Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN

PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA PADA ERA


REFORMASI

Mochammad Daffa Agylsyachdewa (B1A018321)


(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)
(daffaagyl1515@gmail.com)

Abstract

Beginning of the reform era was an important milestone in improving the financial relationship between the
Central Government and Local Government in Indonesia. It is characterized by the enactment of Law No. 22
of 1999 on Fiscal Balance between Central and Regional Government and Law No. 33 of 2004 on Fiscal
Balance between the Central Government and Local Government. The Birth of the Act with a view to
minimizing the financial gap between the central government and local governments, so that no financial
relationship or known as the financial balance of central and local governments carried out in a fair,
transparent, proportionate and democratic and efficient in the implementation of decentralization,
deconcentration and co. Implications of local government administration in carrying out the wheels are not
just rely on the income of local revenue, but will get some income from sources such as fund grants (DBH),
the General Allocation Fund and Allocation Fund in the context of decentralization as a form of regional
autonomy in the era of reforms to improve public welfare and public services.

Keywords: Financial Relations, Central Government, Local Government.

Abstrak

Era reformasi merupakan awal tonggak sejarah dalam membenahi hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
serta Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Lahirnya Undang-Undang tersebut dengan harapan dapat meminimalisir
kesenjangan keuangan diantara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga terjadilah sebuah
hubungan keuangan atau dikenal dengan istilah perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang dilaksanakan secara adil, transparan, proporsional dan demokratis serta efisien
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Implikasi dari hal
tersebut Pemerintah Daerah dalam melaksanakakan roda pemerintahannya tidak hanya mengandalkan
pendapatannya dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) saja, tetapi akan mendapatkan sejumlah
pendapatan dari sumber dana perimbangan berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam rangka desentralisasi sebagai perwujudan otonomi daerah pada
era reformasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik .

Kata Kunci: Hubungan Keuangan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah.


1. Pendahuluan Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal yang

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Dasar (UUD)
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah memberikan amanat untuk
diselenggarakan otonomi seluas-luasnya
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Dengan demikian perlu
adanya pengaturan secara proporsional
mengenai hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
dan antar pemerintahan daerah itu sendiri.
Untuk itu, guna menunjang
penyelenggaraan otonomi daerah dalam
rangka pelaksanaan dari asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan, perlu diatur perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yaitu berupa sistem
keuangan yang diatur berdasarkan
pembagian kewenangan, tugas dan
tanggungjawab yang jelas antarsusunan
pemerintahan. Demikian pula karena
tugas-tugas pemerintahan yang makin
banyak dan harus dapat menjangkau
daerah yang luas tidak mungkin dapat
diselesaikan dengan baik apabila
dipusatkan di tangan satu tingkat
pemerintahan saja, oleh karena itu
pelaksanaan tugas- tugas pemerintahan
oleh badan-badan disusun secara
bertingkat (Multiplicity of government
units), mengikuti kebutuhan
ketatanegaraan serta administrasi negara.
Hal inilah yang kemudian memunculkan
hubungan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan daerah dalam arti
sempit disebut sebagai perimbangan
keuangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang merupakan
salah satu bentuk hubungan dari sekian
banyak hubungan antara Pemerintah
menarik dari hubungan keuangan pertumbuhan ekonomi antardaerah,
antara Pemerintah Pusat dan daerah menjadi kurang mandiri, dan
Pemerintah Daerah ini, selalu apabila dibiarkan akan menimbulkan
merupakan isu hangat yang sering ketidakpuasan masyarakat di daerah secara
muncul ke permukaan, bahkan langsung ataupun tidak langsung yang
berpotensi memunculkan perpecahan akan menjadi pemicu timbulnya keinginan
bangsa. Permasalahan yang muncul diri untuk melepaskan diri dari negara
yaitu adanya daerah yang merasa kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
kurang puas dan merasa diperlakukan Sebagai jawaban atas tuntutan dari
tidak adil dalam pembagian keuangan berbagai ketidakpuasan masyarakat di
oleh Pemerintah Pusat, padahal daerah daerah dan sebagai salah satu tuntutan
tersebut dikatakan sebagai daerah yang reformasi maka pemerintah menetapkan
potensial akan sumber daya alam yang Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999
menginginkan bagian yang lebih besar tentang Perimbangan Keuangan antara
sesuai dengan apa yang disumbangkan Pemerintah Pusat dan Daerah yang
daerahnya. Sehingga berkembanglah kemudian direvisi melalui Undang-Undang
pemikiran di daerah bahwa Pemerintah Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Pusat hanya mementingkan dirinya atau Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
lebih berpihak kepada daerah tertentu Pusat dan Pemerintah Daerah.
atau dengan kata lain Pemerintah Pusat
Pembentukan Undang-Undang ten-
dikatakan tidak adil.
tang Perimbangan Keuangan antara
Isu-isu yang berkembang ini, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
apabila tidak segera disikapi maka akan Daerah dimaksudkan untuk mendukung
menimbulkan kesenjangan pendanaan atas penyerahan urusan
litian deskriptif bermaksud membuat secara
kepada pemerintahan daerah yang diatur
sistematis, faktual dan akurat mengenai
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
fakta- fakta dan sifat-sifat. penelitian field
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
research (penelitian lapa- ngan), dengan
Pendanaan tersebut menganut prinsip
unit analisa implementasi kebi- jakan
money follow function, yang mengandung
perimbangan keuangan antara peme- rintah
arti bahwa pendanaan mengikuti fungsi
pusat dan pemerintah daerah Indonesia.
pemerintahan yang menjadi kewajiban
dan tanggung jawab masing-masing
tingkat pemerintahan. Dengan demikian,
Pembahasan
perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan daerah merupakan suatu Hubungan antara Pemerintah Pusat
sistem pembagian keuangan yang adil, dan daerah tercantum dalam Undang-
proporsional, demokratis, transparan Undang Dasar 1945 pasal 18 yang dibingkai
dan efisien dalam rangka pendanaan dalam hubungan kewenangan antara
untuk penyelenggaraan desentralisasi, Pemerintah Pusat dan daerah yang
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. kemudian direalisasikan dalam pembagian
urusan antara Pemerintah Pusat dan
Metodelogi daerah. Implikasi dari hubungan ini
terjadilah hubungan keuangan antara
Bagaimana Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan daerah. Dengan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah demikian, perimbangan keuangan
Daerah di Indonesia Pada Era Reformasi? merupakan bagian yang tidak dapat
penelitian yang bersifat deskriptif. Pene- dipisahkan dalam penyelenggaraan
3
Pemerintah Pusat dan daerah dalam 2. Desentralisasi fiskal
melaksanakan hubungan keuangan memperhatikan stabilitas dan
sebagai konsekuensi karena ada keseimbangan.
pembagian tugas antara Pemerintah Pusat
3. Menjadi bagian yang tidak
dan daerah. Perimbangan keuangan pusat
terpisahkan dari asas desentralisasi,
dan daerah merupakan sebuah sistem
dekonsentrasi dan tugas pembantuan
pembagian keuangan yang adil,
(medebewind).
proporsional, demokratis, transparan,
efisien, dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi dengan
Penyelenggaraan kewenangan peme-
mempertimbangkan potensi, kondisi,
rintahan pusat dibiayai dari Anggaran
kebutuhan daerah, serta besaran-besaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
pendanaan penyelenggaraan
dimana dari APBN ini akan dialokasikan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
oleh Pemerintah Pusat pada belanja untuk
Dengan demikian, penyelenggaraan daerah guna mendanai kegiatan
pemerintahan di pusat maupun di daerah desentralisasi serta belanja pusat di daerah
harus disertai dengan sejumlah pendanaan guna mendanai kegiatan dekonsentrasi
untuk penyelenggaraannya. Oleh karena terkait dengan kewenangan pusat yang
itu, agar tidak terjadi tumpang tindih didekonsentrasikan kepada gubernur
dalam dalam pembagian urusan atau ditugaskan kepada Pemerintah
pemerintahan dan mengantisipasi Daerah dan/atau desa dalam rangka tugas
ketersediaan dana pada penyelenggaraan pembantuan yang melaksanakan di luar
pemerintahan ini, maka harus diatur enam urusan Pemerintah Pusat, serta dana
pendanaan penyelenggaraan instansi vertikal yang melaksanakan dalam
pemerintahan secara efektif dan efisien enam urusan Pemerintah Pusat. Belanja
diantara Pemerintah Pusat dan daerah. untuk daerah sebagai realisasi dari
Perimbangan keuangan antara pusat desentralisasi ini berupa Dana Bagi Hasil
dengan daerah sebagaimana tercantum (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
dalam UU No.33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikenal
dimaksudkan untuk mendukung dengan istilah dana perimbangan serta
penyelenggaraan otonomi daerah Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) juga
mencakup tiga hal, yaitu: Dana Penyesuaian.
1. Perimbangan keuangan Penyelenggaraan kewenangan peme-
subsistem pembagian wewenang (Money rintahan daerah dibiayai dari Anggaran
follow functions). Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Sementara itu, pembiayaan daerah
\dimana penerimaan daerah dalam
bersumber dari:
pelaksanaan desentralisasi ini terdiri
atas pendapatan daerah dan 1. Sisa lebih perhitungan anggaran
pembiayaan. Dalam UU No 33 Tahun 2. Penerimaan pinjaman daerah
2004, penerimaan daerah dalam 3. Dana cadangan daerah
pelaksanaan desentralisasi terdiri atas 4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang
pendapatan daerah dan pembiayaan. dipisahkan
Pendapatan daerah bersumber dari:
1. Pendapatan asli daerah Pendapatan asli daerah (PAD)
bertujuan memberikan kewenangan
2. Dana perimbangan
kepada Pemerintah Daerah untuk
3. Pendapatan lain-lain mendanai pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan potensi daerah sebagai selain yang berasal PAD, dana
perwujudan desentralisasi. PAD ini perimbangan dan pinjaman daerah.
bersumber dari pajak daerah, retribusi berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 dan
daerah, hasil pengelolaan kekayaan PP Nomor 55 Tahun 2005 Dana
yang dipisahkan dan PAD lain-lain yang perimbangan seperti dikemukakan di atas
syah. Dana perimbangan bertujuan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
untuk mengurangi kesenjangan fiskal Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
antara Pemerintah Pusat dan Khusus.
Pemerintah Daerah dan antar
Dana bagi hasil terdiri dari:
Pemerintah Daerah. Pendapatan lain-
lain yang memberi peluang kepada 1. Dana bagi hasil Pajak Bumi dan
daerah untuk memperoleh pendapatan Bangunan (PBB)
2. Dana bagi hasil Bea Perolehan Hak menjadi pajak daerah.
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dana bagi hasil BPHTB merupakan
3. Dana bagi hasil PPh orang pribadi pajak yang dikenakan atas perolehan
dalam negeri dan PPh pasal 21 hak atas tanah dan atau bangunan
4. Dana bagi hasil dari penerimaan yang dapat terjadi karena pemindahan
sumber daya alam hak, dan pemberian hak baru. Proporsi
antara Pemerintah Pusat dan daerah adalah
Dana bagi hasil yang termasuk dalam 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80%
PBB ini yaitu meliputi PBB perkebunan, untuk daerah. Pemerintah Daerah
kehutanan, dan pertambangan yang masih mengalokasikan dari 80 % tersebut, 16%
sebagai pajakpusatyang mengutamakannya untuk provinsi dan 64% untuk kabupaten/
bisa melibatkan Pemerintah Daerah. kota. Dana Bagi Hasil pajak penghasilan
Sementara itu dengan berlakunya UU No orang pribadi dalam negeri adalah pajak
28 Tahun 2009, sektor PBB perkotaan dan penghasilan yang terutang oleh wajib pajak
pedesaan sudah menjadi pajak daerah. orang pribadi dalam negeri berdasarkan
Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan ketentuan pasal 25 dan pasal 29 UU No.7
imbangan 10% untuk Pemerintah Pusat Tahun 1983, dan terakhir diubah dengan
dan 90% untuk daerah . Alokasi 90% UU No. 17 Tahun 2000, kecuali atas`pajak
daerah tersebut kemudian dialokasikan penghasilan sebagaimana diatur dalam
16,2% untuk daerah provinsi yang pasal 25 ayat 8. Selanjutnya PPh pasal 21
bersangkutan, 64,8% untuk kabupaten/ adalah pajak penghasilan yang dipotong
kota yang bersangkutan dan 9% untuk oleh pemberi kerja atas penghasilan yang
biaya pemungutan. Alokasi DBH dibayarkan kepada wajib pajak orang
Pemerintah Pusat dialokasikan 6,5% pribadi dalam negeri sehubungan dengan
dibagikan secara merata kepada seluruh pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
kabupaten dan kota dimana pembagian ini yang dilakukan berdasarkan ketentuan
dimaksudkan dalam rangka pemerataan UU No. 17 tahun 2000. Pajak –pajak ini
kemampuan keuangan antar daerah, 3,5% akan menjadi pajak pusat yang kemudian
dibagikan sebagai insentif kepada akan dibagihasilkan dengan daerah
kabupaten dan/ atau kota yang realisasi dengan proporsi Pemerintah Pusat 80%
penerimaan PBB sektor pedesaan dan dan Pemerintah Daerah 20% (tempat
perkotaan pada tahun anggaran wajib pajak terdaftar). 20% dari bagian ini
sebelumnya mencapai/ melampaui rencana yang kemudian oleh Pemerintah Daerah
penerimaan yang ditetapkan sebelum PBB dialokasikan kembali 8% untuk daerah
sektor perdesaan dan perkotaan ini provinsi, 12% untuk daerah kabupaten/

5
kota. Bagian 12% ini kemudian pertambangan panas bumi. Sumber
dialokasikan dengan proporsi 8,4% untuk DBH kehutanan adalah Iuran Izin Usaha
kabupaten/ kota tempat wajib pajak Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi
terdaftar dan 3,6% untuk seluruh Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana
kabupaten/kota dalam provinsi yang Reboisasi (DR). Proporsi DBH kehutanan
bersangkutan dengan bagian yang sama adalah Penerimaan kehutanan yang berasal
besar. dari penerimaan iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan provisi Sumber daya
Dana bagi hasil sumber daya alam
hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah
adalah bagian daerah yang bersumber
daerah yang bersangkutan dibagi dengan
dari kehutanan, pertambangan umum,
imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat
perikanan, pertambangan minyak
dan
bumi, pertambangan gas bumi, dan
80% untuk daerah. Sedangkan penerimaan penghasil, dan 32% untuk kabupaten/kota
kehutanan yang berasal dari dana reboisasi lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
dibagi dengan imbangan 60% untuk yang dibagikan dengan porsi sama besar
pemerintah dan 40% untuk daerah. DBH untuk seluruh kabupaten/ kota lainnya dalam
kehutanan 80 % yang berasal dari IIUPH provinsi tersebut. DBH Pertambangan Umum
dibagikan kembali 16 % untuk provinsi dari Iuran Tetap yang berasal dari wilayah
dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil. provinsi (80%) seluruhnya dialokasikan untuk
Kemudian 80% dari yang bersumber dari provinsi. Sementara DBH pertambangan
PSDH dialokasikan dengan proporsi 16% umum yang berasal dari iuran eksploitasi dari
untuk provinsi, 32% untuk kabupaten/ iuran eksplorasi yang berasal dari wilayah
kota penghasil, 32% untuk kabupaten/kota provinsi (80%) dibagikan dengan proporsi
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. 26% untuk provinsi, 54% untuk kabupaten/
DBH ini selanjutnya dibagikan dengan kota lainnya dalam provinsi tersebut,
porsi sama besar untuk seluruh yangkemudian dibagikan dengan porsi sama
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya
yang bersangkutan. DBH yang bersumber dalam provinsi tersebut.
dari dana reboisasi Sebesar 40% dibagi
Dana bagi hasil sumber daya
kepada kabupaten/ kota penghasil untuk
perikanan berasal dari pungutan hasil
mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan
perikanan yang dikenakan kepada
lahan.
perusahaan perikanan Indonesia yang
Dana bagi hasil pertambangan Umum melakukan usaha penangkapan ikan sesuai
bersumber dari iuran tetap (land rent) serta dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang
Iuran Eksplorasi dan Iuran eksploitasi. diperoleh. Pembagian proporsinya adalah
DBH sumber daya alam pertambangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80%
umum dibagi dengan imbangan 20% untuk untuk daerah yang kemudian dibagikan
Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah. dengan porsi yang sama besar untuk
Selanjutnya dari 80% yang bersumber seluruh kabupaten/ kota.
dari iuran tetap yang berasal dari wilayah Dana bagi hasil sumber daya alam
kabupaten/kota ini dibagikan 16% untuk dari pertambangan minyak bumi adalah
provinsi dan 64% untuk kabupaten/kota penerimaan pertambangan minyak
penghasil. Sedangkan 80 % yang bumi yang dihasilkan dari wilayah suatu
bersumber dari iuran eksploitasi dan daerah setelah dikurangi komponen
eksplorasi wilayah kabupaten/kota pajak dan pungutan lainnya sesuai
dibagikan dengan proporsi 16% untuk dengan undang-undang, yang kemudian
provinsi, 32% untuk kabupaten/kota dibagikan dengan imbangan 84,5%
untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota
untuk daerah. 15 % dari pertambangan penghasil, 0,2% untuk kabupaten/kota
minyak bumi wilayah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi tersebut yang
dibagikan kembali 3% dibagikan untuk dibagikan dengan porsi sama besar untuk
provinsi yang bersangkutan, 6% seluruh kabupaten/ kota lainnya dalam
dibagikan untuk kabupaten/kota provinsi tersebut. Dana bagi hasil
penghasil, 6% untuk kabupaten/kota pertambangan minyak bumi wilayah
lainnya dalam provinsi tersebut yang provinsi (15%) dialokasikan dengan
dibagikan dengan porsi sama besar imbangan 5% dibagikan untuk provinsi
untuk seluruh kabupaten/kota lainnya tersebut, 10% untuk kabupaten/kota
dalam provinsi tersebut. Sementara lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
0,5% dari pertambangan minyak bumi yang dibagikan dengan porsi sama besar
wilayah kabupaten/kota ini dialokasikan untuk
kembali 0,1% dibagikan untuk provinsi,
seluruh kabupaten/kota lainnya dalam kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
provinsi yang bersangkutan. Sedangkan yang bersangkutan yang dibagikan dengan
0,5% dari pertambangan minyak bumi porsi sama besar untuk seluruh
wilayah provinsi dialokasikan kembali kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yaitu 0,17% dibagikan untuk provinsi yang yang bersangkutan. Sementara itu dari 0,5%
bersangkutan, 0,33% untuk wilayah provinsi, 0,17% dibagikan untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi provinsi yang bersangkutan, 0,33% untuk
yang bersangkutan yang dibagikan dengan kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
porsi sama besar untuk seluruh yang bersangkutan yang dibagikan dengan
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi porsi sama besar untuk seluruh
yang bersangkutan. kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan.
