan Trans Jateng. Namun, dalam praktiknya,
pengoperasian kedua moda transportasi tersebut menimbulkan permasalahan berkaitan dengan sistem integrasi dan
komponen pendukungnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan analisis perbandingan
yang secara keseluruhan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar dari 9 halte
transit BRT Trans Semarang dan Trans Jateng belum dilengkapi dengan fasilitas pelayanan integrasi transportasi yang
memadai, sehingga perlu adanya peningkatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyusun strategi peningkatan
komponen desain integrasi antar moda transportasi beberapa diantaranya dengan mempertimbangkan kecepatan
dan kemudahan akses penumpang, keterjangkauan tarif dan ketersediaan lokasi transit.

Kata Kunci: Transportasi Umum; Integrasi Sistem Transportasi Umum; Kota Semarang

[Title: Study of Mass Transportation on Transportation System Integration in Semarang City]. The high number of
private vehicles used in the city of Semarang impacts the emergence of congestion, which then encourages the local
government to implement public transportation modes to minimize these problems. It is known that there are two
modes of public transportation that are quite massive in development in the city of Semarang, namely BRT Trans
Semarang and Trans Jateng. However, in practice, the operation of the two modes of transportation creates problems
related to the integration system and its supporting components. This study used a qualitative descriptive analysis
method and a comparison analysis of secondary data. This study found that most of the 9 BRT Trans Semarang and
Trans Jateng transit stops have not been equipped with adequate transportation integration service facilities. Design
components of integration between modes of transportation could be considered to improve the service by considering
the speed and ease of passenger access, the affordability of fares, and the availability of transit locations.

Keyword: Mass Transportation; Integration of The Mass Transportation System; Semarang City

Cara Mengutip: Rakhmatulloh, Anita Ratnasari., Dewi, Diah Intan Kusumo., & Nurmasari, Chindy Dhia Tsabit. (2022).
Integrasi Antar Transportasi Umum di Kota Semarang. Jurnal Pengembangan Kota. Vol 10 (1): 36-46. DOI:
10.14710/jpk.10.1.36-46

1. PENDAHULUAN kendaraan pribadi masih sangat besar apabila


dibandingkan dengan penggunaan transportasi
Kota Semarang sebagai kota metropolitan memiliki umum. Hingga tahun 2019, jumlah kendaraan
kecenderungan perkembangan yang cukup pesat bermotor yang tercatat di Kota Semarang sebesar
seperti kota besar lainnya. Salah satunya yaitu 1,6 juta kendaraan (BPS Provinsi Jawa Tengah,
perkembangan pada sektor perhubungan dan 2019).
transportasi. Hasil survei dari ITDP (Institute for
Transportation and Development Policy) pada Tingginya angka penggunaan kendaraan bermotor
tahun 2017 menunjukkan bahwa mode share tersebut berdampak pada timbulnya permasalahan
kendaraan bermotor memiliki persentasenya kemacetan. Banyaknya penggunaan kendaraan
sebesar 80%. Artinya bahwa penggunaan pribadi tidak hanya menyebabkan kemacetan lalu
lintas dan waktu perjalanan menjadi lebih, tetapi 3.233 sepeda motor (UPTD BLU BRT Trans
juga pencemaran lingkungan dan memberikan Semarang). Dalam praktiknya, adanya pengadaan
masalah terkait konsumsi energi (Jou & Chen, BRT Trans Semarang tersebut belum mampu
2014). Hal ini didukung oleh penelitian yang mengurangi pertambahan jumlah kendaraan
dilakukan oleh Tao, Liang, Kuai, dan Ding (2021) bermotor pribadi tiap tahunnya. Data Ditlantas
yang menemukan bahwa terdapat pengaruh positif Polda Semarang menunjukkan bahwa pada kurun
antara penggunaan kendaraan pribadi terhadap waktu 2017-2019, jumlah kendaraan bermotor
peningkatan polusi udara dan urban sprawl di pribadi justru mengalami kenaikan dari 1.477.264
suatu kawasan. Menurut lembaga riset INRIX unit menjadi 1.616.505 unit atau bertambah
dalam Sismanto (2018), kemacetan di Kota sebanyak 139.241 unit.
Semarang mencapai 37 jam dalam setahun dengan
lama waktu yang dibutuhkan pengendara saat Adanya target-target yang tidak tercapai dari
macet adalah 17%. Hal tersebut sebagian besar pengadaan BRT Trans Semarang tersebut,
disebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan kemudian mendorong Pemerintah Daerah Kota
pribadi. Disisi lain, transportasi umum seperti BRT Semarang untuk lebih meningkatkan pelayanan
dapat memberikan dampak pada peningkatan transportasi umum. Pada pertengahan tahun 2020,
ekonomi masyarakat karena menjadi salah satu Pemerintah Kota Semarang menyediakan angkutan
faktor yang memicu peningkatan investasi di suatu pengumpan. Angkutan pengumpan (feeder)
wilayah Palei dalam (Rakhmatulloh, Febrian, menjangkau kawasan permukiman dan terhubung
Susetyarto, & Dewi, 2021). Peningkatan pelayanan dengan BRT Trans Semarang, sehingga diharapkan
transportasi umum ataupun lokasi parkir dinilai lebih memudahkan masyarakat dalam melakukan
dapat membantu mengurangi permasalahan pergerakan.
lingkungan yang disebabkan oleh masifnya
penggunaan kendaraan pribadi disuatu kawasan Selain pengadaan BRT Trans Semarang dan feeder,
(Abdulkareem, Alsaidi, Yazid, Borhan, & Mahdi, masyarakat Kota Semarang dilayani pula oleh
2020). Trans Jateng koridor 1 dengan rute Stasiun
Tawang-Terminal Bawen. Sama halnya dengan BRT
Berdasarkan permasalahan tersebut, Pemerintah Trans Semarang, Trans Jateng memiliki basis Bus
Kota Semarang berupaya untuk menyediakan jenis Rapid Transit (BRT), yang diresmikan pada tahun
transportasi umum yang mampu menarik minat 2017. Penelitian oleh Nikmah dan Manar (2019),
masyarakat untuk beralih menggunakan moda menunjukkan bahwa terdapat permasalahan
transportasi umum (Azali, Gunanto, & SBM, 2018). terkait rute trayek antara BRT Trans Semarang
Pengadaan moda transportasi umum dipilih oleh dengan Trans Jateng. Rute trayek yang
Pemerintah Kota Semarang sebagai alternatif berhimpitan antara koridor 1 Trans Jateng dengan
pemecahan permasalahan transportasi yang ada. koridor 2 BRT Trans yang berdampak pada
Moda transportasi umum yang disediakan antara penurunan jumlah penumpang BRT Trans
lain BRT Trans Semarang, Trans Jateng dan yang Semarang hingga 20.000 penumpang/bulan
terbaru yaitu adanya feeder yang menghubungkan dengan rata rata 5.662 orang per hari (Ucu, 2017).
kantong-kantong permukiman dengan rute BRT
Trans Semarang. Salah satu solusi untuk mengurangi permasalahan
transportasi tersebut adalah dengan adanya
Pengadaan Bus Rapid Transit (BRT) Trans manajemen sistem transportasi umum tepatnya
Semarang mulai diterapkan pada tahun 2009. BRT melalui integrasi sistem transportasi umum
Trans Semarang merupakan model transportasi
ISSN 2337-7062 © 2022
umum baru yang berperan dalam mengurangi This is an open access article under the CC-BY-NC-ND license
tingginya penggunaan kendaraan pribadi di Kota (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/). – see
Semarang (Purwanto & Ismiyati, 2015). the front matter © 2022
Berdasarkan perhitungan jumlah armada dan daya
tampung penumpang, BRT Trans Semarang *Email: anita.ratnasari.r@gmail.com
mampu mensubstitusi sebanyak 1.616 mobil dan Submitted 10 August 2021, accepted 30 June 2022

