Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menuntut ilmu adalah suatu hal yang sangat penting untuk
mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu,
manusia tidak bisa melakukan segala hal. Dalam mencari nafkah perlu ilmu,
beribadah perlu ilmu dan bahkan makan dan minum pun memerlukan ilmu.
Dengan begitu menuntut ilmu merupakan suatu keharusan yang tidak bisa
ditolak apalagi menyangkut dengan kewajiban seseorang sebagai hamba
Allah SWT. jika seseorang tidak memahami kewajibannya sebagai hamba,
maka bagaimana bisa dia memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di
dunia dan akhirat (Lubis, 2016).
Maka dari itu Islam diturunkan oleh Allah sebagai rahmatan lil
‘alamin, yang diturunkan melalui Nabi nya yaitu junjungan besar baginda
Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan.
Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu
orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang
mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan
lebih baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan
akal dan kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan
berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang
tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu dunia
dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi
dengan ilmu agama atau akhirat. Orang yang berpengetahuan luas tapi tidak
tersentuh ilmu agama sama sekali, maka dia akan sangat mudah terkena
bujuk rayu syaitan untuk merusak bumi, bahkan merusak sesama manusia
dengan berbagai tindak kejahatan.

1
Menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah datuk Indomo atau biasa
yang disapa Buya Hamka yang dikutip dalam buku Pendidikan Islam Karya
Susanto menerangkan nilai manusia yang menuntut ilmu sangatlah penting.
Manusia akan dapat mengenal tuhannya, mengembangkan prinsip-
prinsipnya dan selalu berusaha mencari keridhaan Allah dengan pikiran,
bukan hanya karena membantu dalam menjalani kehidupan yang layak.
Namun terkadang ilmu sering tidak diamalkan sebagai mestinya, misalnya
masih banyak pemimpin baik dalam maupun luar otoritas dengan akar agama
yang kuat pada akhirnya terbawa suasana pemerintahan atau politik praktis
bernuansa jangka pendek. Oleh karena itu, harus digarisbawahi bahwa
kemampuan melahirkan anak didik sangat penting bagi keberhasilan pendidikan
Islam. Tentunya menghasilkan generasi yang beriman dan memiliki kemampuan
afektif dalam berbudi pekerti luhur. Al-Qur’an juga mengkritik keras terhadap
pencarian pengetahuan yang merusak nilai-nilai moral. Hal tersebut tercantum
dalam QS Al-Kahfi : 103-104
Artinya: Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu
tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" (103), Yaitu orang-
orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan
mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (104).
Menilik dari paparan diatas bahwasanya ilmu sangatlah penting dalam
kehidupan dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
mecoba mendeskripsi pentingnya ilmu, agar diri dan penunut ilmu lebih
termotivasi lagi dalam menuntut ilmu serta mengamalkan ilmu pada jalan
yang diridhoi Allah SWT. Dengan demikian tujuan dari artikel ini adalah
mendeskripsikan konsep menuntut ilmu, mengetahui urgensi menuntut ilmu
dalam persefekif Islam dan kiat dalam mengembangkan diri menurut Islam.

B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetauhui manfaat pentingnya menuntut ilmu dalam
perspektif islam.

2
2. Akhlak para penuntut ilmu dan hal yang harus di hindarkan seorang
penuntut ilmu dalam perspektif islam.

C. Sistematika penulisan
Dalam menyusun karya tulis imiah ini, agar dalam pembahasan
terfokus pada pokok permasalahan dan tidak melebar kemasalah yang lain,
maka penulis membuat sistematika penulisan karya tulis ilmiah sebagai
berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang Latar Belakang Masalah,
Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II PEMBAHASAN
(belum disi)

BAB III PENUTUP


Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN
MENUNTUT ILMU

A. PENGERTIAN ILMU
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab ‫علم‬, masdar
dari ُ‫ َم ـْلـَع ی – َِم ـَلع‬yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam Bahasa inggris
di sebutnya science, yang berarti pengetahuan. Kata science itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani Scientia yang berarti pengetahuan. Namun
pengertian yang umum digunakan ilmu pengetahuan adalah himpunan

3
pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan
dapat diterima oleh rasio.
Ilmu juga bisa diartikan sebagai pengetahuan tertentu tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala pada bidang
pengetahuan itu. Ilmu juga dapat dipahami sebagai pengetahuan tentang
persoalan duniawi, akhirat, lahir, batin dan sebagainya.
Menuntut ilmu dalam pandangan Islam bukan hanya ajakan saja,
akan tetapi telah menjadi suatu kewajiban bagi setiap umat Islam. Di
dalam Alquran dan hadis telah banyak membahas mengenai menuntut
ilmu, yakni tentang pentingnya dalam menguasai ilmu dan segala hal yang
mengarah pada kewajiban menuntut ilmu. Salah satu ciri yang dapat
menbedakan agama Islam dengan agama lain ialah penekanan terhadap
ilmu. Alquran dan Hadis menghibau umat Islam untuk mencari ilmu.
Dalam pandangan Islam, ilmu merupakan keistimewaan yang dapat
menjadikan manusia lebih unggul dari pada makhluk yang lainnya untuk
menjalankan kekhalifahan. Dalam Alquran dan Hadis disebutkan secara
berulang-ulang bahwasannya kedudukan umat Islam yang berilmu
memiliki kedudukan yang tinggi (Ulum, 2007)

B. KEWAJIBAN MENUTUT ILMU


Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-
penting sesuatu yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat,
dari pada selainnya. Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya dan keutamaan
akan diperoleh oleh orang yang memburunya. Syari’at Islam sangat besar
memberikan perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan, sebesar perhatian
dalam pembentukan sikap ilmiah. Banyak ayat-ayat dan hadits-hadits
memerintah kaum muslimin untuk menunut ilmu. Salah satu Hadits yang
menjelaskan tentang kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis riwayat

4
Ibnu Majah No. 224, dari Anas bin Malik ra, yang dishahihkan oleh al-Albani
dalam Shahih al-Jaami ash-Shaghir No. 3913 sebagai berikut:
‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم‬:‫عن أنس بن مالك قال‬
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (al-Qazwani, 2000).
Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki
maupun muslim perempuan. Ketika Allah telah menurunkan perintah yang
mewajibkan atas suatu hal, maka kita harus menaatinya. Allah Ta’ala
berfirman dalam QS. An-Nur ayat 51 :
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak
untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul memberi keputusan
hukum diantara mereka hanyalah dengan mengatakan ‘kami mendengar dan
kami taat’. Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.”

“Jika seorang manusia mati maka terputuslah amal darinya, kecualai


dari tiga hal: sedekah dariyah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih
yang mendoakan orang tuanya” (an-Naisaburi, tt).
Hadits di atas menjelaskan mengenai amalan yang akan selalu
mengalir kepada orang yang mengerjakannya, di antaranya ialah ilmu yang
bermanfaat, dengan demikian hadis tersebut menyatakan bahwa orang yang
berilmu memiliki keutamaan dan kedudukan yang tinggi, baik itu di dunia
maupun di akhirat.
Dari Abu Darda’ ra, berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW,
bersabda: Barangsiapa yang menenmpuh jalan untuk mencari ilmu, maka
Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat
meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya
orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penghuni langit dan bumi,
sampai ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang
berilmu dibangkan ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam
badar dari bintang-bintang lainnya. Sesunguhnya ulama adalah pewaris para

5
Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan pula dirham.
Barangsiapa yang mewariskan ilmuu, maka sungguh ia telah mendaptkan
keberuntungan yang besar (as-Sijistani, tt)

Ibn Qayyim menjelaskan:

َ ‫ل ادَللئكة وصحبة اَدلل األعلى ولَو ل يكن يف العلم إال القرب من رب العادلين وااللتحاق بعا َضل وشرفا‬
‫فكيف وعز الدنيا واآخلرة منوط بو ومشروِط بصولو لكفى بو ف‬

Seandainya keutamaan ilmu hanya kedekatan kepada Tuhan semesta


alam, dikaitkan dengan para malaikat, bergaul dengan penghuni langit, maka
itu telah mencukupi untuk menerangkan akan keutamaan ilmu. Apalagi
kemulian dunia dan akhirat selalu meliputi orang yang berilmu dan hanya
dengan ilmulah syarat untuk bisa mencapainya (alJauziyah, tt).

Hadits di atas telah menjelaskan mengenai keutamaan orang yang


menuntut ilmu sebagai berikut: 1) Allah SWT akan memberikan kemudahan
bagi penuntut ilmu menuju surga; 2) Para malaikat bertawadu’ kepada para
pencar ilmu sebagai suatu kehormatan kepada mereka; 3) Para penghuni
langit dan bumi serta ikan di lautan akan memohon ampun kepada orang
yang alim; 4) Orang yang berilmu itu kedudukannya lebih utama dari pada
ahli ibadah, bagaikan bulan di malam badar dan bintang-bintang; dan 5)
Orang yang berilmu merupakan pewaris para Nabi.
Disinilah alasan mengapa ilmu agama sangat penting dan hendaknya
diajarkan sejak kecil. Kalau bisa, ilmu agama ini lebih dulu diajarkan kepada
anak sebelum anak tersebut menerima ilmu dunia. Kebodohan adalah salah
satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu,
manusia membutuhkan terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan
dimuliakan oleh Allah SWT.
Tidak sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
sebagaimana tidak sama orang yang hidup dengan orang yang mati, orang
yang mendengar dengan orang tuli, dan orang yang melihat dengan orang
yang buta. Ilmu adalah cahaya yang bisa dijadikan petunjuk oleh manusia

6
sehingga mereka bisa keluar dari kegelapan menuju cahaya terang. Karena
ilmu menjadi sebab diangkatnya derajat orang-orang yang dikehendaki Allah
Swt.
C. ADAB PARA PENUTUT ILMU DALAM PERSPEKTIF ISLAM.
Dalam menuntut ilmu kita juga harus memperhatikan adab – adab
dalam menuntut ilmu, agar ilmu yang kita dapatkan juga berkah untuk diri
kita ataupun untuk orang lain jika kita menjadi seorang pengajar ilmu.
Ciri khusus ummat Islam adalah berakhlak mulia, beradab yang
santun, serta bersikap yang shalih, kebutuhan penuntut ilmu terhadap adab
sama seperti kebutuhan jiwa terhadap udara. Dan dengan adab ia bisa
memahami ilmu dan sekadar penghormatan murid terhadap gurunya, ia
mengambil manfaat dari ilmunya.
 Niat yang ikhlas
Sudah menjadi kewajiban sepatut nya seorang murid/mahasiswa

memiliki niat yang baik dalam menuntut ilmu. Hal pertama yang harus
digunakan sebagai senjata dan tolak ukur begi penuntut ilmu adalah nia yang
ikhlas karena Allah Swt, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Niat
merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal
ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena
Allah ta’ala). Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw :

Artinya: “Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab


radhiallahuanhu, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa
sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.
Siapa yang hijrahnya-karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang
hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena
wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana)
yang dia niatkan.(HR. Bukhari dan Muslim)

7
Pendapat Syaikh Utsaimin tersebut sejalan dengan pendapat Al-
Zarnuji dalam kitabnya ta’lim muta’allim yang mengatakan bahwa
segoyangnya bagi para pencari ilmu harus berniat waktu belajar, supaya ilmu
yang mereka cari tidaklah sia-sia. Sebab niat itu menjadi pokok dari segala
hal. Selanjutnya bahwa sebelum belajar sorang penuntut ilmu hendaknya
memulai dengan mensucikan hatinya dari sifat- sifat kehinaan, sebab proses
menuntut ilmu termasuk ibadah dan kesahan ibadah harus disertai dengan
kesucian hati, serta mengorientasikan belajarnya dalam rangka memperbaiki
dan menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat mulia.
Sebagian ulama juga mengatakan kalau kita ingin berniat jangan
sampai lebih dari 16 kali niat.
Juga dari al mundzir menyebutkan dari Ar rabi’ bin khutsaim, ia
berkata “segala sesuatu yang tidak di niat kan untuk mencari ke ridhaan allah
‘azza wa jalla maka akan sia sia”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tidak sepantasnya bagi para
penuntut ilmu bila hanya bertujuan keduniawian belaka serta
menyampingkan tujuan akhirat, karena pada hakikatnya dunia hanyalah
tempat persinggahan bagi manusia untuk mempersiapkan diri menuju
perjalanan yang panjang yaitu kehidupan akhirat.
 Mengamalkan ilmu
Di antara adab menuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah
diketahui. Karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diiringi dengan
amal. Maka hendaknya orang yang berilmu mengamalkan ilmunya. Karena
orang yang berilmu besok pada hari kiamat akan dimintai pertanggung
jawabannya, apakah ilmu yang dimiliki telah diamalkan?

8
Diriwayatkan dari Abu Barzah Al-Aslami, Rasulullah shallallahu alahi
wasallam bersabda

‫اَل َتُز وُل َقَد َم ا َع ْبٍد َيْو َم اْلِقَياَم ِة َح َّتى ُيْس َأَل َع ْن ُع ُم ِر ِه ِفيَم ا َأْفَناُه َو َع ْن ِع ْلِمِه ِفيَم َفَعَل َو َع ْن َم اِلِه ِم ْن َأْيَن‬
‫اْك َتَسَبُه َوِفيَم َأْنَفَقُه َو َع ْن ِج ْس ِمِه ِفيَم َأْباَل ُه‬

Muhammad Ali bin Muhammad bin Alan Al-Bakri Ash-Shadiqi


menjelaskan, bahwa maksud dari kalimat, untuk apa ilmunya ia
amalkan adalah apakah ia beramal (dengan ilmunya) ikhlas karena Allah
sehingga ia akan mendapat pahala, atau ia beramal karena riya sehingga
Allah mengadzabnya, jika Allah menghendaki.

Seorang muslim memang wajib menuntut ilmu. Namun ketika ilmu


sudah diraih, maka ia dituntut untuk mengamalkannya. Fudhail bin Iyadh
berkata

‫َع َلى الَّناِس َأْن َيَتَع َّلُم ْو ا َفِإَذ ا َع ِلُم ْو ا َفَع َلْيِهُم اْلَع َم ُل‬

Wajib bagi manusia untuk belajar. Jika telah berilmu wajib bagi
mereka untuk mengamalkannya. ( Al – Khatib Al- Baghdadi, Iqtidhaul Ilmi Al
– Amal, hall 37)

Demikian pula seseorang yang memiliki ilmu tidak disebut alim


(orang yang berilmu) hingga ia mengamalkan apa yang ia ketahui. Bahkan
sekiranya seseorang membaca ribuan kitab, menghafal banyak hadits dan
atsar sekalipun, ia tetap dianggap sebagai orang yang tidak berilmu. Sebab,
buah dari ilmu adalah amal. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa
dilihat pengaruhnya oleh manusia pada diri pemilik ilmu tersebut berupa
cahaya di wajahnya, rasa takut dalam hatinya, keistiqamahan dalam tingkah
lakunya, serta jujur kepada Allah, manusia dan diri sendiri.

9
 Sabar
Sebuah pohon yang berbuah membutuhkan waktu yang cukup lama
sebelum bisa dipetik buahnya yang matang. Begitu pula dengan menuntut
ilmu. Ilmu ibarat buah yang diharapkan matangnya. Adakah manusia yang
langsung pintar ketika lahir? Adakah manusia yang langsung ahli tanpa
butuh waktu berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk
mempelajari dan mempraktikkannya? Tentu tidak, kita perlu bersabar
dalam menjalani prosesnya.
Imam syafi’i pernah berkata dalam salah satu syair nya tentang petuah
bagi penuntut ilmu :
“Saudaraku, kamu tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam
perkara, akan aku beritahukan perinciannya dengan jelas : Kecerdasan,
ketamakan dalam ilmu, kesungguhan, harta benda, menghormati guru,
dan waktu yang panjang.”
Yang terakhir ini mungkin sering dilupakan oleh generasi zaman
sekarang banyak para penuntut ilmu yang tidak sabar dalam proses
menuntut ilmu. Padahal sabar adalah salah satu akhlak muliah yang di
perintahkan oleh Allah swt. Diantaranya ada sabar yang di cintai oleh
Allah yakni, 1) sabar dalam ketaatan kepada Allah, 2) sabar dari
(meninggalkan) maksiat kepada Allah, dan 3) sabar dalam menghadapi
ujian dunia. Tidak akan ada keberhasilan di dunia dan kemenangan di
akhirat kecuali dengan kesabaran. Segala sesuatu yang mulia tidaklah bisa
diraih kecuali dengan kesabaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran,
karena bersabar serta menguatkan kesabaran adalah dua hal yang
diperintahkan kepada manusia. Dengannya seseorang akan dapat
menggapai pokok keimanan. Dan dengan kesabaran pula seseorang dapat
menggapai kesempurnaan iman. Allah Swt berfirman dalam QS: Ali
Imran: :200.

10
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu beruntung”.
Yahya bin Abi Katsir rahimahullah di dalam menafsirkan ayat tersebut
mengatakan,“yang dimaksud oleh ayat ini adalah majelis ilmu”.Seseorang tidak akan
berhasil mendapatkan ilmu kecuaii dengan bersabar. Beliau rahimahullah juga
mengatakan , “Ilmu tidak akan bisa digapai dengan badan yang bersantai-santai”.
Maka, dengan kesabaran, hilanglah noda kejahilan ( kebodohan) dan kelezatan ilmu
akan dirasakan.
Ada dua kesabaran yang harus dimiliki seorang penuntut ilmu yaitu: 1)
Kesabaran dalam mempelajari dan mengambil ilmu. Seseorang ketika menghafalkan
ilmu membutuhkan kesabaran, ketika memahami ilmu membutuhkan kesabaran,
ketika menghadiri majelis ilmu membutuhkan kesabaran, ketika memperhatikan hak-
hak gurunya juga membutuhkan kesabaran.
2) Kesabaran dalam menyampaikan dan menyebarkan ilmu kepada orang lain.
Seseorang dalam duduknya untuk mengajarkan ilmu membutuhkan kesabaran,
ketika memahamkan orang lain juga membutuhkan kesabaran, dan untuk
memaafkan kesalahan muridnya membutuhkan kesabaran. Dan kesabaran yang
lebih tinggi dari dua macam kesabaran di atas adalah bersabar untuk bersikap sabar
dalam menjalani dua hal di atas (karena dalam bersikap sabar membutuhkan
kesabaran pula di atasnya –pen ) dan untuk istiqomah di atasnya.
Bersabar merupakan ciri utama orang beriman. Orang beriman akan bersyukur
apabila ia mendapatkan nikmat dan akan bersabar apabila ia mendapat
musibah/cobaan. Orang beriman akan bersabar

 bersungguh sungguh dalam menuntut ilmu

D. HAL YANG HARUS DI HINDARKAN SEORANG PENUNTUT ILMU


DALAM PERSPEKTIF ISLAM.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

12
13

Anda mungkin juga menyukai