Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Asas Hukum


Asas hukum menurut Bellefroid adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif,
sedangkan menurut Kelsen norma dasar dari suatu tata hukum positif tidak lain (adalah)
peraturan fundamental menurut peraturan mana berbagai norma dari tata hukum positif itu
dibuat.83 Asas hukum dapat disebut pula “jantungnya” peraturan hukum, karena ia merupakan
landasan bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Selain itu asas hukum merupakan ratio legis
dari peraturan hukum. Oleh karena itu, asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-
perturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

Sudikno Mertokusumo, setelah mencermati berbagai pendapat mengenai apa itu asas
hukum, maka sampai pada kesimpulan asas hukum bukanlah peraturan hukum konkrit,
melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari
peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positip dan
dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit itu. Biasanya
memang asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk pasal-pasal, tetapi tidak jarang juga asas
hukum itu dituangkan dalam peraturan hukum konkrit dalam pasal-pasal. 2

B. Beberapa Asas Hukum Pertanahan


Di dalam UUPA kita juga akan menemukan beberapa asas-asas hukum yang menjadi norma
dasar pembentukan UUPA. Asas-asas hukum yang bisa kita temukan dalam UUPA antara lain:
asas nasionalitas (Pasal 1), asas mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan
sendiri atau golongan (Pasal 3), asas semua hak tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6), asas
tanah pertanian harus dikerjakan secara aktif oleh pemiliknya (Pasal 17), asas persamaan hak
bagi setiap warga Negara (Pasal 9, 11, 13) dan asas tata guna tanah/penggunaan tanah secara
berencana. Asas yang terakhir merupakan hal baru yang dimaksudkan agar setiap jengkal tanah
dipergunakan seefisien mungkin dengan memperhatikan asas lestari, optimal, serasi dan
seimbang (LOSS) untuk penggunaan tanah di pedesaan. Sedangkan asas aman, tertib, lancar
dan sehat (ATLAS) untuk penggunaan tanah di perkotaan. 3 Seluruh pelaksanaan UUPA dan
segenap peraturan yang dibawahnya hendaknya dijiwai oleh asasasas di atas.
Dalam asas nasionalitas, bumi, air dan ruang angkasa menjadi hak bangsa Indonesia yang
bersifat abadi (Ps. 1). Pasal 2 ditegaskan, hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai
hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Oleh karena itu, tiap-tiap
warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki dan memanfaatkan tanah-tanah
yang dimaksud.

Asas mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan sendiri atau golongan


berarti sekalipun tanahtanah sudah dilekati dengan hak-hak tertentu, bila sewaktu-waktu
dibutuhkan oleh pemerintah maka hak-hak hedaknya dilepaskan menurut ketentuan undang-
undang. Begitu pula dengan kepentingan suatu masyarakat hukum tertentu (misalnya

1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Op. Cit., hlm. 45-46.
2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 33.
3
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2005, Hlm 63.
masyarakat hukum adat) harus tunduk pada kepentingan nasional. Sekalipun demikian,
kepentingan individu atau golongan tidak akan dikorbankan begitu saja atas nama kepentingan
nasional.

Asas ini merupakan prinsip dasar UUPA dalam rangka pemanfaatan sektor agraria untuk
kemakmuran rakyat. Termasuk dalam kategori asas ini adalah ketentuan.4
1. Pasal 6 bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. 5
2. Pasal 3 dan 5 yang membatasi berlakunya hukum adat dengan kepentingan nasional
dan Negara yang berdasar atas persatuan bangsa.
3. Pasal 18 yang memungkinkan negara mencabut hak atas tanah untuk kepentingan
umum.
Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi social berkonsekuensi kalau tanah diperlukan
negara atau untuk kepentingan umum atau orang banyak maka harus diserahkan dan mendapat
ganti rugi. Dalam asas ini juga menentukan penggunaan tanah harus sesuai Rencana Tata
Ruang dan Wilayah yang ditentukan oleh pemerintah/pemerintah daerah, memperhatikan sifat
dan tujuan pemberian haknya, dan tanah tidak boleh ditelantarkan. Di samping itu tanah tidak
digunakan sebagai komoditi perdagangan/semata-mata investasi. Demi kepentingan
pemenuhan hak orang lain asas tanah mempunyai fungsi sosial diwujudkan dalam bentuk
memberi jalan keluar/jalan air bagi tanah yang terkurung oleh tanah lainnya.
Untuk tidak menganggu kepentingan umum dan agar tetap dapat dimanfaatkan maksimal
untuk kepentingan sekarang dan yang akan datang, UUPA mengatur larangan pemilikan tanah
yang melampaui batas. Monopoli pemilikan tanah di tangan segelintir orang sangat
membahayakan kepentingan nasional. Monopoli tanah dapat menjurus ke monopoli harga,
hingga monopoli kekuasaan.
UUPA juga memandatkan satu pokok soal yang maha penting bagi negara agraris seperti
Indonesia: mandat untuk melaksnakan landreform. Dalam rumusan Pasal 10 ayat (1) yaitu,
‘Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri’. Ini
merupakan asas yang menjadi dasar pada perubahanperubahan dalam struktur pertanahan
hampir di seluruh dunia, yaitu di negara-negara yang menyelenggarakan landreform atau
pembaharuan agraria.6
Gerakan landreform timbulnya karena tidak adanya keadilan sosial dalam masyarakat
pertanian. Dalam catatan sejarah, landreform yang pertama muncul bersamaan dengan revolusi
Perancis, dimana para petani di Eropa Barat menuntut emansipasi hak atas tanah. Tuntutan

4
Abdurrahman, Op.Cit. hlm. 30-31.
5
Mengenai fungsi sosial hak atas tanah terutama HM yang mengalami perubahan fungsi karena industrialisasi
dapat dbaca dalam Yusriyadi, Industrialisasi & Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010.
6
Hamengku Buwono X, Urgensi Amandemen Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Makalah
Keynote Speech Semiloka Nasional Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum UII dan Dewan Perwakilan Daerah RI,
Yogyakarta, 24 Maret 2006, hlm. 2
tersebut terus meluap ke Eropa Tengah dan sesudah perang dunia pertama merembet ke Eropa
Timur, terutama di Rusia yang djalankan secara konsekuen.

Untuk itu, UUPA memuat asas pemanfaatan secara aktif, tidak hanya terhadap tanah
pertanian tapi juga tanah-tanah lainnya. Setiap pemilik lahan berkewajiban mendayagunakan
tanah miliknya dan tidak diperkenankan menelantarkannya. Meski tidak ada larangan
menjadikan tanah sebagai obyek investasi, menumpuk pemilikan tanah tanpa diimbangi
dengan pemanfaatan yang maksimal sama saja dengan memonopoli tanah untuk akumulasi
modal.

Asas LOSS dan ATLAS ingin menjamin agar pemanfaatan dan pelestariannya terjadi
secara seimbang. Karena pemanfaatan tanah tidak hanya untuk generasi sekarang, tapi juga
untuk generasi mendatang maka pelestarian tanah mutlak dilakukan.
Asas-asas hukum tanah nasional digali dari nilainilai atau pandangan hidup yang mengakar
di masyarakat. Nilai-nilai atau pandangan hidup yang dipraktekkan berulang dan menjadi
kebiasaan masyarakat luas akan menjadi hukum adat.7 Setidaknya ada dua unsur utama di
dalam hukum adat; 1) unsur asli, 8 berupa kebiasaan sebagai unsur terbesar; dan 2) unsur agama
sebagai unsur terkecil. 9 Dari sini wajar bila adat dijadikan sebagai dasar pembentukan hukum
tanah nasional setelah dicabutnya peraturan dan keputusan yang dibuat pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda.10 Masalahnya UUPA.
menyatakan bahwa hukum pertanahan Indonesia merupakan hukum adat, selama hukum
adat ini tidak bertentangan dengan semangat dan ketentuan UUPA serta undang-undang
lainnya. Batasan seperti ini secara potensial mengurangi kekuatan hukum adat, sehingga benar-
benar tidak dapat diterapkan.
Dengan diundangkannya UUPA, maka unifikasi hukum tanah nasional sudah terwujud
setelah sebelumnya hukum yang mengatur soal tanah bermacam-macam, seperti bersumber
dari hukum adat, berkonsepsi komunalitas religius (agama), bersandar pada hukum perdata

7
Djojodigoeno menyatakan:”.... Perkataan hukum adat itu berwajah arti: pertama, hukum tidak tertulis, dalam
arti demikian hukum adat adalah lawan dari hukum peraturan; kedua, artinya tegas dalam perkataan hukum
adat Indonesia, ialah bahan hukum asli Indonesia. Dalam arti demikian hukum adat adalah bahan hukum asli
yang kita lawankan dengan bahan hukum asing. Yang kami sebut bahan hukum asing misalnya bahan hukum
yang termuat dalam kodifikasi yang sekarang berlaku di Indonesia, seperti:WvS, BW, WvK.” Dalam Khudzaifah
Dimyati, 2004, Teorisasi Hukum, studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990,
Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, hlm. 157.
8
Soediman Kartohadiprodjo dalam tulisannya Pancasila dan Hukum menyatakan: “di atas hukum adat ini
dipergunakan sebagai alat pengukur karena merupakan pernyataan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun
daripada isi pikiran yang kita berikan pada lima sila yang disebut oleh Bung Karno sebagai Pancasila. Lihat
Soediman Kartohadiprodjo dalam Achmad Suhardi Kartohadiprodjo dkk (editor), Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia, Bandung/Jakarta, 2009, hlm. 108.
9
I.G.N. Sugangga, Pengantar Hukum Adat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,, Semarang, 1994, hlm. 4.
10
Peraturan dan keputusan yang dicabut UUPA, yaitu: 1) Agrarische wet Stb. 1870 No. 55 sebagai yang termuat
dalam pasal 51 IS Stb. 1925 No. 447, 2) Peraturan tentang Domein Verklaring baik yang bersifat umum maupun
khusus, 3) Koninklijk (Keputusan raja) tanggal 16 April 1872 No. 29 (Stb. 1872 No. 117) dan peraturan
pelaksanaannya, 4) Buku II KUH Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam
yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan tentang Hypotheek yang masih berlaku pada mulai
berlakunya UUPA.
barat yang individualistik-liberal dan ada pula yang berasal dari berbagai bekas pemerintahan
swapraja yang berkonsepsi feudal. 11

Salah satu tujuan diundangkannya UUPA adalah meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat. Dalam perspektif teoretis, penggunaan
UUPA sebagai sarana pembawa kemakmuran bagi rakyat merupakan penjabaran dari fungsi
hukum sebagai sarana rekayasa sosial (a law as tool of social engineering). Fungsi hukum
seperti ini pada dasarnya dijalankan oleh hukum modern, yaitu tidak sekedar merekam kembali
pola-pola tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan diusahakan untuk menjadi
sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian berarti menciptakan keadaan-
keadaan yang baru atau merubah sesuatu yang sudah ada. UUPA merupakan undang-undang
yang menimbulkan tipe perubahan struktural, oleh karena secara kualitatif merubah struktur
hubungan antara orang dan tanah di Indonesia. Selain itu undang-undang ini juga
menginginkan terjadinya perubahan struktural yang memungkinkan terjadinya perubahan-
perubahan yang lain terutama perubahan proses sosial.
Dilihat dari proses penyusunannya yang partisipatif dan isinya yang aspiratif, UUPA
merupakan hukum yang berkarakter responsif. Sedang dipandang dari nilai sosial yang
mendasarinya, UUPA merupakan tipe hukum prismatik yang ideal karena mengkombinasikan
(mengambil segi-segi baik) dua ekstrem pilihan nilai sosial, yaitu nilai sosial paguyuban dan
patembayan dengan titik berat pada nilai kepentingan yang populistik (kemakmuran bersama)
tanpa menghilangkan hak-hak individu. Dengan kata lain, konsepsi hukum prismatik berusaha
memadukan inti nilai yang baik dari berbagai nilai yang saling bertentangan. 12

Konsepsi prismatik tersebut minimal dicirikan dengan empat hal Pertama, memadukan
unsur yang baik dari paham individualisme dan kolektivisme. Di sini diakui bahwa manusia
sebagai pribadi mempunyai hak dan kebebasan asasi, namun sekaligus melekat padanya
kewajiban asasi sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial. Kedua, mengintegrasikan
konsepsi Negara hukum “Rechtstaat” yang menekankan pada civil law dan kepastian hukum
serta konsepsi Negara hukum “the rule of law” yang menekankan pada common law dan rasa
keadilan. Ketiga, sebagai alat pembaruan masyarakat (law as tool of social engineering)
sekaligus hukum sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di masyarakat (living law). Dan
keempat, tidak menganut atau dikendalikan satu agama tertentu (karena Indonesia bukan
Negara agama), tapi juga tidak hampa agama (karena bukan negara sekuler).
Konsep hukum tanah nasional secara tersurat ingin menggabungkan dua mazhab besar di
bidang ekonomi yang bertolak belakang. Bila mazhab sosialisme (sebagai tesa) memandang
tanah adalah milik Negara dan hak-hak individu direduksi sedemikian rupa, dan mazhab
kapitalisme (sebagai sintesa) berdiri sebaliknya dengan menghormati kebebasan individu
untuk memiliki tanah seluas-luasnya, maka posisi hukum tanah nasional hendak berdiri di
tengah (sebagai antitesa). Harapannya akan terwujud suatu hukum tanah nasional yang khas
Indonesia, yakni berdasarkan Pancasila yang tidak ekstrim kiri (sosialisme) dan tidak ekstrim

11
Boedi Harsono Op.cit. Hal 1-2
12
Moh. Mahfud MD, Op. Cit., hlm. 4
kanan (kapitalisme). Posisi tengah ini sesungguhnya sudah cukup ideal, namun faktanya
bandul kebijakan di bidang tanah lebih mengarah pada kapitalisme. Inilah yang menyebabkan
implementasi UUPA tidak luput dari berbagai persoalan di lapangan.

C. Asas-Asas Hukum Agraria Dalam UUPA


terdapat 7 asas hukum agrarian: penguasaan negara, fungsi sosial, hukum adat, kebangsaan,
batas kepemilikan, perencanan umum, dan pemeliharaan.

Secara ringkas dan sederhana, hukum agraria adalah hukum yang mengatur hubungan
antara orang dan tanah dengan orang lain. Sudikno Mertokusumo menerangkan bahwa hukum
yang dikenal pula dengan hukum tanah ini pada intinya memberikan perlindungan kepentingan
orang terhadap orang lain mengenai tanah.

Menurut Subekti, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan hukum, baik perdata, tata
negara, ataupun hukum tata usaha negara yang mengatur hubungan antara orang (termasuk
badan hukum) dengan bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan
mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan tertentu.

Sebagai informasi, dasar hukum agraria diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA. Dalam peraturan hukum
agraria ini, setidaknya dikenal adanya tujuh asas (Anggraini, 2012:179). Adapun tujuh asas-
asas hukum agraria yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Asas Penguasaan oleh Negara

Negara berhak atas kekayaan alam. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 yang menerangkan bahwa penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran
rakyat.

Asas hukum agraria penguasaan oleh negara ini diperjelas dalam Pasal 1 UUPA yang intinya
menerangkan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di
dalamnya merupakan kekayaan nasional dan memiliki hubungan abadi dengan bangsa
Indonesia.

