Febrihan Filsafat Ilmu
Febrihan Filsafat Ilmu
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan pengertian Rasionalisme dan tokohnya
b. Menjelaskan pengertian Empirisme dan tokohnya
B. Isi ( Pembahasan )
1. Rasinolisme
Aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang
dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal lah yang
ememnuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak.
Teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti Tokoh-tokoh filsafat rasionalisme diantaranya :
a. RENE DESCARTES (1596-1650)
Yang memberi alas kepada aliran ini ada RENE DESCARTES atau CARTESIUS
(1596-1650) yang juga disebut ”Bapa Filsafat Modern”. Semula ia belajar pada sekolah
Yesuit dan kemudian ia belajar ilmu hukum, ilmu kedokteran dan ilmu alam.[[1]] Baru
pada tahun 1619 ia memperoleh jurusan yang pasti dalam studinya. Menurut
pendapatnya pada waktu itu ia mendapat wahyu Ilahi, yang isinya memberitakan
kepadanya bahwa ilmu pengetahuan haruslah satu, tanpa bandingnya, serta harus
disusun oleh satu orang sebagai satu bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
metode yang umum. Adapun yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang
jels dan terpilah (clear and distinctly), artinya, bahwa gagasan-gagasan/ide-ide
seharusnya dapat dibedakan dengen presis dari gagasan-gagasan atau ide-ide yang lain.
Bukanlah maksud Descartes untuk mendirikan filsafatnya diatas asas yang logis
abstrak, sebab ia memperhatikan sekali kepada realitas yang ada. Sedang asa yang
pertama adalah suatu dalil yang eksistensial.
Ilmu pasti menjadi suatu contoh bagi cara mengenal atau mengetahui yang maju.
Sekalipun demikian ilmu pasti bukanlah metode yang sebenarnya bagi ilmu
pengetahuan. Ilmu pasti hanya boleh dipandang sebagai penerapan yang paling jelas
dari metode ilmiah. Metode ilmiah itu sndiri adalah lebih umum. Segala gagasan yang
kita kenal dari kebiasaan dan perwarisan atau dari kecenderungan, baru bernilai. Jikalau
secara metodis diperkembangkan dari instuisi yang murni.
Kebenaran memang ada, dan kebenaran dapat dikenal, asal jiwa kita berusaha
untuk membebaskan diri dari isinya yang semula. Meniadakan jalan dari luar ke dalam
dan mulai lagi dengan jalan dari dalam ke luar. Seperti yang dikemukakan diatas yang
harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah.[[2]]
Sebagai contoh : kalau kita melihat orang berjalan-jalan, yang kita lihat
pakaiannya, dall. Apa yang kita duga, kita lihat dengan mata kita itu hanya dapat kita
ketahui semata-mata dengan kuasa penilaian kita yang terdapati di dalam rasio atau
akal. Descartes diharukan oleh ketidak pastian yang terdapat pada zaman itu. Pemikiran
skolastik, seperti yang telah ia terima, ternyata tidak tahu bagaimana harus menangani
hasil-hasil ilmu pengetahuan Positif yang dihadapinya. Ternyata bahwa wibawa
Aristoteles yang terdapat di dalam skolastik itu menghambat ilmu pengetahuan. Juga
bentuk yang bermacam-macam dari filsafat Renaissance, yang sering saling
bertentangan, tidak berhasil memberi tempat kepada hasil-hasil ilmu pengetahuan tadi.
Pada waktu itu pemikiran orang masih terlalui dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Seolah-olah Descartes merasa terdorong untuk membebaskan diri dari segala pemikiran
tradisional dan segala gagasan filsafati yang ada pada zamannya. Untuk dapat mulai
hal-hal yang baru itu ia harus memiliki suatu pangkal pemikiran yang pasti. Pangkal
pemikiran yang pasti itu menurut dia adalah melalui keragu-raguan.[[3]].
Hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu bahwa aku ragu-ragu (aku
meragukan segala sesuatu). Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. Aku ragu-ragu,
atau aku berpikir dan oleh karena aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum).
Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsafat yang
pertama(primum philosophicum). Aku berada karena aku berpikir. Jadi aku adalah
suatu yang berpikir cogito (aku berpikir) adalah pasti, sebab cogito “jelas dan terpilah-
pilah”.[[4]]
Bagi manusia pertama-tama yang jelas dan terpilah-pilah adalah pengertian
“Allah” sebagai tokoh yang secara sempurna tidak terbatas atau berada dimana-mana/
di dalam roh kita ada suatu pengertian tentang sesuatu yang tiada batasnya. Oleh karena
kita sendiri adalah makhluk yang terbatas. Maka tidak mungkin bahwa pengertian
tentang sesuatu yang tiada batasnya itu adalah hasil pemikiran kita sendiri.[[5]]
Jiwa adalah substansi yang tunggal, yang tidak bersifat bendawi dan yang tidak
dapat mati. Jika memiliki pemikiran sebagai sifat asasinya. Tubuh memiliki sifat
asasiya : keluasan.
Yang disebut substansi adalah apa yang berada sedemikian rupan, sehingga
tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Substansi yang dipikirkan seperti itu
sebenarnya hanya ada satu saja, yaitu Allah.
Yang disebut Modus (Jamak Modi) adalah segala sifat substansi yang tidak mutlak
perlu dan yang dapat berubah
Yang disebut atribut adalah sifat asasi. Jelas juga bahwa roh atau jiwa memiliki
sebagai sifat asasinya : pemikiran (cogitation), dan memiliki sebagai modinya : pikiran-
pikiran individual, gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh atau
jiwa pada hakekatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang
sifat asasi benda adalah keluasan.[[6]] Manusia bukanlah tujuan penciptaan dan juga
bukan menjadi pusatnya. Umat manusia mewujudkan suatu organisme yang besar,
sedang perorangan adalah bagian dari keseluruhan. Oleh karena itu jika perlu,
perorangan harus mau berkorban demi kebaikan keseluruhan umat manusia.
Arti Descartes terletak di sini, bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti
kepada pemikiran modern, yang menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat
yang timbul kemudian daripada dia, yaitu idealisme dan positivisme.
d. Spinoza (1632-1677 M)
Didalam etikanya Spinoza mulai dengan menguraikn hal afek-afek atau perasaan-
perasaan. Segala perasaan atau afek lainnya diturunkan dari ketiga perasaan. Pertama-
tama yang diturunkan dari rasa gilang adalah kasih (amor), sedang yang dirutunkan dari
rasa sedih adalah kebencian (odium). Lebih kemudian diturunkan lagi rasa kagum
(admiratio) dari pada kasih dan penghinaan (conteniptus) dari pada kebencian.
Latar belakang pemikran Spinoza ini adalah pengertian aktivitas. Aktivitaslah yang
dapat membawanya kepada kesempurnaan. Tujuan pengenalan segala perasaan tadi
adalah untuk menguasainya. Barang siapa mengenal akan segala perasannya, ia akan
melihat gejala-gejala, perasaan-perasaan itu dalam hubungannya sehingga ia juga akan
menguasainya. Di dalam perealisasian diri dalam kasih yang akali inilah manusia
berusaha menuju kepada Allah (amor Dei intellectualis).
Ajaran Spinoza di bidang metafisika menunjukkan kepada suatu ajaran Monistis
yang logis, yang mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu
substansi tunggal. Ajaran ini didasarkan atas keyakinan, bahwa tiap hal memiliki suatu
subyek tunggal dan suatu predikat tunggal, sehingga harus disimpulkan, bahwa segala
hubungan dan kejamakan adalah semu.
2. Empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filasuf yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri. Istilah Empirisme
diambil dari bahasa Yunani, Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai
doktrin, Empirisme adalah lawan Rasionalisme.
Filsafat Empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis
(logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittgenstein. Akan tetapi teori makna dari
empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang
empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran. Materi sebagai
gelombang pengalaman kesadaran. Materi sebagai pola (pattern) jumlah yang dapat diindera,
dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Teori yang kedua yaitu teori pengetahuan. Menurut orang rasionalis ada bebreapa
kebenaran umum. Seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika
dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang
dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme
menolah pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional, semua kebenaran yang disebut
tdai adalah kebenaran yang diperoleh lewat obeservasi jadi ia kebenaran a poseriori.
Diantara tokoh dan pengikut aliran Empirisme adalah Francis Bacon, Thomas Hobbes, John
Lock dan lainnya.
Ia adalah filosuf Inggris yang banyak mempelajarai agama Kristen. Filsafat Locke
dapat dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh
Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descaretes. Ia juga menolak
metoda deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan
pengalaman; jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya
menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, Essay Concerming Human Understanding (1689 M), ditulis
berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti
tidak ada yang dapat dijadikan idea untuk konsep tentang sesuatu yang berada di
belakang pengalaman, tidak ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato.
Dengan kata lain, Locke menolak adanya innate ide; termasuk apa yang diajarkan oleh
Descartes, Clear and Distinict Idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari
Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada. Inilah argumennya.
a. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak
ada. Memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti
ditempelkan pada jiwa manusia,[[11]] dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya
kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang,
yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita
sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli
b. Persetujuan uum adalah argumen yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang
dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru saya jaidkan alasan untuk
mengatakan ia tidak ada
c. Persetujuan umum membuktinkan adanya innate idea
d. Apa innate idea itu sebenarnya tidaklah meungkin diakui dan sekaligus
juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate idea justru saya
jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada
e. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot, ide
yang innateitu tidak ada padahal anak normal dan anak idiot sama-sama berpikir.
Ia mengatakan bahwa apa yang dianggapnya substansi ialah pengertian tentang
obyek sebagai idea tentang obyek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan
dari indera. Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea itu adalah
substansi obyek, substansi kita tidak tahu.
Persoalan substansi agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang masa; Berkeley
dan Hume masih juga membicarakannya.
Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber
pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak
mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal
atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat
menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan
tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang
digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik,
maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
Daftar Pustaka
http://satuhati-satukisah.blogspot.com/2013/05/filsafat-rasionalisme-empirisme-dan.html
http://fibafitrisia.blogspot.com/2011/05/rasionalisme-vs-empirisme.html
http://khadranotes.blogspot.com/2012/08/rasionalisme-dan-empirisme.html
http://perjalanan-arif.blogspot.com/2014/01/pengertian-empirisme-rasionalisme-dan.html
https://www.facebook.com/notes/rakay-pikatan/makna-epistemologi-rasionalisme-vs-
empirisme/844156512268474