Kebisinganprak
Kebisinganprak
net/publication/344313040
PENGUKURAN KEBISINGAN
CITATIONS READS
0 13,815
1 author:
Zaenal Abidin
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN)
21 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Determining hydrocarbon prospective zone using the combination of qualitative analysis and fuzzy logic method View project
All content following this page was uploaded by Zaenal Abidin on 19 September 2020.
Zaenal Abidin
Rev. 0 No. 6 September 2020 N405UW
P ENGUKURAN K EBISINGAN
Zaenal Abidin
20 September 2020
P ENGUKURAN K EBISINGAN
Zaenal Abidin
1 Dasar Teori
Salah satu faktor bahaya fisik yang sering dijumpai ditempat kerja adalah kebi-
singan. Kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang selalu timbul, baik
pada industri besar seperti pabrik-pabrik maupun industri rumah tangga.
Meski demikian, kesadaran akan bahaya kebisingan masih kurang dipahami
baik oleh kalangan masyarakat umum maupun para pekerja khususnya. Tidak
jarang ditemukan bahwa keluhan akibat terjadinya gangguan pendengaran hanya
dikaitkan dengan semakin bertambahnya usia atau karena sebab lain dan bukan
karena pekerjaan di lingkungan bising.
Hampir semua aspek kehidupan modern menimbulkan bising: proses indus-
tri, konstruksi, kerja kantor, aktivitas rumah, dan hobi. Produksi industri dan
konstruksi di banyak negara meningkat secara cepat dan hal ini menyebabkan
peningkatan bising industri. Paparan terhadap tingkat bising yang ekstrem me-
nyebabkan kerusakan pendengaran. Akhirnya timbul tuli hebat serta eksklusi dan
isolasi dari lingkungan sosial.
Bunyi merupakan rangsangan yang diterima telinga karena getaran media elastis.
Bruel dan Kjaer mendefinisikan bunyi sebagai perubahan tekanan (dalam udara,
air, atau media lain), yang bisa ditangkap oleh telinga manusia. Sesuatu dika-
takan bunyi apabila terjadi perubahan dalam atmosfer dengan kecepatan minimal
20 kali per detik. Sedangkan Ganong mendefinisikan bunyi sebagai sensasi yang
dihasilkan apabila getaran longitudinal molekul-molekul dari lingkungan luar,
yaitu fase pemadatan dan peregangan dari molekul yang silih berganti mengenai
membran timpani. Pendapat lain mengatakan bahwa bunyi terjadi karena komp-
resi dan dekompresi secara bergantian dari partikel-partikel udara. Hal ini me-
nyebabkan tekanan turun dan naik dalam bentuk gelombang. Dua karakteristik
bunyi adalah frekuensi (pitch) dan intensitas (loudness).
Frekuensi adalah jumlah perubahan tekanan per detik, sedangkan frekuensi bunyi
diartikan sebagai jumlah gelombang bunyi lengkap yang diteima oleh telinga per
detiknya. Bunyi diukur dalam cycle per second (cps atau c/c) atau dalam Hertz
(Hz). Salah satu ukuran yang sangat erat hubungannya dengan frekuensi bunyi
adalah panjang gelombang, yang dapat diartikan sebagai jarak antara dua gelom-
bang yang dekat untuk perpindahan dan kecepatan partikel yang sama di satu
medan bunyi datar. Dengan diketahui kecepatan dan frekuensi bunyinya, maka
dapat dihitung panjang gelombangnya.
Frekuensi bunyi yang dapat diterima telinga manusia adalah antara 16 Hz
hingga 20.000 Hz. Bruel dan Kjaer menamakan bunyi dengan frekuensi kurang
dari 16 Hz sebagai bunyi infrasonik, sedangkan bunyi dengan frekuensi lebih dari
20.000 Hz disebut bunyi ultrasonik.
Intensitas bunyi merupakan jumlah energi bunyi yang mencapai gendang pen-
dengar, diukur dalam decibel (dB). Nol decibel merupakan bunyi terlemah yang
dapat didengar orang, sedangkan bunyi terkeras dapat mencapai jutaan kali be-
saran tersebut. Ini karena intensitas bunyi tidak meningkat secara bertahap.
Telinga dapat merespon intensitas 0-140 dB. Ketidaknyamanan akan terasa
di 120 dB. Pada 140 dB telinga akan terasa nyeri, dengan kemungkinan robek
Bunyi juga dapat diinterpretasi sebagai musik, ceritera, lelucon, peringatan atau
sinyal-sinyal lain. Bunyi seringkali dapat memberi kenikmatan, tetapi dapat pu-
la mengganggu. Toleransi orang terhadap tingkat bunyi bervariasi. Bunyi yang
melampaui tingkat toleransi disebut bising (noise), tetapi hal ini tergantung pada
karakteristik orang dan karakteristik suara. Maka bising dapat diartikan seba-
gai setiap suara yang mengganggu atau yang tidak diinginkan. Pengertian lain
mengenai kebisingan telah dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain:
1. Menurut Dennis, bising adalah suara yang timbul dari getaran-geteran yang
tidak teratur.
2. Menurut Hirrs dan Ward, bising adalah suara yang kompleks yang hanya
mempunyai sedikit ataupun tidak mempunyai periodik, bentuk gelombang-
nya tak dapat diikuti atau diproduksi lagi dalam waktu tertentu.
3. Menurut Spooner, bising adalah suara yang tidak mempunyai kualitas mu-
sik.
4. Menurut Burn, Little and Wall, bising adalah suara yang tidak dikehendaki
kehadirannya oleh yang mendengar dan mengganggu.
Taraf kebisingan juga telah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja RI No: KEP-51/MEN/1999. Dalam peraturan ini, kebisingan diartikan
sebagai semua suara yang tidak dikehendaki, yang bersumber dari alat produksi
atau alat kerja, yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pende-
ngaran. Jadi pada prinsipnya, bising atau kebisingan adalah suara yang meng-
ganggu atau suara yang tidak dikehendaki oleh pendengarnya. Bising atau tidak-
nya suara tidak hanya ditentukan oleh keras-lemahnya suara itu, tetapi juga selera
atau persepsi seseorang terhadap bunyi tersebut.
Lingkungan Hidup
1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
2. Sekolah atau Sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
2 Pengendalian Kebisingan
1. Mengubah cara kerja, dari yang awalnya menimbulkan bising menjadi ber-
kurang lebih berkurang suara yang menimbulkan bisingnya.
2. Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.
3. Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan. Mesin diran-
cang sedemikian rupa sehingga suara bising tidak seluruhnya mengenai pe-
kerja. Salah satunya dengan cara memasang kaca, sehingga pekerja dapat
tetap bekerja.
4. Mengganti (substitusi) mesin yang bising dengan mesin yang kurang bi-
sing.
5. Menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang
goyang, dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet.
6. Memodifikasi mesin atau proses kerja pada mesin tersebut.
7. Merawat mesin dan alat kerja secara teratur dan periodik, sehingga dapat
mengurangi suara bising.
Dilakukan pemeriksaan audiometri pada saat awal masuk kerja, secara periodik,
secara khusus, dan juga pada akhir masa kerja.
3 Metode Pengukuran
3.1 Peralatan
digunakan alat M-39 Logging Noise Analyzer. Alat ini dapat berfungsi sebagai
Sound Level Meter dan Noise Dose Meter. Pada pengukuran kali ini, alat ini di-
gunakan sebagai Noise Dose Meter. Sebelum digunakan, alat dikalibrasi dahulu
pada intensitas 94 dan 114 dB. Cara mengoperasikan alat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tekan tombol ON/OFF untuk menghidupkan alat.
2. Bersihkan memori dengan menekan kunci PAUSE/RESET hingga pada la-
yar terlihat tulisan 5-P ke 0-P dan —.
3. Cek baterai. Jika di layar terlihat tulisan LOWBAT, berarti baterai harus
diganti.
4. Kalibrasi alat, yaitu dengan langkah berikut:
(a) Hidupkan kalibrator dan cek indikator baterai. Ganti baterai jika di-
perlukan.
(b) Bila kalibrator mempunyai banyak frekuensi, stel pada 1000 Hz dan
114 dB. Dengarkanlah apakah kalibrator mengeluarkan bunyi.
Kapan saja, bahkan saat mengumpulkan data, peristiwa yang sedang berlang-
sung atau peristiwa sebelumnya dapat diperlihatkan. Tekan kunci EVENT sampai
tampak peristiwa yang diinginkan untuk diperagakan. Tekan sembarang kunci la-
innya untuk peristiwa tersebut.
sung untuk peristiwa yang sedang berlangsung dan waktu mulai dari peristiwa
sebelumnya. Untuk menetapkan kapan sampel yang mewakili telah diambil, tek-
an Leq untuk peristiwa yang berlangsung. Apabila nilainya tidak berubah lebih
dari beberapa persepuluhan decibel dalam beberapa menit, maka data dapat di-
anggap valid.
4 Prosedur Pengukuran
dengan:
Tn : lamanya pengambilan data pada interval ke-n [n = 1, 2, . . . , 7] (jam)
Ln : intensitas kebisingan pada interval waktu ke-n [n = 1, 2, . . . , 7] (db(A))
LS : intensitas kebisingan di siang hari (db(A))
LM : intensitas kebisingan di malam hari (db(A))
LSM : intensitas kebisingan selama 24 jam (db(A))
Karena keterbatasan waktu, maka pengukuran pada praktikum kali ini hanya da-
pat diperoleh nilai L3 . Untuk dapat diketahui tingkat kebisingan di pemukiman
tersebut dengan tepat, maka dilakukan asumsi nilai intensitas kebisingan untuk
interval waktu lainnya. Berikut adalah rekap intensitas kebisingan dari setiap
interval waktu:
1. L1 = 69, 0 dB(A)
2. L2 = 71, 7 dB(A)
3. L3 = 73, 0 dB(A)
4. L4 = 69, 5 dB(A)
5. L5 = 67, 1 dB(A)
6. L6 = 32, 0 dB(A)
7. L7 = 38, 2 dB(A)
Zaenal Abidin
P ENGUKURAN K EBISINGAN
Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control (HIRADC)
Akibat Pemeringkatan
Tahapan Pengendalian Risiko
Potensi Kecelakaan Risiko Pengendalian
No. Pokok yang Sudah
Bahaya dan/atau Konsekuensi Tambahan
Keg. Dilakukan Peluang Skala Peringkat
PAK K1 K2 K3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
HIRADC
17
18
Akibat Pemeringkatan
Tahapan Pengendalian Risiko
Potensi Kecelakaan Risiko Pengendalian
No. Pokok yang Sudah
Bahaya dan/atau Konsekuensi Tambahan
Keg. Dilakukan Peluang Skala Peringkat
PAK K1 K2 K3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
HIRADC
P ENGUKURAN K EBISINGAN
View publication stats
Zaenal Abidin
20 September 2020