Atas dasar kekayaan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, ketentuan Pasal 2
UUPA menerangkan bahwa negara mendapatkan hak menguasai yang mana memberikan
wewenang pada negara untuk:

1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan


pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air, dan ruang angkasa; dan
3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan- perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
2) Asas Fungsi Sosial

Ketentuan Pasal 6 UUPA menerangkan bahwa setiap tanah mempunyai fungsi sosial. Oleh
karena itu, seseorang tidak diperbolehkan untuk menggunakan atau tidak mempergunakan
tanah miliknya semata-mata demi kepentingan pribadi (terlebih jika hal itu menimbulkan
kerugian bagi masyarakat), melainkan harus memperhatikan kepentingan orang lain di
sekitarnya.

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifatnya sehingga dapat
bermanfaat baik bagi kesejahteraan pemilik, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat dan
negara.

3) Asas Hukum Adat

Ketentuan Pasal 5 UUPA menerangkan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Penjelasan Pasal 5 UUPA dan bagian Penjelasan Umum III angka 1 UUPA menerangkan
bahwa hukum agraria mempunyai sifat dualisme dan membuat perbedaan antara hak tanah
menurut hukum adat dan hukum barat yang diatur dalam KUH Perdata.

Kemudian, kehadiran UUPA dimaksudkan untuk menghilangkan dualisme dan mengadakan


kesatuan hukum, sesuai dengan kepentingan rakyat dan perekonomian. Sehubungan dengan
itu, hukum agraria dibuat atau didasarkan pada kesadaran hukum rakyat. Oleh karena rakyat
Indonesia sebagian terbesar tunduk pada hukum adat, hukum agraria akan didasarkan pula pada
ketentuan-ketentuan hukum adat itu, sebagai hukum yang asli, yang disempurnakan dan
disesuaikan dengan kepentingan masyarakat saat ini.

4) Asas Nasionalitas atau Asas Kebangsaan

Ketentuan Pasal 9 UUPA menerangkan bahwa hanya warga negara Indonesia saja yang dapat
mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan tiap warga negara
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah serta manfaat dari
hasilnya.

Singkatnya, hanya warga negara Indonesia saja yang dapat memiliki hak milik atas tanah.
Orang asing tidak dapat memiliki hak milik pun tidak diperkenankan memiliki hak milik
melalui pemindahan hak milik. Orang asing dapat “memiliki” tanah dengan hak pakai yang
luasnya terbatas.

5) Asas Pembatasan Kepemilikan Tanah demi Kepentingan Umum


Ketentuan Pasal 7 Jo. Pasal 17 UUPA menerangkan bahwa agar tidak merugikan kepentingan
umum, pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Sehubungan dengan ini, diaturlah luas maksimum dan/atau minimum tanah yang dapat dimiliki
satu keluarga atau badan hukum.

6) Asas Perencanaan Umum

Pasal 14 UUPA menerangkan bahwa pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,


membuat suatu perencanaan umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi,
air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kepentingan
negara, keperluan peribadatan, keperluan hidup masyarakat, perkembangan produksi
masyarakat, dan keperluan perkembangan industri.

Perencanaan umum dilakukan agar cita-cita bangsa dan negara tersebut dalam bidang agraria
dapat dicapai. Perencanaan tersebut meliputi peruntukan, penggunaan, dan persediaan bumi,
air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara, yang mana terbagi
atas rencana umum nasional (seluruh wilayah Indonesia) dan diperinci menjadi rencana-
rencana khusus dalam rencana regional dari tiap-tiap daerah.

Dengan adanya rencana tersebut, penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan
teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan negara.

7) Asas Pemeliharaan Tanah

Asas hukum agraria tentang pemeliharaan tanah diatur dalam Pasal 15 UUPA yang
menerangkan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

Pada intinya, asas hukum agraria pemeliharaan tanah ini mengatur kewajiban pemeliharaan
tanah dengan baik, menjaga kesuburannya, dan tidak merusak tanah; yakni dipelihara menurut
cara-cara yang lazim dikerjakan di daerah yang bersangkutan, sesuai dengan petunjuk atau
arahan dari pihak yang berwenang.

Anda mungkin juga menyukai