Anda di halaman 1dari 3

3 Permainan Nusa Tenggara Timur

1. Caci

Caci berasal dari bahasa Manggarai (NTT) ci gici ca yang berarti satu demi satu. Permainan
ini dimainkan oleh kaum pria baik secara perorangan maupun antar suku. Permainan caci
tercipta dari gerakan-gerakan perkelahian pada masa itu, seperti memukul, menangkis,
menendang dan sebagainya. Permainan ini bersifat kompetitif, syukuran, kegembiraan,
dan kekeluargaan yang mengandung nilai-nilai relegius-magis. Pada mulanya permainan ini
dilakukan pada pesta-pesta adat , dan bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Dewa tertinggi Mori Kraeng agar terhindar dari hama penyakit, sedangkan pada saat ini
dilaksanakan pada upacara perkawinan dan perayaan hari-hari besar nasional yang
bertujuan untuk menyemarakkan keramian suasana.
Caci atau tari Caci atau adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang
penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan
seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat
syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan
lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting.
Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul (disebut paki) berusaha memecut lawan
dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau/sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga
dibuat dari lilitan kulit kerbau. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering
dan keras yang disebut lempa atau lidi enau yang masih hijau (disebut pori). Laki-laki yang
berperan sebagai penangkis (disebut ta’ang), menangkis lecutan pecut lawan dengan
perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang
disebut agang atau tereng. Perisai berbentuk bundar, berlapis kulit kerbau yang sudah
dikeringkan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya
memegang busur penangkis.
2. Pasola

Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola", yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk
saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan.
Setelah mendapat imbuhan `pa' (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau
pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang
sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.
Pasola merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba
yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu (agama lokal masyarakat sumba). Permainan
pasola diadakan pada empat kampung di kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut
antara lain Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pelaksanaan pasola di keempat kampung ini
dilakukan secara bergiliran, yaitu antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya.
Pasola dilaksanakan di lapangan yang luas sebagai “medan pertempuran” dan disaksikan oleh
seluruh warga dan wisatawan baik lokal maupun internasional. Setiap kelompok yang terlibat dalam
pasola terdiri dari sekitari 100 orang pemuda bersenjatakan sola (tombak) yang terbuat dari kayu
berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Kedua kelompok pemuda tersebut saling
berhadap-hadapan dan saling menyerang, layaknya sebuah peperangan sungguhan antara dua
kelompok kesatria Sumba.
Dalam kepercayaan Marapu, korban yang terjatuh merupakan orang yang mendapatkan hukuman
dari para Dewa karena telah melakukan dosa dan kesalahan, dan darah yang tercucur dianggap
dapat menandakan kesuburan tanah dan tanaman pada musim tanam mendatang.

3. Rangkuk Alu
Rangkuk Alu sendiri merupakan permainan tradisional yang menggunakan bambu
sebagai alat permainannya yang dikreasikan dengan berbagai gerakan sehingga menghasilkan
sebuah kreasi seni yang khas. Tari ini merupakan salah satu tarian tradisional dari daerah
Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) .
Dalam permainan tersebut, bambu disusun dan dimainkan secara diayunkan seperti menjepit
beberapa orang pemain. Salah satu atau dua pemain melompat-lompat menghindari jepitan dari
bambu tersebut.
Saat melompat-lompat menghindari jepitan, pemain seakan melakukan gerakan tari. Dari situlah
awal terbentuknya gerakan dasar Tari Rangkuk Alu ini. Gerakan penari dan pemain bambu
tersebut kemudian dipadukan dengan irama musik dan lagu daerah sehingga menghasilkan seni
yang khas, yaitu Tari Rangkuk Alu.
Tari Rangkuk Alu tidak hanya sekedar permainan biasa, akan tetapi tarian ini juga bisa menjadi
sarana edukasi dan pembentukan diri. Tujuan dari tarian ini yaitu dapat melatih kelincahan dan
melatih ketepatan dalam bertindak. Selain itu bagi masyarakat di sana, tarian ini tentu juga
mengandung nilai-nilai filosofis dan spiritual di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai