Anda di halaman 1dari 3

ALLAH YANG ESA

Keimanan agama Kristen berakar-bertumbuh dan berkembang dari agama Yahudi,


dimana memiliki keyakinan monoteisme yang ketat, suatu kewajiban umat PL
mengucapkan syahadat (pengakuan iman)-nya;
SHEMA' YIS'RA'EL ADONAI ELOHEINÛ ADONAI EKHAD
Dengarkanlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!
Ulangan 6:4

Demi kemurnian keimanan dipertegas dalam ayat-ayat berikut ini:


Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku
(Kel. 20:3)
Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas,
atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi
(Kel. 20:4)
Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya,
sebab Aku, TUHAN, Allahmu
(Kel. 20:5a)
Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain daripada-Ku
(Yes. 44:6b)
Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah
(Yes. 45:5a, 6b)
Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku
(Yes. 46:9c)

Mat. 4:10b; Mark. 12:29; Yoh. 17:3; Yoh. 5:44; I Kor. 8:4b dan banyak lagi ayat-ayat
yang lain menunjukkan keesaan Allah dalam PL dan PB.
Sebagaimana Ul. 6:4; Allah itu esa, yang kita sapa dengan sebutan “Bapa”, yang tidak
berwujud – tidak beraga – tidak berjasmaniah – karena “Allah itu Roh” (Yoh. 4:24)
“gaib” “Allah itu Terang” (1Yoh. 1:5), tidak ada persamaan-Nya – tidak ada yang bisa
menyamai-Nya – tidak ada bandingan-Nya – tidak ada tandingan-Nya – tidak ada
sandingan-Nya – tidak ada yang serupa dengan Dia.
“Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia” (Hosea 11:9c)
“Aku Allah dan tidak ada yang seperti Aku” (Yes. 46:9c)
Karena itu bagi kita hanya mengenal satu Allah; “namun bagi kita hanya ada satu Allah
saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita
hidup” (1Kor. 8:6a).
Ayat-ayat ini menunjukkan sesungguhnya alkitab mengajarkan keyakinan monoteisme
yang sangat ketat.
Jangan persekutukan Allah dengan apapun, inilah hukum yang paling keras dalam
pengajaran alkitab (Kel. 20:3, 4, 5) bahkan ketika Yesus dicobai oleh setan, Dia
mengatakan; “sembahlah Allah yang Esa.” (Mat. 4:10b)
DZAT DAN SIFAT YANG SEHAKEKAT
Allah yang maha esa dalam “Dzat-Nya” atau “ousia” (ουσια)1 dan berada dalam cara-
cara berada-Nya atau “kebagaimanaan” Allah itu disebut “hypostasis” (υποστασις)2 atau
“Sifat-Nya.” Dalam keesaan dan kekekalan Allah sudah memiliki Roh dan Firman; 3