37 A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46


(Solecka & Żak, 2014). Prinsip utama dari integrasi fisik yaitu adanya perubahan secara fisik misalnya
sistem transportasi umum yaitu perpindahan dari desain dan pembangunan fasilitas serta lokasi
satu tempat ke tempat lain melalui fasilitas pemberhentian untuk transit penumpang antar
antarmoda yang ramah pengendara, sehingga titik lokasi perpindahan yang nyaman (Miller,
dapat membantu masyarakat untuk bergerak lebih 2004). Integrasi ini bertujuan untuk mengurangi
mudah, mengurangi biaya dan ketidaknyamanan waktu tunggu, waktu transfer dan jarak berjalan
perjalanan (Ibrahim, 2003). Komponen desain kaki. Koneksi langsung akan memangkas jarak dan
integrasi antar moda terdiri dari kecepatan akses waktu tempuh hingga 74% dan memudahkan
penumpang, kemudahan penumpang, penumpang tanpa harus keluar dari area halte
keterjangkauan tarif dan ketersediaan lokasi (ITDP Indonesia, 2019).
transit (ITDP Indonesia, 2019). Integrasi sistem
transportasi umum perkotaan didefinisikan sebagai Konsep keterjangkauan tarif dapat dicapai dengan
proses organisasi dimana unsur-unsur sistem adanya integrasi tarif. Tarif pelayanan dapat
transportasi umum (jaringan dan infrastruktur, direduksi melalui mekanisme integrasi tarif (May &
tarif dan sistem tiket, informasi dan komponen Roberts, 1995). Integrasi tarif memiliki konsep
pemasaran) dan berbagai operator yang melayani menciptakan satu kesatuan layanan yang akan
moda transportasi yang berbeda berinteraksi lebih memberikan kemudahan akses berpindah moda
dekat dan secara efisien guna meningkatkan dengan fitur yang memungkinkan untuk
kualitas layanan dan kinerja gabungan angkutan menggunakan moda yang berbeda dalam satu kali
umum (Solecka & Żak, 2014). pembayaran dan tarif yang terintegrasi. Skema
pembayaran dan tarif antarmoda yang dapat
Penelitian ini mengkaji tentang integrasi antar diterapkan seperti pembelian tiket di depan
moda transportasi umum di Kota Semarang, berdasarkan kebutuhan jumlah perjalanan dan
dengan fokus objek penelitian meliputi moda pendapatan tambahan bagi operator apabila
transportasi BRT Trans Semarang, feeder Trans mampu meminimalisasi waktu perjalanan (ITDP
Semarang, serta Trans Jateng. Dalam mencapai Indonesia, 2019).
tujuan tersebut, terdapat beberapa sasaran yang
perlu dilakukan yaitu mengidentifikasi dan Penelitian ini bersifat lebih spesifik dibandingkan
menganalisis komponen desain integrasi pada titik dengan penelitian–penelitian sebelumnya.
halte yang menghubungkan antara BRT Trans Penelitian sebelumnya memuat analisis integrasi
Semarang, feeder dan Trans Jateng. Komponen antar moda secara makro dengan pendekatan
desain integrasi menjadi variabel yang dianalisis, yang hanya berbasis pada komponen integrasi fisik
terdiri dari variabel kecepatan dan kemudahan atau infrastruktur di sekitar area transit moda
akses penumpang, keterjangkauan tarif dan transportasi umum Kota Semarang (Adhianti,
ketersediaan lokasi transit. Penentuan tiga variabel Ronauli, & Kezia, 2020). Penelitian sebelumnya
tersebut didasarkan kepada teori penyelenggaraan berfokus pada realisasi konsep TOD melalui analisis
tranportasi umum secara efektif dan efisien dalam pedestrian, TOD metrix dan analisis aksesibilitas.
penelitian yang dilakukan oleh (Adisasmita (2012); Sementara dalam penelitian ini, komponen
Ibrahim (2003)). integrasi antar moda transportasi umum tidak
hanya berkaitan dengan integrasi fisik, tetapi juga
Kecepatan akses penumpang berkaitan dengan integrasi jaringan dan integrasi tarif. Oleh karena
kemudahan penumpang dalam melakukan itu, penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi
perpindahan pergerakan dan pergantian antar rekomendasi bagi Pemerintah Kota Semarang
moda khususnya pada lokasi transit yang tersedia dalam mengelola dan mewujudkan sistem
(ITDP Indonesia, 2019). Penempatan lokasi halte transportasi umum yang terintegrasi sekaligus
moda angkutan umum eksisting dengan yang baru sebagai bahan masukkan bagi penelitian mengenai
seringkali berada dalam jarak yang relatif dekat. sistem integrasi transporasi umum khususnya
Menurut Pedoman Integrasi Antar Moda oleh dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi
ITDP, saat tahap perencanaan perlu dipastikan mobilitas kawasan.
tipikal kasus seperti ini disepakati penyediaan
koneksi langsung antara kedua moda. Integrasi

A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46 38


2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Transportasi Umum di Kota Semarang
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif pada tahun 2021 Moda transportasi umum yang terdapat di Kota
yang bersumber dari penggunaan data sekunder. Semarang yang antara lain BRT Trans Semarang,
Data sekunder diperoleh dari observasi sekunder feeder Trans Semarang dan Trans Jateng koridor I
dan telaah dokumen terkait dengan integrasi antar Kedungsepur. Keseluruhan sistem transportasi
moda transportasi umum di Kota Semarang. Teknik tersebut teritegrasi untuk melayani penumpang
analisis yang digunakan terdiri dari metode analisis dari kota hingga ke kawasan pinggiran ataupun
deskriptif dan metode analisis perbandingan sebaliknya. Keberadaan Trans Jateng juga menjadi
(comparative analysis). salah satu bentuk kemajuan sistem transportasi di
Kota Semarang dan Jawa Tengah karena dapat
Adapun Metode analisis deskriptif adalah metode membeirkan jangkauan yang lebih luas hingga ke
yang digunakan untuk menganalisis data dengan skala regional.
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa BRT Trans Semarang menjadi salah satu alternatif
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku yang digunakan Pemerintah Daerah Kota
untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2016). Semarang dalam mengurangi penggunaan
Sementara metode analisis perbandingan kendaraan pribadi serta memberikan kemudahan
(comparative analysis) adalah suatu metode yang bagi masyarakat dalam melakukan pergerakan.
berkaitan erat dengan perencanaan yang dilakukan Hingga saat ini, BRT Trans Semarang memiliki
oleh negara, swasta, atau komunitas yang akan koridor pelayanan sebanyak 8 koridor utama, 1
mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat koridor khusus dan 3 koridor pengumpan.
(Adhianti dkk., 2020).
Disisi lain, dalam upaya meningkatan pelayanan
Data seperti sistem transportasi umum seperti BRT transportasi, terdapat 4 koridor feeder yang
Trans Semarang dan BRT, Feeder Trans Semarnag, disediakan dengan rute pelayanan pada kawasan
Trans Jateng serta kondisi eksisting fasilitas permukiman pinggiran Kota Semarang untuk
pendukungnya didapatkan melalui pengumpulan menjangkau kantong-kantong permukiman yang
data internet. Adapun data yang dikumpulkan sulit diakses oleh kendaraan berukuran besar
dikelompokkan berdasarkan tiga variabel seperti seperti BRT Trans Semarang.
ketersediaan lokasi transit, kecepatan dan
kemudahan akses penumpang, serta
keterjangkauan tarif. Hasil pengambilan data
tersebut kemudian diolah lebih lanjut
menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk
mendapatkan gambaran kondisi umum integrasi
transportasi berbasis transit di Kota Semarang.

Selanjutnya, dilakukan analisis perbandingan


antara kebijakan integrasi yang direncanakan oleh
Pemerintah Kota Semarang dengan implementasi
kebijakan yang telah dilaksanakan, sehingga dapat
menghasilkan gap antara implementasi kondisi Gambar 1. Integrasi antar Rute BRT
saat ini dengan rencana pengembangan yang ada.
Hasil ini nantinya akan menjadi bahan masukan Sementara itu, BRT Trans Jateng koridor I
atau rekomendasi dalam merumuskan Kedungsepur berfungsi untuk melayani pergerakan
perencanaan integrasi antar moda transportasi masyarakat antarkota dalam provinsi. BRT Trans
umum di Kota Semarang. Jateng sebagai alternatif moda bagi buruh industri
untuk pergi bekerja dari Kota Semarang menuju

39 A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46


kawasan industri di Kabupaten Semarang. Jateng, dengan 2 lokasi transit diantaranya juga
Pengoperasian jaringan transportasi ini penting menghubungkan koridor feeder BRT Trans
karena industri berkembang pesat di sepanjang Semarang. Halte tersebut yaitu halte Raden Patah
koridor Bawen (Kabupaten Semarang) – Kota dan halte Pengapon.
Semarang (Insan, Manullang, & Setyanto, 2020).
Trans Jateng ini melayani sebagian wilayah Kota Meskipun berada pada lokasi transit yang sama,
Semarang tepatnya pada koridor I rute Stasiun namun penyediaan halte antara moda BRT Trans
Tawang–Terminal Bawen. Semarang dengan Trans Jateng bersifat terpisah.
Artinya bahwa kedua moda tersebut memiliki halte
Ketiga moda transportasi umum tersebut (BRT transit masing-masing dan belum terkoneksi satu
Trans Semarang, Feeder Trans Semarang dan BRT sama lain. Penelitian yang dilakukan oleh Nikmah
Trans Jateng) memiliki rute yang saling terhubung dan Manar (2019) menunjukkan adanya
yaitu rute Stasiun Tawang-Ungaran. Rute tersebut perbedaan kewenangan dan regulasi antara
merupakan rute layanan BRT Trans Semarang Pemerintah Kota Semarang dan Pemerintah
koridor II, feeder koridor F2B serta Trans Jateng Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam penyediaan
koridor I Kedungsepur (Gambar 1). BRT Trans Semarang maupun Trans Jateng menjadi
salah satu hambatan bagi terwujudnya
3.2 Integrasi Antar Transportasi Umum di Kota pemanfaatan sarana prasarana secara bersama.
Semarang Lebih lanjut, infrastruktur transportasi yang ada
dibangun oleh lembaga pemerintah yang secara
Prinsip utama dari integrasi antar transportasi historis masih terstruktur pada masing-masing
umum yaitu perpindahan dari satu tempat ke moda transportasi dan tidak saling berinteraksi.
tempat lain melalui fasilitas integrasi yang dapat
membantu masyarakat untuk bergerak lebih B. Kecepatan dan Kemudahan Akses Penumpang
mudah, mengurangi biaya dan ketidaknyamanan Kecepatan dan kemudahan akses penumpang
perjalanan (Ibrahim, 2003). Konsep integrasi antar berkaitan dengan aksesibilitas kawasan. Dalam hal
transportasi umum di Kota Semarang ditinjau dari ini, aksesibilitas kawasan merupakan kemudahan
tiga aspek, yaitu ketersediaan lokasi transit, menjangkau lokasi transit yang menjadi titik
kecepatan dan kemudahan akses penumpang, perpindahan transportasi umum. Penempatan
serta keterjangkauan tarif. lokasi transit sebagai simpul kontinuitas
pergerakan menjadi penentu fungsi utama dari
A. Ketersediaan Lokasi Transit sistem integrasi pada transportasi umum.
Transit merupakan turunnya penumpang dari Penempatan lokasi halte transit terhadap
angkutan (BRT) menuju ruang tunggu (halte) untuk bangkitan dan tarikan di sekitarnya menjadi hal
beberapa saat, kemudian melanjutkan perjalanan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
dengan menggunakan angkutan (BRT) yang kaitannya dengan tingkat efektifitas halte dan
berbeda (Salasa, Wakhidho, Setiadji, & Yulipriyono, operasional penggunaan. Penempatan lokasi halte
2016). Ketersediaan halte transit menjadi titik transit pada koridor II BRT Trans Semarang dan
simpul pemberhentian transportasi umum. Trans Jateng koridor I Kedungsepur berkaitan
Terdapat 9 halte transit yang menjadi lokasi dengan fungsi kawasan di sekitarnya.
pemberhentian BRT Trans Semarang dan Trans
Tabel 1. Lokasi Transit Transportasi Umum Kota Semarang
No. Halte Transit Moda Transportasi yang Terhubung Fungsi Kawasan di sekitarnya
1. Pengapon BRT Trans Semarang koridor II, IIIA, IIIB, IV, Kawasan perdagangan dan jasa
Raden Patah Feeder F2B, Trans Jateng koridor I Kawasan pendidikan dan pelayanan
2.
Kedungsepur umum
3. Stasiun Tawang BRT Trans Semarang koridor II, IIIA, IIIB, VII Kawasan pelayanan umum dan jasa
4. Agus Salim dan Trans Jateng koridor I Kedungsepur Kawasan perdagangan dan komersial
5. Imam Bonjol BRT Trans Semarang koridor I, II, IIIA, IIIB, IV, Kawasan komersial dan pendidikan
Pemuda Balaikota V, VII, VIII dan Trans Jateng koridor I Kawasan pendidikan, perkantoran dan
6.
Kedungsepur komersial

A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46 40


No. Halte Transit Moda Transportasi yang Terhubung Fungsi Kawasan di sekitarnya
Elizabeth BRT Trans Semarang koridor IIIB, VI dan Trans Kawasan pelayanan umum dan jasa,
7.
Jateng koridor I Kedungsepur kawasan pendidikan
Kagok BRT Trans Semarang koridor IIIA, VI dan Trans Kawasan perdagangan dan jasa
8.
Jateng koridor I Kedungsepur
Kesatrian BRT Trans Semarang koridor IIIA, IIIB, VI dan Kawasan perdagangan dan jasa
9.
Trans Jateng koridor I Kedungsepur