Kemudian DBH untuk pertambangan
gas bumi dengan imbangan 69,5% untuk Dana bagi hasil sumber daya alam
Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk pertambangan panas bumi dibagi dengan
daerah. 30% dari pertambangan gas bumi
wilayah kabupaten/kota, 6% dibagikan
untuk provinsi yang bersangkutan,
12% dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil, 12% untuk kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
yang dibagikan dengan porsi sama besar
untuk seluruh kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi yang bersangkutan. 0,5%
dari wilayah kabupaten/kota dialokasikan
kembali 0,1 % dibagikan untuk provinsi
yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk
kabupaten/kota penghasil, 0,2% untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan yang dibagikan
dengan porsi sama besar untuk seluruh
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan. Porsi 30 % dari wilayah
provinsi 10% dibagikan untuk provinsi
yang bersangkutan, 20% untuk
7
proporsi 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% antara provinsi dan kabupaten/kota
untuk daerah yang kemudian oleh daerah dihitung dari perbandingan antara bobot
dialokasikan kembali 16% untuk provinsi yang urusan pemerintahan yang menjadi
bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.
penghasil, 32% untuk kabupaten/kota lainnya
Selanjutnya, proporsi DAU antara DAU
dalam provinsi yang bersangkutan yang
provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan
dibagikan dengan porsi sama besar untuk
seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi dengan imbangan 10% dan 90%.
yang bersangkutan. Dana alokasi khusus (DAK) adalah
Selain Dana bagi hasil yang dana yang bersumber dari pendapatan
dikemukakan di atas, dana perimbangan APBN yang dialokasikan kepada daerah
mencakup pula dana alokasi umum (DAU) yang memenuhi kriteria yang ditetapkan
dan dana alokasi khusus (DAK). DAU setiap tahun untuk mendapatkan alokasi
ini sumbernya dari pendapatan APBN DAK, dimana DAK dialokasikan untuk
yang dialokasikan kepada provinsi serta membantu daerah mendanai kebutuhan
kabupaten/kota dengan tujuan fisik sarana dan prasarana dasar yang
pemerataan kemampuan keuangan merupakan prioritas nasional di bidang
antardaerah untuk mendanai kebutuhan pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan,
daerah dalam rangka pelaksanaan irigasi, air bersih), kelautan dan perikanan,
desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU pertanian, prasarana pemerintahan daerah,
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari serta lingkungan hidup. Tujuannya adalah
pendapatan dalam negeri neto yang untuk membantu mendanai kegiatan
ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan Demikian pula dengan adanya UU no
khusus yang ditetapkan oleh pemerintah 28 tahun 2009, PBB perkotaan dan perdesaan
mengutamakan kegiatan pembangunan tidak lagi menjadi pajak pusat tapi menjadi
dan/atau pengadaan dan/atau peningkatan pajak daerah. Implikasi dari berbagai
dan/atau perbaikan sarana dan prasarana perubahan ini adalah akan meningkatkan
fisik pelayanan dasar masyarakat dengan pendapatan daerah dan memperkuat otonomi
umur ekonomis yang panjang, termasuk daerah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
sarana fisik penunjang. Penentuan hubungan keuangan antara pusat dengan
daerahnya berdasarkan kriteria umum, daerah dimana adanya penyerahan beberapa
kriteria khusus, dan kriteria teknis. jenis pajak dan retribusi negara untuk
menjadi pajak dan retribusi daerah. Pada
Berdasarkan pemaparan tentang dana
umumnya dasar tarif pajak dan retribusi yang
perimbangan di atas, apabila dicermati
diserahkan itu mempunyai dasar pengenaan
ketentuan dalam UU Nomor 33 tahun 2004
dan objek serta subjek pajak dan retribusi
dan PP nomor 5 Tahun 2005 sebenarnya
yang disesuaikan dengan daerah itu sendiri.
