Anda di halaman 1dari 10

Exploration of Filosfer Antagonist Fungi On Oil Palm Seedling In Dry Land and Wetlands In Impeded

Pathogens Curvularia Sp.


Novizal Kharisma1, Mariana2, Zuraida Titin Mariana3
1
Jurusan Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
2
Jurusan Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
3
Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
*Email : novizal_kharisma@yahoo.com

ABSTRACT
The Curvularia sp fungi is the main cause of disease in oil palm nurseries. This disease is often referred to
as Curvularia leaf spot disease. The intensity of the illness can reach 38%. Solution for eco-friendly plant
disease control is biological control. Microbial antagonists are biological control agents that have been
widely studied and its development is very rapid. Until now microbial antagonists are more explored than
underground crops (rhizosfer) than at the top (filosfer). Ecological factors have a major effect on microbial
life of the philosphere. This study aims to explore the antagonists fungi of the nphilosphere, and test its
adaptation with temperature treatment and pH media in laboratory. The research was conducted in the
phytopathology laboratory of Department of Agriculture faculty of Lambung Mangkurat. The research took
place during the month December 2016- June 2017. The research used exploratory method of antagonistic
fungus in palm oil breeding philosphere followed by temperature treatment and pH media with Completely
Randomized Design of Two Factors. Exploration results obtained 5 isolates of antagonistic agents in
wetlands and 6 isolates of antagonistic agents in dry land. In wetland the LBP1 isolate showed 22.32%
inhibition power and dry field LKA3 isolates showed a drag of 57.85% which could inhibit the growth of
Curvularia sp by means of space competition mechanism. Agent antagonists in wetlands and drylands
capable of inhibiting the pathogen of Curvularia sp are able to live at 300C in in vitro media.
Keywords : Palm oil, Curvularia sp, Filosfer, Fungi antagonists
Eksplorasi Cendawan Antagonis Filosfer Pada Pembibitan Kelapa Sawit Di Lahan Basah Dan Lahan
Kering Dalam Menghambat Perkembangan Patogen Curvularia Sp.

ABSTRAK
Cendawan Curvularia sp. merupakan penyebab penyakit utama pada pembibitan kelapa sawit. Penyakit ini
sering disebut dengan penyakit bercak daun Curvularia. Intentsitas penyakitnya dapat mencapai 38%.
Solusi untuk pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan adalah pengendalian hayati. Mikroba
antagonis merupakan agen pengendali hayati yang telah banyak diteliti dan perkembangannya sangat
pesat. Sampai sekarang mikroba antagonis lebih banyak dieksplorasi dari bagian tanaman di bawah tanah
(rhizosfer) dari pada di bagian atas tanah (filosfer). Faktor ekologi berpengaruh besar bagi kehidupan
mikroba filosfer. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi cendawan antagonis filosfer serta menguji
adaptasinya dengan perlakuan suhu dan pH media dilaboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Fitopatologi Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Penelitian
berlangsung selama bulan Desember 2016- Juni 2017. Penelitian menggunakan metode ekplorasi
cendawan antagonis di filosfer pembibitan kelapa sawit dilanjutkan perlakuan suhu dan pH media dengan
Rancangan Acak Lengkap dua Faktor. Hasil eksplorasi didapatkan 5 isolat agens antagonis di lahan basah
dan 6 isolat agens antagonis di lahan kering. Pada lahan basah isolat LBP1 menunjukkan daya hambat
sebesar 22,32 % dan pada lahan kering isolat LKA3 menunjukkan daya hambat sebesar 57,85% yang
mampu menghambat pertumbuhan dari Curvularia sp dengan cara mekanisme kompetisi ruang. Agens
antagonis di lahan basah dan lahan kering yang mampu menghambat patogen Curvularia sp mampu hidup
pada suhu 300C dalam media in vitro.
Kata Kunci : Kelapa Sawit, Curvularia sp, Filosfer, Cendawan Antagonis

1
PENDAHULUAN

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan penghasil minyak
nabati yang digunakan untuk industri pangan, kosmetik dan diolah menjadi biodiesel. Tanaman ini menjadi
salah satu komoditas unggulan yang sedang berkembang (Lubis, 1992).
Penyakit bercak daun merupakan penyakit yang umum menyerang bibit kelapa sawit. Beberapa jamur
yang dapat diisolasi dari tanaman bergejala bercak daun antara lain Curvularia sp.,Cercospora sp.,
Botryodiplodia sp., dan Rhizoctonia sp. Bibit yang terinfeksi penyakit bercak daun akan menunjukkan
gejala bercak-bercak berwarna coklat seperti nekrosis (Semangun, 2000). Penyakit bercak daun yang
disebabkan oleh Curvularia sp, sering disebut penyakit bercak daun Curvularia sp. Intensitas penyakit
dapat mencapai 38% (Solehudin, et al., 2012).
Mikroba antagonis bisa terdapat di dalam tanaman sebagai endofit, di perakaran tanaman (rhizosfer)
maupun di bagian atas tanah (filosfer) sebagai efifit. Menurut Soesanto (2008), pengendalian hayati yang
selama ini diterapkan untuk mengendalikan penyakit tanaman biasanya ditujukan untuk patogen tular tanah,
namun untuk patogen di atas tanah (filosfer) masih belum banyak dilakukan. Perbedaan ekologi antara
rhizosfer dan filosfer memberikan asumsi bahwa penggunaan agens antagonis rhizosfer yang selama ini
banyak digunakan dalam pengendalian hayati akan sulit mengendalikan penyakit yang berada di filosfer
Curvularia sp hidup pada suhu berkisar 25-30 0C. Di kalimantan Selatan sendiri menurut Badan Pusat
Statistik (2017) seperti yang sudah di publikasikan pada tahun 2016 menyatakan bahwa suhu di Kalimantan
Selatan pada tahun 2015 berkisar 22-36,40C. Berdasarkan statistik diatas maka patogen Curvularia sp.
dapat berkembang dengan baik di Kalimantan selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi cendawan filosfer pada pembibitan kelapa sawit pada lahan basah dan lahan kering yang
dapat menghambat pertumbuhan patogen Curvularia sp

METODOLOGI

Bahan yang digunakan yaitu Bibit kelapa sawit yang bergejala penyakit bercak daun Curvularia sp,
bibit kelapa sawit yang sehat diantara tanaman yang sakit, media PDA, alcohol, Kertas saring. Alat yang
digunakan yaitu . Laminar air flow, cawan petri, gunting, pinset, spidol, penggaris, lampu Bunsen, aluminium
foil, cling warp, sprayer, cock borer, jarum ent, tabung reaksi, shaker, oven, jangka sorong. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Desember 2016 sampai Juni 2017.
. Penelitian menggunakan metode ekplorasi cendawan antagonis di filosfer pembibitan kelapa sawit
dilanjutkan perlakuan suhu dan pH media dengan Rancangan Acak Lengkap dua Faktor yang terdiri factor
suhu (200C, 300C dan 400C) dan factor pH (pH 4, pH 5 dan pH 6). Penelitian diulang sebanyak 3 ulangan
sehingga didapat 54 satuan percobaan.
Data hasil penelitian terlebih dahulu diuji dengan uji kehomogenan ragam Bartlett, setelah data
homogen dilanjutkan dengan analisis sidik ragam pada taraf 5% dan 1%. Apabila terdapat pengaruh yang
nyata terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf 5%.

2
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil eksplorasi

Hasil eksplorasi masing-masing terdiri dari 5 isolat lahan basah dan 6 isolat lahan kering. Karateristik dari
isolat berbeda-beda dari segi warna, ketebalan miselium dan struktur. Persentase daya hambat dari isolat di
lahan basah dan lahan kering juga berbeda-beda
Tabel 1. Hasil ekplorasi agens antagonis lahan basah dan lahan kering
Asal Sampel Gambar

Lahan Basah
LBP1 LBP2 LBP3

LBP4 LBP5

Lahan Kering
LKP1 LKP2 LKP3

LKA1 LKA2 LKA3

3
Tabel 2. Keterangan morfologi Isolat hasil eksplorasi

Kode Isolat Keterangan

LBP1 Koloni berwarna jingga, miselium yang tipis penyebaran merata dalam cawan
petri dengan pertumbuhan mencapai atas dan samping cawan, struktur
seperti kapas dan menggumpal menjadi warna jingga cerah

LBP2 Koloni berwarna putih, miseliumnya tipis penyebaran merata dengan


pertumbuhan mencapai tepi cawan petri dan struktur seperti kapas

LBP3 Koloni tidak berwarna, miselium yang tipis penyebaran merata dengan
pertumbuhan cepat dan struktur seperti kapas

LBP4 Koloni berwarna putih, miselium tebal penyebaran menggumpal ditengah


dengan pertumbuhan relativ lambat serta memiliki struktur seperti benang

LBP5 Koloni tidak berwarna, penyebaran merata mencapai tepi cawan


dengan pertumbuhan cepat dan memiliki struktur seperti benang

LKP1 Koloni bewarna putih, permukaan miselium tipis penyebaran merata


dengan pertumbuhan cepat serta memiliki struktur seperti kapas

LKP2 Koloni berwarna putih, penyebaran menggumpal dan tidak merata


di permukaan media, miselium tebal dan memiliki struktur seperti kapas

LKP3 Koloni berwarna putih, penyebaran berpusat pada bagian tengah cawan
dengan miselium tebal dan struktur seperti kapas

LKA1 Koloni berwarna hijau pada bagian tengah dan berwarna putih pada
bagian sampingnya, penyebaran tidak merata dengan koloni tebal dan
struktur seperti berbiji-biji

LKA2 Koloni berwarna hijau tua pada bagian tengah dan berwarna putih pada koloni
yang baru menyebar, penyebaran seperti cincin dengan miselium tebal

LKA3 Koloni berwarna hijau muda pada bagian tengah dan putih pada bagian yang
baru menyebar, penyebaran seperti cincin dengan miselium yang tipis dan
struktur seperti kapas

4
Tabel 3. Hasil uji daya hambat jamur filosfer dari lahan basah dan lahan kering dengan Curvularia sp.
No. Kode Isolat Jenis Lahan Persentase daya hambat
1. LBP1 Lahan Basah 27%
2. LBP2 22%
3. LBP3 15,58%
4. LBP4 14,28%
5. LBP5 22,14%
6. LKP1 Lahan Kering 18,93%
7. LKP2 33,68%
8. LKP3 43,23%
9. LKA1 50,83%
10. LKA2 61,36%
11. LKA3 68,07%

Curvularia sp.

2.50
2.00
2.00 1.79
1.50
Jari-jari (cm)

1.50 1.30
1.01
1.00
0.53
0.50 0.16
0.00
1 2 3 4 5 6 7
Hari ke-

Gambar 3. Perkembangan koloni patogen Curvularia sp dengan


pengamatan jari-jari (cm) pada suhu ruang selama 7 hari
pH 4 pH 5
pH 6
3.50
3.00 3.00
3.00
2.45
2.50 2.26
1.87
Jari-jari (cm)

2.00 1.83
1.60 2.21
1.50 1.27 1.21
1.77
0.76 0.99 1.49
1.00 0.73 0.73
0.13 1.11
0.26
0.50 0.19
0.51
0.00
1 2 3 4 5 6 7

Hari ke-

Gambar 4. Perkembangan koloni patogen Curvularia sp dengan pengamatan jari-


jari (cm) pada suhu 30°C selama 7 hari

5
Pada suhu 30°C Curvularia sp tumbuh dengan baik, pada kondisi tersebut pH media berpengaruh
terhadap perkembangan koloni patogen Curvularia sp dengan pengamatan jari-jari (cm). Perkembangan
koloni patogen Curvularia sp dengan pengamatan jari-jari (cm ) pada pH 5 lebih baik daripada pH media 4
dan 6. Pada pH media 5 Perkembangan koloni patogen Curvularia sp dengan pengamatan jari-jari/R1 (cm)
mencapai 3 cm, sedangkan pada pH media 4 dan 6 cenderung lebih rendah yaitu masing-masing 2,26 cm
dan 2,21

Hasil uji daya hambat isolat lahan kering LKA 3 terhadap Curvularia sp.

Berdasarkan uji ANOVA menyatakan bahwa perlakuan suhu menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap daya hambat Curvularia sp. dan berdasarkan uji BNT/LSD (Beda Nilai Tengah) menunjukkan
bahwa suhu 30°C berbeda nyata dengan suhu 20°C dan 40°C. Perlakuan pH media tidak menunjukkan
hasil yang berbeda nyata, begitupun dengan kombinasi antar perlakuan yang juga tidak menunjukkan hasil
yang berbeda nyata.

70.00

60.00 b

50.00
Daya Hambat (%)

40.00 a
a
30.00

20.00

10.00

0.00
20°C 30°C 40°C

Gambar 5. Hasil uji daya hambat isolat LKA3 terhadap Curvularia sp dengan
perlakuan suhu dan pH media.

pH 4 pH 5 pH 6

70.00 66.16
62.78
59.33
57.14
57.09
60.00 54.19 54.17
49.48
50.00 44.17
Persentase (%)

40.00 34.79 34.50


31.56
27.12
30.00
17.19
20.00 13.13
11.26 13.49
12.66
9.80
10.00 5.82
0.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7

Hari ke-

Gambar 6. Persentase uji daya hambat isolat LKA3 dalam menghambat


Curvularia sp pada suhu 30°C selama 7 hari pengamatan

6
Perkembangan persentase uji daya hambat isolat LKA3 dalam menghambat Curvularia sp pada
suhu 30°C selama 7 hari pengamatan mengalami kenaikan persentase daya hambat dengan kisaran >50%
pada setiap pH media (Gambar 6).

Hasil uji daya hambat isolat lahan basah LBP 1 dalam menghambat cendawan Curvularia sp.

Berdasarkan uji ANOVA menyatakan bahwa perlakuan suhu menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap daya hambat Curvularia sp.dan berdasaarkan uji BNT/LSD (Beda Nilai Tengah)
menunjukkan bahwa suhu 30°C berbeda nyata dengan suhu 20°C dan 40°C. Perlakuan pH media tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, begitupun dengan kombinasi antar perlakuan yang juga tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
25.00 b
Daya Hambat (%)

20.00

15.00
a
a
10.00

5.00

0.00
20°C 30°C 40°C

Gambar 7. Hasil uji daya hambat isolat LBP1 terhadap Curvularia sp dengan
perlakuan suhu dan pH media

pH 4 pH 5
30.00 27.02
24.08
25.00 21.89 19.23
20.80 21.63
20.41
18.36 20.19 19.09 18.86
20.00 17.73 19.56
Persentase (%)

15.48 17.74
13.87 19.43 18.81
15.00 13.14 12.22 16.58

10.00

5.00

0.00
1 2 3 4 5 6 7

Hari ke-

Gambar 8. Persentase daya hambat isolat LBP1 terhadap Curvularia sp


pada suhu 30°C selama 7 hari pengamatan

Perkembangan persentase uji daya hambat isolat LBP1 dalam menghambat Curvularia sp pada
suhu 30°C selama 7 hari pengamatan mengalami fluktuasi, sehingga pada hari terakhir berkisar antara
16%-18% pada setiap pH media.
7
Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, gejala yang ditunjukkan bibit kelapa sawit yang memiliki bercak coklat
disebabkan oleh patogen Curvularia sp. Warna miselium Curvularia sp menunjukkan agak kehitaman pada
hari ke 7 pengamatan dengan konida berbentuk seperti buah pir, memiliki tiga sekat dengan warna gelap
dibagian tengah dan warna agak terang pada bagian kedua ujungnya, dan ini diduga Curvularia lunata
bahwa konidia dari Curvularia lunata berwarna gelap dengan tiga sekat (Gilman, 1972 dalam Susanto dan
Prasetyo 2013.) Habitat Curvularia sp. banyak ditemukan di daerah tropis terutama pada tumbuh-
tumbuhan. Curvularia lunata juga ditemukan pada rumput teki dan alang-alang, oleh karena gulma
tersebut diduga merupakan inang alternative Curvularia lunata maka Curvularia dilaporkan dapat
menginfeksi rumput (Soesanto et al, 2012).
Hasil eksplorasi agens antagonis pada lahan basah dan lahan kering masing-masing terdapat 5
isolat pada lahan basah dan 6 isolat pada lahan kering. Isolat LBP1 menunjukkan hasil yang relativ lebih
tinggi dari isolat lainnya dari lahan basah (Tabel 2). Kemampuan isolat LBPI dalam menghambat
pertumbuhan patogen Curvularia sp adalah dengan mendominasi ruang tumbuh, dominasi dari isolat LBP1
pada hari pertama sudah memenuhi cawan petri sehingga patogen tertekan, akan tetapi memasuki hari
selanjutnya dominasi dari isolat LBP1 mengalami penurunan sehingga dapat ditekan balik oleh Curvularia
sp. Pada hari ke 7 pengamatan isolat LBP1 tidak dapat mempertahankan dominasinya, hal ini dikarenakan
bahwa patogen lebih bisa bertahan pada media tumbuh dibandingkan isolat LBP1.
Pada lahan kering terdapat 3 isolat yang menunjukkan hasil persentase daya hambat yang melebihi
50% (Tabel 2), yaitu isolat LKA1, LKA2 dan LKA3. Akan tetapi isolat LKA 3 yang menunjukkan hasil yang
relative lebih tinggi sehingga digunakan sebagai agens antagonis untuk uji daya hambat patogen Curvularia
sp. Kemampuan dominasi ruang oleh isolat LKA3 tidak secepat isolate LBP1, akan tetapi dominasi
oleh isolat LKA3 terus mengalami peningkatan pada tiap hari pengamatan. Isolat LKA3 juga masih
mampu menekan pertumbuhan patogen ketika sama-sama sudah bertemu/bertumpang dengan cara
mengikis pertumbuhan patogen sehingga mengecilkan dominasi patogen Curvularia sp
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa agens antagonis pada lahan kering yaitu LKA3 mampu
menghambat pertumbuhan Curvularia sp, meskipun hanya pada suhu 30°C, karna pada suhu 30°C
persentase hambatan isolat LKA3 terhadap patogen Curvularia sp menunjukkan hasil rata-rata 57,85%.
Pada LBP1 yaitu agens antagonis pada lahan basah menunjukkan hasil yang kurang bagus
karena persentase pada setiap suhu selalu dibawah 50%. Dalam pedoman uji mutu dan uji efikasi lapangan
agens pengendali hayati yang disusun oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian
(2014) menyebutkan bahwa salah satu kriteria agens antagonis dapat digunakan sebagai agens pengendali
hayati apabila persentase hambatan kurang lebih sama dengan 50%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Curvularia lebih berkembang pada suhu kisaran 30°C
walaupun agens antagonis juga berkembang dikisaran suhu yang sama. Agens antagonis pada lahan
basah yaitu LBP1 masih dapat tumbuh pada suhu 20°C dan 40°C walaupun akhirnya mengalami penipisan
koloni sampai rata dengan media, sedangkan agens antagonis pada lahan kering dan patogen tertekan
pertumbuhannya pada suhu 20°C dan 40°C. Kondisi suhu di pembibitan lahan kering pada saat
pengambilan sampel adalah 31°C sedangkan untuk suhu rata-rata di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan
Selatan adalah 21,1°C – 34,4°C (Badan Pusat Statistik, 2017). Pada pembibitan di lahan basah pada saat
pengambilan sampel adalah 29°C yang mana rata-rata suhu di Banjarbaru kota Kalimantan Selatan adalah
21,2°C - 35°C (Badan Pusat Statistik, 2017). Curah hujan di pembibitan kelapa sawit wilayah lahan kering di
KJP CPS Pelaihari selama tahun 2014-2016 mengalami fluktuatif setiap bulan berkisar antara 1mm-
680mm, selama 2014-2016 bulan Februari berkisar 144mm-314mm, sedangkan pada wilayah lahan basah
curah hujan di Banjarbaru Kota juga mengalami fluktuatif selama 2014-2016, pada bulan Februari berkisar
antara 220mm-397,7mm.
Suhu dan kelembaban di lingkungan saling berhubungan erat. Jika suhu udara naik maka
kelembaban turun diakibatkan presipitasi molekul air yang dikandung udara sehingga muatan air dalam
udara menurun. Suhu sangat berpengaruh besar dalam kehidupan cendawan pathogen maupun agens
antagonis. Di filosfer sendiri suhu dapat berubah secara drastis tergantung iklim karena banyak faktor yang
mempengaruhi iklim mikronya, beda halnya dengan tanah dimana suhu dan kelembabannya dapat
dikatakan sedikit stabil. Pada filosfer ikilim sangat fluktuatif dikarenakan banyaknya faktor yang

8
mempengaruhi seperti sinar matahari, embun, hujan, kelembaban serta suhu yang sangat cepat
perubahannya dikarenakan iklim makro, sehingga resiko perubahan iklim yang sangat cepat
mengharuskan pathogen dan agens antagonis dapat beradaptasi dengan cepat terhadap fluktuatif iklim di
filosfer. Menurut Soesanto (2013) Suhu mempengaruhi ketersediaan karbohidrat di permukaan daun yang
digunakan sebagai nutrisi oleh mikroba. Semakin tinggi suhu maka semakin sering terjadinya pencucian
karbohidrat yang mengakibatkan ketersediaan nutrisi mikroba menurun.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap daya
hambat patogen Curvularia sp, sehingga suhu merupakan factor penting dalam pertumbuhan Curvularia
sp serta merupakan faktor penting dalam penghambatan pathogen Curvularia sp. Suhu hidup yang di
perlukan Curvularia sp sendiri sebenarnya beragam dari setiap jenis tanaman yang diserangnya, ini diduga
karna jenis spesies yang berbeda. Menurut Brecht (2005) dalam Soesanto et al. (2012) di berbagai negara
iklim mikro sangat mempengaruhi proses infeksi Curvularia, misalnya dapat menimbulkan penyakit bercak
daun pada rumput C. dactylon jika berada pada suhu di atas 25°C. Curvularia sp. hidup dengan suhu
pertumbuhan yang optimal antara 24º-30ºC (Gandjar, 1999) Menurut Almaguer et al, (2013) dalam
jurnal agus susanto dan Prasetyo (2013) bahwa Curvularia mampu tumbuh optimal pada suhu 10-40°C.
Suhu merupakan faktor lingkungan abiotik yang terpenting karena dapat mempengaruhi setiap
fungsi kehidupan. Suhu mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan penyakit tanaman pada
umunya (Day, 1974; Garraway dan Evans 1984; Alexopoulus et al 1996 dalam Adauwiyah 2014). Cochrane
dalam Adauwiyah (2014) menyatakan suhu mempengaruhi pertumbuhan jamur, karena secara fisiologis
suhu dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim dan sintetis asam amino. Selain
itu menurut Mo Young dalam Adauwiyah (2014), juga menyatakan suhu medium sangat berpengaruh
terhadap dinding sel, transportasi substrat, dan aktivitas enzim serta komponen dalam selnya.
Pengaruh pH media pada uji antagonis dalam menghambat Curvularia sp menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata pada setiap agens antagonis yang di ujikan. Sebenarnya pH pada permukaan daun
berbeda pada pH tanah. Pada pH 38 tanah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pemupukan, mikroba
dalam tanah dan kandungan dari mineral dalam tanah. Berbeda dengan pH pada permukaan daun yang
jarang di teliti. Pada permukaan daun pH nya diduga terbentuk dari aktivitas pemupukan dari daun maupun
penyemprotan pengendalian dimana pH larutan mempengaruhi pH pada permukaan daun. Menurut
Soesanto (2013) Pada permukaan daun, pH mempengaruhi jumlah asam amino dan karbohidrat secara
kuantittas dan kualitas yang dikeluarkan oleh tanaman pada daun . Asam amino dan karbohidrat
merupakan nutrisi penting bagi mikroba dipermukaan daun.
Nilai pH memiliki peran penting dalam proses metabolisme nutrisi. Sebagian besar jamur, sel
vegetatifnya tumbuh baik pada kondisi asam mendekati netral (Chang dan Miles 1997 dalam Adauwiyah
2014). Menurut Barnett dan Hunter (1998) dalam Adauwiyah (2104) dimana kebanyakan jamur bisa
tumbuh baik bila substrat sedikit asam antara pH 5 dan pH 6, akan tetapi jamur masih mampu tumbuh
dengan baik pada selang yang lebih luas, dari sekitar pH 3 sampai pH 8. Derajat keasaman (pH)
berpengaruh terhadap keganasan dari patogen, jika pH tidak dalam kondisi optimum bagi tanaman
sedangkan bagi patogen optimum maka patogen dapat dengan mudah menginfeksi tanaman karna
dalam kondisi rentan. Akan tetapi jika kondisi pH optimum bagi tanaman dan bagi patogen maka tingkat
keganasan infeksi patogen akan sedikit melambat karena kondisi tanaman dalam keadaaan sehat dengan
asupan hara yang cukup.

SIMPULAN

1. Pada hasil eksplorasi ada 5 cendawan agens antagonis pada lahan basah dan 6 cendawan agens
antagonis pada lahan kering.
2. Pada lahan basah isolate LBP1 menunjukkan persentase daya hambat sebesar 22,32 % dan pada
lahan kering isolate LKA3 menunjukkan persentase daya hambat sebesar 57,85% yang mampu
menghambat pertumbuhan dari Curvularia sp dengan cara mekanisme kompetisi ruang.
3. Agens antagonis di lahan basah dan lahan kering yang mampu menghambat patogen Curvularia sp
mampu hidup pada suhu 30oC dalam media in vitro.

9
SARAN

Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan mengamati lebih lanjut untuk memperoleh isolate yang
mampu dikatakan sebagai agens antagonis selain dari mekanisme kompetisi ruang

DAFTAR PUSTAKA

Adauwiyah, R. 2014. Kajian Ekologi (Suhu, pH, Media, dan Lama Penyinaran) Terhadap
pertumbuhan Jamur Mycosphaerella spp. Penyebab Penyakit Sigatoka Pada Tanaman Pisang
Secara In Vitro. Skripsi Universitas Lambung Mangkurat.
Badan Pusat Satistik, 2017. Kota Banjarbaru Dalam Angka. Berita resmi statistik. BPS Kalimantan Selatan.
Badan Pusat Satistik, 2017. Tanah Laut Dalam Angka. Berita resmi statistik. BPS Kalimantan Selatan.
Lubis , AU, 1992. Kelapa Sawit (Elais gueneensis Jacq.) di Indonesia, Pusat Penelitian Perean
Marihat Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Semangun, H., 2000. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, hal 11-30.
Soesanto L. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta
Soesanto L, Mugiastuti E, Ahmad F, Witjaksono. 2012. Diagnosis lima penyakit utama karena jamur pada
100 kultivar bibit pisang. J HPT Tropika. 12(1):36–45.
Solehuddin. D, Suswanto. I, Supriyanto. 2012. Status Penyakit Bercak Coklat pada Pembibitan Kelapa
Sawit di Kabupaten Sanggau.J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol. 2, No. 1 Juni

10

Anda mungkin juga menyukai