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi Berdasarkan Pedoman Integrasi Antar Moda oleh
halte transit berada pada kawasan dengan potensi ITDP Indonesia (2019), terdapat beberapa
bangkitan dan tarikan pergerakan yang relatif komponen integrasi yang harus dicapai guna
tinggi. Hal tersebut dikarenakan lokasinya yang mewujudkan kecepatan dan kemudahan akses
berada pada fungsi kawasan dengan mobilitas penumpang pada sistem transportasi umum.
masyarakat tinggi, seperti yang terletak pada jenis Komponen tersebut antara lain koneksi langsung,
guna lahan perdagangan dan jasa serta penyeberangan langsung dan fasilitas pejalan kaki.
permukiman (Lihat Tabel 1). Melihat kondisi eksisting pada lokasi halte transit
BRT Trans Semarang dan Trans Jateng, dapat
Berdasarkan Gambar 2, beberapa lokasi halte diketahui bahwa belum terdapat integrasi
transit seperti halte Pengapon, Elizabeth dan infrastruktur yang mendukung koneksi langsung
Kesatrian dinilai kurang efektif karena memiliki antar moda transportasi umum yang ada. Hal ini
jarak antar halte yang terlalu jauh untuk dijangkau salah satunya ditandai dengan fasilitas
yaitu 400-1.000 meter dari titik-titik keramaian, penyeberangan berupa Jembatan Penyeberangan
sehingga masyarakat lebih memilih untuk Orang (JPO) belum sepenuhnya diterapkan pada
menggunakan kendaraan pribadi (Mirsa, Astuti, & seluruh halte transit yang ada.
Taufiq, 2016; Saputri & Prakoso, 2014). Berbeda
dengan halte lainnya seperti Halte Sukun 2 yang Berdasarkan Tabel 2, hanya Halte Pemuda Balai
terletak pada koridor 2, posisi halte ini dinilai Kota yang telah memiliki JPO. Sebagian besar halte
cukup strategis karena letaknya kuarang dari 100 BRT Trans Semarang dan Trans Jateng hanya
meter menuju pusat bangkitan (Lihat Gambar 2 memiliki penyeberangan jalan secara
bagian b). Hal ini berkaitan dengan pengaruh jarak konvensional. Hal ini menyebabkan rendahnya
terhadap karakteristik pengguna yang sebagian tingkat kenyamanan dan keamanan penumpang
besar merupakan pejalan kaki, dengan radius menuju halte.
maksimal yang dapat dijangkau yaitu 500 meter
(ITDP Indonesia, 2019).

(b) Halte Sukun 2 Kota Semarang (<100m) (a) Halte Pengapon Kota Semarang (>400m)
Gambar 2. Perbandingan Jarak Halte dari Pusat Kegiatan Masyarakat; (a) Kurang Efektif; (b) Efektif

41 A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46


Tabel 2. Fasilitas Penyeberangan Per Halte Transit No. Halte Transit Fasilitas Pejalan Kaki
No. Halte Transit Jalur Penyeberangan Orang jalur khusus difabel
(JPO) 4. Agus Salim Sudah terdapat jalur pejalan kaki,
1. Pengapon Belum dilengkapi dengan tetapi belum dilengkapi dengan
Jembatan Penyeberangan jalur khusus difabel
Orang (JPO) maupun 5. Imam Bonjol Sudah terdapat jalur pejalan kaki,
penyeberangan sebidang tetapi belum dilengkapi dengan
2. Raden Patah Belum dilengkapi dengan jalur khusus difabel
Jembatan Penyeberangan 6. Pemuda Sudah terdapat jalur pejalan kaki
Orang (JPO) maupun Balaikota yang dilengkapi dengan jalur
penyeberangan sebidang khusus difabel
3. Stasiun Belum dilengkapi dengan 7. Elizabeth Sudah terdapat jalur pejalan kaki
Tawang Jembatan Penyeberangan yang dilengkapi dengan jalur
Orang (JPO) maupun khusus difabel
penyeberangan sebidang 8. Kagok Sudah terdapat jalur pejalan kaki
4. Agus Salim Belum dilengkapi dengan yang dilengkapi dengan jalur
Jembatan Penyeberangan khusus difabel
Orang (JPO) maupun 9. Kesatrian Sudah terdapat jalur pejalan kaki,
penyeberangan sebidang tetapi belum dilengkapi dengan
5. Imam Bonjol Belum dilengkapi dengan jalur khusus difabel
Jembatan Penyeberangan
Orang (JPO) maupun Selain fasilitas pejalan kaki dan fasilitas
penyeberangan sebidang penyeberangan, terdapat pula fasilitas bagi
6. Pemuda Sudah memiliki Jembatan pesepeda. Penggunaan sepeda menjadi moda
Balaikota Penyeberangan Orang (JPO)
akses yang efisien setelah moda berjalan kaki
maupun penyeberangan
(Rosada, Purnomo, & Rahma, 2017). Tren
sebidang
7. Elizabeth Belum dilengkapi dengan bersepeda masyarakat Kota Semarang saat ini
Jembatan Penyeberangan tidak hanya pada penggunaan untuk rekreasi dan
Orang (JPO) maupun olahraga, tetapi juga penggunaan untuk bekerja
penyeberangan sebidang dan melakukan aktivitas sehari hari lainnya
8. Kagok Belum dilengkapi dengan (Wibisono, 2020). Berdasarkan maksud
Jembatan Penyeberangan penggunaan sepeda tersebut, maka diperlukan
Orang (JPO) maupun adanya penerapan jalur sepeda di Kota Semarang.
penyeberangan sebidang Selain berpeluang diterapkan di jalan lingkungan
9. Kesatrian Belum dilengkapi dengan pada kawasan permukiman, jalur pesepeda juga
Jembatan Penyeberangan
berpeluang diterapkan di dalam kawasan industri
Orang (JPO) maupun
penyeberangan sebidang dan kawasan pendidikan guna meminimalkan
biaya transportasi (Artiningsih, Muktiali, Kirana, &
Secara eksisting, dari 9 halte transit yang ada, Kusumaningrum, 2018).
sebagian besar halte (7 halte) sudah dilengkapi
dengan jalur pejalan kaki. Namun, kualitas jalur Adapun penerapan jalur pesepeda di Kota
pejalan kaki belum memenuhi standar Semarang dimulai pada bulan Oktober 2020 pada
kenyamanan dan keamanan penumpang. Elemen sejumlah ruas jalan protokol. Penerapan jalur
berupa kanopi sebagai pelindung dari cuaca dan pesepeda dimulai dari kawasan Kota Lama,
aktivasi trotoar yang inklusif belum terwujud pada berlanjut ke Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran, dan
lingkungan sekitar lokasi halte transit (Tabel 3). lingkar Simpang Lima hingga Jalan Gajah Mada.
Tabel 3. Fasilitas Pejalan Kaki Per Halte Transit Adanya penerapan jalur pesepeda ini dalam jangka
No. Halte Transit Fasilitas Pejalan Kaki panjang memerlukan tambahan persyaratan
1. Pengapon Belum terdapat jalur pejalan kaki seperti pembuatan kantong – kantong parkir dan
2. Raden Patah Belum terdapat jalur pejalan kaki kualitas pelayanan angkutan umum (Artiningsih
3. Stasiun Sudah terdapat jalur pejalan kaki, dkk., 2018).
Tawang tetapi belum dilengkapi dengan

A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46 42


Fasilitas lain yang perlu disediakan untuk Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kota
mendukung kegiatan alih moda atau integrasi Semarang Tahun 2011-2031 bagian kedua paragraf
transportasi umum adalah fasilitas park and ride. 2 pasal 4 yang menyebutkan bahwa peningkatan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosada integrasi sistem transportasi umum dilakukan
dkk. (2017), fasilitas parkir di Indonesia menjadi dengan perencanaan rute layanan langsung pada
salah satu fasilitas transportasi yang jarang 19 rute BRT Trans Semarang serta rencana
diperhatikan penataannya, karena dianggap penyediaan kantong parkir pada lima titik lokasi
sebagai merupakan moda akses yang paling tidak yang strategis berhubungan dengan
berkelanjutan dan memerlukan investasi modal pengembangan kawasan wisata Kota Semarang.
yang lebih besar untuk diakomodasi dibandingkan
fasilitas transportasi lainnya. Begitu pula dengan C. Keterjangkauan Tarif
fasilitas parkir di halte-halte transit BRT Trans Biaya perjalanan menjadi faktor lain yang harus
Semarang dan Trans Jateng. Berdasarkan hasil diperhatikan sebagai indikator penunjang integrasi
observasi, diketahui bahwa hanya terdapat 1 halte transportasi umum (Tamin, 2008). Berdasarkan
transit yaitu halte Stasiun Tawang yang Peraturan Walikota Semarang Nomor 54 Tahun
menyediakan fasilitas parkir bagi penumpang 2019, disebutkan bahwa tarif BRT Trans Semarang
(Tabel 4). Hal ini sehubungan fungsi Stasiun terbagi menjadi dua tarif, yaitu tarif Rp. 1.000,-
Tawang sebagai simpul pergerakan berbagai moda untuk pelajar, mahasiswa, lansia dan veteran, serta
transportasi yang tidak hanya BRT tetapi pula tarif Rp. 3.500,- untuk umum. Sedangkan BRT
kereta api serta moda transportasi lain. Trans Jateng menerapkan tarif untuk pelajar
Tabel 4. Fasilitas Park and Ride Per Halte Transit sebesar Rp. 2.000,- dan umum sebesar Rp. 4.000,-
No. Halte Transit Fasilitas Park and Ride (Lihat Tabel 5).
1. Pengapon Belum terdapat kantong Tabel 5. Tarif Moda Transportasi Kota Semarang
parkir No. Moda Transportasi Tarif 1* Tarif 2**
2. Raden Patah Belum terdapat kantong 1. BRT Trans Semarang Rp. 1000 Rp. 3.500
parkir 2. BRT Trans Jateng Rp. 2000 Rp. 4.000
3. Stasiun Terdapat kantong parkir Selisih Rp. 1000 Rp. 500
Tawang Sumber: Pergub Jateng Nomor 29 Tahun 2017,
4. Agus Salim Belum terdapat kantong Note: *Pelajar, Mahasiswa, Lansia, Veteran ; **Umum.
parkir
5. Imam Bonjol Belum terdapat kantong Ketentuan lain berkaitan dengan tarif pada kedua
parkir
moda transportasi tersebut (BRT Trans Semarang
6. Pemuda Belum terdapat kantong
Balaikota parkir dan BRT Trans Jateng) adalah adanya tarif baru
7. Elizabeth terdapat kantong parkir yang berlaku bagi penumpang yang ingin
yang disediakan oleh melakukan perpindahan moda dari Trans
masyarakat Semarang ke Trans Jateng maupun sebaliknya
8. Kagok Belum terdapat kantong (Pergub Jateng Nomor 29 tahun 2017 tentang Tarif
parkir Angkutan Aglomerasi Perkotaan Bus Rapid Transit
9. Kesatrian Belum terdapat kantong Trans Jateng Kawasan Kedungsepur Koridor I
parkir (Stasiun Tawang - Bawen)). Pengenaan tarif baru
pada sistem penyelenggaran transportasi umum di
Berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan Kota Semarang tersebut menunjukkan belum
penumpang dalam mengakses moda transportasi terbentuknya satu kesatuan layanan antar moda.
umum yang ada, prinsip dasarnya adalah Berdasarkan hasil wawancara secara acak terhadap
perbaikan aksesibilitas kawasan melalui penumpang BRT Trans Semarang dan Trans Jateng,
peningkatan fasilitas-fasilitas penunjangnya seperti menyatakan bahwa pergantian tarif yang telah
yang tercantum dalam Tabel 2, 3 dan 4. Hal ini dilakukan beberapa kali menimbulkan
sejalan dengan arah kebijakan pengembangan kebingungan dalam mengakses kedua moda
sistem transportasi umum di Kota Semarang yang teransportasi tersebut (BRT Trans Semarang dan
terdapat pada Peraturan Daerah Kota Semarang BRT Trans Jateng).