tidak begitu besar perubahannya, hanya
Penyerahan beberapa jenis pajak dan
ada sedikit perubahan dalam persentase
retribusi daerah itu, berdasarkan ketentuan
bagi hasil antara Pemerintah Pusat dan
Undang-undang yang pernah dikeluarkan
daerah, dan antar pemerintah provinsi
Pemerintah Pusat adalah UU Darurat Nomor
dengan wilayah pemerintah
11 Tahun 1957 tentang Pajak Daerah dan UU
kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi
Darurat Nomor 12 Tahun 1957 tentang
yang bersangkutan. Selanjutnya pajak
Retribusi Daerah, pada tahun 1997
penghasilan PPh pasal 25, pasal 29, pasal 21
dikeluarkanlah UU Nomor 18 Tahun 1997
yang pada awalnya merupakan pajak pusat
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
sekarang masuk dalam dana bagi hasil,
selanjutnya setelah UU Nomor
dimana daerah akan turut menikmatinya.
22 Tahun 1999 lahir, undang-undang ini
direvisi menjadi UU Nomor 34 Tahun dengan efektif dan efisien penggunaanya
2000 tentang Perubahan atas Undang- sesuai dengan kebutuhan daerah.
undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Keuangan Daerah adalah semua hak dan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan kewajiban daerah dalam rangka
terakhir dengan landasan UU Nomor 32 penyelenggaraan pemerintahan daerah
Tahun 2004 yang telah mengalami yang dapat dinilai dengan uang termasuk
perubahan sebanyak didalamnya segala bentuk kekayaan yang
2 (dua) kali dan terakhir dengan UU berhubungan dengan hak dan kewajiban
Nomor 12 Tahun 2008 keluar UU (Suparmoko, 2002).Hak daerah dalam
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak menjalankan urusan pemerintahan ini
Daerah dan Retribusi Daerah yang diantaranya memungut pajak dan retribusi,
menjadi patokan bagi Pemerintah memperoleh dana perimbangan serta
Daerah dalam memungut pajak dan melakukan pinjaman.
retribusi di daerahnya.
Disisi lain daerahpun mempunyai
Dengan demikian, dalam kerangka kewajiban untuk melakukan penyelarasan
otonomi daerah, esensi yang program-program pusat dan daerah
terkandung didalamnya terlihat adanya disamping harus dapat mengelola anggaran
desentralisasi fiskal. Hal ini berarti secara efektif dan efisisen serta
dibutuhkan adanya suatu sistem menyampaikan laporan keuangan yang
tertentu untuk membagi- bagikan akuntabel.
kewenangan dibidang keuangan antara
Oleh karena itu, daerah harus mampu
pusat dengan daerah-daerah, N. Arsyad
melakukan pengelolaan keuangan daerah
(2001:2) , yaitu suatu sistem yang
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
mengatur bagaimanacaranya sejumlah
penatausahaan, pelaporan,
dana dibagi antar pelbagai tingkat
pertanggungjawaban, dan pengawasan
pemerintahan untuk menunjang
keuangan daerah itu sendiri, dimana
kegiatan-kegiatan sektor publik pada
pemegang kekuasaan pengelolaan
berbagai macam tingkatan.
