Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar belakang

Ilmu kalam merupakan ilmu keislaman yang membahas tentang kalam Tuhan.
Persoalan-persoalan yang dibahas didalam Ilmu Kalam biasanya mengacu pada
perbincangan-perbincangan yang didasari dengan argumen-argumen yang kuat. Dasar-dasar
argument disini biasanyamengacu pada pemahaman-pemahamansecara rasional atau
menggunakan pemikiran yang mengacu pada metode pemikiran filosofis. Selain itu dalam
perbincangan ilmu kalam juga terdapat argumen-argumen yang mengacu pada dasar dalil
Qur’an maupun Hadist. Dampak dari perbincangan-perbincangan tentang ilmu kalam tersebut
ialah adanya aliran-aliran yang berbeda pemikirannya. Seperti halnya perbedaan pendapat
dari masing-masing aliran tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan. Mengenai
kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan tersebut, kami akan mencoba memaparkannya
dalam makalah kami yang bertema kehendak mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian aliran mu’tazilah?
2. Bagaimana pengrtian aliran asy’ariyah?
3. Bagaimana pengertian aliran maturidiyah?
4. Bagaiman pengertian aliran jabariyah?
5. Bagaimana pengertian aliran murji’ah
6. Bagaimana pengertian aliran qodariyah

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian aliran mu’tazilah
2. Untuk mengetahui pengertian aliran asy’ariyah
3. Untuk mengtahui pengertian aliran maturidiyah
4. Untuk mengetahui pengertian aliran jabariyah
5. Untuk mengetahui pengertian aliran murji’ah
6. Untuk mengetahui pengertian aliran qodariyah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Mu’tazilah
Sebagai aliran yang bercorak rasional, aliran ini berpendapat bahwa perbuatan Tuhan
hanya terbats pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan sama sekali
tidak melakukan hal-hal yang buruk, karena Ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk
itu sendiri. Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa Tuhan tidaklah berbuat dzalim. Seperti ayat
Al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh aliran Mu’tazilah, yaitu surat Al-Anbiya’ayat 23 dan
surat Ar-Rumayat 8. Qadi Abd Al-Jabar [ dikutip dari buku Ilmu Kalam, Rosihan Anwar dan
Abdul Rozak ] mengatakan, bahwa ayat Al-Qur’an tersebut menunjukkan bahwa Tuhan
hanya berbuat baik dan Maha Suci atas perbuatan buruk. Dengan demikian Tuhantidak perlu
ditanya. Ia menambahkan, bahwa seseorang yang dikenal baik, apabila secara nyata berbuat
baik, tidak perlu ditanya mengapa ia melakukan perbuatan baik itu. Ayat kedua, menurut Al-
Jabar, mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan
perbuatan-perbuatan buruk. Dasar pemikiran aliran tersebut serta konsep keadilan Tuhan
yang sejajar dengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendlak mutlak
Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilah untuk berpendapat bahwa Tuhan memiliki
kewajiban terhadap manusia. Keajiban-kewajiban itu dapat disimpulkan salam satu hal, yaitu
kewajiban berbuat baik bagi manusia.
B. Aliran Asy’ariyah
Karena percaya pada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak
mempunyai kewajiban apa-apa, aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban diluar
kemampuan manusia. Aliran ini sendiri juga dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan dapat
meletakkan beban yang tak dapat dipikul pada manusia. Walaupun pengiriman Rasul
mempunyai arti penting dalam teologi, aliran Asy’ariyah menolaknya sebagai kewajiban
Tuhan, karena hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak memiliki
kewajiban apa-apa terhadap manusia. Sesuai dengan faham Asy’ariyah tentang kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tak menjadi masalah bagi teologi mereka. Tuhan berbuat
apa saja yang dikehendaki-Nya, kalau Tuhan menghendaki manusia hidup dalam masyarakat
kacau, Tuhan dalam faham aliran ini tidak berbuat untuk kepentingan manusia. Karena tidal
mengakui kewajiban Tuhan, aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki
kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut Al-Qur’an dan Hadist.

2
Dengan kata lain, yang diancam akan mendapatkan hukuman bukanlah semua orang, tetapi
sebagian, seperti menelan harta anak yatim piatu. Adapun yang sebagian lagi akan terhindar
dari ancaman atas kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

C. AliranMaturidiyah

Mengenai perbuatan Tuhan sendiri, dalam aliran ini terdapat perbedaan pandangan,
yaitu antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Menurut Maturidiyah
Samarkand, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut yang baik-baik saja.
Dengan demikian, Tuhan memiliki kewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Sedangkan
menurut Maturidiyah Bukhara, memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai
faham bahwa Tuhan tidak mempunyaikewajiban. Namun, Tuhan pasti menepati janji-Nya,
seperti member upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja
membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat dosa besar.

Aliran Samarkand member batasan pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
sehingga mereka menerima faham adanya kewajiban-kewajiban bagi Tuhan, sekurang-
kurangnya kewajiban menepati janji tentang pemberian upah dan pemberian hukuman.
Mengenai kewajiban Tuhan memenuhi janji dan ancaman-Nya, Maturidiyah Bukhara tidak
sefaham dengan Asy’ariyah. Menurut mereka, tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya
untuk member upah kepada orang yang berbuat baik. Akan tetapi, bias saja Tuhan
membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Nasib
orang yang berdosa ditentukan oleh kehendak mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak untuk
member ampunan ampunan kepadanya, Tuhan akan memasukkannya kedalam surga dan jika
Tuhan berkehendak untuk memberikan hukuman kepadanya, Tuhan akan memasukkannya
kedalam neraka untuk selama-lamanya atu sementara. Bukan tidak mungkin Tuhan member
ampunan kepada seseorang, tetapi tidak member ampunan kepada orang lain sekalipun
dosanya sama. Perbuatan manusia Akar dari masalah tentang perbuatan manusia adalah
keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk didalamnya manusia
sendiri. Tuhan bersifat Mahakuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak.

3
D. Aliran Jabariyah

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya


penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman
sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah
Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama
Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir
sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang
disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat
tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang
tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya
musim serta keringnya udara. Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian
masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai
dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan
mereka kepada paham fatalism.
E. Aliran Murji’ah
Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan Kholifah setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Diantara pertikaian antara golongan yang setia pada Ali dan
keluar dari Ali, munculah satu aliran yang bersikap netral yang tidak ikut dalam kafir-
mengkafirkan yang terjadi antara golongan tersebut. Golongan yang bersifat netral ini disebut
Kaum Murji’ah.
Kaum Murji’ah penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang terlibat dalam
pertentangan antara Ali dan Muawiyah kepada Allah kelak di hari akhir.
Kaum Murji’ah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Murji’ah Moderat dan
Murji’ah eksterm
Aliaran murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan moderat dan
golongan ekstrem.
Al-Murji’ah moderat disebut juga al-Murji’ah al-Sunnah yang pada umum terdiri dari
para fuquha dan muhditsin. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar bukanlah kafir
dan tidak kekal dalam neraka, dia akan dihukuk dalam neraka sesuai dosa yang telah
diperbuatnya dan kemungkinan Allah bisa mengampuni dosanya. Dengan demikian, Murji’ah
moderat masih mengakui keberadaan amal perbuatan dan mengakui pentingnya amal

4
perbutan manusia, meskipun bukan bagian dari iman. Yang termasuk golongan al-Murji’ah
moderat, di antaranya al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu
Yusuf, dan beberapa ahli hadis.
Golongan al-Murji’ah yang eksterm adalah mereka yang secara berlebihan
mengadakan pemisahan antara iman dan amal perbuatan. Mereka menghargai iman terlalu
berlebihan dan merendahkan amal perbuatab tanpa perhitungan sama sekali. Amal perbutan
tidak ada pengaruhnya terhadap iman. Iman hanya berkaitan dengan Tuhan dan hanya Tuhan
yang mengetahuinya. Oleh karena itu, selagi orang beriman, perbuatan apapun tidak dapat
merusak imanya sehingga tidak menyebabkan kafirnya seseoarang.
Adapun yang termasuk al-Murji’ah eksterm sebagai berikut :
1. Golongan al-Jahmiyah
Golongan ini merupakan para pengikut Jahm bin Safwan. Mereka berpendapat bahwa orang
Islam yang percaya kepada Tuhan tidak akan menjadi kafir menyatakan kekufuran secara
lisan karena iman dan kufur letaknya dalam hati.
2. Golongan al-Sahiliyah
Golongan ini merupakan pengikut Abu Hasan al-Salahi. Iman adalah mengetahui secara
mutlak Tuhan. Kufur adalah tidak mengetahui Tuhan. Yang disebut ibadah adalah iman.
3. Golongan al-Yunusiyah
Golongan ini merupakan pengikut Yunus bin Aun al-Numairi. Melakukan maksiat atau
pekerjaan jahat tidaklah merusak iman seseorang.
4. Golongan al-Ubaidiyah
Pengikut dari Ubaid al-Muktaib. Berpendirian sebagaimana al-Yunusiyah dengan
menambahkan jika sesorang mati dalam iman, dosa-dosa, dan perbuatan jahat yang
dikerjakan tidak merugikan bagi yang bersangkutan.
5. Golongan al-Ghozaniyah
Pengikut Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa iman adalah mengenal Allah dan Rosul-Nya
serta mengakui apa-apa yang diturunkan Allah dan yang dibawa Rosul-Nya.

F. Aliran Qodariyah
Sebagai reaksi terhadap paham Qadariah, maka ajaran-ajaran paham Jabariah
lebih menonjolkan lemahnya manusia dihadapan Tuhan. Bagi paham Jabariah , manusia tidak
mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Manusia tidak mempunyai daya, tidak

5
mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatan-
perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan.
Paham Qadariyah ini melampaui batas sehingga mengatakan bahwa tidak berdosa
kalau berbuat kejahatan, karma yang berbuat itu pada hakikatnya Allah pula. Sesatnya lagi
mereka berpendapat bahwa orang itu mencuri, maka Tuhan pula yang mencuri, bila orang
shalat Tuhan juga yang shalat. Jadi kalau orang yang berbuat buruk atau jahat lalu
dimasukkan kedalam neraka, maka Tuhan itu tidak adil. Karena apapun yang diperbuat oleh
manusia , kebaikkan atau keburukkan, tidak satupun terlepas dari kodrat dan iradat-Nya.
Dalam segi-segi tertentu, Jabariyah dan Mu’tazilah mempunyai kesamaan pendapat,
misalnya tentang sifat Allah, surga dan neraka tidak kekal, Allah tidak bisa dilihat diakhirat
kelak, Al-Quran itu makhluk dan lain-lain. Jaham bin Sofwan mati terbunuh oleh pasukan
Bani Umayyah pada tahun 131H.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertama. kehendak tuhan di pahami oleh aliran mu’tazilah sebagai kehendak yang
tidak mutlak semutlak-mutlaknya namun dibatasi oleh free wel dan free act manusia,
keadilan Tuhan, kewajiban Tuhan terhadap manusia dan kausalitas sunnatullah. Konsep
pemahaman tersebut dalam banyak hal searah dengan yang di sampaikan oleh aliran
Maturidiyah Samarkhan. Sedangkan oleh aliran asy’ariyah, kehendak tuhan ini di pahami
sebagai kehendak mutlak dan absolut dalam semua hal. Konsep pemahaman tersebut tidak
jauh berbeda dengan apa yang di sampaikan oleh aliran Maturidiyah Bukhara.
Kedua. Keadilan tuhan oleh aliran Mu’tazilah dipahami sebagai suatu yang terpusat
kepada kepentingan manusia. Tuhan tidak dapat mengabaikan pada kewajiban-kewajiban
terhadap manusia. Sedangkan oleh aliran Asy’ariyah di pahami sebagai menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Interpretasinya tetap pada berorientasi absolutisme kehendak dan
kekuasaan allah. Aliran Maturidiyah Bukhara dalam hal ini serupa dengan pemahaman
asy’ariyah. Sedang aliran Maturidiyah Samarkand mengutamakan pengertian keadilan Tuhan
sebagai lawan perbuatan zalim.

B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan maka saran kami:
• Penyajian lisan sangat penting dalam duniamahasiswa dimana kita akan selalu dituntut
untuk menampilkan karya-karya yang telah kita buat. Penyajian lisan yang baik merupakan
hal yang diharapkan, sehingga diharapkan kepada mahasiswa agar mengetahui tata cara
penyajian lisan yang baik.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jazaira, Abdurrahman, Taudhih al-‘Aqaid fi ‘Ilmi at-Tauhid, Kairo: Maktabah al-


Hadharah as-Syarqiyyah, 1192.
Nasution, Harun., Falsafat Agama., Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Akal dan wahyu Dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1986.
Teologi Islam, Jakarta: UI Press, 1986.
Makki, Husein Abdurrahman., Mudzakarah al-tauhid, mesir: t.p., 1952.
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990.

Anda mungkin juga menyukai