1
Ousia dalam bahasa Yunani berarti “substansi” atau “esensi”
2
Para sarjana Latin menerjemahkan hypostasis dengan kata personae (Latin), namun menurut
Augustinus, kata itu kurang tepat untuk arti hypostasis yang sebenarnya. Augustinus menggunakan kata
relatio, lihat Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994,
hal. 84-89
3
Bandingkan pandangan Irenaeus tentang logos dan sofia dalam Lohse, ibid., hal. 54-55
“Pneuma tou hagion” πνευμα του αγιον (Hayat) dan “Logos tou Theou” λογος του θεου
(Kalam) berada dalam Dzat-Nya dalam ke-kekal-an dan ke-esa-an, yang sehakekat
(homoousios) – sederajat dan melekat.
Roh dan Firman tidak diciptakan oleh Allah, sudah ada dalam kekekalan dan keesaan
Allah, dua sifat yang mutlak di dalam diri Allah, harus ada – wajib ada – mustahil tidak
ada.
Kalau Roh dan Firman diciptakan oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya roh dan
Firman (Maha suci Allah dari segala kekurangan), bagaimana Allah yang tidak punya
roh bisa menciptakan roh yang menghidupkan, atau kalau tidak punya firman, dengan
firman apa Allah menciptakan Firman (Segala sesuatu dijadikan oleh firman).
Pendapat Arius yang menyatakan; “Pernah ada waktu Firman belum ada.”4
KESEHAKEKATAN DZAT DAN SIFAT
Memang dapat dibedakan antara Dzat dan Sifat, tetapi sekaligus tidak bisa dibedakan,
dengan kalimat seperti ini; “Sifat itu bukan Dzat tetapi bukan juga bukan Dzat”(JR)
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah” (Yoh 1:1)
Pertama; εν αρχη ην ο λογος “EN ARKHÊ ÊN HO LOGOS”; menunjukkan bahwa
Firman Allah sebagai eksistensi ke-kekal-an di dalam Allah, satu dengan Allah di dalam
Dzat-Nya, bandingkan dengan Kej 1:1.
Kedua; και ο λογος ην προς τον θεον ”KAI HO LOGOS ÊN PROS TON THEON” kata
“bersama-sama” diambil dari kata “PROS” (προς) menunjukkan perbedaan antara
Firman sebagai Sifat dengan Allah sebagai Dzat –lebih menunjukkan kebagaimanaan
Allah itu– atau cara keberadaan-Nya.5
Ketiga; και θεος ην ο λογος ”KAI THEOS ÊN HO LOGOS,” menyatakan kehadiran
Firman-Nya itu bukan hanya berasal dari Allah, tetapi juga menunjukkan kesatuan-Nya
sehakekat dengan Allah dan melekat dalam Dzat Allah itu sendiri (Qaimah).
KE-PRA-ADA-AN YESUS SEBAGAI FIRMAN
“Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah”
ουτος ην εν αρχη προς τον θεον – OUTOS ÊN EN ARKHE PROS TON THEON
(Yoh 1:2)
dan sampai genap waktunya “Firman” itu turun (nuzul) menjadi manusia (Gal 4:4;
Yoh.1:14).
Dalam kepra-ada-an-Nya sebagai Firman berada dalam Dzat-Nya yang tidak
terhampiri. (1Tim 6:16), bukan dalam ke-ada-an-Nya sebagai mahluk, karena mahluk
belum ada ketika dunia belum dijadikan, “Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada”
(Yoh 17:5).
Sebagaimana pengakuan Yesus bahwa Ia sudah ada sebelum Abraham ada (Yoh 8:58),
padahal umur-Nya tidak lebih 33 tahun semasa hidup di dunia ini (Yoh 8:57), ini
menyatakan kepra-ada-an-Nya sebagai Firman bukan sebagai mahluk karena tubuh
“Manusiawi-Nya” itu buah rahim dari Maria (Luk 1: 42).
YESUS PENYATAAN ALLAH
Karena tidak seorangpun dapat melihat Allah, tetapi Firman itu yang melekat dalam
Dzat-Nya yang menyatakan Allah (εξηγησατο – EXÊGÊSATO) (Yoh.1:18;
Rm. 16:25-27; Ibr 1:1-3).
Yesus itu turun dari surga (Yoh 3:13; 6:38), yang turun dari surga bukan keadaan-Nya
sebagai manusia, tetapi dalam kepra-ada-an-Nya sebagai Firman yang turun (nuzul)
menjadi manusia (Yoh 1:14).
4
Lohse, ibid., hal. 60-63
5
bandingkan pandangan Yohanes Calvin, Institutio, I.xiii 6
Bukan Allah yang menjadi manusia tetapi Firman Allah yang menjadi manusia, bukan
juga wujud kemanusiaan-Nya yang turun dari surga, karena tidak dimengerti ke-pra-
ada-an-Nya, orang-orang Yahudi menolak Dia ketika menyatakan Dia turun dari surga
(Yoh 6:42).
Karena Allah itu Roh (Yoh 4:24), tidak mungkin Yesus berada dalam Bapa dalam
wujud jasmaniah-Nya sebagai mahluk, tetapi sebagai Firman (Yoh 1:1) karena Dia
bersatu dengan Allah (Yoh 10:30)
Dia berasal dari Bapa (Yoh 17:5,24), Dia keluar dari Bapa (Yoh 8:42), dan hanya Dia
menyatakan Bapa (Yoh 1:18). Kata “Anak” adalah identifikasi dari Firman yang berada
dalam Dzat-Nya.
ALLAH DALAM CARA-CARA BERADANYA
Allah yang esa itu di dalam keberadaan-Nya atau – kebagaimanaan-Nya telah nampak
sejak awal kitab Kejadian, (Kej. 1:1-3); “BARA ELOHIM” – “RUAKH ELOHIM”–
“OMER ELOHIM”, dan perhatikan juga kitab Mazmur 33:6 “Oleh firman TUHAN
langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentara-Nya.
Cara keberadaan-Nya ini tidaklah menunjukkan kepada “keberapaan” Allah, meskipun
kata Firman berbeda dengan Roh, tetapi menunjukkan kepada Allah yang esa, dapat
dibandingkan dengan rumusan Yesaya (Yes. 63:16,8,10), sejak semula Allah dalam
keberadaan-Nya dalam “Firman” dan “Roh”, perhatikan kata ganti “Mu”-“Ku”-“Nya”,
menunjukkan ketidakterpisahan dari Allah dalam ke-esaan Dzat-Nya.
Dalam Targum disebut “MEMRA” adalah Firman Allah” yang dipersonafikasikan,
yang melalui-Nya Allah menciptakan alam semesta (Ul. 33:27)
ME’ANÂ ELOHÊ QEDEM UMITAKHATH ZERO’ATH ‘ÔLAM
Allah yang abadi tempat perlindunganmu
dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal

TRINITAS ATAU KEESAAN


Trinitas bukanlah menunjukkan keberapaan Allah, tetapi kebagaimanaan Allah, karena
tidaklah perlu menyebutkan angka tiga-satu atau satu-tiga, yang semula dimulai dari
Theofilus dari Antiokhia (181 M)6, dikembangkan oleh Tertulianus (160-225 M) dan
dilanjutkan oleh Athanasius (373 M) yang hidup sezaman dengan Konsili Nikea
(325 M) yang menegaskan keesaan Allah dan kebagaimanaan Allah bukan keberapaan
Allah.7
Yesus harus dimengerti dalam kepra-ada-an-Nya sebagai Firman
(Yoh. 1:1; 8:58; 17:5, 24; 1Tim. 6:16),
Yesus dimengerti sebagai mahluk dalam ke-ada-an-Nya; Firman menjadi manusia
(Yoh. 1:14; Gal. 4:4; Fil. 2:7; Ibr. 2:15, 17).
Yesus dimengerti, Yesus yang dipermuliakan
(Fil. 2:9, 10; 3:21; Luk. 24:50-51; Kis. 1:9,10; Mrk. 16:19; Why. 22:13)

6
Lebih jauh Robert M. Grant, Jesus After the Gospels: The Christ of the Second Century, Kentucky:
John Knox Press, 1990, hal. 68-82
7
Lohse, op. cit.

Anda mungkin juga menyukai