keuangan daerah adalah kepala daerah
Dengan demikian sekalipun perihal yang karena jabatannya mempunyai
keuangan negara diatur dan berada kewenangan menyelenggarakan
pada kekuasaan negara secara mutlak, keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
namun pembagian pengaturannya di
Tujuan yang ingin dicapai apabila
daerah tetap menjadi hal yang niscaya
daerah mampu melakukan pengelolaan
dilakukan (Bird,1998). Oleh karena itu
keuangan daerah sebagai wujud dari UU
Pemerintah
no. 32 tahun 2004 dan UU no. 33 tahun
Daerahmempunyaihakdankewajibandal
2004, maka masyarakat akan mejadi lebih
am menyelenggarakan urusan
sejahtera dan pelayanan publik semakin
pemerintahan daerah. Hak dan
meningkat, sesejalan dengan Pasal 18 ayat
kewajiban daerah dalam menjalankan
roda pemerintahannya perlu diatur (5) UUD 1945 (hasil amandemen
dalam suatu sistem pengelolaan kedua tahun 2000) yang memberikan
keuangan daerah. Pengelolaan penegasan bahwa pemerintahan daerah
keuangan daerah merupakan dijalankan dengan prinsip otonomi yang
subsistem dari sistem pengelolaan seluas- luasnya kecuali urusan
keuangan negara dan merupakan pemerintahan yang oleh undang-undang
elemen pokok dalam penyelenggaraan ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pemerintah Daerah. Pengelolaan Pusat.
keuangan daerah juga harus dilakukan
9
Sehingga dengan demikian kewenangan Refrensi
untuk menjalankan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas Bird, Richard M dan Francois Vaillancourr.
otonomi semakin memberikan peluang 1998. Fiscal decentralization in
bagi masyarakat daerah untuk Developing Countries, Cambridge
melaksanakan otonomi daerahnya University Press, Cambridge United
dengan tujuan peningkatan Kingdom
kesejahteraan masyarakat daerah itu Davey, K.J, 1988.Pembiayaan Pemerintah
sendiri dengan memanfaatkan segenap Daerah:Praktek-praktek Iinternasional
sumber daya alam dan sumber daya dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga,
lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah diterjemahkan oleh Amanullah,
Pusat dan Pemerintah Daerah secara Jakarta:UI
adil serta peningkatan pelayanan publik Kartiwa, A dan Nugraha. 2012.Mengelola
yang tidak hanya dilihat dari banyaknya Kewenangan Pemerintahan.
jenis pelayanan tetapi lebih Bandung:Lepsindo.
mengedepankan mutu pelayanan dan Maas, Arthur. 1959. Area and Power: A
manfaat pelayanan bagi masyarakat. theory of local government, United
Kesimpulan Statesof America, free Press of
HubungankeuanganantaraPemerintah Coorporation
Pusat dan Daerah dalam berbagai N. Arsyad,2005. Keuangan Publik dalam
kebijakan peraturan perundang- Perspektif Hukum : Teori, Praktik, dan
undangan baik UU Nomor 25 tahun Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fak.
1999 maupun UU Nomor 33 Tahun 2004 Hukum UI,
merupakan koreksi terhadap peraturan Richard A. & Peggy B. Musgrave. 1984.
perundang-undangan di waktu Public Finance In Theory And Practice :
sebelumnya. Hal ini terlihat dari Fourt Edition. Singapore : McGraw-Hill
Pemerintah Pusat menyerahkan Book Co.
beberapa sumber-sumber pajak dan Sarundajang. 2001.Arus Balik Kekuasaan
retribusi yang dimiliki Pemerintah Pusat Pusat Ke Daerah. Jakarta:Pustaka Sinar
yang selanjutnya menjadi sumber- Harapan
sumber pendapatan asli daerah (PAD)
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik Untuk
sebagai konsekuensi dianutnya
Keuangan dan Pembangunan Daerah.
desentralisasi. Undang-undang
Yogyakarta : ANDI.
perimbangan keuangan di era reformasi
ini pun telah memasukkan perimbangan Yani, Ahmad. 2008. Hubungan Keuangan
keuangan dalam masalah pajak bumi Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
dan bangunan sektor perkotaan dan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers
perdesaan, pajak penghasilan dan
masalah sumber daya alam yang
terdapat di daerah-daerah yaitu
pertambangan umum, minyak bumi dan
gas, kehutanan, dan perikanan, sehingga
potensi keuangan daerah menjadi
bertambah dan secara signifikan akan
berpengaruh terhadap pelaksanaan
otonomi daerah di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai