Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu
indikator derajat kesehatan yang penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara
dan status kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang,
Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih menjadi masalah besar, sehingga
masalah kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan,
persalinan, dan nifas tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh.
AKI adalah semua kematian dalam ruang lingkup tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup
(Profil Kesehatan Indonesia, 2020).
Menurut Kemenkes RI AKI di Indonesia secara umum terjadi penurunan dari 390
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup, walaupun sudah cenderung menurun namun belum
berhasil mencapai target SDGs, yaitu kurangdari 70% per 100.000 kelahiran hidup. Tak jauh
berbeda AKI di Kalimantan Barat dari tahun 2019 hingga pandemi 2020 dan 2021
mengalami peningkatan cukup signifikan, pada tahun 2020 sebesar 131 kasus dan tahun 2021
meningkat lagi sebanyak 214 kasus (Dinas Provinsi Kalimantan Barat, 2021). Sedangkan di
Kota Pontianak kematian ibu ada 6 kasus pada tahun 2021. Kematian ibu ini mengalami
penurunan dari tahun 2020 sebanyak 8 kasus. AKB di Kita Pontianak tahun 2021 mengalami
penurunan dari 24 kasus pada tahun 2020 turun hingga mencapai 22 kasus pada tahun 2021
(Profil Dinas Keshatan Kota Pontianak, 2021). Adapun cakupan pelayanan K1 pada tahun
2021 sebesar (103,8%). Cakupan K1 ini mengalami kenaikan di banding dengan tahun 2020
yaitu sebesar (92,7%). Pada cakupan pelayanan K4 sebesar (102,1%) cakupan K4 mengalami
kenaikan dibanding tahun 2019 sebesar (90,1%). Adapun jumlah ibu bersalin yang di tolong
oleh tenaga kesehatan sebesar (101,73%). Kenaikan kunjungan K1 dan K4 di kota Pontianak
adalah sebuah pencapaian besar (Profil Dinas Kesehatan Kota Pontianak Tahun 2020).
Tingginya AKI disebabkan oleh komplikasi selama dan setelah kehamilan dan
persalian. Komplikasi utama yang menyebabkan hampir 75% dari semua kematian ibu yaitu
perdarahan, infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan (preeklamsi dan eklamsi),
komplikasi dari persalinan aborsi yang tidak aman dan sisanya disebabkan oleh kondisi
kronis seperti penyakit jantung dan diabet (WHO,2019). Di Indonesia penyebab langsung
kematian ibu yang paling banyak terjadi adalah perdarahan, eklampsia dan infeksi.
Sedangkan di Kalimantan Barat kematian ibu Tahun 2020, Perdarahan dan hipertensi
menjadi penyebab utama kematian ibu.
Agar hal ini berjalan dengan baik maka perlu didukung dengan asuhan kebidanan
secara Esensial. Asuhan esensial adalah asuhan yang diberikan kepada klien bayi baru lahir
(neonatus), bayi, balita dan anak prasekolah, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
dan pelayanan keluarga berencana (Kepmenkes, 2020). Serta pengetahuan dan informasi
yang cukup tujuannya agar saat terdapat hal yang bersifat patologis, bisa segera terdeteksi
secara dini dan segera diatasi supaya tidak menjadi hal yang menyebabkan kematian pada ibu
dan bayi, oleh karena itu asuhan kebidananan secara Esensial ini perlu dilakukan untuk
mensejahterakan masyarakat khususnya ibu dan bayi.
Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah telah membuat kebijakan agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai standar pelayanan
minimal (SPM), pada ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal care yang berkualitas dan
terpadu pelayanan kunjungan minimal 6X dan pelayana asuhan minimal (10 T) serta
diberikan program perencanaan persalinan pencegahan komplikasi (P4K) (Kemenkes RI,
2020). Pada ibu bersalin, ibu diberikan asuhan persalinan sesuai dengan standar asuhan
persalinan normal (APN) berdasarkan lima benang merah. Upaya penurunan AKI pada ibu
nifas dengan memberikan asuhan sesuai dengan standar yang dilakukan 4 kali kunjungan
nifas yaitu KF 1,KF 2,KF 3,KF 4. Upaya untuk mengurangi AKB dengan memberikan
asuhan sesuai dengan standar asuhan yang dilakukan dengan 3 kali jadwal kunjungan
neonates (KN), yaitu KN1, KN2, KN3 setelah lahir.
Puskesmas Kampung Dalam merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kota
Pontianak. Adapun jenis pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang diberikan yaitu:
pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan normal 24 jam, pelayanan nifas normal dan
pelayanan KB, pelayanan bayi baru lahir, pelayanan imunisasi HB0, BCG, Polio, Pentavalen,
Campak, Booster dan TT. Berdasarkan laporan tahunan yang diperoleh di Puskesmas
Kampung Dalam tahun 2021, kunjungan ibu hamil sebanyak 603, persalinan 187, kelahiran
bayi 187 dan juga tidak ada kematian ibu dan bayi yang dilaporkan.
Berdasarkan hal tersebut, untuk mendukung pelayanan kesehatan yang berkelanjutan,
penulis menyusun Laporan tugas akhir dengan judul “Asuhan Kebidanan Esensial pada Ny.
R di Puskesmas Kampung Dalam Kota Pontianak.” Penulis mengambil Ny. R sebagai
Laporan Tugas Akhir karena merasa tertarik untuk menjadikan Ny. R sebagai pasien Laporan
tugas akhir dan ingin menerapkan asuhan kebidanan yang berkualitas tinggi dan
berkesinambungan.
BAB IV

PEMBAHASANi

Berdasarkan dari hasil asuhan yang telah dilakukan penulisbkepada Ny. R G1P0A0 mulai
dari kehamilan trimester III pada usia kehamilan ±38 minggu dikaitkan dengan teori-teori
tentang kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir, maka diperoleh hasil sebagai berikut.

Pada BAB ini berisi pembahasan dari kasus yang diambil, penulis akan coba membahasnya
dengan membandingkan antara teori dengan praktek dilapangan. Agar lebih sistematis, penulis
membuat pembahasan dengan mengacu pada pendekatan Asuhan Kebidanan, menyimpulkan
data, menganalisa data dan melakukan penatalaksanaan asuhan dengan Asuhan Kebidanan.

A. Asuhan kebidanannPada Ibu Hamil


Asuhan kebidananiyang telah di berikan pada NY.R pada usia kehamilan 38 minggu
sampai 39 minggu adalah pengkajian data mulai dari anamnesa tentang biodata, keluhan
utama, HPHT, riwayat kesehatan ibu dan keluarga, status pernikahan, serta pola kehidupan
sehari-hari. Pengkajian awal dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 Februari 2023 yaitu saat
pertama kali bertemu dengan Ny.R di Puskesmas Kampung Dalam.
Pemeriksaan kehamilan pada Ny.R mengikuti standar “10T” yaitu : Timbang berat
badan dan tinggi badan, ukur tekanan darah, Nilai status gizi (ukur LILA), ukur tinggi fundus
uteri,tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, pemberian imunisasi tetanus toksoid,
pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium, tata laksana kasus
dan temu wicara (Konseling).
Kenaikan berat badan ibu selama hamil yang memiliki di ukur pada setiap kali
kunjungan untuk mengetahui kenaikan BB atau penurunan BB. Dari data yang didapat
diketahui IMT ibu Normal yaitu 17,91 hal ini tidak sejalan dengan teori kenaikan berat badan
ibu selama hamil yang memiliki IMT normal yaitu berkisar antara 11 – 16 kg (Nur ainun,
yanti, ani laila, 2020). Dari hasil pemantauan berat badan ibu sebelum hamil hingga
memasuki 40 Minggu, totalnya ialah 10 kg, maka penambahan berat badan ibu terdapat
kesenjangan teori dengan hasil di lapangan.
Pemeriksaan tinggi badan dilakukan pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan
kehamilan pertama kali, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya resiko jika
tinggi badan ibu <145 cm. Pada pemeriksaan pertama diketahui tinggi badan ibu 155 cm ini
menunjukan tinggi badan ibu tidak menunjukan adanya resiko, sehingga secara teori Ny.R
tidak memiliki indikasi panggul sempit.
Pada pemeriksaan tekanan darah, yang diperiksa setiap kali kunjungan untuk
mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg) pada kehamilan dan
preeklampsia (Nurjasmi,E. 2016). Pada kunjungan pertama 106/75 mmHg, kunjungan kedua
120/80 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah Ny.R terpantau normal selama
kehamilan dan tidak ada factor resiko yang merujuk pada preeklamsi maupun eklamsi.
Selanjutnya dilakukan penilaian status gizi ibu yang dimana dapat dilihat dari
peningkatan berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA). LILA normal >24,5 cm
(Dartiwen, 2019). Dari pengkajian yang dilakukan pada kunjungan pertama ditemukan nilai
status gizi Ny. R yaitu LILA 23,5 cm. Hal ini menunjukkan tidak terdapat kesenjangan
anatara teori dan hasil yang di dapat di lapangan.
Pemeriksaan TFU dengan Leopold dilakukan untuk menentukan usia kehamilan.
Pengukuran TFU pada setiap kunjungan kehamilan dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan
janin sesuai atau tidaknya dengan usia kehamilan (Catur Leny, 2021). Hasil pemeriksaan TFU
dengan Leopold pada usia 38 minggu adalah TFU pertengahan PX-pusat (28 cm), kanan ibu
teraba ekstremitas janin dan kiri ibu teraba punggung janin dengan presentasi kepala dan
belum masuk PAP. Pada usia kehamilan 39 minggu TFU 3 jari ↓ PX (29 cm), kanan ibu
teraba punggung janin dan kiri ibu teraba ekstremitas janin dengan presentasi kepala belum
masuk PAP. presentasi kepala sudah masuk PAP 4/5 bagian. Hal ini menunjukkan adanya
kesesuaian antara teori dan kenyataan berdasarkan tinggi fundus uteri menurut Mc. Donald
(Catur Leny, 2021).
Pada pemeriksaan Leopold dilakukan pemeriksaan denyut jantung janin untuk
memastikan kesejahteraan janin. DJJ teratur berkisar antara 120 – 160 x/menit. DJJ dikatakan
lambat jika kurang dari 120 x/menit dan dikatakan cepat jika lebih dari 160 x/menit
(Permenkes RI, 2016). Pada setiap kunjungan, frekuensi DJJ Ny. R berturut-turut 1444
x/menit. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan kenyataan.
Dari hasil pemeriksaan TFU dapat diketahui taksiran berat badan janin. Taksiran berat
badan janin dapat dihitung dengan menggunakan berbagai cara, salah satunya menggunakan
cara Jhonson’s yaitu TBBJ (gram) = (TFU-11) x 155 jika kepala janin sudah masuk PAP, jika
kepala belum masuk PAP rumusnya (TFU-12) x 155 (Irianti, 2013). Pada setiap kunjungan
didapatkan taksiran berat badan janin Ny. R berturut-turut adalah 2.635 gram, 2.790 gram, hal
ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan kenyataan.
Ny. R telah melakukan suntik TT sebanyak satu kali yaitu pada tahun 2022. Selama
masa kehamilan yang ini Ny. R hanya melakukan suntik TT satu kali. Jarak penyuntikan TT1
dan TT2 yaitu 4 minggu dengan lama perlindungan 3 tahun, jarak penyuntikan TT2 dan TT3
yaitu 6 bulan dengan lama perlindungan 5 tahun, jarak penyuntikan TT3 dan TT4 yaitu 1
tahun dengan lama perlindungan 10 tahun, kemudian jarak penyuntikan TT4 dan TT5 yaitu 1
tahun dengan lama perlindungan 25 tahun (Khairoh, 2019).
Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil minimal diberikan sebanyak 90 tablet
selama kehamilan (Permenkes RI, 2016). Sejak usia kehamilan 19 minggu hingga 39 minggu
Ny. R telah diberikan tablet tambah darah. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara
teori dan kenyataan.
Ny. R hanya melakukan pemeriksaan laboratorium sebanyak satu kali selama hamil
yaitu pada trimester I. Hasil yang didapatkan adalah Hb 10,5 gr%, golongan darah A, protein
urine (+) 1, glukosa urine (-), HIV (-), Sifilis (-), HBsAg (-) dan pemeriksaan ini sudah sesuai
standar triple elimimasi. Manfaat pemeriksaan triple eliminasi ini yaitu untuk memastikan
bahwa sekalipun ibu terinfeksi HIV, Sifilis, atau Hepatitis B sedapat mungkin tidak menular
ke anaknya (Permenkes nomor 52 tahun 2017). Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara
teori dan kenyataan terkait pemeriksaan laboratorium minimal dilakukan dua kali selama
kehamilan pada trimester I dan trimester III (Catur Leny, 2021)
Setiap kunjungan kehamilan Ny. R telah dilakukan temu wicara untuk mengatasi
keluhan yang dialami selama kehamilan. Diketahui Ny. R telah melakukan pemeriksaan
kehamilan sebanyak 5 kali yaitu periksa pada trimester I sebanyak 1 kali, 1 kali pada trimester
II dan 3x pada trimester III. Dalam hal ini, terdapat ketidaksesuaian antara teori dengan
kenyataan bahwa kunjungan selama hamil minimal 2 kali pada trimester I, 1 kali pada
trimester II dan 3 kali pada trimester III (Buku KIA Revisi Terbaru, 2020).
Pelayanan standar kehamilan meliputi standar 10 T dan telah diberikan pada Ny. R
selama kehamilan yaitu ukur tinggi badan dilakukan pada saat kunjungan pertama. Timbang
berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri dilakukan setiap kali kunjungan Ny.
R melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan serta pemberian tablet zat besi (90 tablet
selama kehamilan), temu wicara, perawatan payudara, pemberian imunisasi Tetanus Toksoid
periksa laboratorium seperti tes golongan darah, hemoglobin, protein urine, glukosa urine, dan
tripel eliminasi dilakukan pada saat usia kehamilan 19 minggu. Hal ini menunjukkan adanya
kesesuaian antara teori dan kenyataan (Permenkes no 43, 2016).
Selama melakukan asuhan kehamilan, semua asuhan yang diberikan pada Ny. R dapat
terlaksana dengan baik. Ny. R beserta keluarga bersifat kooperatif sehingga tidak terjadi
kesulitan dalam memberikan asuhan.
B. Persalinan
1. Kala 1
Pada tanggal 28 Februari 2023 pukul 02.40 WIB, Ny. R datang ke Puskessmas
Kampung Dalam diterima oleh bidan, alasan ibu masuk karena merasakan mulas di
perutnya, dan ada tanda-tanda pengeluaran darah lendir dari jalan lahir. Kemudian
dilakukan pemeriksaan didapat tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/m, pernafasan 20
x/m, suhu tubuh 36,6 o C. Usia kehamilan ibu menginjak 40 minggu. Hasil pemeriksaan
Leopold didapat tinggi fundus uteri (TFU) 3 jari ↓ PX (29 cm), letak memanjang,
punggung kiri, presentasi kepala, sudah masuk pintu atas panggul 3/5 bagian, kontraksi
uterus (+). Denyut jantung janin 142 kali per menit teratur. Pemeriksaan dalam pertama
pukul 03.00 WIB, portio lunak, pembukaan serviks 2 cm, ketuban positif, letak kepala di
Hodge 2. Pada fase laten di lakukan pemeriksaan 1 jam sekali dan pada fase aktif di
lakukan pemeriksaan 30 menit sekali. Bidan menganjurkan ibu untuk tidak pulang
terlebih dahulu dan melakukan observasi.
Pada pukul 08.10 WIB, Ny. R datang kembali ke Puskesmas Kampung Dalam
dengan keluhan mules semakin kuat dan sering menjalar dari pinggang ke perut ibu. Di
lakukan pemeriksaan ulang tekanan darah 116/72, nadi 80 x/m, pernafasan 21 x/m, suhu
36,6 °C, his 3x10’40” dan DJJ 141 x/m. Di lakukan pemeriksaan dalam pembukaan
serviks 6 cm, portio tipis lunak, kepala HIII, ketuban (+). Menurut Kemenkes RI (2013)
asuhan persalinan kala I dengan menggunakan partograf di mulai pada pembukaan 4 cm
atau pada saat fase aktif persalinan. Kemudian, yang harus di observasi pada kala ini
yaitu detak jantung janin 30 menit/sekali, his 30 menit/sekali, nadi 30 menit//sekali,
tekanan darah, suhu, pembukaan serviks, penurunan kepala dan urine yaitu 4 jam/sekali.
Pada jam 09.50 WIB ibu mengatakan rasa mulas semaakin kuat lalu dilakukan
pemeriksaan dalam pembukaan serviks 10 cm, portio tidak teraba, kepala HIV. Ibu
mengeluh rasa mulas semakin kuat dan ada rasa ingin meneran. Hal ini menunjukkan
tanda-tanda persalinan dimulai.
2. Kala II
Kala II di mulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap 10 cm dan berakhir dengan
lahirnya bayi. Kala II juga di sebut sebagai kala pengeluaran bayi (Legawati, 2018).
Periksa dalam pukul 09.50 WIB tanggal 28 Februari 2023 pembukaan lengkap (10 cm)
ketuban (-) kepala HIV, kemajuan persalinan Ny. R berlangsung normal dengan hasil
pembukaan serviks mencapai 10 cm selama 7 jam 50 menit. Ibu dipimpin meneran mulai
pukul 09.55 WIB pada saat puncak his dan diberi dukungan agar dapat melahirkan
dengan selamat. Pukul 10.40 WIB tanggal 28 Februari 2023, lahir bayi perempuan, bayi
menangis spontan, warna kulit kemerahan, dan tonus otot aktif. Berat badan 3.400 gram,
panjang badan 48 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 34 cm, anus positif dan
kelainan negatif. Kala II Ny. R berlangsung selama 45 menit, hal ini menunjukkan
adanya kesesuaian antara teori dan kenyataan mengenai lamanya persalinan menurut
Nurjasmi (2016) pada primipara 1 jam, dan multipara ½ jam.
3. Kala III
Tujuan dari manajemen aktif kala III yaitu adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap kala, mencegah
pendarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan. Pada kala III tinggi
fundus uteri tepat pusat, kontraksi uterus baik, kandung kemih tidak penuh. Dilakukan
pemantauan tanda-tanda pelepasan plasenta serta melakukan manajemen aktif kala III
yaitu suntik oksitosin, peregangan tali pusat terkendali dan masase uterus sebanyak 15
kali dalam 15 detik untuk mencegah pendarahan dan untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif. Pada pukul 10.45 WIB plasenta lahir secara spontan dan tidak
ada kelainan pada plasenta. Kala III Ny. R berlangsung selama 5 menit dan keadaan
perineum ruptur derajat II. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan
kenyataan.
4. Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir dan plasenta lahir
dilakukan pukul 11.00 WIB – 13.45 WIB untuk mengamati keadaan ibu terutama
terhadap bahaya atau perdarahan. Pemantauan dan evaluasi lanjut kala IV yaitu
mengobservasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus, banyaknya darah yang keluar dan
kandung kemih setiap 15 menit pertama pasca persalinan dan 30 menit kedua selama jam
kedua pasca persalinan. Keadaan ibu baik secara keseluruhan dan berlangsung normal
tanpa ada penyulit.
C. Nifas
Segera setelah bayi dilahirkan uterus akan mengalami involusi yaitu proses kembali nya
uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan (Kemenkes RI, 2015) . Proses ini
dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada Ny. R segera
setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dan pada 6 jam post partum
tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat.
Kunjungan nifas pada Ny. R tidak terdapat tanda-tanda bahaya masa nifas. Pada 6 jam
pertama atau pada saat kunjungan nifas pertama ASI ibu keluar sedikit, ASI biasanya baru
akan keluar dengan lancar dua hingga tiga hari pasca persalinan dan memberitahu ibu dan
keluarga bayi baru lahir ukuran lambungnya masih sangat kecil, yaitu sekitar sebesar
kelereng, sehingga kebutuhannya hanya sekitar 2-3 cc tiap kali menyusui. Jadi bayi pun
belum memerlukan banyak ASI saat itu.
Penanganan yang sudah di lakukan yaitu melakukan IMD pada saat 1 jam setelah bayi
lahir, menganjurkan ibu tetap menyusui bayinya untuk merangsang agar keluarnya ASI, dan
menganjurkan ibu untuk tetap meningkatkan kontak dengan bayinya. Pada hari pertama pasca
persalinan atau 24 jam setelah persalinan ASI sudah keluar dengan lancar.
Pada kunjungan nifas pertama hingga kunjungan nifas ketiga kontraksi Ny. R baik dan
tidak terdapat tanda-tanda pendarahan. Pada kunjungan nifas pertama pada 48 jam masa nifas
lochea berwarna merah segar di sebut dengan lochea rubra, kunjungan nifas kedua 4 hari post
partum lochea berwarna merah kekunigan yang di sebut dengan lochea sangunolenta, pada
kunjungan nifas ketiga pada 17 hari post partum lochea berwarna kuning kecoklatan yang di
sebut dengan lochea serosa, dan pada kunjungan keempat pada 42 hari post partum lochea
berwarna putih yang disebut lochea alba Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bagaimana
melakukan hubungan antara ibu dan bayi dan menjaga bayi tetap sehat, serta perawatan vulva
(Andina, 2018).
Ny. R telah diberikan pendidikan kesehatan tentang makan-makanan yang beraneka
ragam yang mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur dan buah-buahan
agar dapat memperlancar ASI keluar, kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan
pertama adalah 14 gelas sehari dan pada 6 bulan kedua adalah 12 gelas perhari, kebersihan
diri, termasuk kebersihan daerah kemaluan, dan mengganti pembalut sesering mungkin,
istirahat yang cukup, saat bayi tidur ibu bisa istirahat, cara menyusui yang benar dan hanya
memberikan ASI ekslusif saja selama 6 bulan, cara perawatan bayi yang benar, cara pijat
oksitosin untuk memperlancar keluar nya ASI, dan stimulasi komunikasi dengan bayi sedini
mungkin bersama suami dan keluarga.
D. Bayi Baru Lahir
Pada tanggal 28 Februari 2023 pukul 10.40 WIB, Ny. R melahirkan seorang bayi
perempuan pada usia kehamilan 40 minggu, bayi lahir menangis spontan, warna kulit
kemerahan, tonus otot baik dan apgar skor 9/10. Asuhan kebidanan dilakukan segera setelah
bayi baru lahir adalah seluruh tubuh terutama kepala bayi harus segera diselimuti dan bayi
dikeringkan serta dijaga kehangatannya (Marni dan Rahardjo, 2015). Pada bayi Ny. R segera
setelah bayi lahir seluruh tubuh bayi dibungkus dengan kain bersih dan bayi diberikan kepada
ibu untuk disusui dan dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD) selama 1 jam.
Ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah lahir aterm (37-42 minggu), berat badan 2.500–
4.000gram, panjang badan 48–52cm, lingkar kepala 33–35 cm, lingkar dada 30-38cm,
frekuensi jantung 120-160x/menit, pernafasan 40-60 kali permenit, nilai APGAR >7, bayi
lahir langsung menangis kuat (Rukiyah, 2013). Pada bayi Ny. R dilakukan pemeriksaan bayi
baru lahir setelah 1 jam kelahiran. Hasil didapatkan keadaan umum bayi baik, denyut jantung
146 x/menit, pernafasan 52 x/menit, suhu 36,6 0C, berat badan 3400 gram, panjang badan 48
cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 34 cm. Pada pemeriksaan fisik ditemukan normal,
diberikan salep mata, melakukan suntikan vitamin K, memakaikan baju dan lampin bayi serta
melakukan rawat gabung antara ibu dan bayi. Hal ini terdapat kesesuaian antara teori dengan
kenyataan.
Pada kunjungan bayi baru lahir pertama usia 6-48 jam, asuhan yang diberikan adalah
memberikan konseling tentang menjaga kehangatan dan kebersihan bayi, pemberian ASI, cara
merawat bayi, tanda bahaya pada bayi, serta perawatan tali pusat.
Penulis melakukan kunjungan pertama pada usia 48 jam dan memberikan konseling
tentang cara mempertahankan kehangatan tubuh bayi, cara merawat bayi, perawatan tali
pusat, pemberian ASI eksklusif, dan tanda bahaya pada bayi. Hal ini menunjukkan adanya
kesesuaian antara teori dan kenyataan. Pada kunjungan ke-2 usia bayi 4 hari tali pusat bayi
belum lepas, tetapi keadaan sudah kering dengan baik, tidak ada tanda bahaya pada bayi dan
Ny. R telah diberi penyuluhan tentang cara merawat bayi yaitu pemberian ASI eksklusif,
menjaga kebersihan dan kehangatan bayi. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori
dan kenyataan.
Kunjungan ketiga bayi baru lahir yang dilakukan pada usia 8-28 hari yaitu timbang
berat badan, melakukan pemeriksaan fisik serta melihat keadaan pusat bayi apabila sudah
lepas, konseling menjaga kebersihan bayi, memperhatikan intake dan output bayi, pemberian
ASI setiap 2 jam sekali dan imunisasi BCG dan Polio pada saat bayi berumur 1 bulan. Dari
hasil pengkajian didapatkan bahwa bayi Ny. R menyusu ASI, pemeriksaan fisik yang
dilakukan normal, tali pusat sudah lepas pada hari ke-7, diberikan konseling menjaga
kebersihan bayi, memperhatikan intake dan output bayi, pemberian ASI setiap 2 jam sekali.
Berat badan bayi Ny. R naik sebanyak 900 gram. Hal ini terdapat kesesuaian antara teori dan
kenyataan bahwa kenaikan berat badan bayi normal usia 1 bulan adalah 800 gram (Armini,
Sriasih dan Marhaeni, 2017).
Menurut buku Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2020, kunjungan pada bayi baru lahir
dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada usia 6-48 jam, 3-7 hari, dan 8-28 hari. Penulis
melakukan kunjungan sebanyak tiga kali yaitu pada usia 48 jam, 4 hari dan 17 hari setelah
kelahiran. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan kenyataan.

Anda mungkin juga menyukai