Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PERKEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN STUDI


KASUS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERPADU PADA
MODEL USAHATANI KONSERVASI BERBASIS TEKNOLOGI
HEDGEROW DALAM PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM LAHAN
LERING DI DATARAN TINGGI NETPALA

Oleh:
Kelompok 4 / Golongan B

Nauval Rio Triyuwono 191510501094


Nazula Rahmatuzzuhairoh R. 211510501028
Fitri Al Jawahir Wijaya Putri 211510501034
Novando Aji Baskoro 211510501071
Galang Prasetyo Efendi 211510501111
Vanya Yuni Artafirdaus Sabilillah 211510501112

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
BAB 1. PENDAHULUAN

Pertanian merupakan dasar ekonomi nasional, dan pembangunan pertanian


yang baik mempengaruhi ekonomi yang stabil. Perkembangan pertanian
berbanding lurus dengan perekonomian negara. Suatu bangsa dapat disebut sebagai
bangsa yang maju apabila semua kebutuhan pokok rakyatnya, terutama kebutuhan
akan pangan, terpenuhi (Puspitasari, 2020). Menurut (Sitti Arwati, 2018) Sebagian
besar penduduk dunia bermata pencaharian dalam sektor pertanian. Dalam sejarah
Indonesia sejak zaman penjajahan hingga saat ini tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, karena sektor tersebut memegang peranan penting dalam
menentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.
Peningkatan intensitas produksi pertanian juga memiliki masalah. Tingginya
penggunaan bahan kimia pertanian dikombinasikan dengan praktik agronomi yang
tidak berkelanjutan telah menyebabkan beberapa eksternalitas lingkungan (Qaim,
M. 2020)..
Sektor pertanian yang dinamis, tangguh, dan produktif merupakan dasar
untuk mencapai Pengembangan Sistem Pertanian Berkelanjutan. Mewujudkan hal
ini memerlukan pengoptimalan berbagai hasil agronomi, lingkungan, dan sosial
ekonomi dari sistem pertanian hingga mulainya hasil panen, keanekaragaman
hayati dan kebutuhan manusia. Namun, hasil ini saling berinteraksi satu sama lain
baik secara positif maupun negatif, menciptakan potensi sinergi dan timbal balik.
Konsekuensinya, mengubah sektor pertanian untuk era pembangunan berkelanjutan
membutuhkan suatu interaksi guna menilai apakah tujuan tercapai dan
memungkinkan pengelolaan adaptif dalam sistem pertanian beragam yang
membentuk pertanian global. (Kanter, et al., 2018). Dalam memenuhi tantangan
pembangunan pertanian berkelanjutan harapan terbaik terletak pada proses inovasi
yang sedang berlangsung yang sekarang menggunakan teknologi genetik dan
informasi modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan
menyeimbangkan hasil ekonomi, lingkungan dan sosial yang terkait dengan
pertanian dan sistem pangan (Basso, B., & Antle, J. 2020).
Menurut Yuriansyah, dkk., (2020) Sistem pertanian berkelanjutan ialah
pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini
dan yang akan datang dengan cara menjaga serta meningkatkan kualitas lingkungan
dalam bentuk pelestarian sumberdaya alam. Pertanian organik saat ini sedang
menjadi topik pembicaraan dalam sistem pertanian berkelanjutan guna mencapai
kesinambungan antara kepentingan ekonomi, lingkungan dan sosial dalam
memanfaatkan lahan. Prinsip pengembangan sistem pertanian berkelanjutan
menyangkut : (1) Prinsip ekonomi, ialah mengusahakan sumberdaya lahan untuk
produksi pertanian dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi petani; (2)
Prinsip lingkungan, ialah memanfaatkan sumberdaya alam dilakukan secara
berkeseimbangan dan ramah terhadap lingkungan serta menghindari pencemaran
sebagai akibat penggunaan teknologi terhadap tanah, air dan udara; dan (3) Prinsip
sosial, diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat dalam upaya penyelamatan dan
pelestarian sumberdaya alam.
Berdasarkan studi kasus mengenai pengelolaan agroekosistem lahan kering
didataran tinggi dengan potensi lahan pertanian di wilayah Nusa Tenggara Timur
(NTT) cukup luas, yaitu mencapai 3.687.291 ha, yang didominasi oleh luasan lahan
kering sebesar 91,72% atau 3.487.130 ha dan sisanya 4,54% adalah lahan basah.
Berdasarkan potensi tersebut, pemerintah Provinsi NTT mengeluargkan berbagai
program guna untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan masyarakat
tani pedesaan. Terobosan ipteks di bidang pengelolaan agroekosistem lahan kering
diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan kering secara berkelanjutan.
Dan dengan adanya pengembangan sistem pertanian terpadu pada model usahatani
konservasi berbasis teknologi hedgerow tersebut nantinya diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas lahan kering (Abolla, N., Dkk., 2018) .
BAB 2. PEMBAHASAN

Pengembangan sistem pertanian terpadu di wilayah kabupaten TTS secara


umum masih lamban dan belum memenuhi kaidah keterpaduan sistem. Petani pada
umumnya menerapkan sistem ini sifatnya masih parsial atau linear, artinya
pengelolaan masing-masing komponen sistem masih terpisah atau sendiri-sendiri,
misal ternak saja atau tanaman saja atau ikan saja. Padahal, dalam pengelolaan
sistem pertanian terpadu, sesungguhnya terdapat minimal dua komponen utama
dalam system. Kondisi eksisting sistem pertanian terpadu (SPT) di wilayah
penelitian disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Kondisi Eksisting SPT (IF) dan Implementasinya di kabupaten TTS. NTT

Berdasarkan kondisi eksisting SPT yang ada maka, dapat dilakukan


pengembangan beberapa model pengelolaan SPT di wilayah kabupaten TTS (Zona
5-9) khususnya di Desa Netpala wilayah kecamatan Mollo Utara, dengan
memperhatikan Konsep dasar pengembangan system pertanian terpadu (integrated
farming sistem) yang bertujuan untuk menekan seminimal mungkin input dari luar
(input/masukan rendah), sehingga terjadi penghematan biaya produksi baik biaya
produksi untuk tanaman maupun untuk ternak. Model SPT Berbasis pada Usahatani
konservasi dengan Teknologi Hedgerow.
2.2 Penerapan Model Sistem Pertanian Terpadu Berbasis Usahatani
Konservasi dengan Teknologi Hedgerow

Konsep dari model ini sudah dilakukan penerapan di Desa Netpala, yaitu
memiliki potensi menghasilkan ternak ruminansia yang dominan serta Topografi
wilayah yang berbukit dan memiliki tingkat erosi yang tinggi. Penerapan konsep
tersebut dilakukan pada lahan kelompok Tani “Akar Mas” , dengan luasan lahan
yang digunakan sebagai lahan percobaan adalah seluas 1 Ha. Bentuk budidaya yang
dikembangkan adalah budidaya sayuran dataran tinggi. Pemilihan jenis usaha tani
ini didasarkan pada kemampuan iklim mendukung usaha tani sepanjang tahun.
Karena pedesaan memiliki kemiringan lebih dari 15%, tingkat erosi juga sangat
tinggi. Ketergantungan petani terhadap sarana produksi khususnya pupuk dan
pestisida kimia sangat tinggi. Pengembangan model SPT berbasis teknologi
Hedgerow disesuaikan dengan kearifan lokal petani di wilayah tersebut.

Gambar 1

Melihat dari skema gambar 1 bisa dilihat bagaimana alur dari kmponen yang
ada dalam sistem pertanian terpadu ini. Dilihat bahwa kegiatan pertanian dapat
dilakukan dengan menggabungkan berbagai komponen yang ada, yaitu: ternak sapi,
tanaman sayuran, dan tanaman legume. Tanaman Rumput fungsinya sebagai
tanaman penguat teras agar tidak mudah mengalami erosi (tanaman konservasi).
Jumlah hewan ternak yang dimasukan dalam sistem sebanyak 2 ekor sapi bakalan
untuk tujuan penggemukan dan juga dipelihara secara intensif dalam kandang.
Diantara barisan tanaman hedgerow (berupa lamtoro dan rumput yang dtanam
sepanjang garis kontur teras) dilakukan budidaya tanaman jagung dan berbagi
tanaman sayuran, seperti kubis, brokoli, sawi.
Lahan percobaan dibuat dengan membuat teras konservasi, 10-15% dari
kemiringan tanah, jarak antar teras 5-15 meter dan perbukitan ditanami tanaman
penguat teras yaitu. tanaman hijauan (rumput cipelang) dan Lammoro ditanam
dengan pola tanam membentuk pagar yang mengikuti kontur. Di sela-sela pagar
tanaman pakan ternak yang merupakan lahan budidaya digunakan
sistem pembuangan air dengan lebar 25 cm dan kedalaman 25 cm
untuk panjangnya menyesuaikan teras. Pengaruh penerapan sistem tersebut adalah
petani akan mencapai hasil yang maksimal dalam kegiatan pertaniannya, karena
pembuatan teras dapat mengurangi erosi permukaan, sehingga memperkecil resiko
gagal panen, mempengaruhi hasil panen dan meningkatkan produktivitas lahan.
Aspek Ekologis, termasuk didalamnya adalah interaksi antara komponen
penyusun memiliki nilai positif dalam pelestarian lingkungan yang
berkelanjutan.Tanaman menghasilkan biomasa yang dapat dijadikan sebagai pakan
ternak, sedangkan ternak menghasilkan pupuk kandang yang dapat dikembalikan
ke lahan untuk memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah yang
menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman. Penanganan Biommassa
tanaman/ternak (limbah) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan
model SPT di wilayah ini, terutama dalam penyediaan energi dan pepencemaran
lingkungan.
Aspek Ekonomis, hasil penelitian menunjukan terdapat interaksi positif
antara komponen penyusun dalam model yang diterapkan di wilayah Dataran tinggi
Netpala. Interaksi positif diperlihatkan melalui hasil analisis pendapatan dan R/C
ratio SPT, yang menunjukkan bahwa model usahatani sayuran berbasis konservasi
dan ternak sapi yang dikembangkan di zona agroekosistem dataran tinggi,
memberikan keuntungan sebesar Rp.57.050.000, atau setara dengan pendapatan
bulanan sebesar Rp 4.754.116 per bulan, dengan nilai R/C ratio sebesar 2.07. Nilai
R/C yang > 1 ini menunjukkan bahwa usaha pertanian terpadu berbasis konservasi
layak untuk dikembangkan
BAB 3. KESIMPULAN

Berdasarkan pengkajian penerapan Model Pengembangan SPT pada


Usahatani konservasi dengan Teknologi Hedgerow dalam pengelolaan
Agroekosistem lahan kering di Dataran Tinggi Netpala, TTS, dapat disimpulkan
bahwa :

1. Model SPT usahatani konservasi dengan teknologi hedgrow dapat


dikembangkan di wilayah ini dan berkorelasi positif terhadap produktivitas dan
pendapatan usaha tani
2. Terdapat Interaksi positif antara komponen penyusun dalam penerapan SPT
konservasi dengan teknologi hedgerow yang ditunjukan dengan nilai B/C ratio
>1 (2,07), yang artinya model SPT bernilai ekonomis dan layak dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Kanter, D. R., Musumba, M., Wood, S. L., Palm, C., Antle, J., Balvanera, P., &
Andelman, S. (2018). Evaluating agricultural trade-offs in the age of
sustainable development. Agricultural Systems :163, 73-88.
Yuriansyah, Y., Dulbari, D., Sutrisno, H., & Maksum, A. (2020). Pertanian Organik
sebagai Salah Satu Konsep Pertanian Berkelanjutan: Organic Agriculture as
One of the Concepts of Sustainable Agriculture. PengabdianMu: Jurnal
Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 127-132.
Puspitasari, R. D. (2020). Pertanian berkelanjutan berbasis revolusi industri
4.0. Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Services), 3(1), 26.
Sitti Arwati, S. P. (2018). Pengantar Ilmu Pertanian Berkelanjutan. Penerbit INTI
MEDIATAMA.
Abolla, N., Neonufa, N. E., Wardhana, L. W., & Basri, M. (2018). KAJIAN
PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERPADU PADA MODEL
USAHATANI KONSERVASI BERBASIS TEKNOLOGI HEDGEROW
DALAM PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM LAHAN LERING DI
DATARAN TINGGI NETPALA, TTS. Partner, 23(1), 611-619.
Qaim, M. (2020). Role of new plant breeding technologies for food security and
sustainable agricultural development. Applied Economic Perspectives and
Policy, 42(2), 129-150.
Basso, B., & Antle, J. (2020). Digital agriculture to design sustainable agricultural
systems. Nature Sustainability, 3(4), 254-256.

Anda mungkin juga menyukai