Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nilawati

Nomor UKG : 201500006728

Asal Instansi : SMP Negeri 14 Lubuklinggau

Tugas :

1. Temukan Implikasi teori di bawah ini dalam pembelajaran: a) bahavionstik, (b)kognitif, (c)
konstruktivisme, (d) humanistik

a). Teori bahavionstik adalah Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Sebagai contoh, anak
belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya sudah
mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan
perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan
perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang berupa stimulus dan
keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-
cara tertentu, untuk membantu belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus)
dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.

b). Teori kognitif Secara bahasa berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfikir.1 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu yang berhubungan atau
melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris.2 Dalam pekembangan
selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi, baik
psikologi perkembangan maupun psikologi pendidikan. Dalam psikologi, kognitif mencakup
semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental manusia yang berhubungan
dengan masalah pengertian, pemahaman, perhatian, menyangka, mempertimbangkan,
pengolahan informasi.
Teori kognitif Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori kognitf pada awalnya dikemukakan
oleh Dewwy, dilanjutkan oleh Jean Piaget, Kohlberg, Damon, Mosher, Perry dan lain-lain,6
yang membicarakan tentang perkembangan kognitif dalam kaitannya dengan belajar.
Kemudian dilanjutkan oleh Jerome Bruner, David Asubel, Chr. Von Ehrenfels Koffka, Kohler,
Wertheimer dan sebagainya.7 Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antar stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar melibatkan prinsip-prinsip dasar psikologi, yaitu
belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lewat pengalaman sendiri.
c). Konstruktivisme berasal dari kata kons truktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia
berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar
menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang
membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang berasal dari teori belajar kognitif.
Tujuan penggunaan pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah untuk
membantu meningkatkan pemahaman siswa. Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat
dengan metode pembelajaran penemuan (discovery learning) dan belajar bermakna
(meaningful learning). Kedua metode pembelajaran ini berada dalam konteks teori belajar
kognitif. Konstruktivisme adalah pembelajaran yang memberikan leluasan kepada peserta
didik untuk membangun pengetahuan meraka sendiri atas atas rancangan model
pembelajaran yang buat oleh guru (Mustafa & Roesdiyanto, 2021).
Menurut Newby et al. (2000) mengemukakan asumsi yang mendasari pandangan
Konstruktivisme. Menurut mereka pengetahuan merupakan sesuatu yang dibangun oleh
orang yang belajar. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan pada individu atau orang yang
belajar. Belajar oleh karenanya, dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi baru
terhadap suatu pengalaman. Menurut Jonassen (1996) mengemukan dua hal yang menjadi
esensi dari pandangan Konstruktivisme dalam aktivitas pembelajaran yaitu: (a) Belajar lebih
diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar memperoleh pengetahuan, (b)
Pembelajaran merupakan proses mendukung pembangunan pengetahuan daripada hanya
sekedar mengkomunikasikan pengetahuan. Menurut Suparno (2010) secara garis besar
prinsipprinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari
guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif
mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep
yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu
menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Elemen humanis dalam filosofi koilstruktivisme ada dalam subjektivitas yang
tersirat, dan gagasan bahwa kebenaran dapat bervariasi tergantung orang ke orang, atau dari
budaya ke budaya (Richey et al., 2011). Pendapat dari Donald et al. (2006) berpendapat
bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam
kegiatan: (a) merumuskan pertanyaan secara kolaboratif, (b) menjelaskan fenomena, (c)
berfikir kritis tentang isu-isu yang kompleks, (d) mengatasi masalah yang dihadapi.

d). Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada
bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari
pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-118.
konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar
dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian
belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar
sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar
yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful
Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan
asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional
sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si
belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang
telah dimilikinya. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri,
pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat
memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini
menjadikan teori humanistik bersifat sangat eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap
pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya.
Dalam arti ini eklektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur tersebut
dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-
teori apapun, asal tujuannya tercapai, yaitu memanusiakan manusia (Siregar & Nara, 2010).
Dari penalaran di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan
pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata, atau
kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau pandangan yang berbeda-
beda itu hanyalah 119 keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang
berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannya yang eklektik yaitu dengan
cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk
memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, di antaranya adalah Kolb yang terkenal dengan
“Belajar Empat Tahap”, Honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam
peserta didik, Hubermas dengan “Tiga macam tipe belajar”, serta Bloom dan Krathwohl yang
terkenal dengan “Taksonomi Bloom”

Anda mungkin juga menyukai