Anda di halaman 1dari 20
SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 23 dari 1115 MENEROPONG DIMENSI PENGAWASAN DJBC TERHADAP PEMBAWAAN UANG TUNAI DAN/ATAU INSTRUMEN PEMBAYARAN LAIN Agung Tri Safaris, Arfin® ‘ Pusdildat Bea dan Cukai, Jakarta Indonesia. Email: agung03safan@gmailcom » Pusdildat Bea dan Cukai,Jakartaindonesia. Email: amefarvel@gmaileom ‘ABSTRAK Money laundering rime is more complex, crossing jurisdictional boundaries using increasingly varied ‘modes, Money laundering evime has penetrated nto various sectors zo ican chreaten the integrity ad stability of financial system and economy and endanger socal and national lif. DGCE is an insciution responsible for conducting customs supervision on the circulation of money and/or other payment instruments into and ous of Indonesia's customs areas, The study aims to describe and analyze the regulatory dimensions of policy in eantrelling on cress border cash whose implementation is charged to DGCE. This research uses « normative law research method witha deseripive qualitative, The research “shows that the DGCE ispoiey of supervising cash carrying is based on 2 (ewe) different dimensions of the legislation First sche dimension of prevention, monitoring and supervision of the potential money laundering ime, Second te the dimension on the realization of the authority of Bank Indonesia to request information and data concerning foreign exchange flaws that erass national borders. The role ‘of DGCE is increasingly important and strategicin overseeing the arming of cash and/orather payment Inseruments neo and out of he Republicof Indonesia in the context af preventing and eradicating money Teundering crime. ‘Tindak pidana pencueian uang (TPPU) cemakin kompleks, melinasi batas yurisdiks, dengan ‘menggunakan modus yang semakin variat TPPU telah merambah ke berbagai seltor, sehinga dapat mengancam integritae dan stabiliaz stem kewangan dan perekonomian, serta ‘membahayakan sendi-sendi Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Direktorat Jendeval Bea dan Cukai (D)BC) merupakan institusi yang bertanggung jawab melakukan pengawasan >pabean atasIlulintas peredaran uang dan atau instrumen pembayaran lain ke dalam dan ke har dlaerah pabean Indonesia. Penelitian inj berujuan untukmendeslipsilan dan menganalisis dimensi ‘pengaturanatas kebijakan dalam pengavrasan uang tuna dan/atauinstrumen pembayaran lin yang ppelaksanaanaya dibebankan kepada DJBC. Penelitian ini menggunakan jenis metode peneliian Inulam novmatf dengan pendelatan desiriptf kualiatié. Hasl penelitian memunjulian bahwa Kkebijan DJEC dalam pengawasan pembavraan vang tunai didasarkan pada 2 (dua) dimensi peraturan perundang-undangan yang berbeda. Pevtama, dimensi pencegahan, monitoring, dan ‘pengawasan teshadap potensi TPPU. Kedua, dimensi perwjudan weleenang Bank Indonesia untuk ‘meminta keterangan dan data mengenai kegiatan lah lintas devisa yang melintasi batas negara Peran DJBC semakin penting dan swategis dalam mengawasi pembawaan vang tunai dan/atau insuumen pembayaran in ke dalam maupun ke lar wilayah NKRI dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU. KATA KUNCI: Kebijakan D/BC, engawasan, Pembawaan uang tuna Pencucian wang 1. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu dan teknologi ibarat pisau bermata dua, di satu sisi memberikan manfaat yang luar biasa terhadap bidang perekonomian dan bisnis, di sisi lain meningkatkan risiko adanya penyimpangan penggunaan teknologi tersebut ‘untuk tujuan jahat (Husein, 2006). Beberapa jenis kejahatan di bidang ekonomi yang memanfaatkan kecanggihan teknologi, dan informasi, antara lain penerbitan L/C fiktif; kejahatan menyerang keamanan sistem informasi perbankan; pembajakan SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 24 dari 1115 kartu Kredit; pembobolan rekening melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM); Kejahatan melalui pemalsuan surat berharga (obligasi dan reksadana) dan valuta asing: serta pencucian ang (Kurniawan, 2012). Pencucian uang (money laundering) merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling dominan dilakukan dan banyak digunakan (modus), terutama instrumen Keuangan yang ditawarkan oleh sektor perbankan (Yani, 2013). Problematika pencucian uang banyak menyita perhatian dunia international disebabkan dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara. Money laundering merupakan salah satu jenis Kejahatan yang mendunia dan merupakan bagian dari kejahatan terorganisir (organized crime) (Amrullah, 2003). Money laundering menyita perhatian dunia international disebabkan dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara. Indonesia ditengarai sebagai surga bagi pencucian uang, karena Indonesia ‘menganut rezim devisa bebas, kerahasiaan bank masih sangat ketat, dan tingkat Korupsi yang selalu menduduki peringkat tinggi (Tsinugroho, 2004). Berdasarkan data PPATK tahun 2019, terdapat 404 perkara TPPU yang telah diputus oleh Pengadilan sejak Januari 2005 sd. Juni 2019 dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup dan denda maksimal Rp32 miliar (PPATK, 2019). Selama periode tersebut, sebagian besar Putusan Pengadilan terkait TPPU diputus oleh Pengadilan (mencakup Pengadilan Negeri/Tipikor, Pengadilan Tinggi, dan atau Mahkamah Agung) di wilayah DKI Jakarta sebanyak 140 putusan atau 34,7persen, Putusan yang telah diputus oleh Pengadilan terkait TPPU adalah hukuman maksimal selama seumur hidup dan denda maksimal sebesar Rp32 miliar. Tabel 1 Putusan Pengadilan Terkait TPPU Menurut Tahun Putusan dan Hukuman, Januari 2005 sd, Juni 2019 Sumber: (PPATK, 2019). Tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem Keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 25 dari 1115 ‘mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. ‘Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dipandang perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 hanya diterbitkan ‘untuk mengikuti keinginan negara internasional, sehingga masih belum sempurna dan disinyalir masih banyak mengandung kelemahan. Penetapan besaran denda dan mekanisme penyetoran pada kas negara diharmonisasikan dengan norma yang berlaku dalam peraturan perundang- ‘undangan lainnya terkait pembawaan uang tunai, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia, Berdasarkan hal tersebut, besarnya sanksi denda yang dikenakan, kepada orang (orang perorangan atau korporasi) yang tidak memiliki izin dan persetujuan adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp300 juta Sanksi berupa denda juga akan dikenakan kepada Badan Berizin yang melakukan pembawaan UKA dengan jumlah melebihi persetujuan UKA oleh Bank Indonesia, sebesar 10% (sepuluh, persen) dari kelebihan jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara dengan Rp300 juta, Dalam rangka menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah, serta pengawasan terhadap lalu lintas peredaran uang, maka Gubernur Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018 mengatur tentang pembawaan wang kertas asing ke dalam dan ke luar Daerah Pabean Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018 mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 mengenai pembawaan UKA kke dalam dan ke luar Daerah Pabean Indonesia, yakni terkait dengan penerapan ssanksi atas pelanggaran PBI soal pembawaan uang kertas asing (UKA). Sebelumnya yang diatur hanya berupa pencegahan atas kegiatan pembawaan UKA dan setelah dilakukan perubahan ketentuan menjadi sanksi kewajiban membayar (denda). Sejak tanggal 3 September 2018, kebijakan pengenaan sanksi bagi setiap orang atau korporasi yang melakukan pembawaan UKA dengan nilai setara atau lebih dari Rp1 miliar mulai diberlakukan, Sanksi dimaksud dikecualikan bagi Badan Berizin, yaitu Bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memperoleh izin dan persetujuan dari Bank Indonesia. Pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain menjadi modus ‘untuk melakukan suatu upaya pengaburan asal usul hartakekayaan yang berasal dari tindak pidana, Pengaturan pembawaan UKA bukan merupakan Kebijakan kontrol devisa, Kebijakan ini menekankan pengaturan lalu lintas pembawaaan uang asing secara tunai. Bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memerlukan pembawaan valuta asing di atas ambang batas pembawaan UKA tetap dapat melakukannya secara non tunai. Dengan implementasi ketentuan pembawaan UKA diharapkan dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter, Khususnya dalam menjaga kestabilan rupiah, Sutedi menjelaskan tentang pentingnya kontrol terhadap pembawaan uang tunai ke dalam dan/atau ke luar Daerah Pabean Indonesia, bukan hanya dalam Konteks menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah dan mencegah SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 26 dari 1115 internasionalisasi mata uang rupiah, melainkan sangat penting dalam konteks pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (Sutedi, 2008). Hasil penelitian Ayu menujukkan guna memberantas pencucian uang, maka terdapat 2 (dua) institusi, yaitu Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berwenang menindaklanjut pelaku yang tidak melaksanakan laporan pembawaan uang tunai, disebabkan DJBC dan PPATK sebagai fokus utama pencegahan pelaku pembawaan uang tunai ke dalam ‘maupun Ke luar negeri, sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Pencucian Uang, serta dalam hal pencegahan pelaku diwajibkan melaksanakan dan memberitahukan, laporan pembawaan uang tunai tidak boleh melebihi Rp100.000.000,00 agar tidak dikenai sanksi pidana dan sanksi administrasi dan mencegah keuangan yang direkayasa (Ayu, 2018). Salah satu tugas DJBC sebagai pengawas perbatasan wilayah Indonesia dengan negara lain terutama atas pengeluaran atau pemasukan barang ke /dari luar wilayah Indonesia. Dalam melakukan tugas pengawasan, DJBC melaksanakan salah satu perannya sebagai pelindung masyarakat (community protector), yaita memberikan perlindungan kepadamasyarakat dari barang-barang yang dilarang maupun dibatasi yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap Kesehatan dan keamanan juga ‘moralitas (Kemenkeu, 2019). Peran community protectortercermin dalam salah satu ‘tugas pengawasan atas barang-barang yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga teknis sebagai barang dilarang atau dibatas! impor ekspornya. Pejabat Bea dan Cukai melaksanakan pengawasan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157 /PMK04/2017 Tentang Tata Cara Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif dan Penyetoran ke Kas Negara ‘Tantangan yang dihadapi oleh DJBC dalam melakukan pengawasan terhadap keluar masuknya uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku cukup sulit, untuk dilakukan, mengingat objek pengawasan yaitu uang tunai baik dalam bentuk rrupiah maupun UKA memiliki dimensi Kepentingan yang berbeda akan tetapi sama- sama urgensinya Berdasarkan kondisitersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan ‘menganalisis dimensi pengaturan atas kebijakan dalam pengawasan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada DJBC. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai sumbangan literatur dan informasi ilmiah untuk memahami, mendalami, dan ‘mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai ruang lingkup tugas, fangsi, dan kewenangan DJBC dalam pengawasan pembawaaan uang tunai dan /atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia. Manfaat, praktis dari hasil penelitian ini sebagai paradigma berpikir dan kerangka acuan kepada praktisi hukum dan lembaga pembuat undang-undang untuk merumuskan, ebijakan yang tepat dan efisien, guna membentuk konstruksi hulum pengawasan pembawaan uang tunai secara tepat dan efektif sebagai langkah pencegahan dan pemberantasan TPPU. SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 27 dari 1115 2. KERANGKA TEORITIS 2.4, Pembawaan Vang Tunai Sejarah mencatatbeberapajenis barang pernah dipakai sebagaiuang,antara lain kkerang, emas, gigi binatang, kulit, perak, dan sebagainya (Nopirin, 1992). Kemudian, uang berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan sejarah, sehingga dikategorikan menjadi 3 (tiga) jenis uang, yaitu uang barang (commodity money), ‘ang kertas (token money), dan uang giral (deposit money) (Nasution, etal. 2007). ‘Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi ‘ang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi dan sulit digantikan variabel lainnya, Uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi (Sari, 2016). Menurut ilmu ekonomi tradisional, uang adalah setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum, sedangkan ilmu ekonomi modern mendefinisikan uang sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang dan jasa, pembayaran utang, dan kekayaan berharga lainnya (Bonang, 2011), Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ‘mendefinisikan “uang adalah alat pembayaran yang sah”. Uang merupakan segala sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat tukar. Dalam setiap sistem perekonomian, fungsi utama uang selalu sebagai alat tukar (medium of exchange), Fungsi utama ini lalu memiliki darivasi fungsi-fngsi lain seperti uang sebagai pengukur nilai (standard of value), penyimpanan nilai (store of value), unit of account. dan pengukur pembayaran tangguh (standard of deferred payment) (Sari, 2016). Ditinjau dari teori ekonomi, uang dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu sisi hukum dan sisi fungsi. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang- ‘undang sebagai uang, Secara fungsi, uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsinya sebagai uang (Sari, 2016). ‘Terdapat 3 (tiga) fungsi utama dari uang, yakni alat tukar (medium of exchange) sebagai alat untuk mempermudah pertukaran; alat kesatuan hitung (unit of account) ‘sebagai alat untuk menentukan nilai harga jenis barang dan perbandingan harga satu barang dengan barang lain; dan alat penyimpan /penimbun kekayaan (store of value) dalam bentuk uang atau barang (Sholihin, 2010), Setelah memahami pengertian atau konsep uangsecara umum, selanjutnyaakan, dibahas tentang instrumen pembayaran, yang diklasifikasikan atas alat pembayaran, ‘tunai (cash based) dan non tuna, Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100 /PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157 /PMK04/2017 Tentang Tata Cara Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan /atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif dan Penyetoran ke Kas Negara mendefinisikan uang, tunai adalah uang dalam mata wang rupiah dan/atau uang dalam mata uang asing yang terdiri atas uang kertas rupiah, uang logam rupiah, uang kertas asing, dan uang logam asing Uang tunai dikenal dengan sebutan uang kartal (common money), yaitu alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari, yang terdiri dari wang kertas dan uang logam yang beredar di ‘masyarakat yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia yang berfungsi sebagai otoritas moneter (Solikin dan Suseno, 2002). Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157 /PMK.04/2017 Tentang SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 28 dari 1115 Tata Cara Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif dan Penyetoran ke Kas Negara, menentukan “pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain adalah tindakan membawa wang tun dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia’ Menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016 tentang, Pembawaan Uang Tunai dan /atau Instrumen Pembayaran Lainke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia, menentukan "pemberitahuan pembawaan wang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam dan ke luar Daerah Pabean dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan pabean dan mengisi formulir pembawaan ‘wang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain’. Dalam hal membawa uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain melalui jasa kargo komersial, maka formulir harus memuat informasi dan identitas mengenai nama dan alamat pengirim (shipper); nama dan alamat penerima (consignee): dan nama jasa pengangkutan, sedangkan membawa uang tunai melalui jasa kiriman penyelenggara pos, maka harus memuat informasi dan identitas nama dan alamat engirim: nama dan alamat penerima: dan nama jasa kiriman penyelenggara pos. Berbagai peraturan yang terkait dengan ketentuan membawa uang tunai dan/atauinstrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia, antara lai 1, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (LN Tahun 2006 Nomor 93, TLN Nomor 4661) 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (LN Tahun 1999 Nomor 67, TLN Nomor 3844). 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan, Tindak Pidana Pencucian Uang (LN Tahun 2010 Nomor 122, TLN Nomor 5164). 4, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pengeluaran atau Pemasukan Mata Uang Rupiah dari atau ke Dalam Wilayah Republik Indonesia (LN Tahun 1998 Nomor 30, TLN Nomor 3737). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan /atau Instrumen Pembayaran Lain ke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia (LN Tahun 2016 Nomor 366, TLN Nomor 6009). 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Vang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif dan Penyetoran ke Kas negara (BN Tahun 2018 Nomor 1147), 7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PNI/2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia (LN Tahun 2002 Nomor 104, TLN Nomor 4231). 8, Peraturan Bank Indoensia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia (LN Tahun 2017 Nomor 94, TLN Nomor 6050). 9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia (LN Tahun 2018, Nomor 25, TLN Nomor 6185). SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 29 dari 1115 10. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 01/BC/2005 tentang Tata Laksana Pengeluaran dan Pemasukan Uang Tunai. 11. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-12/BC/2016 tentang Peningkatan Pengawasan Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain ke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia. 2.2, Pencucian Uang dalam Prisma Kejahatan Istilah “money laundering” pertama kali dipakai sebagai terminologi kejahatan di Amerika Serikat pada tahun 1930, yang merujuk pada perbuatan mafia dalam ‘memproses uang hasil kejahatannya untuk dicampur dengan bisnis yang sah dengan ‘tujuan agar uang kotor tersebut menjadi bersih atau terlihat sebagai uang dari hasil usaha yang sah (Noble dan Golumbic, 1998). Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mendefinisikan "pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-ndang’. Pencucian uang dapat dilakukan dengan modus operandi yang sangat beragam. ‘mulai dari menyimpan uang di bank, hingga membeli rumah mewah atau saham, Pencucian uang dilakukan untuk berbagai tujuan, antara lai 1, Menyembunyikan wang atau harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan, dengan tujuan agar uang atau kekayaan tersebut tidak dipermasalahkan secara hukum dan tidak disita oleh pihak yang berwajib atau juga agar tidak dicurigai banyak orang. Menghindari penyelidikan dan/atau tuntutan hukum, Pelaku kejahatan ingin ‘melindungi atau menghindari tuntutan hukum dengan cara “menjauhkan” diri mereka sendiri dari uang/kekayaan hasil kejahatan, misanya dengan ‘menyimpannya atas nama orang lain, Meningkatkan keuntungan. Pelaku kejahatan bisa saja mempunyai beberapa usaha lain yang legal. Seringkali, uang hasil kejahatan disertakan ke dalam perputaran usaha-usaha mereka yang sah tersebut. Akibatnya, uang hasil kkejahatan bisa melebur ke dalam usaha atau bisnis yang sah, menjadi lebih sulit, terdeteksi sebagai hasil kejahatan, dan juga dapat meningkatkan keuntungan bisnis yang sah tersebut (PPATK, 2016). Pada dasarnya seluruh modus tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) jenis tipologi, yang tidak selalu terjadi secara bertahap, tetapi bahkan dilakukan secara bersamaan, Ketiga tahapan tipologi tersebut, yaitu penempatan (placement), pemisahan/pelapisan (layering), dan penggabungan (integration) (Insani dan Haryadi, 2020). Pencucian uang dalam tataran kriminologis dapat dijelaskan sebagai bagian dari prisma kejahatan, Prisma kejahatan yang digagas oleh Henry dan Lanier (2006) dapat dilihat pada gambar 1. SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 30 dari 1115 Gambar 1 The Crime Prism Sumber: (Henry dan Lanier, 2006). Prisma kejahatan menggambarkan secara implisit mengenai kejahatan yang hanyatampak secara langsung, Prisma initerbagi menjadi 2 (dua) bagian. Bagian atas ‘menjelaskan kejahatan yang terlihat, seperti kejahatan jalanan, sedangkan bagian bawah menjelaskan kejahatan yang dilakukan oleh pihak yang abstrak, seperti organisasi, korporasi, pemerintah, serta pihak-pihak yang tidak teridentifikasi secara Jangsung, Penempatan kejahatan pada tingkat tertentu, dilihat dari hubungan antara bentuk kerugian, respon hukum, korban, dan reaksi sosial masyarakatnya. Semakin banyak faktor yang diperhitungkan, dan ketika nilainya semakin kuat mempengaruhi, maka satu perilaku tersebut masuk pada bagian yang paling mengerucut atau ‘meningkat, dan dianggap serius Sementara itu, ketika satu perilaku tidak ‘menghasilkan satu dampak yang signifikan pada beragam faktor tadi, perilaku tersebut akan menempati tingkatan yang lebih bawah. Pencucian uang merupakan bentuk dari invisible crime yang dijelaskan pada agian bawah prisma. Pada tingkat lebih rendah, kejahatan tidak terlihat (invisible crime), secara tidak langsung merugikan banyak orang dalam periode waktu yang Jama, Dampak dari jenis kejahatan yang tersembunyi ini tidak secara langsung dirasakan, sehingga reaksi masyarakat justru semakin berkurang disebabkan banyak Korban yang tidak menyadari bahwa mereka merasakan kerugian dan sejatinya ‘mereka adalah korban daritindakan tersebut. Sejatinya dampak dari pencucian uang cukup besar dan meluas. Tindakan pencucian uang memberikan pengaruh bagi stabilitas ekonomi negara Pertama, ativitas tersebut mengganggu sektor swasta yang sah, Pelaku pencucian uang yang ‘menyamarkan hasil kejahatannya dalam struktur bisnis yang sah, namun tidak bertujuan untuk menginvestasikan harta kekayaannya, melainkan untuk menyembunyikan hasil dari tindak Kejahatannya, Pemilik bisnis berani untuk ‘menawarkan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran, sehingga berdampak pada kebangkrutan bagi sektor swasta dalam bidang bisnis yang sama. Kedua, bila pelaku kejahatan berhasil mencuci wang hasil kejahatannya, maka dapat menikmati kekayaan yang dihasilkan ataupun digunakan untuk mengembangkan kejahatan dan organisasi kejahatannya, Pencucian uang dapat menciptakan distorsi ekonomi dan menyulitkan otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah wang yang beredar; Ketiga, aktivitas pencucian uangberdampak pada meningkatnyabiayasosial negara yang digunakan untuk menangani pelaku (Henry dan Lanier, 2006). SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 31 dari 1115 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (normative law research). Menurut (Fajar dan Achmad, 2017), penelitian hukum normatif adalah penelitian yang memiliki objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum. Alasan penulis menggunakan penelitian hukum normatif disebabkan penelitian ini bertolak pada bahan-bahan hukum yang bersifat tertulis yang berkaitan dengan pengawasan dalam membawa uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, sehubungan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dalam menganalisis hasil penelitian, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif| untuk menyajikan gambaran mengenai dimensi pengaturan atas kebijakan DJBC dalam mengawasi uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa ke dalam dan ke luar Daerah Pabean. 3.2. Sumber Data Data merupakan hal yang paling penting dalam suatu penelitian. Sumber data utama dalam metode penelitian yuridis normatif adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini, sumber data sekunder dibagi menjadi 3 (tiga) bahan hukum, sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menelaah dan menganalisa berbagai maksud dan makna yang terkandung dalam: a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- ‘Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. c. UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia, 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder terdiri dari bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikastlan, meliputi pendapat hukum/doktrin teori-teori yang diperoleh dari jurnal buku teks, karya ilmiah, artikel dalam majalah maupun Jaman web yang terkait den gan penelitian. 3. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier memberikan petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder yang penulis peroleh dari kamus, ensiklopedi, indeks ‘umulatif dan sumber iainnya yang mendukung objek penelitian 3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data perlu dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan data-data yang valid dalam penelitian, Penulis menggunakan teknik kepustakaan dan SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 32 dari 1115 dokumentasi. Teknik kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian,hal ini dikarenakan suatu penelitian tidak akan lepas dari literatur ilmiah (Sugiyono, 2012), sedangkan teknik dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan ‘mencari atau menggali data dariliteratur yang terkait dengan apa yang dimaksudkan dalam rumusan masalah, Data-data yang telah didapatkan dari berbagai literatur dikumpulkan sebagai suatu kesatuan dokumen yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, 3.4. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis data dengan ‘mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, ‘menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan, Teknik analisis data dengan menggunakan model analisis interaktif (Miles dan Huberman, 2009), yang terdiri dari 3 (tiga) alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing /verification) ‘mengenai kebijakan dalam pengawasan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran Iain yang pelaksanaannya dibebankan kepada DJBC. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat beberapa dimensi peraturan perundang-undangan yang mengatur ‘tentang pengawasan atas lalu lintas pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, Pembahasan berikut ini akan terbagi berdasarkan dimensi peraturan perundang-undangan tersebut. 4a. imensi_Pengaturan Pembawaan Uang Tunai Berdasarkan Undang- Undang TPPU Setelah tragedi serangan tanggal 11 September 2001 (Serangan 9/11), FATF telah mengeluarkan Rekomendasi Khusus ke-9 (SR-IX) yang kemudian menjadi Rekomendasi ke-32 dari 40 Rekomendasi terbaru FATF. Rekomendasi tersebut dikeluarkan dengan tujuan agar negara/yuridiksi mempunyai 5 (lima) langkah- Iangkah dalam memperkuat rezim Anti Money Laundering dan Counter Financing of Terroris, antara lain untuk mendeteksi pemindahan uang tunai dan instrumen pembayaran lain lintas batas secara fisik: menghentikan atau menahan Uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang diduga terkait dengan pendanaan terorisme atau pencucian uang dan untuk menerapkan sanksi yang tepat atas, pemberitahuan tidak benar. Pada butir 60 International Best Practices pelaksanaan SR-IX, FATF menyatakan banyak UT dan IPL yang diungkap pada akhirnya akan dikembalikan ke pelanggar kkarena kurangnya bukti yang mengaitkan antara uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, pelanggar dengan kejahatan yang dilakukan, sehingga perbuatan penyembunyian, penyelundupan atau percobaannya untuk menghindari kewajiban pemberitahuan pantas dikenai sanksi pidana tersendiri. Jahja (2012) mengemukakan bahwa membawa uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia merupakan salah satu sarana atau modus dalam TPPU, Sutedi (2008) menguraikan modus operandi ‘TPPU dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut: SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 33 dari 1115 1. Kerja sama modal, Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa ke luar negeri, Uang tersebut masuk Kembali dalam bentuk Kerjasama modal (foint venture project). Keuntungan inventasi tersebut harus diinvestasikan lagi dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih karena ‘tampaknya diolah secara legal, bahkan dikenakan pajak Agunan kredit. ‘Vang tunai diselundupkan ke luar negeri, kemudian disimpan di bank negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk Iunak. Dari bank tersebut ditransfer ke Bank Swiss dalam bentuk deposito. Setelah itu dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke asal uang haram tadi. Perjalanan luar negeri, ‘Uangtunai ditransfer ke luarnegerimelalui bankasingyang berada dinegaranya. Kemudian uang tersebut dicairkan kembali dan dibawa kembali ke negara asalnya oleh orang tertentu, Seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri. 4, Menyamarkan usaha dalam negeri. Mendirikan sebuah perusahan samaran dengan uang hasil kejahatan dengan ‘tujuan menghasilkan uang bersih, sehingga tidak dipersoalkan perusahaan itu ‘menghasilkan untung atau rugi. Menyamarkan perjudian, Uang tersebut untuk mendirikan usaha perjudian, Tidak menjadi masalah apakah menang atau kalah, namun akan dibuat terkesan menang, sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Seandainya di Indonesia masih ada lottre atau sejenisnya yang lain, kepada pemilik uang haram dapat ditawarkan nomor ‘menang dengan harga yang lebih mahal. Dengan demikian, uang tersebut memberikan kesan kepada yang bersangkutan sebagai hasil kemenangan kegiatan perjudian tersebut. 6. Menyamarkan dokumen. Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, tetapi keberadaannya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau yang diadakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang tersebut sebagai hasil kegiatan luar negeri, 7. Pinjaman luar negeri. ‘Vang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, kemudian wang tersebut dimasukkan Kembali sebagai pinjaman Iuar negeri. Hal ini seakan-akan memberikan kesan bahwa pelaku memperoleh bantuan kredit luar negeri. 8. Merekayasa pinjaman luar negeri. Secara fisik, ang hasil kejahatan tetap berada di dalam negeri, namun ‘merekayasa dokumen seolah-olah diberikan bantuan atau pinjaman dari luar negeri. Pola perpindahan lalu lintas uang yang terkait dengan tindak pidana pencucian ang adalah hasil tindak pidana atau uang kotor yang ada pada yuridiksi hukum ‘melewati perbatasan menjadi uang bersih pada yuridiksi hukum lain, setelah menjadi uuang bersih, sah, legal pada yuridiksi hukum lain, kembali lagi masuk melewati perbatasan ke yuridiksi hukum semula, menjadi uang legal, sebagaimana diilustrasikan gambar 2 di bawah i SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 34 dari 1115 dete ished an Si “tain Heise beh, “anit a ask Gambar 2 Pola Proses Lalu Lintas Uang Pada Daerah Perbatasan Sumber: Irman (2017). Poladi atas merupakan proses Lalu lintas uang pada daerah perbatasan di daerah, itu terdapat fungsi perlindungan untuk mencegah terjadinya suatu proses perbuatan pidana pencucian uang. Sebagaimana diketahui bahwa institusi yang paling bbertanggung jawab atas pengawasan impor dan ekspor di perbatasan negara adalah DBC. Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menentukan bahwa setiap orang yang membawa uang tunai dalam matauang rupiah dan /atau mata ang asing, dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat ‘sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit Rp100.000.000.00 (seratus jutarupiah) atau yangnilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia ‘wajib memberitahukannya kepada DJBC. Keberadaan UU 8/2010, di samping mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan pencucian uang juga diharapkan dapat membuatjera para pelaku kegiatan pencucian ‘ang, Pokok-pokok pengaturan TPPU yang tercantum dalam UU 8/2010, antara lain: 1, Peraturanmengenai hukuman bagi para pelaku tindak pidana pencucian uang 2. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan, membantu, atau melakukan permufakatan jahat untuk kegiatan pencucian uang dapat dikenakan pidanadan dikenakan denda. 3. Pengaturan tentang kewajiban pelaporan yang harus dilakukan oleh lembaga kkeuangan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan atau transaksi keuangan sebesar_Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap kkelalaian dan kewajiban ini dapat diancam dengan sanksi pidana dan denda 4, Pembentukan PPATK sebagai lembaga yang independen untuk mencegah dan ‘memberantas kegiatan pencucian uang. 3. Kewajiban pelaporan oleh lembaga keuangan kepada PPATK atas penerimaan ‘uang tunai sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih baik yang dilakukan dalam satu kali penerimaan ataupun beberapa kali penerimaan, Kewajiban pelaporan keuangan tersebut termasuk penerimaan pembayaran, penyetoran, dan transfer dari keuangan lembaga keuangan lain ataupun penitipan dana yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana, SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 35 dari 1115 Kewajiban pelaporan oleh DJBC kepada PPATK mengenai uang tunai yang bberjumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih yang dibawa oleh siapapun, baik dari dalam dan uar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, 7. Kewajiban nasabah deposan (perseorangan ataupun korporasi) untuk menyampaikan identitasnya secara lengkap dan benar di bank termasuk nasabah reksadana dan perusahaan efek. Pengaturan kewenangan PPATK dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk kemungkinan pelaksanaan kerja sama bilateral dan multilateral dengan negara lain dalam proses-proses dimaksud, 9. Pengaturan perlindungan bagi pelapor dan saksi. DJBC merupakan lembaga yang memiliki peranan khusus berkenaan dengan pengawasan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke Iuar Daerah Pabean Indonesia (NRA Indonesia, 2015). Apabila tidak memberitahukan kepada petugas Bea Cukai akan membawa uang tunai, maka berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menentukan pengenaan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh jumlah wang tunai dan /atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Demikian juga jika seseorang yang telah memberitahukan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaranlain tetapi jumlah uang tunai dan /atau instrumen pembayaran lain yang dibawa lebih besar dari jumlah yang diberitahukan, maka akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari kelebihan jumlah ‘uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Sanksi administratif tersebut diambil langsung dari uang tunai yang dibawa dan disetorkan ke kas negara oleh DJBC. tas pelaksanaan pengawasannya, DJBC berkewajiban membuat laporan tentang pembawaan uang tunai dan pengenaan sanksi administrasi untuk disampaikan kepada PPATK. Tentunya laporan yang disampaikan DJBC tersebut selanjutnya akan ‘menjadi bahan analisis PPATK, PPATK merupakan badan dengan fungsi intelijen (Financial Intelligence Unit) atas transaksi tertentu dan transaksi mencurigakan, dan hhasil analisis atas kerja intelijen PPATK kemudian dijadikan alat bukti. Berdasarkan Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT) yang disampaikan DJBC kepada PPATK menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun, Laporan statistik LPUT selama bulan Januari 2019, terdapat 158 laporan atau naik 198,1 persen (c-to-c), jumlah total LPUT yang diterima PPATK sejak Januari 2006 s.d, Januari 2019 tercatat sebanyak 22.616 laporan dengan penerimaan laporan terbanyak berasal dari Soekarno Hatta sebesar 60,3 persen dan Batam sebesar 33,9 persen (PPATK, 2019), sebagaimana dapat dilthat pada grafik 1. SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 36 dari 1115 Grafik 1 Perkembangan Jumlah Per-Tahun dan Kumulatif LPUT Sumber: Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (2019). Sejak bulan Januari 2006 sa, Januari 2019, tercatat jumlah laporan pembawaan ‘uang tunai yang diterima oleh PPATK tercatat sebanyak 22.616 laporan dengan penerimaan laporan terbanyak berasal dari Soekarno Hatta (60,3 persen) dan Batam (39 persen), sebagaimana dapat dilihat dalam grafik 2, Grafik 2, Perbandingan jumlah LPUT Berdasarkan Lokasi Pelaporan Sumber: PPATK (2019). Selain menerima LPUT, PPATK juga telah menerima pelaporan pelanggaran pembawaan uang tunai dari DJBC. Hingga Januari 2019, tercatat terjadi 304 pelanggaran pembawaan ang tunai yang terjadi di 19 lokasi pelaporan. Berdasarkan lokasinya, sebagaian besar pelanggaran pembawaaan uang tunai terjadi di Ngurah Rai Denpasar sebanyak 45,1 persen atau sebanyak 137 pelanggaran. SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 37 dari 1115 ‘Tabel 2 Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai Menurut Lokasi Pelaporan Sumber: PPATK (2019). TekasiFelaporan | Jualair gurahRaiDenpasar—[_ 137 Soekamo Hatta 60 Batam ec] Rial Nea 7 Pekan Bari Pontanak ‘Medan “Tarakan Duma Banding 77 Pinang Taluk Bayar 77 sala Kari Halim Perdana Kasumaly "Taluk Nibung Juanda ‘ataram Palembang ‘Aambua 2 Toral 308 Berdasarkan data statistik yang disampaikan oleh PPATK periode Januari 2006 s.d, 2018 mencatat Soekarno Hatta International Airport menempati peringkatteratas sebesar 13,473 (60,1 persen). Pada grafik 3 menggambarkan penegahan pembawaan ‘wang tunai yang dilakukan oleh DJBC di Bandara Soekarno Hatta, sesuai dengan salah satu kewenangan yang dimiliki DJBC. 2018, 2016 2017 2018 kp vate Grafik3. Penegahan Uang Tunai di Bandara Soekarmo Hatta Sumber: KPU BC Tipe C Soekarno Hatta (2018). Keterangan: ~ Tahun 2013: Rupiah (4) dan Valas (4). ~ Tahun 2016: Rupiah (4) dan Valas (33), ~ Tahun 2017: Rupiah (0) dan Valas (7). ~ Tahun 2018: Rupiah (7) dan Valas (31), SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 38 dari 1115 4.2. Dimensi Pengaturan Pembawaan Uang Tunai Berdasarkan Undang- Undang Bank Indonesia Selain pengaturan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen lain berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, terdapat pengaturan membawa uang tunai yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, yang menentukan tujuan Bank Indonesia adalah ‘mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu ditopang dengan 3 (tiga) pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat. Pengaturan oleh Bank Indonesia merupakan cerminan dari salah satu kewenangannya terkait dengan kebijakan pengedaran wang, Secara umum arah dan ‘tujuan kebijakan pengedaran uang adalah memenuhi kebutuhan masyarakat akan uuang (uang Kertas dan uang logam) dalam jumlah nominal yang cukup, menjaga kkualitas uang layak edar, dan menanggulangi tindakan pemalsuan uang (Dermawan, 2018), Terdapat 2 (dua) sasaran strategis kebijakan pengedaran wang, yaitu menjaga kelancaran dan ketersediaan uang tmai secara efisien (Ensuring a smooth and efficient supply of cash) dan memelihara integritas mata uang (Maintaining the integrity of the currency) (Sigalingging, etal, 2004), Selain itu, terdapat implikasi atas penerapan kebijakan sistem devisa bebas oleh Indonesia, Pelaksanaan kebijakan sistem devisa dan sistem nilai tukar dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneteryang bertanggung jawab dalam memelihara kestabilan nilai rupiah. Upaya itu perlu didukung oleh suatu sistem pemantauan lalu lintas devisa yang efektf. Oleh karena itu, Bank Indonesia diberikan wewenang untuk ‘meminta keterangan dan data mengenai Kegiatan lalu lintas devisa dan menetapkan ketentuan mengenai kegiatan devisa yang didasarkan atas prinsip kehati-hatian. Hal tersebut tertuang pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Berdasarkan jenis mata uang, pengaturan pembawaan uang tunai oleh Bank Indonesia, sebagai berik 1. Ketentuan mengenai pembawaan uang rupiah. Konsideran Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia merupakan peraturan pelaksanaan atas ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menentukan pembawaan uang rupiah yang diatur Bank Indonesia meliputi pembawaan keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia. Pertimbangan adanya pengaturan pembawaan uang rupiah baik keluar ataupun ‘masuk ke wilayah pabean Indonesia adalah dalam rangka mengatur, menjaga, dan ‘memelihara kestabilan nilai uang rupiah, serta dalam rangka pengawasan terhadap alu lintas peredaran uang termasuk pengawasan terhadap uang palsu. Pokok-pokok ketentuan yang ditentukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 mengatur penetapan jumlah uang rupiah yang dapat dibawa SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 39 dari 1115 kkeluar atau masuk wilayah Indonesia: prosedur perizinan membawa uang rupiah kkeluaratau masuk wilayah Indonesia: dan sanksi administratf terhadap pelanggaran kketentuan pemindahan uang rupiah dari atau ke luar negeri tanpa izin. Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 memuat ketentuan batas jumlah uangrupiah yang yang dapat dibawa dengan bebas keluar atau masuk wilayah Indonesia adalah kurang dari Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Apabila uang rrupiah yang dibawa sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, maka terdapat kewajiban untuk terlebih dahulu memperoleh Izin dari Bank Indonesia dan ‘memeriksakan keaslian uang tersebut kepada petugas Bea dan Cukai di tempat kkedatangan, Terhadap pelanggaran tersebut dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh per seratus) yang dikenakan dari jumlah uang rupiah yang dibawa baik yang keluar maupun masuk ke wilayah pabean, dengan batas, ‘maksimal pengenaan sanksi sebesar Rp300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah), Untuk pembawaan uang rupiah yang telah memperoleh izin Bank Indonesia namun kkedapatan selisih lebih maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari dari jumlah yang dibawa setelah dikurangi dengan jumlah yang diberikan izin, dengan batasmaksimal pengenaan sanksi sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), 2. Ketentuan mengenai pembawaan wang kertas asing. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 20 /2/PBI/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia menentukan Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan pengendalian moneter yang dilakukan, salah satunya melalui pengaturan lalullintas pembawaan uang kertas asing kke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia. Pengaturan mengenai perizinan pembawaan uang kertas asing ke dalam dan ke luar Daerah Pabean Indonesia sejalan dengan upaya mendukung kebijakan Bank Indonesia dalam mewujudkan gerakan nasional non tunai dan penerapan kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRD. Substansi ketentuan pembawaan uang kertas asingke dalam danke luar Daerah, Pabean Indonesia diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 jo. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018, yang menentukan "pembawaan UKA Ke dalam dan ke Inar daerah pabean Indonesia dengan jumlah yang nilainya paling sedikit setara dengan Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah) hanya dapat dilakukan oleh Badan Berizin, yaitu Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memiliki I2in Pembawaan UKA dan persetujuan Pembawaan UKA dari Bank Indonesia. Terhadap pelanggaran kketentuan tidak memiliki izin dan/atau Persetujuan Pembawaan UKA dikenakan sanksi denda 10% dari seluruh UKA yang dibawa, maksimal eq. Rp300.000.000 (tiga rratus juta rupiah), sedangkan badan berizin yang membawa UKA yang melebihi jumlah UKA yang disetujui BI dikenakan denda 10% dari selisth jumlah antara UKA yang dibawa dengan yang disetujui BI, maksimal eq, Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). 5. KESIMPULAN Kebijakan DJBC dalam mengawasi membawa uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, dilatarbelakangi 2 (dua) dimensi peraturan perundang-undangan yang berbeda. Pertama, dimensi pencegahan, monitoring, dan pengawasan terhadap SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 40 dari 1115 potensi TPPU, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kedua, dimensi perwujudan wewenang Bank Indonesia dalam meminta data dan keterangan atas kegiatan lalu lintas devisa, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Kedua dimensi tersebut sama-sama menyoroti hhalyangsama, yaitu uang tunai yang melintas di perbatasan wilayah negara, sehingga eran DJBC semakin penting dan strategis dalam mengawasi pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam maupun Ke luar wilayah NKRI dalam rrangka pencegahan dan pemberantasan TPPU. 6. SARAN Peraturan perundang-undangan terkait pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain, secara keseluruhan sudah cukup memadai, namun dalam pelaksanaannya masih belum berjalan secara efektif, karena UU TPPU dan UU BI yang berlaku saat ini dinilai memiliki keterbatasan dalam upaya pendeteksian TPPU, terdapamya beragam penafsiran atas beberapa rumusan norma dalam peraturan perundang-undangan terkait TPPU yang berlaku saat ini, dan penerapan konvensi-konvensi terkait TPPU masih menghadapi benturan dengan sistem hukum Indonesia, antara lain ketentuan mengenai serious crime yang tidak dikenal dalam Hukum Pidana Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan harmonisasi dengan ‘menyesuaikan ketentuan Konvensi PBB 1988 dan KonvensiUni Eropa 1990 yangtelah diratifikasi oleh Indonesia, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya guna menghindari tumpang tindih peraturan dan benturan kepentingan. Mengingat keterbatasan penelitian ini, maka disarankan kepada peneliti selanjutnya ‘untuk membahas tentang hal-hal yang perlu diperkuat agar tindak pidana pencucian ‘uang dapat ditangani dengan baik. Penghargaan Paji dan syulur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan karunia, vrahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis menyelesaikan penelitian ni. Penulis juga ‘menghaturkan ucapan terima Kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan informasi, dukungan, dan saran. Ucapan terima Kasih secara khusus penulis ‘sampaikan kepada Pejabat dan Pegawai pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pusat DJBC, serta Kantor Pelayanan Utama Bea Culkai Type C Soekarno Hatta yang telah memberikan data, bantuan, dan saran kepada penulis selama melakukan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Amrullah, (2003), Pencucian Uang dan Kejahatan Terorganisir, Junal Hukum, Volume 10 No. 22 p 130-146, Ayu. (2018). Penegakkan Hukum atas Pengawasan Pembawaan Uang Tunai Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan, Media luris, Volume 1 No. 3p496- 513, SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 41 dari 1115 Bawole, G. ¥. (2011), Sistem Pembuktian dalam Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Manado: Fakultas Ima Hukum Universitas Sam Ratulangi. Bonang, (2011). Kritik Time Value of Money. Jurnal El-Hikam, Volume IV Nomor 2, p 95-108, Dermawan, (2018). Peranan Bank Indonesia dalam Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia, Medan: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Fajar dan Achmad. (2017), Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. FATR. (2001, October). FATF IX Special Recommendations. Retrieved from http://wwwfatf-gafi.org/ media/fatt/documents/reports/FATF%20Standards, %20%201X%20Special%20Recommendations%20and%20IN%20rc.pdf Hakim & Martin, (2015). Tindak Pidana Pencucian Uang dan Modusnya dalam Perspektif Hukum Bisnis. Jurnal De'Rechstaat, Volume 1 Nomor 1 . Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/277668808_TINDAK PIDANA -PENCUCIAN-UANG_DAN MODUSNYA_DALAM_PERSPEKTIF_HUKUM_BISNIS Henry dan Lanier. (2006). The Prism of Crime: Arguments for an Integrated Defini of Crime. Journal Justice Quarterly, Volume 15 Nomor 4, p 609-627. Holsti. (1969). Content Analysis for the Social Science and Humanities. Massachusetts: Addison, Husein, (2006). Forum Imiah Ekonomi Studi Akuntansi dan Temu Nasional Jaringan ‘Mahasiswa Akuntansi Indonesia, Padang: FIESTA, Insani dan Haryadi. (2020). Money Laundry Melalui Online Game. Jurnal Akutansi ‘Multi Dimensi , Volume 3 No. 1 p 321-330. Inman, (2017). Money Laundering, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Pencucian Vang dalam Penetapan Tersangka. Jakarta: Gramedia. Jahia. (2012). Melawan Money Laundering, jakarta: Visimedia, Kemenkeu. (2019, December 30). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sebagai Trade Facilitator dan Industrial Assistance. Retrieved from https:/ /www.beacukai-go. id berita direktorat-jenderal-bea-dan-cukai-sebagai-trade-facilitator-dan-indu strial-assistance.html Koentjaraningrat, (1983). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, Kontan, (2018). Sanksi Pembawaan Uang Kertas Asing Lebih dari Rp 1 Miliar Berlaku ‘Awal Pekan. Retrieved from _https://nasional.kontan.co.id/news/sanksi- pembawaan-uang-kertas-asing-lebil-dari-rp-1-miliar-berlaku-awal-pekan Kurniawan, I. (2012). Perkembangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Dampaknya Terhadap Sektor Ekonomi dan Bisnis. Jurnal limu Hukum, Masyhuri, (2005). Teor’ Ekonomi dalam Islam. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Miles dan Huberman. (2009). Analisis Data Kualitatif Jakarta: Ul-Press. Nasution, etal. (2007). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Noble dan Golumbic, (1998), A New Anti-Crime Framework for The World: Merging The Objective and Subjective Models for Fighting Money Laundering, Int'l L. & Pol, Volume 30 Nomor 79 p 79. Nopirin. (1992). Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE. NRA Indonesia. (2015). Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Vang. Jakarta: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. ‘SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 42 dari 1115 PPATK. (2016, September). Pengenalan Pencucian Uang. Retrieved from https://elearning.ppatkgo.id pluginfile.php/269/mod_page/content/S/Mod 1 - Bag 1 - Pengenalan Pencucian Uang.pdf PPATK. (2019). Anti Pencucian Vang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Jakarta: PPATK, PPATK. (2019, July 17). Pencucian Uang dalam Prisma Kejahatan, Retrieved from http://www.ppatk go.id/siaran_pers/read/963/pencucian-uang-dalam-prisma ‘ejahatan hem! Sari, (2016), Perkembangan dan Pemikiran Uang dari Masake Masa, Jurnal An-Nisbah, Volume 03 Nomor 01, p 39-58, Sholihin, (2010). Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Sigalingging, et al. (2004). Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia, Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Soekanto dan Mamudii. (2001), Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pres. Solikin dan Suseno. (2002). Vang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Perekonomian, Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ‘Alfabeta. Sutedi, (2008). Tindak Pidana Pencucian Vang. Bandung: Citra Bakti, Trinugroho. (2004, September). Perkembangan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Newsletter No. 58,p.9. Yani, (2013). Kejahatan Pencucian Uang (Tinjauan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang). Journal WIDYA Yustisia, Volume 1 No.1 p 20-28.

Anda mungkin juga menyukai