43 A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46


Adapun untuk mengatasi permasalahan yang ada Semarang maka dibutuhkan peningkatan sistem
pada sistem BRT Trans Semarang dan BRT Trans transportasi umum melalui perbaikan pada tiga
Jateng saat ini adalah dengan menerapkan skema komponen integrasi berikut yaitu ketersediaan
basis waktu dan perjalanan. Skema pembayaran lokasi transit, kecepatan dan kemudahan akses
tarif berbasis waktu melihat pada fleksibilitas penumpang, serta keterjangkauan tarif.
jumlah perjalanan dalam satu satuan waktu Dibutuhkan peningkatan aksesibilitas kawasan
tertentu bagi penumpang maupun pendapatan melalui penambahan fasilitas-fasilitas penunjang
tambahan bagi operator apabila mampu halte transit yang dapat memudahkan akses
meminimalisasi perjalanan. Sedangkan skema penumpang moda transportasi umum, perbaikan
pembayaran tarif berbasis perjalanan, contohnya jalur pejalan kaki yang inklusif dengan standar
dengan pembelian tiket di depan berdasarkan layanan yang sesuai, serta adanya skema tarif
kebutuhan jumlah perjalanan dan adanya pembayaran satu kali bagi penumpang untuk
pendapatan tambahan bagi operator untuk seluruh moda yang ada di Kota Semarang.
perjalanan yang tidak digunakan. Melalui
penerapan model-model tersebut, penumpang Terdapat beberapa rekomendasi yang dapat
dapat menggunakan kartu yang sama untuk diberikan kepada pihak terkait (pemerintah
seluruh moda dan dapat berganti moda tanpa maupun penyedia layanan moda transportasi
harus membayar lagi atau dikenakan tarif baru. Hal umum) dan studi lanjutan. Rekomendasi bagi pihak
ini tentunya dapat menjadi masukkan bagi terkait antara lain perlunya membuat kebijakan
penyelenggaraan sistem integrasi transportasi untuk mengontrol pertumbuhan jumlah kendaraan
umum di Kota Semarang dimasa mendatang pribadi, serta menyelaraskan kebijakan terkait
sehingga keinginan masyarakat untuk mengakses pengoperasian antara moda transportasi BRT Trans
transportasi umum menjadi meningkat sekaligus Semarang dan Trans Jateng secara
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. berkesinambungan. Sedangkan rekomendasi untuk
studi lanjutan yaitu perlunya mengkaji integrasi
4. KESIMPULAN sistem transportasi umum dilihat dari variabel atau
perspektif yang berbeda dari studi penelitian ini.
Tingginya angka penggunaan kendaraan pribadi
berdampak pada timbulnya permasalahan 5. UCAPAN TERIMA KASIH
kemacetan di Kota Semarang mendorong
Pemerintah Daerah mewujudkan penyelenggaraan Artikel ini merupakan kegiatan Riset
moda transportasi umum yang mampu menjadi Pengembangan dan Penerapan (RPP) dibiayai
pilihan utama bagi masyarakat dalam melakukan Selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
pergerakan. Diketahui bahwa terdapat paling tidak (APBN) Universitas Diponegoro Tahun Anggaran
dua moda transportasi umum yang cukup masif 2021 No SPK. 185-51/UN7.6.1/PP/2021.
perkembangannya di Kota Semarang, yaitu BRT
Trans Semarang dan Trans Jateng. Namun, dalam 6. DAFTAR PUSTAKA
praktiknya, pengoperasian kedua moda Abdulkareem, M., Alsaidi, L., Yazid, M., Borhan, M.,
transportasi tersebut menimbulkan permasalahan & Mahdi, M. (2020). Traffic congestion: shift
terkait rute trayek yang berhimpitan, yang from private car to public transportation
kemudian berdampak pada penurunan jumlah Civil. Engineering Journal, 6, 1547-1554. doi:
penumpang BRT Trans Semarang hingga 20.000 10.28991/cej-2020-03091566
penumpang/bulan. Permasalahan tersebut dapat Adhianti, R. A. C., Ronauli, R., & Kezia, L. (2020).
diatasi dengan manajemen sistem transportasi Integrasi Antarmoda dengan Penerapan
umum tepatnya melalui integrasi sistem Transit-Oriented Development pada
transportasi umum. Kawasan Kota Lama Semarang. Warta
Penelitian Perhubungan, 32(2), 113-124. doi:
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan 10.25104/warlit.v32i2.1525
dalam penelitian ini, dalam rangka mewujudkan
integrasi sistem transportasi umum di Kota

A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46 44


Adisasmita, S. A. (2012). Perencanaan Infrastruktur Miller, M. A. (2004). Assessment of Service
Transportasi Wilayah. Yogyakarta: Graha Integration Practices for Public
Ilmu. Transportation: Review of the Literature.
Artiningsih, Muktiali, M., Kirana, R., & Mirsa, K., Astuti, P., & Taufiq, A. (2016). Kualitas
Kusumaningrum, R. (2018). Kajian Peluang Pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans
Penerapan Jalur Khusus Sepeda di Kota Semarang Pada Koridor I dan II. Journal of
Padang. Riptek, 5, 1–7. Politic and Government Studies, 5(03), 273-
Azali, I., Gunanto, E. Y. A., & SBM, N. (2018). 283.
Preferensi Konsumen Terhadap Transportasi Nikmah, I. U., & Manar, D. G. (2019). Kajian
Publik (Studi Kasus Bus Rapid Transit (BRT) Permasalahan Komunikasi Dan Kerjasama
Kota Semarang). Media Ekonomi Dan Pemerintah Daerah: Analisis Kerugian BRT
Manajemen. Media Ekonomi dan Trans Semarang Koridor 2 Setelah
Manajemen, 33(1). doi: Pengoprasian BRT Trans Jateng Koridor 1.
https://doi.org/10.24856/mem.v33i1.617 Journal of Politic and Government Studies,
BPS Provinsi Jawa Tengah. (2019). Jumlah 8(04), 361-370.
Kendaraan Bermotor Menurut Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun
Kabupaten/Kota dan Jenis Kendaraan di 2011 tentang RTRW Kota Semarang Tahun
Provinsi Jawa Tengah (Unit), 2019-2021. 2011-2031.
from Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Pergub Jateng Nomor 29 tahun 2017 tentang Tarif
Tengah Angkutan Aglomerasi Perkotaan Bus Rapid
https://jateng.bps.go.id/indicator/17/1006/ Transit Trans Jateng Kawasan Kedungsepur
1/jumlah-kendaraan-bermotor-menurut- Koridor I (Stasiun Tawang - Bawen).
kabupaten-kota-dan-jenis-kendaraan-di- Purwanto, D., & Ismiyati, I. (2015). Pengelolaan
provinsi-jawa-tengah.html Transportasi Berwawasan Lingkungan
Ibrahim, M. F. (2003). Improvements and Sebagai Dampak Perkembangan Perkotaan
Integration of A Public Transport System: Tak Terkendali (Studi Kasus Kota Semarang).
The Case of Singapore. Cities, 20(3), 205- Media Komunikasi Teknik Sipil, 20(1), 93-
216. doi: https://doi.org/10.1016/S0264- 101. doi:
2751(03)00014-3 https://doi.org/10.14710/mkts.v20i1.9250
Insan, B. G., Manullang, O. R., & Setyanto, A. Rakhmatulloh, A. R., Febrian, M. N., Susetyarto, M.
(2020). Analisis Implikasi Pengoperasian B., & Dewi, D. I. K. (2021). The Impact of Bus
Trans Jateng Terhadap Biaya Transportasi Trans Semarang Route to Land Prices and
Bekerja Buruh Industri (Studi Kasus: Koridor I Urban Land Sustainability. Journal of Urban
Kedungsepur). Jurnal Penelitian Transportasi and Environmental Engineering, 15(2), 126-
Darat, 22(1), 57-68. doi: 138. doi: 10.4090/juee.2021.vl5n2.126138
https://doi.org/10.25104/jptd.v22i1.1600 Rosada, R. A., Purnomo, A. B., & Rahma, N. (2017).
ITDP Indonesia. (2019). Pedoman Integrasi Integrasi Antar-Moda Pada Stasiun
Antarmoda. www.itdp.org Universitas Indonesia di Depok. Paper
Jou, R.-C., & Chen, T.-Y. (2014). Factors Affecting presented at the Prosiding Seminar Nasional
Public Transportation, Car, and Motorcycle Cendekiawan.
Usage. Transportation Research Part A: Salasa, W., Wakhidho, H., Setiadji, B. H., &
Policy and Practice, 61, 186-198. doi: Yulipriyono, E. E. (2016). Evaluasi Sistem
https://doi.org/10.1016/j.tra.2014.02.011 Pelayanan Transit Antar Koridor Bus Rapid
May, A. D., & Roberts, M. (1995). The Design of Transit Trans Semarang. Jurnal Karya Teknik
Integrated Transport Strategies. Transport Sipil, 4(4), 505-511.
Policy, 2(2), 97-105. doi: Saputri, M. D., & Prakoso, B. S. E. (2014). Evaluasi
https://doi.org/10.1016/0967- Lokasi Eksisting Shelter dan Karakteristik
070X(95)91989-W Pengguna Bus Rapid Transit (BRT) Trans-
Semarang Pada Dua Koridor Pelayanan di

45 A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46


Kota Semarang. Jurnal Bumi Indonesia, 3(3), Tao, A., Liang, Q., Kuai, P., & Ding, T. (2021). The
1-15. Influence of Urban Sprawl on Air Pollution
Sismanto, A. (2018). Pertumbuhan Jalan Tak and the Mediating Effect of Vehicle
Sebanding, Kemacetan Ancam Semarang, Ownership. Processes, 9(8), 1261. doi:
Sindonews. Retrieved from 10.3390/pr9081261
https://daerah.sindonews.com/ Ucu, K. R. D. D. p. N. (2017). Penumpang Trans
Solecka, K., & Żak, J. (2014). Integration of The Semarang Menurun Imbas Trans Jateng,
Urban Public Transportation System with Republika.co.id. Retrieved from
The Application of Traffic Simulation. https://ramadhan.republika.co.id/
Transportation Research Procedia, 3, 259- Wibisono, L. (2020). Munculnya Tren Bersepeda
268. doi: 10.1016/j.trpro.2014.10.005 pada Masa Pandemi di Kota Semarang,
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Halosemarang. Retrieved from
Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet. https://halosemarang.id/
Tamin, O. Z. (2008). Perencanaan, Pemodelan, &
Rekayasa Transportasi. Bandung: ITB.

A. R. Rakhmatulloh, D. I. K. Dewi, C. D. T. Nurmasari/ JPK Vol. 10 No. 1 (2022) 36-46 46

Anda mungkin juga menyukai