Anda di halaman 1dari 67

STUDI LITERATUR

EVALUASI POLIFARMASI PADA PASIEN GERIATRI


DIABETES MELITUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih


Gelar Sarjana Farmasi Pada Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

UMMU KHAIRUNNISA AZZAHRA


70100116027

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020

1
JUDUL PENELITIAN : Studi Literatur Evaluasi Polifarmasi pada
Pasien Geriatri Diabetes Mellitus

PEMBIMBING 1 : Apt.Alifia Putri Febriyanti, S.Farm.,


M.Farm.Klin

PEMBIMBING 2 : Apt.Munifah Wahyuddin, S.Farm., M.Sc.

PENGUJI KOMPETENSI : Apt.Asrul Ismail, S.Farm., M.Sc.

PENGUJI AGAMA :

2
ABSTRAK

Nama : UMMU KHAIRUNNISA AZZAHRA


NIM 70100116027
Jurusan : FARMASI
Judul Skripsi : Studi Literatur Evaluasi Polifarmasi pada
Pasien Geriatri Diabetes Melitus

Proses menua menyebabkan banyak perubahan pada tubuh lansia


seperti perubahan psikologis, sosial dan penurunan fungsional
tubuh. Hal ini menyebabkan lansia biasanya lebih rentan terhadap
berbagai penyakit sehingga akan terjadi polifarmasi. Polifarmasi
sering didefinisikan sebagai penggunaan rutin dari lima obat atau
lebih. Polifarmasi pada lansia telah dikaitkan dengan banyak hasil
kesehatan yang merugikan. Faktor utama yang berhubungan
dengan polifarmasi adalah Penggunaan obat yang tidak tepat atau
PIMs (Potentially inappropriate medications). Penelitian ini
merupakan studi literatur yang bertujuan untuk menelaah instrumen
yang bisa digunakan untuk mengevalusi polifarmasi pada pasien
geriatri diabetes melitus. Metode yang digunakan adalah studi
literatur berupa analisis artikel jurnal yang memiliki hubungan atau
kata kunci yang berkaitan dengan evaluasi polifarmasi pada pasien
geriatri diabetes melitus dengan menggunakan metode PICOS. Hasil
pengkajian menunjukkan bahwa Prevalensi PIM yang diresepkan
untuk pasien geriatri mengalami peningkatan ketika di evaluasi
menggunkan instrumen seperti STOPP / START kriteria v1 dan v2,
Beers criteria 2015, European list of PIMs (7), The Swedish quality
indicators, dan the PRISCUS list. Kesimpulan dari analisis
beberapa jurnal, instrumen yang bisa digunakan untuk
mengevaluasi polifarmasi pada pasien geriatri diabetes melitus
yaitu STOPP / START kriteria v1 dan v2, Beers criteria 2015,
European list of PIMs (7), The Swedish quality indicators, dan the
PRISCUS list. Keterlibatan apoteker juga penting untuk menangani
resep yang tidak sesuai dengan kondisi medis pasien geriatri dan
mencegah timbulnya efek yang merugikan.

Kata kunci: Evaluasi Polifarmasi pada Pasien Geriatri Diabetes


Melitus

3
ABSTRACT

Name : UMMU KHAIRUNNISA AZZAHRA


NIM 70100116027
Jurusan : PHARMACIST
Thesis title : Study of Polypharmacy Evaluation
Literature in Geriatric Diabetes Mellitus
Patients

The process of aging causes many changes in the body of the


elderly such as psychological, social and functional decline. This
causes the elderly are usually more susceptible to various diseases
so that polypharmacy will occur. Polypharmacy is often defined as
the routine use of five or more drugs. Polypharmacy in the elderly
has been associated with many adverse health outcomes. The main
factors associated with polypharmacy are inappropriate use of
drugs or PIMs (potentially inappropriate medications). This study
is a literature study that aims to examine instruments that can be
used to evaluate polypharmacy in geriatric diabetes mellitus
patients. The method used is a literature study in the form of
analysis of journal articles that have a relationship or keywords
related to the evaluation of polypharmacy in geriatric patients with
diabetes mellitus using the PICOS method. The results showed that
the prevalence of PIM prescribed to geriatric patients increased
when evaluated using instruments such as the STOPP / START
criteria v1 and v2, Beers criteria 2015, European list of PIMs (7),
The Swedish quality indicators, and the PRISCUS list. The
conclusion from the analysis of several journals, instruments that
can be used to evaluate polypharmacy in geriatric patients with
diabetes mellitus are STOPP / START criteria v1 and v2, Beers
criteria 2015, European list of PIMs (7), The Swedish quality
indicators, and the PRISCUS list. The involvement of pharmacists
is also important to handle prescriptions that are not suitable for the
medical condition of geriatric patients and prevent adverse effects.

Keywords: Polypharmacy Evaluation in Geriatric Diabetes Mellitus


Patients

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia Angka Harapan Hidup pada laki-laki tahun 2018 mencapai

69,30%. Sedangkan pada perempuan yaitu 73,19%. Kemudian pada tahun 2019

terjadi peningkatan yaitu pada laki-laki mencapai 69,44% dan pada perempuan

mencapai 73,33%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang

akan memasuki era penduduk menua (ageing population), karena jumlah

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas telah melebihi angka 7,0% (BKKBN,

2019).

Jumlah lansia di Indonesia mencapai angka 27,5 juta atau 10,3% dan

diproyeksikan pada tahun 2045 mengalami peningkatan menjadi 57 juta jiwa atau

17,9% (BPS, Bappenas, UNFPA, 2018). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia

tersebut akan meningkatkan permasalahan kesehatan pada lansia. Permasalahan

kesehatan ini terjadi karena adanya proses menua yang menyebabkan banyak

perubahan pada tubuh lansia seperti perubahan psikologis, sosial dan penurunan

fungsional tubuh (Reswan, 2017).

Hal ini dapat dipahami dari perjalanan hidup manusia mulai bayi yang

berkembang menuju puncak kedewasaan dengan kekuatan fisik yang prima, lalu

menurun sebagai kakek/nenek (usia lanjut) sebagaimana digambarkan Surah Ar-

rum [30]: 54 sebagai berikut:

            
           
  

Terjemahnya :

5
“54. Allah, dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, Kemudian
dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,
Kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah Kuat itu lemah (kembali) dan
beruban. dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan dialah yang
Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Kementerian Agama RI. 2014).
Penurunan kapasitas fungsional pada lansia umumnya tidak berespons

terhadap berbagai rangsangan seefektif yang dapat dilakukan pada orang yang

lebih muda. Penurunan kapasitas untuk merespon rangsangan menyebabkan lansia

sulit untuk memelihara kestabilan status fisikawi dan kimiawi tubuh atau

memelihara homeostasis tubuh. Gangguan terhadap homeostasis ini menyebabkan

disfungsi berbagai sistem organ dan meningkatkan kerentanan terhadap berbagai

penyakit. Salah satu homeostasis yang terganggu yaitu sistem pengaturan kadar

glukosa darah (Reswan, 2017).

Terganggunya sistem pengaturan glukosa darah mengakibatkan

peningkatan glukosa darah lebih dari normal. Glukosa darah meningkat seiring

dengan bertambahnya usia. Seiring dengan proses penuaan semakin banyak lansia

yang berisiko terhadap terjadinya Diabetes Melitus (Reswan, 2017). Diabetes

mellitus (DM) adalah kelompok gangguan metabolisme heterogen yang ditandai

dengan hiperglikemia. Ini terkait dengan kelainan metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein dan dapat menyebabkan komplikasi kronis termasuk gangguan

mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropatik (Dipiro, 2016). Gejala yang biasa

dirasakan seperti banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak

makan (polifagia), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya (InfoDatin 2018).

Pada lansia biasanya lebih rentan terhadap berbagai penyakit sehingga

akan menerima banyak obat (polifarmasi) (Lavan AH, 2016). Polifarmasi juga

berkontribusi terhadap akumulasi obat pada orang tua, yang mengakibatkan efek

samping obat yang serius (Jetha S, 2015).

6
Polifarmasi sering didefinisikan sebagai penggunaan rutin dari lima obat

atau lebih. Ini termasuk obat bebas, resep dan / atau obat tradisional dan

komplementer yang digunakan oleh pasien (WHO, 2019). Polifarmasi pada lansia

telah dikaitkan dengan banyak hasil kesehatan yang merugikan dan dapat memicu

gejala seperti mual, sakit perut, gangguan pencernaan, sakit kepala, pusing, alergi,

batuk, berkeringat, hipotensi atau hipertensi, serta perubahan irama jantung dan

pernapasan (Cuentro, 2016).

2.1 Tinjauan Islam

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia tidak saja memberi pedoman

bagaimana kita beribadah kepada Allah SWT, tetapi juga memberikan pedoman

tentang makan dan minum. Islam mengajarkan manusia untuk mengonsumsi

makanan yang halal, baik yang halal bahannya dan cara perolehannya. Juga

diajarkan mengonsumsi makanan yang baik, yaitu makanan yang memberi

manfaaat bagi kesehatan manusia secara maksimal. Seorang Muslim harus

meyakini bahwa Islam senantiasa membawa petunjuk demi kebahagiaan umat

manusia secara individu maupun bermasyarakat, baik di dunia dan di akhirat

kelak. Tujuan pokok agama Islam adalah untuk menjaga/ memelihara beberapa

hal seperti agama, akal, jiwa, kehormatan dan juga kesehatan. Terkait dengan

kesehatan, Allah swt memerintahkan kita untuk senantiasa menjaga diri dengan

berusaha dari hal yang bisa menganiaya diri sendiri. Karena kehidupan yang

sehat secara jasmani merupakan modal tiap umat untuk melakukan peribadatan

kepada Allah SWT. Oleh karena itu Allah SWT berfirman dalam surah QS. Al-

Baqarah [2]: 219.

7
        
       
        
    
Terjemahnya :
“219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”
(Kementerian Agama RI. 2014).
Berdasarkan ayat di atas, khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan,

apapun bahan mentahnya. Minuman yang berpotensi memabukkan bila diminum

dengan kadar normal oleh seorang normal, maka minuman itu adalah khamar,

sehingga haram hukum meminumnya, baik diminum banyak maupun sedikit serta

baik ketika ia diminum memabukkan secara faktual atau tidak. Jika demikian,

keharaman minuman keras bukan karena adanya bahan alkohol pada minuman itu,

tetapi karena adanya potensi memabukkan. Sama halnya apabila seorang mukmin

melakukan pengobatan tanpa mengeahui sumber bahan obatnya serta

pengunaannya berlebih, sebab apabila terlalu banyak tubuh mengonsumsi obat-

obatan, akan mengakibatkan tubuh manusia mendapatkan efek yang merugikan.

Islam tidak menghendaki adanya kemudaratan bagi umatnya, maka

kemudaratan itu harus dihilangkan jika ada. Kaidah ini sering diungkapkan dalam

hadits Rasulullah SAW :

َ‫ﺿ َﺮﺍ‬
ِ َ‫ﺿ َﺮ َﺭ َﻭﻻ‬
َ َ‫ﻻ‬
Terjemahnya :
“Tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan”. (HR. Hakim dan
lainnya dari Abu Sa’id al Khudri, HR. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).

Berdasarkan hadis di atas, Allah tidak memerintahkan hamba-Nya untuk

melakukan sesuatu yang membawa mudharat atau untuk meninggalkan sesuatu

8
yang membawa manfaat. Semua yang diperintahkan Allah kepada manusia, pada

dasarnya untuk kebaiikan dunia dan akhirat mereeeka. Sedanggkan semua yang

dilarang, pada dasarnya kareena perkara-perkara iitu membawa kerusakan bagi

dunia dan akhirat mereka. Oleh karena itu bagi seorang Apoteker yang

memberikan dan mengawasi semua yang berhubungan dengan obat, yang di

antara manusia telah dianugerahi ilmu oleh Allah sementara kebutuhan umat

sangat memuncak kemudian tidak menjalankan tugasnya dengan baik, akan

memberikan kerugian kepada pasien yang ditanganinya. Dan dengan ilmunya

itulah dia akan bisa mendatangkan banyak kebaikan bagi umat manusia (Al-

Bugha, Musthafa Dieb, 2003).

3.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu :

Apa saja alat/ instrumen untuk mengevaluasi polifarmasi pada pasien geriatri

diabetes melitus berdasarkan kajian literatur?

4.1 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui alat/ instrumen mengevaluasi

polifarmasi pada pasien geriatri diabetes melitus berdasarkan kajian literatur

5.1 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah dan wawasan

nyata, pengetahuan serta gambaran kepada penulis, masyarakat dan pihak yang

membutuhkan informasi tentang alat/ instrumen untuk mengevaluasi polifarmasi

pada pasien geriatri diabetes melitus berdasarkan kajian literatur.

9
10
BAB II

METODE

1.1 Strategi Pencarian Literatur

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan metode

studi literatur yang dilakukan dengan memulai pencarian secara online yang

dilakukan untuk menyusun skripsi ini. Penelitian studi literatur bertujuan untuk

mengumpulkan informasi dan data-data dengan bantuan berbagai macam

literature dan sumber yang didapat, seperti buku-buku, dokumen, jurnal, data hasil

penelitian dan lain-lain. Dengan demikian, dalam penyusunan skripsi ini penulis

menentukan topik yang akan dibahas dan dilanjutkan dengan mencari data-data

baik dan relevan dengan topik yang akan dibahas. Setelah mendapatkan literatur

maupun data, penulis akan melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap

sumber data untuk memperoleh fakta tentang kajian yang akan dibahas. Setelah

terkumpul maka data disusun secara sistematis dan terstruktur untuk mencari

kesimpulan berdasarkan tujuan (Sanusi, 2016).

1. Framework

Pada penelitian studi literatur ini mengumpulkan berbagai sumber data

yang diperoleh dari berbagai macam situs pencarian. Penelitian ini menggunakan

data sekunder yang merupakan data yang didapatkan dari publikasi yang ditulis

oleh peneliti sebelumnya.

Framework yang digunakan untuk analisis penelitian ini yaitu Framework

PICOS yang terdiri dari Population, Intervention, Comparison, dan Outcome.

Population adalah karakteristik terpenting dari subjek. Dalam penelitian ini yang

menjadi Population adalah pasien diabetes melitus dan geriatri. Intervention

merupakan perlakuan utama dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi

11
Intervention adalah metode yang digunakan. Comparison yaitu pembanding, dan

di penelitian ini yang menjadi pembanding tidak ada. Dan Outcome adalah hasil

yang didapatkan terhadap perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

mengenai evaluasi polifarmasi pada pasien geriatri diabetes melitus.

Population Intervention Comparison Outcome Study Design

Pasien Metode yang - Evaluasi polifarmasi pada Studi cross-


diabetes digunakan pasien geriatri diabetes sectional,
melitus melitus Cohort, case
geriatri control

2. Kata Kunci

Dalam penelitian ini, pencarian jurnal dari berbagai situs pencarian

meliputi Google scholar, Research gate, NCBI dan BioMed Central. Jurnal-jurnal

yang didapatkan merupakan jurnal yang relevan dengan judul penelitian dengan

menggunaan basis data yang terpublikasi 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2016 -

2020.

Kata kunci yang digunakan untuk mendapatkan jurnal yang relevan sesuai

kriteria inklusi penelitian yaitu “Evaluasi Polifarmasi pada Pasien Geriatri


Diabetes Melitus, Polypharmacy Evaluation in Geriatric Diabetes Mellitus

Patients”.

3. Database

Database yang digunakan dalam peneitian ini diperoleh dari Google

scholar, Research gate, NCBI dan BioMed Central yang terpublikasi 5 tahun

terakhir yaitu dari tahun 2016 – 2020 dengan menggunakan kata kunci “Evaluasi

Polifarmasi pada Pasien Geriatri Diabetes Melitus, Polypharmacy Evaluation in

Geriatric Diabetes Mellitus Patients”.

12
2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Rentan waktu penerbitan jurnal maksimal 5 tahun terakhir (2016-2020)

b. Tema jurnal yaitu polifarmasi, geriatri, dan diabetes melitus tipe 2 dengan

komorbiditas

c. Original artikel yang tersedia full text

d. Memiliki DOI dan ISSN

e. Jurnal yang termasuk Q1, Q2 da Q3 oleh scimagojjr.com

2. Kriteria Eksklusi

a. Artikel yang tidak membahas tentang polifarmasi pada pasien geriatri

diabetes melitus

b. Subjek dan metode penelitian tidak jelas

c. Artikel yang tidak terakreditasi

d. Desain studi berdasarkan review artikel

13
3.1 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

1. Hasi Pencarian dan Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian jurnal dari berbaai situs pencarian database

yang dilakukan, didapatkan jurnal yang relevan untuk diidentifikasi lebih rinci

dan memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil pencarian didapatkan jurnal telah

menjelaskan dampak polifarmasi pada pasien diabetes melitus geriatri.

16.900 Jurnal yang ditemukan sesuai


dengan kata kunci

36 Jurnal Dilakukan Skrining

16 Jurnal full text yang telah


memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi

6 Jurnal full text yang


digunakan untuk review

14
2. Tabel Hasil Pencarian Studi
Nama
No. Penuis dan Judul Artikel Volume Halaman
Tahun Terbit Jurnal

“Potentially
inappropriate
medications and Journal of Clinical 20 1-9
1. (Zhuo Ma, 2020) potentially prescribing Pharmacy and
omissions in Chinese Therapeutics
older patients:
Comparison of two
versions of
STOPP/START”
“Prevalence of
potentially inappropriate
medications use among
2. (Alhawassi et al, older adults and risk 19 154
2019) factors using the 2015 BMC Geriatric
American Geriatrics
Society Beers criteria”
“Assessment of
potentially inappropriate
(Natacha et. al, medications using the International
3. 2019) Journal of 41 903-912
EU (7)-PIM list and the Clinical
Swedish quality Pharmacy
indicators”

”Assessment Of
Potentially
4. (Sakr, S. 2018) Inappropriate
Archives of 78 132–138.
Medications In Elderly
Gerontology
According to Beers 2015 and Geriatrics
and STOOP CRITERIA
and Their Association
With Treatment
Satisfaction”

“The associations of
geriatric syndromes and European
(Muhlack, 2018) Journal of 12 65-73
other patient Clinical
5. characteristics with the Pharmacology
current and future use of
potentially inappropriate
medications in a large
cohort study”

“Potentially
inappropriate

15
medications in elderly 2 209–214
6. Japanese patients: Journal of
(T. Kimura et al., effects of pharmacists’ Basic and
2016) Clinical
assessment and
Pharmacy
intervention based on
Screening Tool of Older
Persons’ Potentially
Inappropriate
Prescriptions criteria
ver.2”

16
BAB III
HASIL DAN ANALISIS

A. Hasil

Hasil penelusuran pustaka dengan kriteria inklusi yang ditetapkan dari

pencarian literatur didapatkan sebanyak 8 artikel.

B. Analisis

Tabel 3. Analisis Literatur

Population intervention Com Outcome Study Referens


pari Design
son
Sebanyak 883 STOPP / - Menurut STOPP Studi (Zhuo Ma,
peserta berusia START v2, jumlah retrospekti 2020)“Potentiall
≥65 tahun kriteria v1 f cross- y inappropriate
median PIM per
dan v2 sectional medications and
orang yang potentially
Statistik diidentifikasi prescribing
deskriptif adalah 1. PIM omissions in
digunakan yang paling Chinese older
untuk sering diamati patients:
mendeskripsi Comparison of
melibatkan obat
kan populasi two versions of
penelitian. yang digunakan STOPP/START”
Distribusi tanpa indikasi
normal berbasis bukti
diverifikasi (A1, 16,5%),
dengan uji benzodiazepin
Kolmogorov- (K1, 11,8%) dan
Smirnov.
Frekuensi aspirin,
variabel clopidogrel,
kategori dan dipyridamole,
mean dan antagonis
deviasi vitamin K,
standar atau inhibitor trombin
median dan
kisaran langsung atau
interkuartil inhibitor faktor
variabel Xa dengan risiko
kontinu perdarahan yang
dihitung, signifikan secara
sebagaimana bersamaan (C3,
mestinya. Uji
chi-square
9,5%), sedangkan
digunakan PIM yang paling

17
untuk umum terdeteksi
perbandingan dengan versi 1
antar-
STOPP adalah
kelompok
dari variabel benzodiazepin
kategori. (11,6%), diikuti
Variabel dengan resep
kontinu yang kelas obat
berdistribusi duplikat (7,6%)
normal dan dan aspirin
tidak
terdistribusi dengan dosis>
normal 150 mg / hari
dianalisis (6,0%)
menggunaka
n uji t dan uji
Mann-
Whitney.
Kesesuaian
antara kedua
versi dihitung
menggunaka
n tes kappa
(nilai kappa>
0,75
menunjukkan
kesepakatan
yang baik-
hingga-
sangat baik;
nilai antara
0,40 dan 0,75
menunjukkan
kesepakatan
sedang; nilai
<0,40
menunjukkan
kesepakatan
yang buruk).
Faktor risiko
yang
mungkin
mempengaru
hi PIM / PPO
pada pasien
usia lanjut
dianalisis
dengan
regresi
logistik di
mana strategi
metode
masuk
digunakan
dan multi-

18
collinearity
variabel
dinilai
sebelum
dimasukkan
ke dalam
regresi
logistik. Nilai
P <.05
dianggap
signifikan
secara
statistik.
Analisis
statistik
dilakukan
dengan
menggunaka
n software
SPSS versi
23.0.

Pasien geriatri Beers criteria Prevalensi PIM A cross- Alhawassi et al.


(usia ≥ 65 2015 yang harus sectional BMC Geriatrics
tahun) yang dihindari di antara retrospecti (2019)
dirawat jalan. Data orang dewasa yang ve “Prevalence of
dimasukkan lebih tua adalah dilakukan potentially
ke dalam (57,6%). PIM yang selama 12 inappropriate
database paling sering bulan (1 medications use
Microsoft diresepkan untuk Jan 2016 among older
Excel yang dihindari untuk hingga 30 adults and risk
dirancang orang dewasa yang Desember factors using the
khusus dan lebih tua adalah 2016) 2015 American
dianalisis agen Geriatrics
menggunaka gastrointestinal dan Society Beers
n Software endokrin. criteria”
Analisis Prevalensi PIM
Statistik versi yang digunakan
9.2 (SAS® dengan hati-hati
9.2). Statistik adalah 37,5%. PIM
deskriptif yang paling sering
digunakan diresepkan untuk
untuk digunakan dengan
mendeskripsi hati-hati adalah
kan populasi diuretik diikuti
penelitian. dengan
Statistik antidepresan.
deskriptif
dinyatakan
sebagai mean
dan deviasi
standar (±

19
SD) untuk
variabel
kontinu dan
frekuensi
serta
persentase
untuk
variabel
kategori.
Analisis
bivariat
menggunaka
n uji-t
Student, uji
chi-kuadrat
Pearson
digunakan
untuk menilai
perbedaan
demografi
dan
karakteristik
penyakit
antara pasien
dengan dan
tanpa PIM.
Nilai
probabilitas
dua sisi
<0,05
dianggap
signifikan
secara
statistik
untuk semua
analisis.
Regresi
logistik
digunakan
untuk
memeriksa
hubungan
antara
penggunaan
PIM dan usia
pasien, jenis
kelamin,
polifarmasi,
dan kondisi
kronis yang
berbeda.
Semua uji
statistik
dilakukan
pada tingkat

20
signifikansi α
= 0,05 dan
selang
kepercayaan
95% (CI).
Pasien geriatri European list Dari 93 pasien, Studi (Natacha et. al,
(usia ≥ 65 of PIMs (7) 18,3% memiliki cross- 2019)“Assessme
tahun) dan The satu PIM menurut sectional nt of potentially
Swedish indikator kualitas Data inappropriate
quality Swedia. Kelas PIM dikumpulk medications
indicators yang paling umum an pada using the EU
adalah obat anti bulan (7)-PIM list and
inflamasi September the Swedish
Analisis nonsteroid dan – quality
regresi diklofenak adalah November indicators”
logistik salah satu PIM 2015 dan
sederhana yang paling sering Februari –
dilakukan diresepkan. April 2016
untuk
menyelidiki Menurut daftar EU
hubungan (7) -PIM, 45,2%
antara pasien populasi penelitian
dengan PIM diresepkan satu
dan beberapa atau lebih PIM.
faktor. Kelas PIM yang
Faktor-faktor paling umum
ini termasuk adalah obat
faktor hipnotik dan obat
kontinu; usia penenang, dan PIM
dan jumlah yang paling sering
pengobatan diresepkan adalah
saat masuk, apixaban.
dan faktor
kategori; Tidak ada
jenis kelamin hubungan yang
dan diagnosa signifikan antara
tertentu PIM dan faktor
(aritmia, berbeda yang
kanker, ditemukan dengan
penyakit menggunakan alat
pernafasan identifikasi.
kronis,
diabetes
mellitus,
hipertensi,
gagal
jantung,
stroke / TIA).
Hasil
disajikan
sebagai rasio
ganjil (OR)
dengan
interval
kepercayaan

21
95% (CI).
Semua
perhitungan
statistik
dilakukan
dengan
menggunaka
n SPSS versi
25, dan nilai
p <0,05
dianggap
signifikan
secara
statistik.
Pasien berusia Beers 2015 6,2% dan 20,4% Studi (Sakr, S. 2018)
65 tahun ke atas and STOOP obat tidak sesuai cross- ”Assessment Of
Criteria menurut daftar sectional Potentially
STOPP dan Beers; yang Inappropriate
103 (29,4%) dan dilakukan Medications In
Data 210 (60%) pasien antara Elderly
kuesioner memiliki Agustus According to
dikumpulkan setidaknya satu 2016 dan Beers 2015 and
dan diproses PIM menurut April STOOP
oleh Paket kriteria STOPP dan 2017. CRITERIA and
Statistik Beers masing- Their Association
untuk Ilmu masing. Penyebab With Treatment
Sosial SPSS, PIM yang paling Satisfaction”
Versi 23. umum adalah
Variabel penggunaan proton
kategori pomp inhibitor
disajikan dosis penuh
dalam selama> 8 minggu
frekuensi dan (STOPP) dan
persentase, penggunaan obat
dan variabel yang memperburuk
kontinu / menyebabkan
sebagai sindrom sekresi
sarana hormon
dengan antidiuretik yang
standar tidak tepat (Beers).
deviasi. Jumlah obat yang
Analisis diminum peserta,
statistik usia lanjut, jenis
dilakukan kelamin
dengan perempuan, resep
menggunaka obat untuk
n uji-t kecemasan /
Student depresi, maag /
untuk menilai gastroesophageal
korelasi reflux, rheumatoid
antara jumlah arthritis dan
obat yang epilepsi secara
berpotensi signifikan
tidak sesuai meningkatkan
menurut jumlah PIM.

22
kriteria
STOPP atau Saat menggunakan
Beers, dan kriteria STOPP,
skor semua skor
Kuesioner subskala TSQM
Kepuasan secara signifikan
Pengobatan lebih rendah di
untuk antara pasien
Pengobatan dengan
(TSQM). penggunaan PIM
Jumlah total dibandingkan
pengobatan dengan mereka
di rumah yang tidak
dihitung menggunakan PIM.
dengan Tren yang sama
menjumlahka diamati untuk
n jumlah obat kriteria Beers,
yang dengan perbedaan
dilaporkan yang signifikan
oleh setiap dicapai hanya
peserta, dan untuk subskala efek
proporsi PIM samping dan
ditentukan kenyamanan.
dengan
membagi
jumlah total
PIM dengan
total yang
dihitung.
Prevalensi
PIM dihitung
pada tingkat
pasien, di
mana jumlah
pasien
dengan
setidaknya
satu PIM
dianggap
sebagai
pembilang
dan jumlah
total pasien
sebagai
penyebut.
Variabel
numerik
dinilai untuk
distribusi
normal
dengan
memeriksa
histogram,
plot kotak,
plot Q-Q,

23
serta
membanding
kan rata-rata
dengan
median.
Terakhir,
dilakukan
dua regresi
linier dengan
mengambil
jumlah PIM
sesuai
dengan
kriteria
STOPP dan
kriteria Beers
sebagai
variabel
dependen
masing-
masing, dan
mengambil
semua
variabel yang
memiliki
nilai p <0,2
sebagai
variabel
independen.
Pasien usia Beers criteria Prevalensi untuk Studi (Muhlack,
antara 50 2015, the Beers, EU (7), dan kohort 2018)“The
sampai 75 tahun EU(7)-PIM, PRISCUS PIM associations of
and the adalah 26,4, 37,4, geriatric
PRISCUS list dan 13,7% pada syndromes and
awal dan menurun other patient
masing-masing characteristics
Prevalensi menjadi 23,1, 36,5, with the current
PIMuse dan 12,3%, 6 tahun and future use of
(penggunaan kemudian. potentially
saat ini Prevalensi yang inappropriate
setidaknya tidak disesuaikan medications in a
satu PIM) pada peserta large cohort
dihitung, dengan sindrom study”
menerapkan geriatrik
kriteria (kelemahan,
Beers, EU komorbiditas,
(7), dan fungsional, atau
PRISCUS gangguan kognitif)
pada kira-kira dua kali
baseline, lebih tinggi dari
FUP 1, dan pada orang dewasa
FUP 2, dan yang lebih tua yang
dikelompokk kuat. Dalam
an analisis
berdasarkan multivariabel,

24
usia, jenis gangguan kognitif
kelamin, secara statistik
kelemahan, secara signifikan
multimorbidi terkait dengan
tas, cacat penggunaan PIM
fungsional, dari ketiga kriteria
dan dalam perkiraan
gangguan titik cross-sectional
kognitif. (rasio odds (OR)
Tingkat 1,90-2,21) tetapi
konsistensi tidak dalam model
daftar dalam longitudinal.
mengidentifi Sebaliknya,
kasi kelemahan,
pengguna komorbiditas, dan
PIM gangguan
ditentukan fungsional secara
dengan statistik terkait
Kappa secara signifikan
Cohen. dengan
Selain itu, penggunaan PIM
frekuensi dari setidaknya satu
relatif dari dari tiga kriteria di
kelas obat kedua model.
farmakologis Namun, asosiasi
dihitung bervariasi untuk
untuk setiap kriteria PIM, dan
daftar PIM. dalam analisis
longitudinal,
asosiasi hanya
signifikan secara
statistik untuk
Beers PIM (ORs
[interval
kepercayaan 95%]:
kelemahan (2,23
[1,15, 4,31]),
komorbiditas oleh
lima total co -
morbiditas poin
skor (1,21 [1,05,
1,38]), dan
gangguan
fungsional (1,51
[1,00, 2,27]).
Penentu signifikan
lainnya secara
statistik dari
kejadian PIM
(definisi apa pun)
adalah jenis
kelamin
perempuan, usia,
penyakit jantung
koroner, gagal

25
jantung , biomarker
sindrom metabolik,
dan riwayat ulkus,
episode depresi,
patah tulang
pinggul, atau
kanker apa pun.
Pasien baru STOPP Secara total, 822 Studi (T. Kimura et al.,
rawat inap criteria ver.2 pasien baru rawat observasio 2016)
berusia ≥65 inap berusia ≥65 nal “Potentially
tahun Signifikansi tahun yang prospektif inappropriate
statistik dari diresepkan ≥1 obat April 2015 medications in
perbedaan harian disertakan. hingga elderly Japanese
nilai rata-rata Usia median Maret patients: effects
antara kedua (rentang 2016. of pharmacists’
kelompok interkuartil) assessment and
dianalisis mereka adalah 75,0 intervention
dengan uji-t (71,0–80,0) tahun, based on
Student jika dan 54,9% adalah Screening Tool of
varians dari laki-laki. Menurut Older Persons’
kedua kriteria, 346 pasien Potentially
kelompok (42,1%) diresepkan Inappropriate
serupa. Jika ≥1 PIM. Pasien Prescriptions
tidak, Mann- yang diresepkan criteria ver.2”
Whitney U- PIM mengambil
test obat secara
digunakan signifikan lebih
untuk banyak daripada
analisis. Uji yang lain: 10 0
chi-square (7,0–13,0) vs 6,0
digunakan (4,0–9,0), P
untuk <0,001. Jumlah
perbandingan total PIM adalah
proporsi 651%, 47,6% di
variabel antaranya (n = 310)
kategori direkomendasikan
antara oleh dokter untuk
kelompok. diubah, dan 292
Nilai P <0,05 dari 651 PIM
dianggap (44,9%) akhirnya
menunjukkan dihentikan / diubah
signifikansi setelah penilaian
statistik. dan intervensi
Semua apoteker. PIM yang
analisis terkait dengan
statistik benzodiazepin,
dilakukan termasuk obat Z,
dengan paling sering
GraphPad terjadi, dengan
Prism 6 (La klasifikasi
Jolla, CA, terperinci sebagai
USA). berikut (berubah /
total): (i)
benzodiazepin
selama 4 minggu

26
atau lebih (75/205),
(ii) obat yang dapat
diprediksi
meningkatkan
risiko dari jatuh
pada orang tua
(benzodiazepin)
(30/67) dan (iii)
obat-obatan yang
dapat diprediksi
meningkatkan
risiko jatuh pada
orang tua (obat-Z
hipnotik) (15/31)

27
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Analisis Jurnal

Pasien geriatri dengan diabetes berisiko lebih tinggi mengalami jatuh yang

membutuhkan rawat inap dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita

diabetes. Selain itu, faktor risiko tertentu, seperti penggunaan insulin, riwayat

jatuh, skor keseimbangan berdiri yang buruk, dan A1c ≥ 8% dapat menyebabkan

jatuh yang membutuhkan rawat inap (Peron et al. 2016).

Saat ini, populasi dunia dengan cepat menua dan mengonsumsi banyak

obat yang diresepkan. Banyak obat yang diresepkan mempengaruhi penderita

diabetes untuk masalah yang terkait dengan interaksi obat; kejadian obat yang

merugikan dan kepatuhan obat yang buruk. Polifarmasi, yang didefinisikan

sebagai penggunaan lima obat, atau lebih ≥5 muncul pada banyak pasien dengan

penyakit kronis, terutama diabetes. Penatalaksanaan klinis pada orang dewasa

penderita diabetes yang lebih tua mungkin lebih rumit lagi dengan, komorbiditas;

usia lanjut; dan komplikasi diabetes pembuluh darah mikro atau pembuluh darah

makro (Peres HA, et al. 2017).

Resep yang tidak tepat termasuk obat yang berpotensi tidak tepat (PIM)

dan potensi kelalaian resep. PIM mencakup resep yang melibatkan dosis,

frekuensi dan modalitas pemberian yang salah, atau durasi pengobatan; cenderung

menyebabkan interaksi obat-obat atau obat-penyakit yang signifikan secara klinis;

atau tidak memiliki indikasi klinis berbasis bukti yang jelas. Kelalaian peresepan

potensial mencakup penghilangan obat yang berpotensi bermanfaat yang

diindikasikan secara klinis untuk pengobatan atau pencegahan penyakit. Orang

lanjut usia sering mengalami multimorbiditas dan mengonsumsi banyak obat

(polifarmasi). Polifarmasi pada lansia sering mengarah pada interaksi obat-

28
penyakit dan obat-obat.2 Resep dan polifarmasi yang tidak tepat pada lansia telah

menjadi masalah global karena terkait dengan peningkatan reaksi obat yang

merugikan, rawat inap, pemanfaatan sumber daya perawatan kesehatan, biaya

perawatan kesehatan dan kematian (T. Kimura et al., 2016).

Obat yang berpotensi tidak tepat (PIM) biasanya digambarkan sebagai

obat dan golongan obat yang harus dihindari pada orang dewasa yang lebih tua

bila memungkinkan karena mereka cenderung membawa lebih banyak bahaya

daripada manfaat bagi pengguna dan alternatif yang lebih aman tersedia. Ada dua

pendekatan untuk mendefinisikan PIM, yaitu pengukuran implisit dan eksplisit.

Metode implisit didasarkan pada penilaian seorang praktisi atau pakar dan secara

khusus diindikasikan untuk satu orang. Oleh karena itu, menerapkannya bisa

memakan waktu, mahal, dan tidak sepenuhnya dapat direproduksi. Sebaliknya,

pengukuran eksplisit berdasarkan kriteria, yang berarti bahwa obat tertentu telah

didefinisikan sebagai obat yang berpotensi tidak sesuai. Penerapan kriteria PIM

eksplisit memerlukan sedikit usaha dari dokter dan dapat direproduksi. Menurut

tinjauan sistematis, ada 28 alat penilaian eksplisit untuk PIM yang dipublikasikan

pada 2013, dan berbagai tinjauan sistematis menunjukkan bahwa daftar PIM agak

berbeda. Hal ini menimbulkan pertanyaan daftar PIM mana yang harus diterapkan

dokter dan bagaimana pertimbangan mereka terkait dengan efek obat yang

menguntungkan dan merugikan (Muhlack, 2018).

Satu studi kohort mengidentifikasi bahwa 57% pasien diabetes dengan

usia rata-rata 73,3 ± 5,5 tahun menggunakan lebih dari lima obat farmasi. Situasi

yang mengkhawatirkan ini mencerminkan apa yang ada di Brasil, di mana 20%

orang tertua menggunakan setidaknya lima obat.

Faktor risiko yang diketahui dari penggunaan polifarmasi di antara

penderita diabetes meliputi: penyakit penyerta ganda dan usia lanjut. Karena, di

29
Brasil, tidak ada pemantauan tingkat resep dokter yang meresepkan terlalu banyak

atau kurang dari resep; ada hambatan yang terkait dengan polifarmasi. Peresepan

yang tepat merupakan tantangan bagi penyedia layanan kesehatan yang merawat

orang yang lebih tua, karena polifarmasi terkait dengan: kejadian obat yang

merugikan; interaksi multi-obat; risiko yang terkait dengan ketidakpatuhan, di

mana efek sampingnya dapat disalahartikan sebagai kondisi medis baru, yang

menghasilkan lebih banyak resep. Dengan demikian, tindak lanjut pasien,

pemeriksaan interaksi obat, dan pemeriksaan untuk kepatuhan penggunaan obat,

sangat disarankan (Peres HA, et al. 2017)..

Penatalaksanaan hiperglikemia, komplikasi mikrovaskuler (mis., Nefropati

diabetik, neuropati, dan retinopati), dan komplikasi makrovaskular (mis., Penyakit

arteri koroner, penyakit arteri perifer, dan stroke), sindrom geriatrik yang

berhubungan dengan diabetes (mis., Gangguan kognitif, jatuh, kemih

inkontinensia), dan efek samping pengobatan berkontribusi pada peningkatan

jumlah obat di antara orang dewasa yang lebih tua dengan diabetes. Langkah-

langkah peningkatan kualitas dan inisiatif pembayaran untuk kinerja yang

ditujukan untuk manajemen diabetes dan komplikasinya dapat meningkatkan

tindakan obyektif tetapi juga berkontribusi pada penambahan obat yang tidak

perlu ke dalam rejimen obat. Misalnya, mematuhi pedoman praktik klinis yang

tidak spesifik untuk usia tertentu untuk tujuan A1c dapat mengakibatkan

penambahan agen antidiabetik yang tidak aman, sehingga mengarah ke kontrol

glikemik yang lebih ketat dan peningkatan risiko hipoglikemia dan efek samping

obat lainnya. Berdasarkan dokumen panduan terbaru dari American Geriatrics

Society dan American Diabetes Association, faktor usia dan pasien khusus harus

dipertimbangkan untuk menilai kualitas dan kinerja secara akurat (Peron et

al.2016).

30
Terlepas dari meningkatnya prevalensi polifarmasi, istilah ini tetap tidak

memiliki definisi universal yang jelas. Tinjauan sistematis terbaru tentang definisi

polifarmasi menunjukkan bahwa istilah tersebut paling umum diterapkan pada

situasi di mana pasien menggunakan lima atau lebih obat, dan definisi numerik ini

digunakan oleh 46,4% dari studi yang dievaluasi. Selain itu, ada

ketidakkonsistenan dengan penggunaan mengenai lamanya terapi dan apakah

akan memasukkan obat bebas (OTC), dan obat-obatan tradisional dan

komplementer dalam definisi atau tidak. Namun, dengan tujuan mengurangi

bahaya terkait obat, penting untuk memverifikasi semaksimal mungkin semua

obat yang diminum pasien, termasuk semua OTC, dan obat-obatan tradisional dan

komplementer (Masnoon, 2017).

Pembahasan Hasil Analisis Jurnal


Pasien diresepkan rata-rata 6,8 obat. Obat yang paling banyak diresepkan

termasuk dalam kelompok kardiovaskular (80,4% pasien menggunakan

setidaknya satu obat dari kelompok ini), kelompok saluran pencernaan dan

metabolisme (71,6%), dan kelompok sistem saraf (66,5%). Omeprazole dan

parasetamol adalah dua obat yang paling sering digunakan, diikuti oleh aspirin,

simvastatin, metformin, metamizole, enalapril, dan bromazepam (Blanco-Reina,

2019).

Sebanyak 3626 resep dianalisis. PIM terdeteksi pada 35,4% dan 47,9%

pasien menurut STOPP v1 dan AGS BC 2012. Persentase ini naik menjadi 54%

saat AGS BC 2015 digunakan dan mencapai 66,8% dengan STOPP v2. Namun,

ketika STOPP v2 diterapkan tanpa mempertimbangkan tiga kriteria di bagian A

(indikasi), prevalensi turun menjadi 51,7%. Memang, 565 (45%) dari 1.258 PIM

yang terdeteksi terkait dengan tiga item implisit ini (obat apa pun yang diresepkan

31
tanpa indikasi klinis berbasis bukti, diresepkan di luar durasi yang disarankan, di

mana durasi pengobatan ditentukan dengan baik, dan resep kelas obat di duplikat)

(Blanco-Reina, 2019).

Menurut keempat alat tersebut, PIM yang paling umum adalah

benzodiazepin. Faktanya, benzodiazepin menyumbang 61,7% dari PIM yang

terdeteksi menggunakan STOPP v2. PIM ini diikuti dengan penggunaan opioid

secara teratur tanpa obat pencahar bersamaan, obat-obatan yang cenderung

menyebabkan sembelit pada pasien dengan sembelit kronis, dan penggunaan

NSAID jangka panjang untuk menghilangkan gejala. Menurut kriteria A, 248

resep tidak dibuat berdasarkan indikasi klinis berdasarkan bukti, 284 melebihi

durasi yang disarankan, dan 33 duplikasi kelas obat. Beberapa obat yang

diresepkan tanpa indikasi klinis yang jelas adalah Ginkgo biloba, Serenoa repens,

citicoline, dan berbagai vitamin kompleks (Blanco-Reina, 2019).

Saat AGS BC 2015 diterapkan, 580 PIM terdeteksi dan sebagian besar

tidak tergantung pada diagnosis. Secara total, 50,7% dari PIM terkait dengan

penggunaan benzodiazepin, diikuti oleh inhibitor pompa proton (PPI) selama> 8

minggu, penghambat alfa-1 perifer, NSAID dan hipnotik nonbenzodiazepine.

Dalam bagian pengobatan yang akan digunakan dengan hati-hati, peringatan yang

paling umum terkait dengan penggunaan diuretik dan penghambat reuptake

serotonin selektif. Mengenai daftar baru interaksi obat yang harus dihindari pada

orang dewasa yang lebih tua, kami menemukan 60 potensi interaksi penting

secara klinis, dengan penekanan khusus pada penggunaan bersamaan dari

benzodiazepin dan 2 obat aktif SSP lainnya. Akhirnya, hanya 10 resep

diidentifikasi yang harus dihindari atau dosis mana yang harus disesuaikan pada

pasien dengan gangguan ginjal derajat tertentu (Blanco-Reina, 2019).

32
Empat puluh enam dari 80 item STOPP v2 dan 26 dari 48 kriteria dalam

AGS BC 2015 yang diperbarui lebih dari setengahnya berguna untuk mendeteksi

semua PIM. Namun, beberapa kriteria tidak ada dalam perawatan yang dievaluasi.

(Blanco-Reina, 2019).

Menurut STOPP v2, kemungkinan PIM lebih besar karena jumlah obat

yang diminum dan dengan diagnosis gangguan tulang dan sendi, gangguan

psikologis, dan insomnia. Menurut model regresi logistik untuk AGS BC 2015,

kemungkinan PIM meningkat 32% dengan dimasukkannya obat tambahan.

Adanya gangguan psikologis dan insomnia ditemukan menjadi prediktor

penggunaan PIM (Blanco-Reina, 2019).

Dalam penelitian sebelumnya, prevalensi PIM pada orang dewasa yang

lebih tua di Cina adalah 44,0% menurut kriteria STOPP v2. Namun, prevalensi

PPO belum dievaluasi oleh START v2 di Cina. Selain itu, tidak ada penelitian

yang membandingkan versi yang diperbarui dengan versi asli untuk mendeteksi

PIM / PPO (Zhuo Ma, 2020).

Penelitian ini adalah yang pertama membandingkan prevalensi PIM / PPO

menggunakan versi terbaru dari kriteria STOPP / START versus versi asli di

antara pasien lansia di China, untuk menentukan perbedaan antara kedua kriteria

ini. Kehadiran PIM / PPO sering terjadi pada populasi pasien ini - 47,7% dan

64,2%, masing-masing dengan kriteria STOPP / START v2, yang ternyata lebih

tinggi dari kriteria sebelumnya. Benzodiazepin diganti dengan obat apa pun yang

diresepkan tanpa indikasi klinis berbasis bukti karena PIM yang paling sering dan

metformin menggantikan ACEI sebagai PPO yang paling sering. Usia,

polifarmasi dan polifarmasi ekstrim adalah faktor risiko umum untuk PIM dan

PPO dalam hal model regresi logistik multivariat (Zhuo Ma, 2020).

33
Kami menemukan peningkatan tingkat prevalensi kejadian peresepan yang

tidak sesuai dengan kriteria yang diperbarui, yang konsisten dengan penelitian

sebelumnya. Persentase pasien dengan PIM / PPO dalam analisis kami mendekati

penelitian yang dilakukan di Italia pada pasien geriatri ≥65 tahun yang dirawat di

unit penyakit dalam, lebih tinggi daripada yang dilakukan di Spanyol pada

penduduk yang tinggal di komunitas ≥65 tahun, 5 dan lebih rendah dari penelitian

yang dilakukan pada pasien ≥75 tahun yang dirawat di non-geriatri (Zhuo Ma,

2020).

Kami menemukan peningkatan tingkat prevalensi kejadian peresepan yang

tidak sesuai dengan kriteria yang diperbarui, yang konsisten dengan penelitian

sebelumnya. Persentase pasien dengan PIM / PPO dalam analisis kami mendekati

studi yang dilakukan di Italia pada pasien geriatri ≥65 tahun yang dirawat di unit

penyakit dalam, lebih tinggi daripada yang dilakukan di Spanyol pada penduduk

yang tinggal di komunitas ≥65 tahun, dan lebih rendah dari penelitian yang

dilakukan pada pasien ≥75 tahun yang dirawat di unit non-geriatri di Belgia.

Frekuensi PIM yang dilaporkan dalam populasi kami lebih rendah daripada

penelitian sebelumnya di Cina. Sebuah studi observasi retrospektif yang dilakukan

di Rumah Sakit China Barat Universitas Sichuan di China berdasarkan STOPP v1

melaporkan prevalensi PIM sebesar 51,37%. Perbedaan dalam desain penelitian,

populasi pasien dan kebiasaan resep dapat berkontribusi pada variasi prevalensi

PIM / PPO di antara penelitian (Zhuo Ma, 2020).

Dilaporkan bahwa kejadian PIM berkurang secara signifikan setelah

penilaian dan intervensi apoteker, yang menunjukkan pentingnya keterlibatan

apoteker klinis dalam mendeteksi dan menyelesaikan PIM. Namun, di China,

layanan apotek klinis baru dimulai pada tahun 2005 setelah Departemen

Kesehatan China mengeluarkan serangkaian dokumentasi mengenai apoteker

34
klinis. Selama beberapa tahun terakhir, apoteker secara aktif terlibat dalam

perawatan farmasi. Prevalensi PIM / PPO yang relatif tinggi menunjukkan bahwa

apoteker harus lebih memperhatikan dan menangani penggunaan obat yang tidak

tepat (Zhuo Ma, 2020).

Dalam penelitian tersebut, STOPP v2 terutama menargetkan PIM obat

yang diresepkan tanpa indikasi, dan dibandingkan dengan STOPP v1,

menunjukkan lebih banyak PIM benzodiazepin, konsisten dengan penelitian di

Spanyol. Obat sistem kardiovaskular paling sering adalah PPO. Beta-blocker,

ACEI, statin dan obat antiplatelet secara luas direkomendasikan untuk

pengelolaan pasien dengan penyakit kardiovaskular atau faktor risikonya (Zhuo

Ma, 2020).

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa populasi orang

dewasa yang lebih tua yang didefinisikan sebagai mereka yang berusia 65 atau

lebih akan hampir dua kali lipat di Arab Saudi dari 3% pada tahun 2000 menjadi

6% atau lebih pada tahun 2025. Seiring dengan pertumbuhan populasi orang

dewasa yang lebih tua, prevalensi penyakit penyerta kronis kondisi kesehatan

sekunder akibat penuaan yang tak terelakkan diperkirakan akan meningkat. Oleh

karena itu, hal ini berpotensi terkait dengan peningkatan penggunaan berbagai

obat (polifarmasi) untuk mengelola komorbiditas ini dengan baik atau untuk

mencegah komplikasi terkait. Polifarmasi di antara orang dewasa yang lebih tua

adalah umum dan akibatnya pasien yang lebih tua berada pada risiko yang lebih

tinggi untuk penggunaan obat yang berpotensi tidak tepat (PIM). PIM

didefinisikan sebagai “pengobatan yang harus dihindari karena risikonya yang

melebihi manfaatnya dan bila ada alternatif yang sama atau lebih efektif tetapi

tersedia alternatif risiko yang lebih rendah”. PIM dianggap sebagai salah satu

masalah terkait pengobatan yang umum ditemui di antara populasi lansia.

35
Penggunaan PIM umumnya dievaluasi dengan menggunakan skala dan kriteria

yang berbeda seperti kriteria Beers, yang merupakan sekumpulan kriteria eksplisit

untuk mengidentifikasi PIM. Ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1991 dan

karenanya diperbarui dengan pembaruan terbaru pada tahun 2015 (Alhawassi et

al. 2019).

Perkiraan prevalensi PIM di antara pasien yang lebih tua adalah tinggi dan

lebih dari sepertiga populasi yang lebih tua ditemukan diresepkan setidaknya satu

PIM atau telah terpapar ke PIM. Di Timur Tengah, prevalensi PIM sangat tinggi

di mana dua penelitian yang dilakukan di Qatar dan Lebanon menemukan bahwa

38,3 dan 45,2% pasien lansia masing-masing diberi resep PIM. Di Arab Saudi,

prevalensi penggunaan PIM di antara orang dewasa yang lebih tua dinilai oleh dua

penelitian. Studi pertama telah mengidentifikasi PIM yang harus dihindari pada

pasien yang lebih tua dengan menggunakan kriteria Beers 2003. Penelitian ini

melaporkan bahwa 43% orang dewasa yang lebih tua menggunakan setidaknya

satu PIM, 18% telah menggunakan dua PIM dan 38,4% telah menggunakan tiga

atau lebih PIM. Studi kedua dilakukan di antara pasien yang lebih tua yang

mengunjungi klinik pengobatan keluarga dan pasien yang menerima program

perawatan kesehatan di rumah . Studi ini menemukan bahwa lebih dari separuh

kohort penelitian menggunakan satu atau lebih PIM dan sebagian besar obat yang

tidak tepat ini dapat dihindari (Alhawassi et al. 2019).

Meskipun banyak penelitian telah meneliti penggunaan PIM di antara

orang dewasa yang lebih tua dengan menggunakan kriteria Beers secara global,

masih sedikit penelitian yang telah meneliti faktor-faktor yang terkait dengan

penggunaan PIM di antara orang dewasa yang lebih tua di Arab Saudi

menggunakan kriteria Beers American Geriatric Society (AGS) (Alhawassi et al.

2019).

36
Dalam penelitian ini, 4073 orang dewasa yang lebih tua (usia ≥ 65 tahun)

yang mengunjungi klinik rawat jalan di rumah sakit tersier selama periode 1 tahun

diidentifikasi dan dimasukkan. Usia rata-rata adalah (72,6 ± 6,2) tahun dan

mayoritas populasi penelitian adalah perempuan. Mayoritas populasi penelitian

memiliki dua atau lebih kondisi kronis (77,9%) dan 80,5% menggunakan

polifarmasi (Alhawassi et al. 2019).

Prevalensi PIM yang harus dihindari di antara orang dewasa yang lebih tua

adalah (57,6%). PIM yang paling sering diresepkan untuk dihindari untuk orang

dewasa yang lebih tua adalah agen gastrointestinal dan endokrin. Prevalensi PIM

yang digunakan dengan hati-hati adalah 37,5%. PIM yang paling sering

diresepkan untuk digunakan dengan hati-hati adalah diuretik diikuti dengan

antidepresan (Alhawassi et al. 2019).

Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan prevalensi penggunaan PIM

di antara pasien yang lebih tua dengan menggunakan kriteria Beers terbaru "the

2015 American Geriatrics Society Criteria". Prevalensi dinilai dengan

menggunakan dua kategori kriteria Beers 2015; Prevalensi PIM yang harus

dihindari untuk orang dewasa yang lebih tua adalah 57,6%, dan prevalensi PIM

yang harus digunakan dengan hati-hati adalah 37,5%. Prevalensi PIM relatif

tinggi; Namun, angka ini berada dalam kisaran yang sebanding dengan hasil

penelitian sebelumnya di mana prevalensi PIM berkisar antara 21 hingga 58%

(Alhawassi et al. 2019).

Variasi antara studi ini mungkin disebabkan oleh penggunaan pengaturan,

desain studi, atau versi kriteria Beers yang berbeda. Misalnya, sebuah penelitian

menunjukkan perbedaan dalam prevalensi PIM ketika mereka menggunakan dua

versi kriteria bir 2003 dan 2012 pada populasi yang sama (masing-masing 48%

versus 59%) (Baldoni ADO, 2014).

37
Faktor yang paling mungkin terkait dengan penggunaan PIM dalam

penelitian ini adalah polifarmasi. Kami menemukan bahwa 80% dari populasi

penelitian ini menggunakan lebih dari lima obat. Tingkat penggunaan polifarmasi

yang lebih tinggi dalam populasi penelitian kami dapat dikaitkan dengan tingkat

yang lebih tinggi dari beberapa kondisi kronis (yaitu, dua atau lebih kondisi

kronis), di mana mereka mungkin perlu minum banyak obat untuk mengontrol

kondisi kronis mereka atau untuk mencegah komplikasi terkait. dengan kondisi

kronis tertentu. Beberapa penelitian telah melaporkan peningkatan risiko PIM

dengan polifarmasi di mana satu penelitian menunjukkan bahwa penggunaan PIM

dua kali lebih tinggi di antara pasien yang lebih tua dengan polifarmasi, sementara

penelitian lain melaporkan bahwa penggunaan PIM tiga kali lebih mungkin

dengan penggunaan polifarmasi (Zhang X, 2017; Bahat G, 2017; Napolitano F,

2013; Reich O, 2013).

Dalam studi ini, adanya kondisi kronis tertentu pada pasien yang lebih tua

memprediksi peningkatan kemungkinan penggunaan PIM termasuk diabetes,

IHD, HF, CKD, kanker, osteoartritis, osteoporosis, dan kecemasan. Berbagai

penelitian telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara penggunaan PIM

dan penyakit kardiovaskular, diabetes, osteoporosis, dan peningkatan jumlah

penyakit kronis (Vieira de Lima TJ, 2013). Hubungan antara penggunaan PIM

dan prediktor yang berbeda seperti adanya kondisi kronis tertentu dan penggunaan

polifarmasi, meskipun ini bukan temuan baru, namun, ini bisa menjadi indikator

manajemen pengobatan yang tidak tepat untuk kondisi ini pada populasi yang

rentan (Hamano J, 2014; Wawruch M, et al. 2008). Temuan ini juga dapat

membantu untuk memahami faktor-faktor yang terkait dengan penggunaan PIM,

karena memiliki pengetahuan ini memungkinkan untuk menilai perawatan

kesehatan yang diberikan kepada populasi yang lebih tua dan kebutuhan yang

38
cepat untuk layanan di masa depan yang ditujukan untuk pasien yang lebih tua.

Peran penyedia layanan kesehatan harus diperluas untuk mengambil tindakan

pencegahan yang diperlukan saat menangani kondisi pasien yang lebih tua untuk

menghindari resep obat yang tidak tepat, efek samping, dan kesalahan langkah

lain yang terkait dengan pasien yang lebih tua. Selain itu, apoteker dapat

memainkan peran utama dalam meningkatkan kesesuaian penggunaan obat

dengan rekomendasi untuk penghentian pengobatan, tinjauan pengobatan, aplikasi

klinis dari alat untuk menilai PIM seperti kriteria Beers, atau alat lain untuk

mengidentifikasi pasien yang lebih tua dengan risiko yang tidak perlu.

penggunaan PIM (Spinewine A, 2012) (Alhawassi et al. 2019).

Indikator kualitas Swedia untuk evaluasi terapi obat pasien yang lebih tua

berisi sembilan indikator khusus obat yang berbeda, salah satunya adalah obat

yang harus dihindari kecuali ada alasan khusus untuk menggunakannya, dan

lainnya adalah obat yang indikasi yang benar dan terkini. sangat penting.

Indikator spesifik obat lainnya misalnya polifarmasi, dan obat-obatan serta gagal

ginjal. Dalam studi khusus ini, obat indikator yang harus dihindari kecuali ada

alasan khusus untuk menggunakannya disertakan. Indikator ini termasuk

benzodiazepin kerja panjang (nitrazepam, flunitrazepam, dan diazepam), obat-

obatan dengan efek antikolinergik yang signifikan, dan zat berikut: tramadol,

propiomazin, kodein, dan glibenklamid. Obat antiinflamasi non steroid (NSAID)

(M01A kecuali M01AX05) dan obat antipsikotik (N05A kecuali N05AN)

diklasifikasikan sebagai obat yang indikasi yang benar dan terkini sangat penting

menurut indikator kualitas Swedia. Karena risiko reaksi obat yang merugikan di

antara pasien yang lebih tua, obat-obatan ini juga dimasukkan dalam penelitian

khusus ini, dan diklasifikasikan dengan cara yang sama seperti yang lain, yaitu

obat-obatan ini harus dihindari kecuali jika ada alasan khusus untuk

39
menggunakannya. Secara total, 68 zat dimasukkan dalam analisis (Natacha et. al,

2019).

Daftar lengkap EU (7) -PIM terdiri dari 282 zat obat yang diklasifikasikan

sebagai PIM [19]. Pengobatan yang didefinisikan sebagai PIM yang bergantung

pada durasi pengobatan menurut daftar EU (7) -PIM [PPI (pantoprazole,

lansoprazole, omeprazole, esomeprazole, rabeprazole), loperamide, nitrofurantoin,

naproxen, ibuprofen, codeine, dan risperidone] dan rejimen- PIM dependen

menurut daftar yang sama (insulin, sliding scale) dikeluarkan karena kurangnya

informasi dalam rekam medis. Obat-obatan yang tidak disetujui untuk pasar

Swedia juga tidak termasuk. Dalam studi ini, total 137 zat dipilih untuk dianalisis

(Natacha et. al, 2019).

Menurut indikator kualitas Swedia, 17 (18,3%) pasien dalam sampel

penelitian memiliki satu PIM. Tidak ada pasien yang mendapat lebih dari satu

PIM yang diresepkan secara bersamaan. Kelas PIM yang paling sering diwakili di

antara resep yang diidentifikasi menurut indikator kualitas Swedia (n = 17) adalah

NSAID. PIM yang paling sering terlibat adalah diklofenak dan tramadol (Natacha

et. al, 2019).

Menurut daftar EU (7) -PIM, 42 (45,2%) pasien memiliki satu atau lebih

PIM, di antaranya 25 (26,9%) memiliki satu PIM, 13 (14,0%) memiliki dua PIM,

3 (3,2%) memiliki tiga PIM. PIM, dan 1 (1,1%) memiliki empat PIM. Tiga kelas

PIM yang paling sering diwakili di antara resep yang diidentifikasi adalah

hipnotik dan sedatif, agen antitrombotik, dan terapi jantung. PIM yang paling

sering terlibat adalah apixaban dan zopiclone (Natacha et. al, 2019).

Tidak ada hubungan yang signifikan antara memiliki PIM menurut

indikator kualitas Swedia dan penyakit, jenis kelamin, usia, atau jumlah

pengobatan yang ditemukan dalam analisis regresi. Tidak ada hubungan yang

40
signifikan antara usia, jenis kelamin, penyakit, jumlah obat saat masuk, dan

memiliki PIM menurut daftar EU (7) -PIM yang ditemukan (Natacha et. al, 2019).

Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa 18% dari populasi

penelitian memakai satu PIM menurut indikator kualitas Swedia, dan 45%

memakai satu atau lebih menurut daftar EU (7) -PIM. Lebih lanjut, menurut

indikator kualitas Swedia, PIM yang paling umum adalah diklofenak dan

tramadol, sedangkan menurut daftar EU (7) -PIM PIM yang paling umum adalah

apixaban dan zopiclone (Natacha et. al, 2019).

Prevalensi PIM menurut indikator kualitas Swedia (18%) sangat mirip

dengan studi register sebelumnya di Swedia (19%) di mana alat yang sama

diterapkan, meskipun indikatornya tidak persis sama. Saat menerapkan indikator

kualitas Swedia, PIM yang paling sering terjadi dalam penelitian ini adalah obat

diklofenak, tramadol, dan antikolinergik. Penggunaan tramadol pada pasien yang

lebih tua meningkatkan risiko mual, kelelahan, pusing, dan kebingungan dan oleh

karena itu harus diresepkan dengan hati-hati untuk kelompok pasien ini. Lebih

lanjut, penggunaan NSAID dikaitkan dengan risiko perdarahan gastrointestinal,

gagal ginjal akut, dan gangguan gagal jantung. Obat antikolinergik seperti

hydroxyzine meningkatkan risiko konstipasi dan retensi urin serta kebingungan

dan harus digunakan dengan hati-hati. Khususnya, penggunaan tramadol, NSAID,

dan obat antikolinergik menurun antara 2007 dan 2013, mungkin setidaknya

sebagian karena tinjauan pengobatan yang dilakukan di wilayah Västerbotten.

Prevalensi PIM di antara pasien yang lebih tua menurut daftar EU (7) -PIM juga

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan alat identifikasi yang

sama, prevalensi antara 41% dan 67% telah dilaporkan. Menurut daftar EU (7) -

PIM, apixaban adalah PIM yang paling sering diresepkan dalam penelitian ini.

Rekomendasi terbaru yang diterbitkan di Swedia pada 2017 menyatakan bahwa

41
apixaban direkomendasikan sebagai salah satu pilihan pengobatan lini pertama

untuk aritmia. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa apixaban menyebabkan

lebih sedikit stroke hemoragik, lebih sedikit perdarahan parah, dan mortalitas

yang lebih rendah dibandingkan dengan warfarin. Namun demikian, ada

pengalaman terbatas mengenai penggunaan apixaban pada pasien yang lebih tua,

dan obat tersebut menghadirkan peningkatan risiko kejadian perdarahan. Oleh

karena itu penting untuk terus mengevaluasi penggunaan obat dan menyesuaikan

dosis jika perlu [29]. Lebih lanjut, zopiclone dengan dosis> 3,75 mg adalah PIM

kedua yang paling umum menurut daftar EU (7) -PIM. Di Swedia, zopiclone

adalah rekomendasi obat penenang lini pertama untuk pasien yang lebih tua di

Swedia, dengan dosis harian maksimum 7,5 mg di antara populasi ini (meskipun 5

mg sering dianggap cukup). Namun, jatuh dan gangguan fungsi kognitif adalah

kemungkinan reaksi obat yang merugikan terhadap zopiclone, oleh karena itu

harus digunakan dengan hati-hati (Natacha et. al, 2019).

Daftar EU (7) -PIM dianggap sebagai alat yang sensitif, yang mungkin

menjelaskan tingginya prevalensi PIM ketika kriteria yang disarankan diterapkan.

Dalam penelitian ini, 68 zat diklasifikasikan sebagai PIM menurut indikator

kualitas Swedia (termasuk NSAID dan antipsikotik), sementara 137 zat

diklasifikasikan seperti itu menurut daftar EU (7) -PIM. Lebih lanjut, daftar EU

(7) -PIM merekomendasikan dosis maksimum yang lebih rendah dalam beberapa

kasus dibandingkan dengan pedoman Swedia saat ini. Sampai batas tertentu,

prevalensi PIM yang lebih tinggi saat menggunakan daftar EU (7) -PIM

disebabkan oleh fakta bahwa beberapa obat dalam daftar tersebut, seperti

zopiclone dan apixaban, direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama

menurut pedoman Swedia sebagai dibahas di atas. Jika apixaban dan zopiclone

dikeluarkan, prevalensi PIM akan menurun dari 45 menjadi 25% menurut daftar

42
EU (7) -PIM. Sesuai dengan hasil penelitian ini, dua penelitian sebelumnya yang

membandingkan kriteria EU (7) -PIM dan PIM nasional menemukan bahwa

prevalensi PIM menurut EU (7) -PIM lebih tinggi daripada menurut daftar

nasional. Secara keseluruhan, ini menimbulkan pertanyaan tentang relevansi

kriteria eksplisit. Mengidentifikasi PIM penting untuk mengurangi masalah terkait

obat di antara pasien lama, tetapi tentu saja, pada beberapa pasien, resep obat ini

mungkin memiliki motivasi yang baik dan valid secara medis. Dalam praktiknya,

kriteria ini harus selalu digunakan dalam pertimbangan dengan pertimbangan

medis individu (Natacha et. al, 2019).

Tidak ada hubungan yang signifikan dalam analisis sederhana antara jenis

kelamin, usia, jumlah pengobatan yang lebih tinggi, atau penyakit yang berbeda

dan memiliki PIM menurut indikator kualitas Swedia. Hal ini berbeda dengan

temuan dari studi nasional, cross-sectional, berbasis register menggunakan kriteria

dari indikator kualitas Swedia, di mana hubungan yang signifikan antara wanita,

usia, dan jumlah obat yang lebih tinggi dan memiliki PIM ditemukan. Lebih

lanjut, tidak ada hubungan signifikan dengan faktor-faktor yang disebutkan di atas

dan PIM dalam analisis sederhana yang ditemukan menurut daftar EU (7) -PIM.

Mungkin hubungan dengan penggunaan PIM diharapkan untuk aritmia karena

tingginya prevalensi apixaban. Dalam penelitian sebelumnya, faktor terkait yang

diamati bervariasi dari satu studi ke studi lain, dan ini mungkin hasil dari lokasi

studi dan sampel studi yang berbeda meskipun alat identifikasi yang sama

digunakan. Namun, alasan kurangnya asosiasi yang signifikan dalam penelitian

ini mungkin karena sampel penelitian yang kecil (Natacha et. al, 2019).

Kekuatan penelitian ini adalah fakta bahwa catatan pengobatan yang

digunakan adalah sumber yang dapat diandalkan, dan sejauh yang kami ketahui

penelitian ini juga merupakan penelitian pertama yang membandingkan prevalensi

43
PIM menggunakan daftar EU (7) -PIM dan daftar PIM. Indikator kualitas Swedia

(Natacha et. al, 2019).

Prevalensi PIM menurut indikator kualitas Swedia relatif rendah

dibandingkan dengan daftar EU (7) - PIM. Tidak ada faktor terkait yang

signifikan secara statistik dengan PIM yang ditemukan dengan salah satu daftar,

mungkin karena sampel penelitian yang kecil. Meskipun alat evaluasi yang

berbeda mungkin memberikan hasil yang tidak meyakinkan, masih penting untuk

terus mengevaluasi penggunaan dan kebutuhan PIM pada pasien yang lebih tua

untuk mengurangi risiko kejadian obat yang merugikan (Natacha et. al, 2019).

Sebanyak 350 peserta, menggunakan total 1.893 obat di rumah, terdaftar

dalam penelitian ini. Usia rata-rata adalah 72,85 ± 7,65 tahun; 60,9% adalah

perempuan. Mayoritas sudah menikah (71,1%), dengan 54,3% berpendidikan

dasar. Selain itu, 85,3% dari peserta ini minum obat tanpa bantuan, dan 18,7%

menggunakan perencana pil (Sakr, S. 2018).

Jumlah rata-rata penyakit penyerta / peserta adalah 2.58, dengan

persentase rinci dari setiap penyakit penyerta dirangkum dalam Tabel 2. Jumlah

rata-rata obat / peserta adalah 4.83 ± 2.77. Di antara 1893 obat yang dianalisis,

117 (6,2% dari semua obat) PIM terdeteksi menurut kriteria STOPP dan 387

(20,4%) menurut kriteria Beers. Selain itu, 103 pasien (29,4%) memiliki

setidaknya satu PIM menurut kriteria STOPP, sedangkan 210 pasien (60,0%)

memiliki setidaknya satu PIM menurut kriteria Beers (Sakr, S. 2018).

Studi ini adalah yang pertama untuk membandingkan penggunaan obat

yang tidak tepat di antara orang dewasa yang lebih tua, menurut daftar Beers dan

STOPP yang mempertimbangkan kepuasan pasien dengan perawatannya, sambil

memeriksa hubungan antara PIM menurut daftar dan kepuasan pengobatan (Sakr,

S. 2018).

44
Temuan ini menunjukkan bahwa wanita lebih banyak PIM daripada pria

menurut Beers tetapi tidak dengan kriteria STOP START, yang konsisten dengan

penelitian lain (Johnell, 2017). Jumlah obat yang lebih tinggi per peserta dikaitkan

dengan jumlah PIM yang lebih tinggi menurut kedua daftar dalam penelitian

kami, yang diharapkan (Sakr, S. 2018).

Polifarmasi telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian untuk dikaitkan

dengan PIM (Baldoni Ade et al., 2014; Lao et al., 2013; Oliveira, Amorim, de

Jesus, Rodrigues, & Passos, 2012). Hasilnya juga menunjukkan persentase PIM

yang terdeteksi menurut Beers lebih tinggi daripada kriteria STOPP (20,4% PIM

menurut Beers vs. 6,2% menurut STOPP). Sebuah penelitian di Italia (Di Giorgio,

Provenzani, & Polidori, 2016) menunjukkan hasil yang serupa dengan 49% PIM

menurut Beers vs 27% menurut STOPP. Mendeteksi lebih banyak PIM dengan

daftar Beers dapat dijelaskan dengan fakta bahwa daftar Beers kurang spesifik

dibandingkan STOPP yang mempertimbangkan kondisi klinis pasien (Oleh Ahli

Pembaruan Kriteria Bir Masyarakat Geriatrik Amerika, 2015; Sheikh-Taha &

Dimassi, 2017). Hal ini dapat menyebabkan perkiraan jumlah PIM yang

berlebihan saat menggunakan daftar Beers atau perkiraan yang terlalu rendah saat

kriteria STOP START digunakan. Saat mempertimbangkan resep Benzodiazepin

misalnya, menggunakan molekul kerja panjang selama lebih dari 1 bulan

dianggap tidak sesuai menurut STOPP (6 pasien dalam penelitian kami)

sementara penggunaan benzodiazepin untuk durasi berapa pun tidak sesuai

menurut Beers (19 pasien dalam penelitian kami).

Temuan kami mengidentifikasi tiga pendekatan utama untuk mencegah

peresepan yang tidak tepat dan mengurangi hasil kesehatan negatif di kalangan

lansia Lebanon: saling melengkapi dari kedua alat tersebut jelas dan dapat

dibangun untuk meningkatkan deteksi penggunaan PIM, mendorong pemberi

45
resep dan pendidikan pasien mengenai risiko yang terkait dengan Penggunaan

PIM, dan akhirnya, tampaknya sangat diperlukan untuk memperhitungkan

persepsi dan kepuasan pasien tentang perawatannya (Sakr, S. 2018).

Kriteria Beers dikembangkan untuk pasar farmasi AS-Amerika dan

merupakan alat penilaian eksplisit yang paling banyak digunakan. Karena

pedoman terapi nasional dan pasar farmasi bervariasi, banyak negara telah

mengembangkan daftar PIM mereka sendiri. Jerman, misalnya, merancang daftar

PRISCUS, dan pada 2015, daftar EU (7) -PIM dikembangkan untuk digunakan di

seluruh negara Eropa (Muhlack, 2018).

Tujuan dari penelitian ini adalah (i) untuk membandingkan prevalensi

penggunaan PIM menurut tiga daftar PIM yang berbeda dalam kohort populasi

umum Jerman yang lebih tua pada tiga titik waktu yang berbeda antara 2008 dan

2016 dan (ii) untuk mengidentifikasi faktor risiko dan perlindungan. parameter

penggunaan PIM dalam desain studi crosssectional dan longitudinal dengan fokus

khusus pada sindrom geriatrik (Muhlack, 2018).

Untuk mendeteksi PIM, kriteria Beers 2015, daftar EU (7) -PIM, dan

daftar PRISCUS digunaka. Daftar PRISCUS berisi 83 obat yang harus dihindari

pada orang dewasa yang lebih tua dan daftar EU (7) -PIM mendefinisikan 282

obat dan kelas obat sebagai PIM. Kriteria Beers 2015 terdiri dari enam tabel yang

mencantumkan obat dan interaksi obat yang umumnya harus dihindari pada orang

dewasa yang lebih tua atau yang harus dihindari dengan adanya penyakit tertentu,

serta obat yang harus digunakan dengan hati-hati. Kami mengecualikan yang

terakhir dari definisi PIM karena Buse dengan hati-hati tidak menyiratkan

penghindaran eksplisit. Beberapa kriteria PIM lainnya tidak dapat diterapkan

karena kurangnya informasi dalam studi ESTHER (mis., Durasi penggunaan

narkoba) dan dikeluarkan atau dimodifikasi (Muhlack, 2018).

46
Prevalensi menerima setidaknya satu PIM bervariasi di antara tiga kriteria

PIM. Misalnya, prevalensi dasar adalah 37,4% untuk daftar EU (7) -PIM, 26,4%

untuk kriteria Beers, dan 13,7% untuk daftar PRISCUS (Muhlack, 2018).

Prevalensi penggunaan PIM juga lebih tinggi pada peserta dengan sindrom

geriatri, terlepas dari daftar PIM yang diterapkan. Prevalensi Beers PIM berkisar

antara 36,8 sampai 50,0% pada pasien dengan sindrom geriatri dibandingkan

dengan 22,0% pada peserta yang bebas dari salah satu dari empat sindrom geriatri.

Untuk EU (7) PIM, prevalensinya bervariasi antara 51,4 dan 64,5% dibandingkan

dengan 32,3% pada peserta sehat. Terakhir, untuk PRISCUS PIM, prevalensinya

berkisar antara 20,1 hingga 33,9% pada pasien dengan sindrom geriatri

dibandingkan dengan 10,8% pada peserta yang bebas gangguan geriatri. Secara

konsisten untuk semua kriteria PIM, peserta dengan gangguan kognitif

menunjukkan prevalensi PIM tertinggi. Prevalensinya lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pria. Stratifikasi menurut kelompok umur tidak menunjukkan

kecenderungan yang jelas (Muhlack, 2018).

Prevalensi dari tiga daftar PIM bervariasi karena kriterianya berisi kelas

obat yang berbeda dan / atau menentukan kondisi yang berbeda di mana obat

dianggap sebagai PIM (misalnya, gangguan ginjal, dosis atau interaksi dengan

kelas obat lain). Frekuensi relatif penggunaan kelas obat farmakologis yang

disebutkan dalam kriteria Beers 2015, daftar EU (7) - PIM, dan daftar PRISCUS.

Obat antiinflamasi non steroid (NSAID), antidepresan, antihipertensi, dan

benzodiazepin termasuk di antara kelas obat yang paling sering digunakan untuk

ketiga daftar PIM. Namun, peringkatnya berbeda. Misalnya, meskipun NSAID

sejauh ini memiliki frekuensi relatif tertinggi di antara kelas obat dalam kriteria

Beers, NSAID hanya menempati peringkat kelima dalam daftar PRISCUS. Selain

itu, beberapa golongan obat teratas dari daftar Beers dan EU (7) -PIM tidak

47
muncul sama sekali dalam daftar PRISCUS, yaitu hormon seks dan obat penurun

glukosa darah (hanya sulfonylureas) (Muhlack, 2018).

Faktor risiko dan parameter pelindung untuk penggunaan PIM

Sindrom metabolik terdiri dari empat kondisi: obesitas sentral, hipertensi,

diabetes mellitus, dan dislipidemia, yang sering terjadi pada orang dewasa yang

lebih tua. Biomarker yang berperan dalam penilaian sindroma metabolik antara

lain IMT/ lingkar pinggang, tekanan darah sistolik, HbA1c, lipoprotein, dan

trigliserida. Lebih lanjut, disarankan untuk memasukkan CRP sebagai faktor

risiko dalam definisi sindroma metabolik (Muhlack, 2018).

Sebagai proksi untuk obesitas, peningkatan BMI merupakan faktor risiko

yang signifikan secara statistik untuk semua kriteria PIM dalam analisis cross-

sectional, tetapi tidak dalam analisis longitudinal. Hipertensi secara signifikan

dikaitkan dengan penggunaan semua kriteria PIM saat ini. Sementara variabel

hipertensi tidak mengikuti model longitudinal, tekanan darah sistolik (sebagai

pengganti hipertensi) secara signifikan dikaitkan dengan penggunaan Beers PIM

di masa mendatang. Kolesterol total biomarker lipid dan trigliserida juga tetap

dalam model longitudinal sebagai penentu yang signifikan secara statistik untuk

penggunaan PIM di masa depan yang ditentukan oleh EU (7) dan daftar

PRISCUS. Diabetes sangat terkait dengan penggunaan EU (7) PIM dalam model

cross-sectional. Selain itu, dalam analisis longitudinal, kemungkinan penggunaan

EU (7) PIM di masa mendatang meningkat dengan meningkatnya nilai biomarker

diabetes HbA1c. Akhirnya, penanda inflamasi CRP hanya dikaitkan dengan

penggunaan PRISCUS PIM dalam model longitudinal (Muhlack, 2018).

Prevalensi PIM berbeda ketika menerapkan tiga kriteria PIM yang

disebutkan, berkisar antara 13,7 hingga 37,4% pada awal. Namun demikian, ada

penurunan prevalensi PIM secara keseluruhan dari waktu ke waktu, terlepas dari

48
kriteria. Penggunaan PIM lebih umum pada orang dengan sindrom geriatrik,

terutama mereka yang memiliki gangguan atau kelemahan kognitif (Muhlack,

2018).

Prevalensi penggunaan PRISCUS PIM dalam penelitian ini (13,7%)

hampir identik dengan temuan penelitian yang baru-baru ini diterbitkan dalam

sampel yang mewakili populasi Jerman berusia 65-79 tahun (13,0%). Prevalensi

penggunaan Beers PIM lebih tinggi dalam penelitian kami (26,4%) dibandingkan

dengan penelitian lain yang dilakukan di Jerman, yang melaporkan prevalensi

antara 17 dan 22% . Namun, studi ini menggunakan versi kriteria Beers yang

lebih lama, dan setidaknya satu dari studi tersebut mengecualikan kriteria

tergantung pada kondisi atau dosis medis yang mendasari. Sebuah studi

menggunakan kriteria Beers 2015 lengkap untuk mendeteksi PIM pada penerima

Medicare yang tidak dilembagakan di Amerika Serikat melaporkan prevalensi

29%, yang lebih cocok dengan prevalensi dalam penelitian kami. Sejauh

pengetahuan kami, tidak ada penelitian sebelumnya yang meneliti prevalensi

penggunaan PIM yang didefinisikan oleh daftar EU (7) -PIM di Jerman sejauh ini.

(Muhlack, 2018).

Prevalensi penggunaan PIM ditentukan dengan kriteria Beers 2015, daftar

EU (7) -PIM dan daftar PRISCUS, sebagian besar berbeda dalam penelitian kami.

Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa daftar tersebut mencakup berbagai obat dan

kelas obat dan mencakup berbagai kondisi di mana obat tersebut dianggap

berpotensi tidak sesuai. Misalnya, jika daftar EU (7) -PIM terdiri dari total 282

obat, daftar PRISCUS hanya berisi 83 obat. Kriteria Beers 2015 juga menentukan

sejumlah besar PIM, tetapi alat penilaian sering kali menentukan kondisi

(misalnya, gangguan ginjal) yang harus dipenuhi. Tidak mengherankan, daftar EU

(7) -PIM mendeteksi PIM paling banyak, daftar PRISCUS paling sedikit. Namun,

49
alat yang mendeteksi sejumlah besar PIM di antara pengobatan pasien tidak

diinginkan, karena setiap penggantian obat memerlukan upaya dari dokter dan

dapat menyebabkan efek penarikan pada pasien. Dalam kasus optimal, kriteria

PIM mendefinisikan obat sesedikit mungkin sebagai PIM tanpa kehilangan nilai

prediksi untuk kejadian obat yang merugikan. Novaes dkk. baru-baru ini

membandingkan empat alat penilaian PIM eksplisit, termasuk kriteria Beers 2015

dan daftar EU (7) -PIM, dalam kohort lansia yang tinggal di komunitas Brasil

dalam hal spesifisitas dan sensitivitas untuk kehadiran jatuh, rawat inap, dan

gangguan kognitif [ 31]. Mereka menemukan bahwa daftar EU (7) -PIM memiliki

sensitivitas yang lebih tinggi (75,3 hingga 60,0%) tetapi spesifisitas yang lebih

rendah (41,1 hingga 46,9%) untuk semua hasil dibandingkan dengan kriteria

Beers 2015 (53,0 hingga 56,9% dan 51,6 hingga 53,8%) ). Untuk daftar

PRISCUS, Wallerstedt et al. melaporkan spesifisitas yang sangat tinggi (97%)

tetapi sensitivitas rendah (29%) untuk mendeteksi pengobatan obat suboptimal

dalam sampel pasien rawat inap patah tulang pinggul Swedia berusia ≥ 65 tahun

[33]. Oleh karena itu, pilihan kriteria PIM bergantung pada tujuan dokter. Jika dia

ingin mendeteksi semua obat yang berpotensi tidak sesuai di antara pengobatan

pasien dan menerima bahwa banyak dari PIM yang diidentifikasi sebenarnya tidak

akan menyebabkan bahaya, dia harus memilih alat penilaian dengan sensitivitas

tinggi tetapi spesifisitas rendah, seperti UE. (7) Daftar -PIM. Namun, jika dokter

lebih memilih untuk mendeteksi PIM sesedikit mungkin, yang kemungkinan besar

berbahaya, dan menerima bahwa beberapa obat yang tidak tepat mungkin diawasi,

ia harus menggunakan alat dengan sensitivitas rendah tetapi spesifisitas tinggi,

seperti daftar PRISCUS . Kriteria Beers dapat dianggap sebagai kompromi antara

dua pendekatan ini dengan sensitivitas dan spesifisitas yang serupa (Muhlack,

2018).

50
Penemuan kami tentang penurunan prevalensi PIM selama 6 tahun waktu

FUP konsisten dengan kebanyakan studi longitudinal lainnya [11, 34-37] tetapi

tidak semua. Penjelasan yang mungkin untuk penurunan tersebut adalah bahwa

kesadaran dokter tentang PIM mungkin telah meningkat selama penelitian.

Argumen yang mendukung hipotesis ini adalah bahwa daftar PIM eksplisit

pertama yang dikembangkan secara khusus untuk Jerman (daftar PRISCUS)

dipublikasikan menjelang akhir penilaian dasar dan mungkin telah meningkatkan

kesadaran dokter untuk PIM di tahun-tahun berikutnya. Penjelasan lain bisa jadi

tingkat putus sekolah pengguna PIM yang lebih tinggi selama FUP karena putus

sekolah dan penggunaan PIM keduanya terkait dengan status kesehatan peserta

penelitian (Muhlack, 2018).

Keempat kondisi sindrom metabolik (obesitas, hipertensi, diabetes

mellitus, dan dislipidemia) diidentifikasi sebagai faktor risiko penggunaan PIM

saat ini atau di masa mendatang dari setidaknya satu daftar PIM, meskipun

asosiasi lebih lemah dalam analisis longitudinal. Ini tidak mengherankan karena

obat antihipertensi tertentu dan obat penurun glukosa merupakan bagian dari

daftar PIM (Muhlack, 2018).

Dalam penelitian ini, prevalensi PIM yang tidak disesuaikan sekitar dua

kali lebih tinggi pada pasien dengan setidaknya satu sindrom geriatri

dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita sindrom geriatri. Asosiasi

sindrom geriatri dan penggunaan PIM juga dikonfirmasi dalam analisis cross-

sectional multivariabel. Ada dua kemungkinan penjelasan untuk temuan semacam

itu. Entah gejala geriatri mengarah ke resep PIM atau sebaliknya, gejala geriatri

adalah akibat mengonsumsi PIM. Oleh karena itu, penting untuk menjawab

pertanyaan penelitian ini dalam desain studi longitudinal. Analisis menunjukkan

bahwa kelemahan, komorbiditas, dan gangguan fungsional tetapi bukan gangguan

51
kognitif juga secara longitudinal terkait dengan penggunaan Beers PIM.

Hubungan dengan definisi PIM lainnya tidak signifikan. Ini adalah argumen untuk

arah sebab akibat dari kelemahan, komorbiditas, dan gangguan fungsional

terhadap resep Beers PIM di masa mendatang. Diperlukan penelitian lain untuk

memungkinkan kesimpulan mengenai arah kausal yang berlawanan, yaitu apakah

gejala geriatri merupakan akibat penggunaan PIM. Berikut ini, kami membahas

hasil dari empat sindrom geriatri secara rinci (Muhlack, 2018).

Gangguan kognitif secara signifikan dikaitkan dengan penggunaan PIM

saat ini, dan OR sama tinggi untuk semua kriteria. Ini sejalan dengan tinjauan

sistematis baru-baru ini, yang melaporkan prevalensi penggunaan PIM yang lebih

tinggi secara keseluruhan pada pasien rawat inap dengan gangguan kognitif

dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami penurunan kognitif. Sebagian

besar PIM harus dihindari karena dapat mempengaruhi kinerja kognitif pada

orang dewasa yang lebih tua, misalnya, benzodiazepin atau obat antikolinergik,

seperti antihistamin, antidepresan, dan antipsikotik. Dalam studi kohort

prospektif, Koyama et al. meneliti apakah penggunaan awal dari 2003 Beers PIM

untuk dihindari pada pasien dengan gangguan kognitif memiliki pengaruh pada

penurunan kognitif pada wanita yang lebih tua. Penulis melaporkan perbedaan

yang signifikan antara pengguna PIM dan bukan pengguna dalam berbagai tes

kognitif. Secara konsisten, penulis studi kohort retrospektif dari data klaim

menemukan hubungan yang signifikan antara resep Beers PIM 2003 baru dan

gangguan kognitif setelah 30 hari. Singkatnya, ada bukti dari studi observasional

untuk hipotesis bahwa konsumsi PIM antikolinergik dapat mempengaruhi kinerja

kognitif, yang dapat menjelaskan asosiasi cross-sectional yang kuat dalam

penelitian kami. Selain itu, analisis longitudinal kami menunjukkan bahwa orang

52
dengan gangguan kognitif dan belum menerima PIM tidak berisiko tinggi untuk

mendapatkan resep PIM di masa mendatang (Muhlack, 2018).

Frailty dan pre-frailty secara kuat dan secara statistik terkait secara

signifikan dengan penggunaan EU (7) dan PRISCUS PIM saat ini, serta

penggunaan Beers PIM di masa mendatang. Namun, asosiasi dengan definisi PIM

lainnya dalam analisis cross-sectional dan longitudinal tidak dapat

dikesampingkan karena perkiraan risiko biasanya sedikit meningkat tanpa

mencapai signifikansi statistik. Gambaran keseluruhan ini dapat dijelaskan

sebagai berikut: Ketiga daftar PIM dapat mempengaruhi komponen fenotipe yang

lemah seperti kelemahan, kecepatan berjalan lambat, atau aktivitas fisik yang

rendah karena obat penenang dan / atau relaksasi otot (misalnya, benzodiazepin,

zat Z, relaksan otot). Namun, bobot relatif dari golongan obat ini dalam definisi

PIM secara keseluruhan adalah yang tertinggi dalam daftar PRISCUS dan

terendah dalam kriteria Beers. Karena respons biologis terhadap obat penenang

dan relaksasi otot segera terjadi, asosiasi cross-sectional yang lebih kuat dari

penggunaan EU (7) dan PRISCUS PIM dapat dijelaskan dengan induksi

kelemahan oleh kelas obat ini. Namun, sejauh pengetahuan kami, belum ada

penelitian yang menyelidiki pengaruh penggunaan PIM terhadap kerapuhan

secara prospektif (Muhlack, 2018).

Menurut pendapat kami, tidak diragukan lagi bahwa jumlah komorbiditas

dikaitkan dengan risiko penggunaan PIM saat ini dan di masa mendatang, karena

kemungkinan PIM meningkat dengan jumlah obat yang diresepkan, yang pada

gilirannya meningkat seiring dengan jumlah penyakit. Namun, jika model juga

disesuaikan untuk beberapa penyakit dengan indikasi PIM (seperti yang dilakukan

dalam penelitian kami dengan depresi, hipertensi, diabetes, PJK, gagal jantung,

dll.) Atau jumlah obat. Akhirnya, gangguan fungsional juga dikaitkan dengan

53
penggunaan PIM jika hanya signifikan secara statistik dengan EU (7) PIM pada

cross-sectional dan Beers PIM dalam analisis longitudinal. Beberapa penelitian

lain sejalan dengan temuan ini. Sebuah studi cross-sectional di antara orang tua

dengan demensia melaporkan bahwa ketergantungan yang lebih tinggi pada ADL

dikaitkan dengan resep dari dua atau lebih EU (7) PIM. Tiga studi prospektif

mengamati hubungan yang kuat antara Beers PIM dan penurunan fungsional

meskipun hanya satu yang melaporkan temuan signifikan secara statistik

(Muhlack, 2018).

Bergantung pada kriteria yang digunakan, prevalensi penggunaan PIM

berbeda. Namun, terlepas dari kriteria PIM, prevalensinya sedikit menurun selama

waktu FUP 6 tahun. Meskipun tidak signifikan secara statistik untuk semua

kriteria PIM, gambaran umum muncul bahwa peserta dengan sindrom geriatri

kelemahan, komorbiditas, fungsional, dan/ atau gangguan kognitif telah

meningkatkan peluang untuk menggunakan PIM dan mendapatkan resep PIM di

masa depan (pengecualian: gangguan kognitif). Dokter harus sangat waspada

ketika meresepkan obat untuk pasien dengan sindrom geriatri karena orang yang

rentan ini mungkin lebih mungkin mengalami efek samping dari PIM. Perhatian

juga diperlukan saat meresepkan obat baru untuk pasien dengan kondisi klinis

yang selanjutnya diidentifikasi sebagai faktor risiko penggunaan PIM di masa

mendatang, yaitu depresi, gagal jantung, PJK, sindrom metabolik, dan riwayat

ulkus. Selain itu, studi intervensi diperlukan untuk menunjukkan bahwa

menghindari Beers, EU (7), dan PRISCUS PIM mengarah pada hasil kesehatan

yang lebih baik daripada perawatan reguler pada kelompok risiko yang

teridentifikasi untuk resep PIM (Muhlack, 2018).

Penduduk Jepang menua dengan cepat. Mirip dengan negara lain, resep

yang tidak tepat merupakan perhatian nasional yang penting di Jepang. Sebuah

54
studi cross-sectional menyelidiki prevalensi PIM berdasarkan kriteria STOPP

ver.1 pada pasien lanjut usia yang menerima kunjungan rumah dari perawat atau

apoteker di Jepang, 18 dan survei berskala besar berskala nasional meneliti

prevalensi PIM berdasarkan Kriteria Beers 2003 Jepang.19 Namun, belum ada

penelitian tentang prevalensi resep yang tidak sesuai berdasarkan kriteria STOPP /

START ver.2, dan metodologi untuk mengoreksi resep yang tidak tepat belum

diterapkan dengan baik di Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi prevalensi resep yang tidak tepat, terutama PIM, serta efektivitas

penilaian dan intervensi apoteker rumah sakit berdasarkan kriteria STOPP ver.2 di

rumah sakit universitas Jepang (T. Kimura et al., 2016).

Secara total, 822 pasien baru rawat inap berusia ≥65 tahun yang

diresepkan ≥1 obat harian disertakan. Usia median (rentang interkuartil) mereka

adalah 75,0 (71,0–80,0) tahun, dan 54,9% adalah laki-laki. Menurut kriteria, 346

pasien (42,1%) diresepkan ≥1 PIM. Pasien yang diresepkan PIM mengambil obat

secara signifikan lebih banyak daripada yang lain. Jumlah total PIM adalah 651%,

47,6% di antaranya direkomendasikan oleh dokter untuk diubah, dan 292 dari 651

PIM (44,9%) akhirnya dihentikan / diubah setelah penilaian dan intervensi

apoteker. PIM yang terkait dengan benzodiazepin, termasuk obat Z, paling sering

terjadi, dengan klasifikasi terperinci sebagai berikut (berubah / total): (i)

benzodiazepin selama 4 minggu atau lebih, (ii) obat yang dapat diprediksi

meningkatkan risiko dari jatuh pada orang tua (benzodiazepin) dan (iii) obat-

obatan yang dapat diprediksi meningkatkan risiko jatuh pada orang tua (obat-Z

hipnotik) (T. Kimura et al., 2016).

Jumlah total PIM yang dikategorikan menurut kelas farmakologis adalah

609 (PIM yang memenuhi kriteria 'Setiap resep kelas obat duplikat' dalam kriteria

STOPP ver.2 dikeluarkan). PIM yang paling sering adalah item yang terkait

55
dengan benzodiazepin, termasuk obat Z (502%), diikuti oleh obat antiinflamasi

non steroid (NSAID) (18,2%), sulfonilurea (7,2%), penghambat pompa proton.

(6,1%), agen antimuskarinik / antikolinergik (3,4%), agen antiplatelet (2,0%),

verapamil (2,0%), beta-blocker (1,8%), penghambat reseptor angiotensin II

( 1,1%), warfarin (1,0%), obat vitamin B kompleks dan obat multivitamin (0,7%),

antihistamin generasi pertama (0,7%) dan lain-lain (5,6%) (T. Kimura et al.,

2016).

Jumlah total PIM, sebagaimana didefinisikan menurut kriteria STOPP

ver.2, adalah 651. Dari 651 PIM, 310 (47 6%) direkomendasikan dokter untuk

mengganti resep dan 292 (44 9%) dihentikan / berubah setelah penilaian dan

intervensi apoteker. Tingkat penerimaan rekomendasi apoteker adalah 94,2%.

PIM yang terkait dengan benzodiazepin paling sering, dengan klasifikasi rinci

sebagai berikut (jumlah dihentikan atau diubah / jumlah total): 'benzodiazepin

selama ≥4 minggu, obat-obatan yang dapat diprediksi meningkatkan risiko jatuh

pada orang tua; benzodiazepin dan' obat yang diduga meningkatkan risiko jatuh

pada orang tua; hipnotik Z-obat. PIM yang terkait dengan NSAID adalah yang

kedua paling sering, dengan klasifikasi terperinci sebagai berikut: NSAID dengan

hipertensi/ gagal jantung yang sudah pasti, NSAID jika perkiraan laju filtrasi

glomerulus (eGFR) di bawah 50 mL / menit / 1 , 73 m2 dan' NSAID selektif

COX-2 dengan penyakit kardiovaskular bersamaan.. PIM yang memenuhi kriteria

'Setiap obat yang diresepkan tanpa indikasi klinis berbasis bukti' termasuk obat

kompleks vitamin B / obat multivitamin yang diresepkan untuk pasien tanpa

kekurangan vitamin B dan vitamin / antibiotik yang diresepkan untuk infeksi

saluran pernapasan atas / gejala pilek (T. Kimura et al., 2016).

Ini adalah laporan pertama dari prevalensi PIM berdasarkan kriteria

STOPP ver.2 pada pasien lansia di Jepang. Secara total, 42,1% pasien penelitian

56
diberi resep ≥1 PIM, dan persentase pasien yang diresepkan PIM adalah> 30% di

setiap departemen rumah sakit. Sebuah studi observasi retrospektif yang

dilakukan di University Hospital di Istanbul berdasarkan kriteria STOPP ver.2

melaporkan prevalensi PIM sebesar 39,1%; 17 dengan demikian, hasil kami

konsisten dengan penelitian ini. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di

University Hospital Center di Albania menemukan prevalensi PIM berdasarkan

kriteria STOPP ver.2 dari 63,0%, 15 lebih tinggi dari hasil kami. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa faktor yang terkait dengan PIM adalah jumlah

obat yang diminum pasien, usia dan jenis kelamin pasien, dan pengaturan dan

desain penelitian. Subjek penelitian dari Albania adalah pasien di departemen

kardiologi dan penyakit dalam, serta aspirin dan antagonis aldosteron sering

dideteksi sebagai PIM.15 Subjek penelitian kami adalah pasien di berbagai

departemen di rumah sakit universitas Jepang, yang mungkin menjelaskan

perbedaan antara hasil kami dan penelitian Albania (T. Kimura et al., 2016).

Pasien yang diresepkan PIM menggunakan lebih banyak obat secara

signifikan daripada yang tidak diresepkan PIM, dan> 60% pasien yang

menggunakan ≥10 obat diberi resep ≥1 PIM dalam penelitian kami. Studi

sebelumnya melaporkan bahwa polifarmasi adalah prediktor PIM; oleh karena itu,

rekonsiliasi pengobatan harus dilakukan dengan hati-hati untuk pasien lanjut usia

yang menggunakan banyak obat (T. Kimura et al., 2016).

Dalam penelitian ini, PIM yang paling sering adalah yang berhubungan

dengan benzodiazepin. Penelitian di Albania juga melaporkan bahwa

benzodiazepin merupakan PIM yang sering dideteksi dengan kriteria STOPP

ver.2.15 Dalam kriteria STOPP ver.2 yang diperbarui, benzodiazepin diresepkan

selama> 4 minggu atau diresepkan untuk pasien yang berisiko tinggi jatuh

dikategorikan sebagai PIM. Badan Pengendalian Narkotika Internasional

57
melaporkan tingginya konsumsi benzodiazepin sedatif-hipnotik di Jepang.23

Revisi kriteria dan seringnya penggunaan benzodiazepin di Jepang dianggap

mempengaruhi banyak benzodiazepin yang terdeteksi sebagai PIM. Penggunaan

benzodiazepin telah dilaporkan terkait dengan peningkatan risiko jatuh dan

gangguan kognitif pada orang tua.24,25 Hasil penelitian ini dan penelitian

Albania15 menyarankan kompetensi tinggi kriteria STOPP ver.2 untuk deteksi

benzodiazepin sebagai PIM ; Oleh karena itu, kriteria ini dianggap berguna di

Jepang, di mana konsumsi benzodiazepin tinggi. PIM lain yang sering dideteksi

dengan kriteria STOPP ver.2 adalah NSAID, sulfonilurea, inhibitor pompa proton,

dan agen antimuskarinik / antikolinergik. Hasil kami menunjukkan bahwa obat-

obatan ini sering diresepkan untuk manula di Jepang. Penelitian sebelumnya

menemukan bahwa PIM yang sering berdasarkan kriteria STOPP ver.2 adalah

aspirin, antagonis aldosteron, benzodiazepin dan metildopa di Albania15 dan

aspirin, antipsikotik, antikolinergik dan loop diuretik di Turki.17 Dokter harus

memperhitungkan risiko reaksi obat yang merugikan ketika mereka meresepkan

obat ini untuk waktu yang lama pada orang tua (T. Kimura et al., 2016).

Temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa 44,9% PIM dihentikan /

diubah setelah penilaian dan intervensi apoteker berdasarkan kriteria STOPP

ver.2. Penilaian apoteker dilakukan dalam rata-rata 6,2 menit. Meskipun waktu ini

lebih lama dibandingkan dengan studi sebelumnya cukup singkat sehingga

penilaian ini bisa dilaksanakan secara rutin. Selain itu, apoteker

merekomendasikan dokter untuk perubahan PIM berdasarkan evaluasi manfaat

dan risiko penghentian / perubahan resep dengan mempertimbangkan niat pasien;

Oleh karena itu, rasio penerimaan rekomendasi apoteker lebih dari 90% dalam

penelitian ini. Berbeda dengan subjek penelitian sebelumnya subjek penelitian ini

memiliki berbagai kondisi medis, dan apoteker dapat memiliki peran penting

58
dalam melakukan intervensi di berbagai penyakit penyerta. Namun, proporsi PIM

yang dihentikan / diubah lebih rendah dibandingkan dengan uji coba terkontrol

secara acak sebelumnya. Ini mungkin karena apoteker kami menganggap bahwa

menghindari risiko gejala penarikan atau eksaserbasi penyakit akibat

penghentian / penggantian obat lebih penting daripada menurunkan prevalensi

PIM. Penelitian kami dilakukan di rumah sakit universitas, di mana> 75% subjek

didiagnosis dan dirawat di bagian bedah. Sebagian besar obat untuk pasien ini

telah diresepkan di rumah sakit komunitas. Jika pasien ini memakai obat yang

perubahannya akan meningkatkan risiko kejengkelan penyakit, seperti

benzodiazepin atau sulfonilurea, akan sulit untuk mengganti obat ini selama masa

rawat inap yang singkat. Dalam kasus seperti itu, kolaborasi sistem perawatan

kesehatan komunitas dalam mengoreksi PIM akan diperlukan di masa mendatang

(T. Kimura et al., 2016).

Kesimpulannya, penelitian ini melaporkan prevalensi PIM yang

diresepkan untuk pasien lansia di rumah sakit Jepang dan menyarankan kegunaan

penilaian apoteker terhadap PIM dan intervensi oleh apoteker untuk menghentikan

/ mengubah PIM berdasarkan kriteria STOPP ver.2. Keterlibatan apoteker

penting, karena mereka menangani pasien dengan berbagai kondisi medis yang

diresepkan PIM (T. Kimura et al., 2016).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko PP adalah usia lebih

tua, jumlah konsultasi yang tinggi dan IMT ≥ 25 kg / m2. Tingkat kejadian PP

dalam penelitian ini adalah 6,7%, jauh lebih rendah dari sekitar 50% yang

dilaporkan sebelumnya12. Tingkat rendah mungkin dikaitkan dengan pasien kami

yang lebih muda (47,0 ± 8,1 tahun) dan adanya komorbiditas yang lebih sedikit

karena pengecualian pasien dengan riwayat resep obat hipoglikemik. Ada atau

tidaknya diabetes, prevalensi hipertensi dan dislipidemia meningkat seiring

59
bertambahnya usia. Selanjutnya, kami menyelidiki faktor yang terkait dengan

kepatuhan pengobatan yang buruk dan menemukan bahwa OR adalah yang

terendah pada kohort dengan 4-5 obat internal dan OR dengan obat ≥6 hanya

sedikit meningkat. Beberapa penelitian melaporkan bahwa DMT2 dengan jumlah

obat yang tinggi18 dan komplikasi memiliki hubungan positif dengan kepatuhan.

Laporan ini sebagian dapat menjelaskan mengapa peserta dengan 4-5 obat dalam

penelitian ini memiliki penghalang yang lebih rendah untuk pengobatan. Di sisi

lain, kepatuhan pengobatan diasumsikan menurun dengan meningkatnya jumlah

obat internal dan penggunaan menjadi lebih rumit; oleh karena itu, kami percaya

bahwa OR untuk kepatuhan pengobatan yang baik dapat dicapai dengan ≥6 obat,

yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan 4–5 obat (Horii, 2019).

Polifarmasi dapat meningkatkan jumlah efek samping obat, termasuk

hipoglikemia yang parah pada pasien diabetes melitus, duplikasi terapi, interaksi

obat, interaksi dengan penyakit penyerta yang ada(Lipska, 2016). Polifarmasi

memiliki konsekuensi kesehatan negatif lainnya seperti peningkatan risiko rawat

inap dan biaya perawatan kesehatan yang tinggi (Alwhaibi, 2019). Semakin tinggi

jumlah obat, semakin kecil kemungkinan pasien tetap patuh dengan rejimen

pengobatan. Ketidakpatuhan terhadap obat yang diresepkan merupakan perhatian

yang signifikan untuk manajemen pasien diabetes dengan beberapa komorbiditas.

Miskomunikasi tentang pengobatan antara pasien dan dokter terjadi lebih sering

dengan regimen pengobatan yang rumit, polifarmasi dan pada pasien dengan

kepatuhan yang buruk (Patell et al, 2017).

Dalam penelitian (Peres HA, et al. 2017), semua pasien mengalami

kelebihan berat badan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan, dan obesitas

tampaknya menjadi faktor peningkatan penggunaan obat. Pengobatan diabetes

seperti insulin dan pembatasan diet membebani pasien dengan konsekuensi

60
penurunan kualitas hidup. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi

positif antara: jumlah obat yang diresepkan; usia; penyakit penyerta; dan skor

CPI. Dengan demikian, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dengan pasien

diabetes berkontribusi pada lebih sedikit jumlah obat yang diresepkan,

komorbiditas dan kompleksitas farmakoterapi. Penderita diabetes yang kurang

berpendidikan terhambat untuk mencapai hasil kesehatan yang lebih baik.

Menghargai hubungan antara realisasi tingkat pendidikan yang lebih rendah dan

polifarmasi adalah realisasi kesehatan masyarakat yang kritis.

Selain itu, meskipun ada kesenjangan besar dalam basis bukti tentang cara

terbaik untuk merawat lansia dengan diabetes, 4 langkah berdasarkan bukti dapat

membantu dokter dan pasien membuat keputusan pengobatan individual.

Keputusan yang berpusat pada pasien dimulai dengan kemitraan yang kuat antara

dokter dan pasien. Langkah pertama dan kedua termasuk penilaian potensi

manfaat dan bahaya kontrol glikemik intensif. Estimasi harapan hidup dapat

berguna untuk menentukan apakah manfaat jangka panjang dari kontrol glikemik

intensif dimungkinkan. Kebutuhan insulin (atau jenis terapi lain), durasi diabetes,

dan gangguan kognitif dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan bahaya

yang terkait dengan pengobatan. Pada langkah ketiga, preferensi pasien harus

memainkan peran utama dalam menentukan target glikemik yang sesuai.

Keempat, polifarmasi harus diminimalkan. Jika target glikemik tidak dapat

dengan mudah dicapai, cara yang paling tepat mungkin adalah memodifikasi

target glikemik daripada meningkatkan pengobatan (Lipska, 2016).

Langkah-langkah peningkatan kualitas dan inisiatif pembayaran untuk

kinerja yang ditujukan untuk manajemen diabetes dan komplikasinya dapat

meningkatkan tindakan obyektif tetapi juga berkontribusi pada penambahan obat

yang tidak perlu ke rejimen obat. Misalnya, mematuhi pedoman praktik klinis

61
khusus non-usia untuk tujuan A1c dapat mengakibatkan penambahan agen

antidiabetik yang tidak aman, sehingga mengarah ke kontrol glikemik yang lebih

ketat dan peningkatan risiko hipoglikemia dan efek samping obat lainnya.

Berdasarkan dokumen panduan terbaru dari American Geriatrics Society dan

American Diabetes Association, faktor usia dan pasien khusus harus

dipertimbangkan untuk menilai kualitas dan kinerja secara akurat (Peron et al,

2016).

Obat antidiabetik khusus yang menyebabkan hipoglikemia, seperti insulin,

juga dikaitkan dengan jatuh. Di sisi lain, hiperglikemia yang tidak diobati atau

tidak diobati juga dapat menyebabkan jatuh. Agen antihipertensi, yang umum

digunakan pada pasien diabetes, juga dikaitkan dengan jatuh, namun bagian ini

akan berfokus terutama pada agen antidiabetik (Peron et al, 2016).

Hipoglikemia merupakan faktor risiko jatuh. Insulin, analog insulin, dan

sekretagog insulin (yaitu, meglitinida dan sulfonilurea) adalah obat antidiabetes

yang sebagian besar menyebabkan hipoglikemia. Penggunaan insulin telah

terbukti meningkatkan risiko jatuh pada orang dewasa yang lebih tua. Insulin

memiliki risiko hipoglikemia yang tinggi; risiko hipoglikemia mungkin lebih

rendah dengan analog insulin. Misalnya, insulin glargine (Lantus) dan insulin

detemir (Levemir) mungkin memiliki risiko hipoglikemia yang lebih rendah

daripada NPH (Humulin N; Novolin N). Analog insulin kerja cepat, seperti lispro

(Humalog), aspart (Novolog), dan glulisine (Apidra), juga dikaitkan dengan

frekuensi hipoglikemia yang lebih rendah daripada insulin biasa (Humulin R;

Novolin R) (Peron et al, 2016).

Selain itu, faktor risiko tertentu sepeti penggunaan insuin, riwayat jatuh,

sor keseimbangan berdiri yang buruk, dan A1c > 8% dapat menebabkan jatuh

62
yang membutuhkan rawat inap. Strategi yang dapat membantu pasien diabetes

mengurangi risiko terjatuh meliputi : (Peron et al, 2016).

 Lakukan tinjauan pengobatan pada semua resep dan obat bebas untuk

mengidentifikasi mereka yang berisiko tinggi jatuh

 Batasi jumlah obat atau dosis

 Hindari hipoglikemia dan hiperglikemia

 Beri konseling kepada pasien dan perawat tentang tanda dan gejala

hipoglikemia dan cara menanganinya

63
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil dari analisis beberapa jurnal, maka dapat disimpulkan bahwa

instrumen yang bisa digunakan untuk mengevaluasi polifarmasi pada pasien

geriatri diabetes melitus yaiu STOPP / START kriteria v1 dan v2, Beers criteria

2015, European list of PIMs (7), The Swedish quality indicators, dan the

PRISCUS list. Keterlibatan apoteker juga penting untuk menangani resep yang

tidak sesuai dengan kondisi medis pasien geriatri dan mencegah timbulnya efek

yang merugikan.

64
KEPUSTAKAAN
Al-Quranul Kariim
Al-Bugha, Musthafa Dieb. Menyelami Makna 40 Hadits Rasululah SAW: Syarah
Kitab Arba’in An-Nawawiyah/ Musthafa Dieb Al-Bugha, Muhyiddin
Miitsu: Penerjemah, Muhil Dhofir. Jakarta Timur: Al-I’tishom. 2003.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Metode Pengobatan Nabi Edisi 7 (Abu Umar Basyier
Al-Maidani, Penerjemah). Griya Ilmu: Jakarta. 2006.
AL-Musawe L, Torre C, Guerreiro JP, et al. Polypharmacy, potentially serious
clinically relevant drug-drug interactions, and inappropriate medicines in
elderly people with type 2 diabetes and their impact on quality of life.
Pharmacol Res Perspect. 2020;e00621. https://doi.org/10.1002/prp2.621
Alwhaibi et al.Polypharmacy among patients with diabetes: a cross-sectional
retrospective study in a tertiary hospital in Saudi Arabia. BMJ Open
2018;8:e020852. doi:10.1136/bmjopen-2017-020852
American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Diabetes Care. 2020
Bappenas, BPS, UNFPA. Proyeksi Penduduk Indonesia 2019-2045. Jakarta:
Badan Pusat Statistik. 2018
Bauer, S. & Nauck, M. A. Polypharmacy in people with Type 1 and Type 2
diabetes is justified by current guidelines–a comprehensive assessment of
drug prescriptions in patients needing inpatient treatment for. diabetes-
associated problems. Diabet. Med.2014.
BKKBN. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN.2019
BPS. Statistik Indonesia 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2019
Burt J, Elmore N, Campbell SM, Rodgers S, Avery AJ, Payne RA. Developing a
measure of polypharmacy appropriateness in primary care: systematic
review and expert consensus study. BMC Med. 2018;16(1):91.
Cadogan CA, Ryan C, Hughes CM. Appropriate Polypharmacy and Medicine
Safety: When Many is not Too Many. Drug Saf. 2016;39:109–16.
Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V. Pharmacotherapy
Handbook, Tenth Edition., McGraw-Hill Education Companies,
Inggris.2016
De Araújo NC, Silveira EA, Mota BG, Neves Mota JP, de Camargo Silva AEB,
Alves Guimarães R, et al. (2020) Potentially inappropriate medications for
the elderly: Incidence and impact on mortality in a cohort ten-year follow-
up. PLoS ONE 15(10): e0240104.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0240104

65
Dobrica et al. Polypharmacy in Type 2 Diabetes Mellitus: Insights from an
Internal Medicine Department. Medicina 2019, 55, 436;
doi:10.3390/medicina55080436
Filkova M, Carvalho J, Norton S, Scott DL, Mant T, Cope AP, et al.
Polypharmacy is a predictor of hospitalisation in patients with rheumatoid
arthritis. American College of Rheumatology and Association of
Rheumatology Health Professionals Annual Scientific Meeting; San
Francisco, CA 2015.
Foong et al. Awareness of Beers Criteria and knowledge of potentially
inappropriate medications among community pharmacists in the Klang
Valley, Malaysia. School of Pharmacy, Faculty of Health and Medical
Sciences, Taylor's University, Subang Jaya, Malaysia.2019
Haltbakk, J.; Graue, M.; Harris, J.; Kirkevold, M.; Dunning, T.; Sigurdardottir,
A.K. Integrative review: Patient safety among older people with diabetes
in home care services. J. Adv. Nurs. 2019.
Horii Takeshi, Makiko Iwasawa, Yusuke Kabeya, Koichiro Atuda,.Polypharmacy
and oral antidiabetic treatment for type 2 diabetes characterised by drug
class and patient characteristics: A Japanese database analysis. Scientific
Reports. 2019 9:12992 | https://doi.org/10.1038/s41598-019-49424-2
Iglay, K. et al. Meta-analysis of studies examining medication adherence,
persistence, and discontinuation of oral antihyperglycemic agents in type 2
diabetes. Curr. Med. Res. Opin.2015.
Kojima, T. et al. Screening tool for older persons’ appropriate prescriptions for
Japanese: Report of the Japan Geriatrics Society Working Group on
“Guidelines for medical treatment and its safety in the elderly”. Geriatr.
Gerontol. Int. 16, 983–1001 (2016).
Li J, Chattopadhyay K, Xu M, Chen Y, Hu F, Wang X, et al. Prevalence and
predictors of polypharmacy prescription among type 2 diabetes patients
at a tertiary care department in Ningbo, China: A retrospective database
study. PLoS ONE 14 (7) : e0220047. 2019
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0220047
Mair A, Fernandez-Limos F, Alonso A, Harrison C, Hurding S, Kempen T et al.
Polypharmacy management by 2030: a patient safety challenge, 2nd
edition. Coimbra: SIMPATHY Consortium 2017.
Masnoon N, Shakib S, Kalisch-Ellett L, Caughey GE. What is polypharmacy? A
systematic review of definitions. BMC Geriatrics. 2017;17:230.
Noale, M., Veronese, N., Cavallo Perin, P., Pilotto, A., Tiengo, A., Crepaldi, G.,
& Maggi, S. (2015). Polypharmacy in elderly patients with type 2 diabetes
receiving oral antidiabetic treatment. Acta Diabetologica, 53(2), 323–330.
doi:10.1007/s00592-015-0790-4

66
Patel, P. J., Hayward, K. L., Rudra, R., Horsfall, L. U., Hossain, F., Williams, S.,
… Powell, E. E. (2017). Multimorbidity and polypharmacy in diabetic
patients with NAFLD. Medicine, 96(26), e6761.
doi:10.1097/md.0000000000006761

Patton D, Hughes C, Cadogan CA, Francis J, Gormley GJ, Kerse N, et al. Using
the theoretical domains framework (TDF) to explore barriers and
facilitators to adherence to prescribed medicines in community-based
older adults. Int J Pharm Pract. 2015;23:11–2.
Peres HA, Freitas MCF, Leonardo RLP, et al. (2017) New Insights for the
Polypharmacy Use in Elderly with Diabetes-An Update about Effect of
Education Level. J Endocrinol Diab. 4(5): 1-6. DOI: 10.15226/2374-
6890/4/5/00188

Peron, E. P., Ogbonna, K. C., & Donohoe, K. L. (2015). Antidiabetic Medications


and Polypharmacy. Clinics in Geriatric Medicine, 31(1), 17–27.
doi:10.1016/j.cger.2014.08.017

Reswan dkk. Gambaran Glukosa Darah pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin. Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang. 2017.
Rumero MM, Vaidean G. Development of a risk assessment tool for falls
prevention in hospital in patients based on the Medication
Appropriateness Index (MAI) and modified beer’s criteria. Innovations in
Pharmacy Article: Practice-Based Research. 2012; 3 (1): 1-2.
Scottish Government Model of Care Polypharmacy Working Group.
Polypharmacy Guidance, 2nd edition. Edinburgh: Scottish Government;
2015
Siswanto., Susila, dan Suyanto. Metodologi Penelitian Kesehatan dan
Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu. 2014. h. 11,28,30,57
Viswam K. Subeesh et al. A Prospective Observational Study on Polypharmacy in
Geriatrics at A Private Corporate Hospital.Journal of Applied
Pharmaceutical Science Vol. 7 (10), pp. 162-167, October, 2017.
Yeon-Jung Lim et al. Potentially Inappropriate Medications by Beers Criteria in
Older Outpatients: Prevalence and Risk Factors. Department of Family
Medicine, Research Institute of Medical Science, Konkuk University
Medical Center, Konkuk University School of Medicine, Seoul, Korea.
https://doi.org/10.4082/kjfm.2016.37.6.329 Korean J Fam Med
2016;37:329-333

67

Anda mungkin juga menyukai