Anda di halaman 1dari 28

WAWANCARA

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Asesmen Teknik NonTes
Dosen Pengampu: Dewang Sulistiana, M. Pd

Disusun oleh :
Kelompok 7

Muhammad Dani Pramana C2185201103


Michella Viezyandini C2186201021
Nazla Aulia Fadila C2186201091

PROGRAM PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................i


DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................... 3
A. Definisi ..................................................................................................... 3
B. Tujuan Wawancara ................................................................................. 3
C. Jenis – Jenis Wawancara………………………………………………….3
D. Alasan Menggunakan Wawancara ......................................................... 3
E. Teknik Wawancara ................................................................................. 4
F. Tahap-tahap Wawancara ....................................................................... 9
G. Hal yang Tidak Boleh dan Boleh dilakukan dalam Wawancara........... 9
H. Kelebihan dan Kekurangan Wawancara .............................................. 10
BAB III ANALISIS ............................................................................................ 12
A. Hakikat Wawancara .............................................................................. 12
B. Tujuan Wawancara ................................................................................ 12
C. Interpretasi dalam Wawancara ............................................................. 13
D. Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Wawancara ........................... 16
E. Cara Mengelola Wawancara.................................................................. 18
F. Cara Menyusun Wawancara ................................................................. 19
G. Cara Mengaplikasikan Wawancara ...................................................... 19
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 21
A. Simpulan ................................................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23

i
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perilaku verbal dan nonverbal ................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Wawancara merupakan salah satu metode asesmen yang digunakan
untuk mendapatkan data tentang individu dengan mengadakan hubungan
secara langsung dengan informan (face to face relation). Komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab, dan dalam hubungan tatap muka. Ini
merupakan keunggulan teknik wawancara, karena gerak dan mimik yang
dilakukan oleh responden merupakan pola media yang dapat melengkapi kata-
kata verbal mereka.
Wawancara dilakukan untuk dapat menangkap pemahaman atau ide,
tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, dan motif, yang
dimiliki oleh responden. Teknik ini sangat fleksibel dalam mengajukan
pertanyaan yang lebih rinci, dan memungkinkan siswa untuk mengatakan
dengan jelas tentang kegiatan, minat, cita-cita, harapan-harapan, kebiasaan-
kebiasaan, dan hal-hal lain mengenai dirinya.
Wawancara merupakan salah satu metode asesmen yang digunakan
untuk mendapatkan data tentang individu dengan mengadakan hubungan
secara langsung dengan informan (face to face relation). Komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab, dan dalam hubungan tatap muka. Ini
merupakan keunggulan teknik wawancara, karena gerak dan mimik yang
dilakukan oleh responden merupakan pola media yang dapat melengkapi kata-
kata verbal mereka.
Wawancara dilakukan untuk dapat menangkap pemahaman atau ide,
tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, dan motif, yang
dimiliki oleh responden. Teknik ini sangat fleksibel dalam mengajukan
pertanyaan yang lebih rinci, dan memungkinkan siswa untuk mengatakan
dengan jelas tentang kegiatan, minat, cita-cita, harapan-harapan, kebiasaan-
kebiasaan, dan hal-hal lain mengenai dirinya.

1
Sampai saat ini masih adanya kemungkinan mahasiswa/i yang kurang
memahami bagaimana cara mengaplikasikan dan mengelola wawancara
dengan baik dan benar. Penulis merasa perlu melakukan analisis terkait
wawancara untuk mengetahui apa itu wawancara, tujuanya, cara mengelola,
serta apa saja yang perlu diperhatikan dalam wawancara ini.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk
menganalisis kajian teori wawancara dengan mengangkat judul makalah
“Wawancara”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat dari Wawancara?
2. Apa tujuan dari Wawancara?
3. Bagaimana cara menginterpretasikan Wawancara?
4. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam Wawancara?
5. Bagaimana cara mengelola Wawancara?
6. Bagaimana cara menyusun Wawancara?
7. Bagaimana cara mengaplikasikan Wawancara?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat Wawancara.
2. Untuk mengetahui tujuan dari Wawancara
3. Untuk mengetahui cara menginterpretasikan Wawancara.
4. Untuk mengetahui apa saja yang perlu diperhatikan dalam Wawancara.
5. Untuk mengetahui cara mengelola Wawancara.
6. Untuk mengetahui cara menyusun Wawancara.
7. Untuk mengetahui cara mengaplikasikan Wawancara.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi
Wawancara merupakan salah satu metode asesmen yang digunakan
untuk mendapatkan data tentang individu dengan mengadakan hubungan
secara langsung dengan informan (face to face relation). Komunikasi
berlangsung dalam bentuk tanya jawab, dan dalam hubungan tatap muka. Ini
merupakan keunggulan teknik wawancara, karena gerak dan mimik yang
dilakukan oleh responden merupakan pola media yang dapat melengkapi kata-
kata verbal mereka.
Wawancara dilakukan untuk dapat menangkap pemahaman atau ide,
tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, dan motif, yang
dimiliki oleh responden. Teknik ini sangat fleksibel dalam mengajukan
pertanyaan yang lebih rinci, dan memungkinkan siswa untuk mengatakan
dengan jelas tentang kegiatan, minat, cita-cita, harapan-harapan, kebiasaan-
kebiasaan, dan hal-hal lain mengenai dirinya.
B. Tujuan Wawancara
1. Discovery, yaitu untuk mendapatkan kesadaran baru tentang aspek kualitatif
dari suatu masalah.
2. Pengukuran psikologis: data yang diperoleh dari wawancara akan
diinterpretasikan dalam rangka mendapatkan pemahaman tentang subjek
dalam rangka melakukan diagnosis permasalahan subjek dan usaha
mengatasi masalah tersebut.
3. Pengumpulan data penelitian: informasi dikumpulkan untuk mendapatkan
penjelasan atau pemahaman mengenai suatu fenomena. Data dikumpulkan
dengan cara wawancara karena kuesioner tidak dapat diterapkan pada
subjek subjek tertentu, atau ada kekhawatiran responden tidak mengisi
kuesioner ataupun tidak mengembalikan kuesioner pada peneliti.

3
C. Jenis – Jenis Wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden,
namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang
diinginkan. Adapun kelemahannya, yaitu : Kualitas data rendah Tidak dapat digunakan
untuk pengecekan secara mendalam Memerlukan waktu yang lama hanya cocok untuk
penelitian eksploatif
2. Wawancara terpimpin
Wawancara ini disebut juga dengan interview guide, controlled interview atau
structure interview, yaitu wawancara yang menggunakan panduan pokok-pokok
masalah yang diteliti. Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali
dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci. Dengan adanya pedoman atau
panduan pokok-pokok masalah yang akan diselidiki memudahkan dan melancarkan
jalannya wawancara. Adapun kelemahannya, yaitu : Bila pokok-pokok masalah
disusun dalam daftar pertanyaan yang lebih detail, hingga menyerupai angket Bila
suasana hunbungan antara pewawancara dan yang diwawancarai terlalu formal,
jalannya wawancara akan tampak kaku Tidak hanya kelemahan, dalam wawancara
terpimpin terdepat juga kelebihan, yaitu : Keseragaman pertanyaan akan memudahkan
penelitian untuk membandingkan jawaban pada interview untuk diambil kesimpulan
Pemecahan problem akan lebih mudah diselesaikan Analsisa kuantitatif disamping
kualitatif Kesimpulannya lebih reliable
3. Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan wawancara bebas
dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah
membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.
Jenis-jenis wawancara berdasarkan cara pelaksanaannya dibagi dua yaitu :
a) Wawancara berstruktur Wawancara secara terencana yang berpedoman pada
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b) Wawancara tak berstruktur Wawancara yang tidak berpedoman pada daftar
pertanyaan. Jenis-jenis wawancara menurut sasaran penjawab :
4. Wawancara perseorangan
Jenis wawancara ini terjadi apabila proses tanya jawab tatap muka itu berlangsung
secara langsung antara pewawancara dengan yang diwawancarai.
5. Wawancara bebas berklompok
Jenis wawancara ini terjadi apabila proses interview berlangsung sekaligus dua orang
pewawancara atau lebih menghadapi dua orang atau lebih yang diwawancarai.
4
Wawancara kelompok akan menjadi alat untuk mempermudah informasi yang luas dan
lengkap tentang hubungan sosial dan aksi reaksi pribadi dalam hubungan sosial.
6. Research interview
Jenis wawancara ini dirancang untuk mendapatkan data riset. Bentuk dari wawancara
ini terstruktur dan terfokus, yang ditentukan berdasarkan tujuan ruset daripada
kebutuhan individu. Pada penelitian ini, semua individu diberikan pertanyaan yang
sama, sebagai bahan pertimbangan. Pelaksanaan wawancara ini harus sesusai dengan
etika riset, persetujuan dan pelemahan klien.
7. Diagnostic interview
Jenis wawancara ini lebih relevan di dunia medis. Biasanya digunakan pada pasien
atau klien psikiatri, yang berfokus pada symptom-symptom pada klien untuk
mendeskripsikan berbagai macam kemungkinan. Seperti tipe, tingkat keparahan,
durasi, waktu, sejarah masa lalu, dsb.
8. Clinical interview
Consultation interview, jenis wawancara ini bersifat konsultasi, biasanya dilakukan di
perusahaan atau sekolah. Screening interview, berkaitan dengan pengambilan
keputusan terhadap sejumlah orang dalam waktu singkat. Pre-testing interview, untuk
membina rapport dengan klien sebelum tes berlangsung. Informasi yang diberikan
berupa tujuan tes, aktifitas yang akan dilakukan dalam tes, manfaat yang akan
diperoleh. Dalam tes ini, klien harus dijamin kerahasiaannya baik identitas atau hasil
tes.
9. Intake interview
Wawancara ini berfokus pada keinginan-keinginan klien, motivasi untuk mengikuti
treatment, harapan terhadap klinik dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses
klinis berlangsung. Klien diberi penjelasan tentang prosedur klinis, biaya, jadwal dan
berbagai hal yang berfungsi untuk memberikan kejelasan kepada klien untuk
melakukan kontak selanjutnya. Wawancara ini biasanya dilakukan oleh pekerja sosial.

D. Alasan Menggunakan Wawancara


1. Melengkapi dan menambahkan data yang telah ada, yang diambil dengan
metode lain seperti survey, observasi, studi dokumen dsb.

5
2. Karena ingin mengambil data kualitatif tentang suatu fenomena tertentu.
Wawancara dapat digunakan sebagai metode pengambilan data.
3. Karena situasi tertentu dalam bidang pengukuran (assessment) psikologis
ketika alat ukur tidak dapat digunakan karena alasan berikut:
a. Subjek buta huruf.
b. Subjek menolak mengerjakan test tertentu.
c. Topik yang diukur bersifat pribadi, individual dan rahasia.
Kapan menggunakan wawancara?
1. Pengukuran psikologis
Data yang diperoleh dari wawancara akan diinterprestasikan dalam rangka
mendapat pemahamanan tentang subjek dalam rangka melakukan diagnosis
permasalahan subjek dan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Pengumpulan data
Informasi yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam dan komprehensif tentang suatu fenomena yang diteliti.
Wawancara menjadi bagian dari penelitian survey ketika alat alat ukur lain
seperti kuesioner dianggap tidak mampu mengungkap secara lebih
mendalam informasi dari responden Informasi bersifat kualitatif, sangat
individual serta variatif sehingga jawaban perlu dieksplorasi melalui suatu
wawancara.
E. Teknik Wawancara
Berikut ini akan disajikan beberapa teknik wawancara yang diajukan oleh
Darley:
1. Dalam wawancara seorang konselor tidak memberikan ceramah, artinya
konselor terlalu banyak bicara, sehingga telah menyita hampir seluruh
waktu pertemuan dengan klien. Hal ini akan menghambat klien berbicara.
Klien bersifat pasif, sebagai pendengar. Konseling yang baik, kegiatan
berbicara ada pada klien, sehingga konselor akan banyak melakukan
kegiatan mendengarkan klien akan banyak memberikan keterangan
keterangan kepada konselor, terutan yang berhubungan dengan
permasalahan yang dialaminya dengan adanya konselor sedikit berbicara

6
akan berarti memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada klien
untuk mencurahkan isi hatinya.
2. Dalam berbicara konselor menggunakan kata-kata sederhana, berarti kata-
kata itu dapat dicerna oleh klien, dapat dipahami dan dimengerti. Dengan
demikian terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang lancar. Tidak
ada "gap" antara konselor dan klien. Konselor harus menggunakan bahasa
yang sesuai dengan tingkat kemampuan kliennya. Istilah-istilah sulit jangan
terlalu digunakan, dipilih kata-kata yang membina keakraban dan
kehangatan, sehingga klien dapat mengungkapkan apa yang ada didalam
hatinya, secara tidak ragu-ragu. Dari kata-kata yang sederhana
menyebabkan klien menaruh rasa simpati terhadap konselor, dan merasa
dapat berbicara secara aman.
3. Dalam wawancara konselor harus merasa yakin bahwa informasinya
diperlukan oleh klien, Cerarti mempunyai keyakinan bahwa dirinya
diperlukan dan pertolongannya sangatlah dibutuhkan. Keyakinan itu akan
menjadikan konselor mantab dalam memberikan bantuan kepada klien.
Maka konseling yang efektif adalah apabila klien secara suka rela. Rela
datang sendiri pada konselor untuk meminta bantuan.
4. Konselor merasakan sikap klien dalam menyelesaikan masalahnya, hal ini
berarti adanya perasaan empati dari konselor-konselor memahamai diri
klien, dan klien mengerti bahwa konselornya memahami dirinya.

B. J. O. Crites dalam bukunya "Career Counseling, Models, Methods dan


Materials mengutarakan 21 teknik untuk wawancara, yaitu:
1. Dalam membuka wawancara hendaknya dapat menyentuh rasa haru klien.
Misalnya dengan jalan memberi salam, menyebut namanya (bila konselor
telah mengetahui nama klien), bertanya sesuatu. Bertanya yang baik dalam
pembukaan wawancara adalah, "Apa yang dapat saya bantu?" sedang yang
kurang baik, "Bantuan apa yang kau minta?"
2. Menggugah klien untuk berbicara, konselor berusaha agar klien mau
berbicara, sehingga kalau konselor mengadakan pertanyaan, hendaknya

7
pertanyaan tersebut tidak hanya memungkinkan jawaban "ya" atau "tidak",
tetapi pertanyaan hendaknya membuka kesempatan klien untuk berbicara.
3. Diusahakan banyaknya berbicara pada klien bukan pada konselor.
Mengungkapkan perlakuan atau bantuan konselor sebelumnya. Hal ini
penting kecuali untuk mencoba membuka pengalaman klien dalam berhub,
agan dengan konselor juga untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
menanggapi atau memberikan bantuan kepada klien tersebut.
4. Hindari berbicara melebihi klien atau mendahului pembicaraan klien. Kalau
mungkin konselor berbicara sesedikit mungkin. biarkan klien berbicara
sebanyak-banyaknya, karena kadang kadang dengan berbicara banyak,
mengeluarkan isi hatinya. klien menjadi lega dan bahkan dapat meringankan
bebannya (katarsis) terlebih lagi jangan seorang konselor memotong
pembicaraan pembicaraan klien atau mendahului apa yang akan
diomongkan oleh klien (karena kebetulan sekali konselor sudah mengetahui
apa yang akan diomongkan klien).
5. Menerima sikap dan perasaan klien, konselor perlu merespon sikap dan
perasaan klien, konselor seakan-akan masuk ke dunia klien. Misalnya
dengan menyambut bicaranya. Konselor tidak bertanya bertubi-tubi, klien
jangan diberondong pertanyaan dan dipaksa menjawab segala pertanyaan.
Konselor bukannya sebagai wartawan, yang ingin mengorek informasi
untuk kepentingan.
6. Tidak bingung jika klien bungkam, karena bungkam bukan selalu berarti
macet, tetapi mungkin klien sedang berfikir tentang dirinya, sedang
menghayati apa yang sedang berlangsung, mungkin sedang merumuskan
kata-kata atau jawaban-jawaban, sedang mendalami masalah-masalahnya.
Konselor jangan terlalu cepat menyimpulkan pada klien bahwa bungkam itu
tertutup.
7. Memantulkan perasaan klien, konselor hendaknya mencoba menjadi atau
memberi arah klien untuk berfikir-fikir tentang perasaannya. Misalnya:
Klien :"Ibu saya benci kepada saya"?
Konselor: "Sejak kapan?"

8
Klien: "Tiap hari kebenciannya"
Konselor : "Juga kepada semua? Apa hanya kepada Anda?"
8. Terbuka, artinya mengakui ketidaktahuan diri, atau kekurangan diri, tidak
usah menutup-nutupi kekurangannya bahkan mau mendengarkan pendapat
dan saran orang lain. Kalau memang masalah yang ditangani kurang
dikuasai, secara terus terang menawarkan kepada klien untuk merefer
kepada orang lain, atau ahli lain.
9. Membagi waktu wawancara, waktu yang banyak diperuntukkan
membicarakan inti konseling, pembukaan wawancara dan penutupannya
hanya menggunakan sebagian kecil waktu saja, jangan terbalik.Sehingga
wawancara akan efektif dan dapat mencapai tujuan.
10. Memilih kata-kata yang sesuai dengan tahapan kemampuan klien, sehingga
klien dapat memahami apa yang dikatakan oleh konselor, kalau perlu kata-
kata penting diulang. Maka disini konselor sebelumnya harus mengetahui
latar belakang kemampuan kliennya.
11. Membatasi usaha pengungkapan informasi dari klien, terlebih lagi
mengenai hal-hal yang menukan klien. Sehingga klien tidak merasa lebih
berdosa. Jadi tidak perlu mengungkap klien terlalu mendalam, supaya klien
tidak merasa ditelanjangi.Hal ini akan mengganggu rapport (hubungan baik
antara konselor dank lien yang diciptakan oleh konselor, terutama sejak
pertemuan konseling dimulai).
12. Menentukan rambu-rambu wawancara, agar tidak terpaku pada satu
masalah, seharusnya banyak masalah yang terungkap. sehingga data
lengkap. Jangan sampai yang dibicarakan hal-hal yang sama saja.Tentu saja
pembicaraan jangan terlalu melebar. maka perlu rambu-rambu, jadi seakan-
akan konselor membuat garis yang akan dibicarakan. Mula-mula rambu-
rambu dibuat secara umum, X misalnya, lalu X itu dipecah-pecah, dibuat
poin-poinnya, dan waktunya.
13. Hindari sebutan atau cerita tentang diri konselor Ada konselor yang suka
memusatkan pada dirinya, misalnya, "Seandainya saya jadi Anda...." Itu
berarti tidak menarik klien menjadi. konselor, padahal mestinya konselor

9
masuk ke dunia klien, berarti ada empati. Karena kalau demikian mungkin
tampaknya berhasil tetapi ada akibat sampingan.
14. Tidak berpura-pura, berarti konselor harus polos, karena klien akan merasa
dan mengetahui bila konselor berpura-pura.
15. Tidak terpaku pada topik awal yang diajukan klien, misalnya,"Saya
mendapat kesulitan dalam menghadapi adik adik." Konselor harus dapat
melihat horizon yang lebih luas, misalnya apa latar belakang dia harus
mengurus adik-adiknya. Mungkin yang penting bukan masalah adik, tetapi
sumber masalah mungkin ada pada dia sendiri. Maka konselor jangan terlalu
terpancang apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien pada awal wawancara.
16. Hindari pertemuan yang terlalu sering dengan klien, karena hal ini
mengakibatkan klien terlalu tergantung pada konselor. Konselor harus dapat
membuat klien lama-kelamaan mampu berdiri sendiri dan memecahkan
masalahnya sendiri.
17. Batasi lamanya wawancara. Hal ini sangat individual sekali. Ada klien dan
konselor yang mampu mengadakan wawancara sampai 2 jam, ada yang
tidak. Maka lebih baik sebelumnya diambil persetujuan tentang waktu
wawancara ini antara konselor dengan klien, sehingga waktu yang akan
digunakan telah menjadi persetujuan bersama. Karena ada kalanya klien
ingin berlama-lama karena sekedar menghindari situasi lain yang tak
menyenangkan.
18. Menyusun alternatif kegiatan, dengan jalan mencari bentuk jalan keluar
yang kira-kira dilakukan oleh klien. Diusahakan konselor hanya membantu
mencari alternatif-alternatif itu, maka hendaknya klien yang menemukan
beberapa alternatif itu sendiri, sedang konselor memformulasikan.
19. Mengakhiri wawancara dengan membuat rangkuman (tidak tertulis), dan
konselor berusaha agar klien dapat mengambil kesimpulan sendiri.
20. Menutup pertemuan, dengan membuat akhir pertemuan yang mengesankan,
dengan terlebih dahulu diadakan pertemuan berikutnya. Dan konselor
mengakhiri pembicaraan dengan kesediaannya menerima kembali suatu saat
klien membutuhkan bantuannya.

10
21. Persetujuan tentang perlu atau tidaknya diadakan konseling.
F. Tahap-tahap Wawancara
1. Opening
a. Memotivasi subyek wawancara.
b. melakukan hubungan.
c. Memberikan orientasi tentang tujuan dari wawancara.
d. Menetapkan waktu pertemuan.
2. Body
a. Menggali permasalahan.
b. Mengarahkan jalannya wawancara
c. Menerima subyek apa adanya.
d. Menggunakan guide wawancara.
e. Menetukan taraf keakraban antara pewawancara dan subyek.
3. Closing
a. Memberikan kesimpulan.
b. Memberikan penghargaan terhadap subyek
c. Prinsip dasarnya pewawancara harus belajar mendengar, bertanya,
memperhatikan perasaan subjek serta memperhatikan ungkapan atau
pernyataan yang disampaikan subjek.
G. Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dan Boleh Dilakukan Dalam Wawancara
Hal-hal yang harus dilakukan seorang pewawancara adalah mendengar,
mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat. Kadang-kadang ia seperti
seorang penginterogasi, kadang-kadang secara tajam ia menyerang dengan
menunjukkan kesalahan-kesalahan orang yang diwawancarai, kadang-kadang
ia mengklarifikasi, kadang kadang pula ia seperti pasif atau menjadi pendengar
yang baik. Suksesnya suatu wawancara tergantung pada kemampuan
melakukan kombinasi berbagai keterampilan sesuai dengan tuntutan situasi dan
orang yang diwawancarai.

11
H. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Wawancara
1. Kelebihan
a. Flexibility. Pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan
sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu. Jika dia menginginkan
informasi yang mendalam maka dapat melakukan "probing". Demikian
pula jika ingin memperoleh informasi tambahan, maka dia dapat
mengajukan pertanyaan tambahan, bahkan jika suatu pertanyaan
dianggap kurang tepat ditanyakan pada saat itu, maka dia dapat
menundanya.
b. Nonverbal Behavior. Pewawancara dapat mengobservasi perilaku
nonverbal, misalnya rasa suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat
pertanyaan diajukan dan dijawab oleh responden.
c. Question Order. Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga
responden dapat memahami maksud penelitian secara baik, sehingga
responden dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
d. Respondent alone can answer. Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi
benar oleh responden yang telah ditetapkan.
e. Kompleksitas kuesioner yang lebih besar. Kuesioner umumnya.
2. Kekurangan
Kekurangan dari wawancara adalah terjadinya bias, baik dari proses
persepsi maupun interaksi, seperti halo effect (suatu kecenderungan
subjektif dalam penafsiran atau penilaian terhadap sifat-sifat tertentu),
affirmatory serta primacy effect (pengaruh yang lebih kuat dari informasi
sebelumnya dibanding informasi kemudian terhadap pengenalan, kesan dan
sikap). Bias ini menimbulkan keadaan bervariasi pada reliabilitas dan
validitas, mengingat sulitnya membandingkan hasil wawancara satu
interviewer menanyakan sejumlah pertanyaan kepada interviewee untuk
mendapatkan jawaban dengan interviewee yang lain. Interviewer yang
berbeda akan mengembangkan dan menanyakan pertanyaan yang berbeda,
mengakibatkan tingginya variasi informasi yang didapat dan variasi dalam

12
kriteria yang digunakan untuk menyimpulkan ada atau tidaknya kondisi
tertentu.
McKenna (2000) mengemukakan bahwa kelemahan metode wawancara
terdiri dari penilaian yang mungkin saja tidak akurat. Hal ini disebabkan
interviewer yang satu dengan interviewer lainnya mungkin saja sulit untuk
mencapai konsensus karena perbedaan pandangan dan akhirnya berbeda pula
dalam mengambil kesimpulan mengenai karakteristik interviewee. Bias yang
terjadi dalam metode wawancara dapat disebabkan juga oleh kesan pertama
yang negatif. yang ditangkap oleh interviewer terhadap interviewee, sehingga
terlalu cepat dalam mengambil kesimpulan. Bias lainnya adalah pengetahuan
awal yang dimiliki oleh interviewer mengenai interviewee yang akan
diwawancarainya.
Berdasar pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kekurangan
menggunakan wawancara antara lain, yaitu:
a. Terjadi bias (penyimpangan) baik dari proses persepsi maupun. interaksi
sehingga dapat menimbulkan keadaan bervariasi pada reliabilitas dan
validitas.
b. Tingginya variasi informasi yang didapat dan variasi dalam kriteria yang
digunakan untuk menyimpulkan ada atau tidaknya kondisi tertentu yang
diakibatkan berbedanya interviewer.
c. Dapat terjadi penilaian yang tidak akurat pada interviewer yang satu
dengan interviewer lainnya karena adanya perbedaan pandangan dan
mengambilan kesimpulan.

13
BAB III
ANALISIS

A. Hakikat Wawancara
Fandi Rosi Sarwo E, (2016) dalam Suhandang, (2004) mengatakan
wawancara merupakan salah satu dari beberapa teknik dalam mengumpulkan
informasi atau data. Pada awalnya teknik wawancara sangat jarang digunakan,
tetapi pada abad ke-20 menjadi puncak pencapaian karya jurnalistik yang hebat
dihasilkan melalui wawancara, teknik wawancara berlanjut sampai sekarang
abad ke-21.1
K.R Soegijono (1993) mengatakan wawancara adalah proses tanya jawab
lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka secara fisik untuk mengetahui
tang gapan, pendapat, dan motivasi sese orang terhadap suatu obyek.2
Mita Rosaliza (2015) mengatakan wawancara merupakan metode ketika
subjek dan peneliti bertemu dalam satu situasi tertentu dalam proses
mendapatkan informasi.3
Muhammad Ali (2016) mengatakan karena konseling juga diperankan oleh
manusia, sebagai manusia tidak bisa menghindari diri dari berinteraksi di mana
inti dari interaksi tidak lain dan tidak bukan adalah komunikasi.4
Jadi, wawancara merupakan metode dalam mengumpulkan informasi atau
data oleh dua orang atau lebih
B. Tujuan Wawancara
Fandi Rosi Sarwo E, (2016) dalam Herdiansyah (2015), menjelaskan
tujuan utama dari proses wawancara, untuk dapat dikatakan "paham" dari
proses memahami tersebut, diperlukan banyak hal sesperti kemampuan
merangkai kata agar kalimat yang diutarakan mampu memotivasi orang untuk
memberikan jawaban, bukan justru merasa terancam dan menutup diri.
Ini yang membedakan antara wawancara dengan interogasi. Dalam
wawancara, interviewer harus mampu memotivasi interviewer dan
mempertahankan motivasinya selama wawancara berlangsung agar dari
perasaan positif interviewer tersebut mampu memunculkan data yang tepat dan
dapat. dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sedangkan dalam proses
14
interogasi, barangkali seperti yang sering kali kita lihat di film-film action,
interviewer dibuat tertekan dan ketakutan agar dari kondisi ketidaknyamanan
psikologis tersebut, dapat memunculkan data yang cepat, efisien, dan sesuai
dengan kondisi nyata.
Jadi, tujuan wawancara ini sebagai proses memahami apa yang
disampaikan oleh seseorang.
Satrio Arismunandar (2013) mengatakan tujuan seorang reporter
melakukan wawancara ialah mengumpulkan informasi yang lengkap, akurat,
dan fair. Seorang pewawancara yang baik mencari pengungkapan atau
wawasan (insight), pikiran atau sudut pandang yang menarik, yang cukup
bernilai untuk diketahui. Jadi bukan hal yang sudah secara umum didengar atau
diketahui.6
C. Intrepretasi dalam Wawancara
Dalam proses wawancara perilaku verbal dan nonverbal merupakan
sesuatu yang diperlukan diperhatikan, selain untuk melihat kesesuaian jawaban
dengan pertanyaan, dapat untuk melihat minat seseorang dalam mengikuti
wawancara.
Perilaku verbal merupakan ucapan yang muncul berupa kata-kata,
sedangkan perilaku nonverbal adalah bahasa tubuh. Menurut Fandi Rosi Sarwo
E, (2016) dalam Ducan (dalam Rakhmat, 2013) terdapat enam jenis pesan
nonverbal: (1) kinesik atau gerak tubuh; (2) paralinguistik atau suara,

15
(3) rosemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial; (4) olfaksi atau
penciuman, (5) sensivitas kulit; dan (6) faktor artifaktual seperti pakaian dan
kosmetik. 7
Fandi Rosi Sarwo E, (2016) bahwa perilaku verbal dan nonverbal yang
harus diperhatikan dalam proses wawancara menurut Saam (2013) sebagai
berikut:8
Tabel 3.1 Perilaku verbal dan nonverbal

No Jenis Perilaku Kategori


1 Verbal a. Mau bicara – tidak mau bicara
b. Bicara lancer – tersendat-sendat
c. Banyak bicara – sedikit bicara
d. Bicara gugup – bicara normal
e. Suara lembut/normal – suara
keras/ kecil
2 Senyum a. Ada senyum – tidak senyum
b. Spontan – dibuat-buat
c. Ikhlas – semu
d. Tepat waktu – tidak tepat waktu
3 Kontak Mata a. Ada kontak mata – tidak ada
kontak mata
b. Terus-menerus – sepintas/
kadang-kadang
4 Ekspresi Wajah a. Cerah – kusam
b. Rileks – tegang
c. Gembira – sedih
d. Bercahaya - pucat
5 Gerak-gerik Ada gerak-gerik – tidak ada gerak-gerik
Tangan
6 Posisi Duduk a. Rileks/santai – kaku
b. Mendekat (bersahabat) –
menjauh (tidak bersahabat)
c. Spontan – tidak spontan
7 Anggukan Kepala Anggukan kepala – tidak ada anggukan
kepala
8 Telapak Tangan a. Hangat – dingim
b. Normal - berkeringat
9 Rambut a. Rapi – kusut
b. Sesuai aturan - menyimpang
10 Menangis a. Disertai menangis – tidak
menangis
11 Pakaian a. Rapi – tidak rapi
b. Bersih - kotor

16
Jenis-jenis perilaku interviewer tersebut tersebut baik verbal maupun
nonverbal merupakan indikator bagi konselor mengenai sifat-sifat klien,
kesiapan klien dalam wawancara, kondisi pikiran dan perasaan berkenaan
dengan diri interviewee. Interviewer harus peka dan sensitif dalam melihat
tanda-tanda yang muncul baik secara verbal atau nonverbal.
Seperti yang disampaikan Fandi Rosi Sarwo E, (2016) dalam Wongsorejo
(2011) apabila selama pembicaraan Anda jarang ditoleh dan disapa; Anda tidak
diharapkan kedatangan atau pertanyaan Anda tidak ia suka. Apabila dada
interviewer selama bicara di sebelah kanan maupun kiri, apabila cenderung
mengarah kepada Anda berarti interviewer tertarik dengan proses wawancara.9
Selama proses wawancara selain berfokus pada perilaku verbal dan
nonverbal interviewer, yang tidak kalah penting adalah memperhatikan
perilaku nonverbal interviewer/ pewawancara atau diri sendiri sebagai
pewawancara.
Tanda-tanda kebohongan dapat dilihat antara lain pada perilaku nonverbal
seperti muka atau suara. Orang berbicara, tetapi tidak menatap mata lawan
bicara seperti ada yang disembunyikan. Namun demikian, penerimaan pesan
berupaya untuk memperhatikan tanda-tanda kebohongan dan yang memberi
pesan juga memperhatikan tanda-tanda kecurigaan dari interviewer.
Proses saling memperhatikan ini akan berlangsung terus-menerus dan
saling bergantian selama proses wawancara berlangsung. Dalam berbohong
seseorang terkadang memanipulasi informasi atau keterangan yang
disampaikannya untuk menciptakan pesan yang logis dan beralasan dengan
cara yang benar-benar tulus.
Fandi Rosi Sarwo E, (2016) dalam Buller dan Burgoon mengemukakan
adanya empat ciri orang yang bicara bohong melalui serangkaian tindakan
strategis yang dilakukannya menurut yaitu sebagai berikut: 10
1. Tidak pasti dan kabur, ciri-ciri orang berbohong adalah mengemukakan
keterangan atau informasi yang tidak pasti dan kabur. Dengan kata lain,

17
ketidakpastian (uncertainty) dan kekaburan (vagueness) menjadi tanda
adanya kebohongan.
2. Tidak segera, tidak menjawab, dan menarik diri, jika seseorang dalam
proses wawancara tidak langsung menjawab pertanyaan yang diberikan atau
bahkan tidak menjawab memungkinkan seseorang sedang mencari jawaban
lain dalam strategi berbohong maka kita sebisa mungkin untuk mempertegas
dengan mengulang pertanyaan.
3. Pemisah, jika tindakan untuk tidak segera menjawab merupakan upaya
untuk menghindari diri dari situasi yang tengah dihadapi maka pemisahan
(disassociation) merupakan tindakan strategis yang dilakukan sebagai upaya
untuk membuat jarak antara diri dengan apa yang telah dilakukannya.
4. Perilaku menjaga reputasi dan hubungan, jika orang terbiasa berkata
bohong, mereka biasanya menyadari bahwa kebocoran perilaku nonverbal
dapat memberikan petunjuk atau tanda kepada lawan bicara bahwa
perkataan mereka tidak sesuai dengan kebenaran.
D. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Wawancara
Sitti Mania (2008) dalam Nana Sudjana, ketika melaksanakan wawancara,
ada tiga aspek yang harus diperhatikan, diantaranya: 11
1. Tahap Awal Pelaksanaan Wawancara
Perhatian terhadap aspek yang pertama ini bertujuan untuk meng
kondisikan situasi wawancara. Pernyataan ini mengandung arti bahwa
evaluator harus menciptakan situasi yang mengungkapkan suasana keak
raban sehingga siswa tidak merasa takut, yang pada akhirnya dapat
mengemukakan jawaban atau pendapatnya secara bebas.
2. Penggunaan Pertanyaan
Aspek yang kedua ini mengandung pengertian bahwa pertanyaan
diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan kisi-kisi yang telah
dibuat sebelumnya. Apabila menggunakan wawancara terpimpin, maka

18
pewawancara mengajukan pertanyaan beserta dengan alternatif jawaban
nya. Siswa kemudian mengemukakan pendapatnya, lalu pendapat tersebut
diklasifikasikan ke dalam alternatif jawaban yang telah ada. Lain halnya
ketika menggunakan wawancara tidak terpimpin, evaluator mengajukan
pertanyaan dan siswa menjawab dengan bebas.
3. Pencatatan Hasil Wawancara
Pencatatan hasil wawancara sebaiknya dilakukan saat wawancara
berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar jawaban responden atau siswa tidak
dilupa. Terhadap wawancara terpimpin, pencatatannya cukup mu dah sebab
tinggal memberikan tanda pada alternatif jawaban. Sedangkan pada
wawancara tidak terpimpin, pokok-pokok isi jawaban siswa perlu dicatat
pada lembaran tersendiri.
Seorang konselor harus bisa memastikan ketiga aspek tersebut, agar
wawancara dapat berjalan dengan lancar.
Dini Amalia (2020) mengatakan aspek penting dalam wawancara, yakni:
1. Pada saat seorang penilai dan orang yang dinilai bersama-sama, mereka ada
di sana untuk mulai terlibat suatu dialog tentang penilaian kinerja dan
pengembangan. Ini bukanlah suatu wawancara di mana seseorang
mengajukan pertanyaan dan yang lain menyediakan jawab itu. Ini lebih
seperti suatu pertemuan di mana terjadi pertukaran pandangan sehingga
kesimpulan yang disepakati akan tercapai.
2. Menggambarkan pertemuan penilaian yang formal dalam diskusi
menyiratkan bahwa kedua belah pihak secara penuh dilibatkan. Ini adalah
pertemuan dengan tujuan dimana tujuan itu akan diraih perusahaan tentang
masa depan pengembangan penilaian, area manapun untuk peningkatan dan
bagaimana peningkatan itu akan dicapai. Wawancara diaktifkan dengan
berbagai pendekatan dan ketrampilan hubungan antar pribadi yang
digunakan untuk membawa pada suatu kesimpulan yang sukses.
Wrenn (1939) dalam Hollingworth (534) menunjukkan bahwa wawancara
yang tidak terstandarisasi telah terbukti secara praktis tidak bernilai untuk

19
tujuan ini. Snedden (548) menunjukkan, bagaimanapun, bahwa wawancara
standar yang hati-hati adalah tes kecerdasan terselubung yang baik.12
E. Cara Mengelola Wawancara
N.A. Kurniawan (2020) menjelaskan bahwa penggunaan wawancara
dalam layanan bimbingan dan memiliki peluang menimbulkan peluang dan
tantangan. Tantangan akan menghadirkan kendala-kendala yang penting untuk
segera diantisipasi.13
Gaya bahasa dapat dimaknai sebagai cara seseorang dalam menyampaikan
gagasan maupun pkiran kepada lawan bicara. Pemakaian kata-kata yang tepat
memberikan peluang lebih besar untuk menggambarkan kepada lawan bicara
mengenai maksud yang ingin disampaikan oleh pewawancara. Ketika konselor
melakukan wawancara kepada konseli dalam prose bimbingan dan konseling,
diharapkan mampu memilih kata yang sesuai dengan sasaran bicara.
Kesesuaian ini dapat di dasarkan pada sesuai secara tingkatan pendidikan,
status sosial, dan batasan usia tertentu.
Komunikasi yang terjadi selama wawancara pada akhirnya akan
berorientasi pada keputusan pribadi lawan bicara sendiri, sehingga segala
bentuk nilai-nilai yang dimiliki oleh lawan bicara akan memberikan pengaruh
selama proses wawancara berjalan. Kondisi tersebut juga di rasa akan serupa
ketika konselor mengadakan sesi wawancara secara virtual untuk memenuhi
kebutuhan assemen layanan bimbingan dan konseling. penting agar konselor
memiliki wawasan mengenai lawan bicara yang akan disertakan dalam proses
need assemen supaya tujuan layanan bimbingan dan konseling dapat tercapai....
Sehingga melihat hal tersebut, penting agar pewawancara atau konselor
dalam konteks bimbingan dan konseling senantiasa menumbuhkan regulasi diri
dan konsep diri ideal sesuai kaidah-kaidah pelaksanaan wawancara bimbingan
dan konseling yang profesional.
F. Cara Menyusun Wawancara

20
Sitti Mania (2008) ada satu hal penting yang juga mesti diperhatikan ketika
menggunakan wawancara sebagai alat evaluasi, yaitu pedoman wawancara.
Pedoman wawancara tersebut perlu disusun sedemikian rupa sehingga
wawancara bisa berlangsung dengan baik dan tepat sasaran. Pedoman
wawancara tersebut disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai
berikut:14
1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan wawancara tersebut.
Misalnya, untuk mengetahui cara belajar siswa yang berprestasi bagus.
Tentukan aspek-aspek apa saja yang ingin diungkap melalui kegiatan
tersebut. Kemudian aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun
materi pertanyaan.
2. Tentukan jenis wawancara apa yang akan digunakan, terpimpin atau tidak
terpimpin atau kombinasi dari kedua jenis tersebut.
3. Buat pertanyaan sesuai dengan jenis wawancara yang akan digunakan.
4. Sebaiknya buat pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara.

G. Cara Mengaplikasikan Wawancara


R.A Fadhallah (2020) dalam Neuman (2000) menjabarkan langkah-
langkah wawancara terdiri dari pembukaan, proses, dan penutup. Berikut
penjelasan mengenai langkah-langkah tersebut:15
1. Pembukaan
Berisi mengenai perkenalan dan penjelasan tujuan wawancara oleh
pewawancara yang diwawancarai.
2. Proses
Merupakan pelaksanaan wawancara, di mana terjadi kegiatan tanya jawab
antara interviewer dengan interviewee, dengan tujuan memberikan dan
menerima informasi. Selama pelaksanaan wawancara, pewawancara perlu
melakukan probing (penyelidikan) untuk memperjelas makna jawaban yang

12
Mania, S. (2008). Teknik non tes: telaah atas fungsi wawancara dan kuesioner dalam evaluasi
pendidikan. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 11(1), 45-54.
13
Fadhallah, R.A. (2020). Wawancara. Jakarta: UNJ Press.

21
diberikan oleh interviewee. Mencatat hasil wawancara juga perlu dilakukan
oleh interviewer karena daya ingat yang terbatas sehingga tidak mungkin
mengingat seluruh isi pembicaraan dengan interviewee.
3. Penutup
Wawancara yang ideal dilakukan jika interviewer menyimpulkan isi
wawancara dan kemudian mengucapkan terima kasih kepada interviewee.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga
langkah inti dalam wawancara, yaitu pembukaan, proses, dan penutup.
M Jogiyanto (2018) menjelaskan berikut ini adalah panduan singkat untuk
mengembangkan pertanyaan wawancara yang diadopsi dan dimodifikasi dari
Harvard Department of Sociology (2017):16
1. Pertanyaan harus sederhana dan jangan mengajukan lebih dari satu
pertanyaan sekaligus.
2. Pertanyaan terbaik adalah pertanyaan yang mendapatkan jawaban
terpanjang dari responden. Jangan mengajukan pertanyaan yang
jawabannya amat singkat tanpa diikuti pertanyan lanjutan.
3. Jangan ajukan pertanyaan yang mengharuskan responden Anda melakukan
analisis untuk Anda.
4. Jangan meminta bagaimana pendapat orang lain atau kelompok lain di
lingkungan responden. Sebagai contoh pertanyaan “Apa yang dipikirkan
orang di sini tentang isu…..?” Anda jarang mendapatkan sesuatu yang
menarik. Coba ajukan pertanyaan yang sama ke si responden mengenai
pendapat dia sendiri.
5. Jangan takut untuk mengajukan pertanyaan yang sederhana. Jika Anda
tidak bertanya, mereka tidak akan memberi tahu.
Hal tersebut dapat dijadikan panduan bagi pewawancara agar proses
wawancara dapat berjalan dengan baik dan benar. Serta tidak memakan waktu
lama yang terbuang-buang.

22
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Wawancara merupakan metode dalam mengumpulkan informasi atau data
oleh dua orang atau lebih. Ini yang membedakan antara wawancara dengan
interogasi.
Dalam wawancara, interviewer harus mampu memotivasi interviewee dan
mempertahankan motivasinya selama wawancara berlangsung agar dari
perasaan positif interviewer tersebut mampu memunculkan data yang tepat dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sedangkan dalam proses interogasi, barangkali seperti yang sering kali
kita lihat di film-film action, interviewer dibuat tertekan dan ketakutan agar
dari kondisi ketidaknyamanan psikologis tersebut, dapat memunculkan data
yang cepat, efisien, dan sesuai dengan kondisi nyata....
Jadi, tujuan wawancara ini sebagai proses memahami apa yang
disampaikan oleh seseorang. Seorang pewawancara yang baik mencari
pengungkapan atau wawasan (insight), pikiran atau sudut pandang yang
menarik, yang cukup bernilai untuk diketahui.
Dalam proses wawancara perilaku verbal dan nonverbal merupakan
sesuatu yang diperlukan diperhatikan, selain untuk melihat kesesuaian jawaban
dengan pertanyaan, dapat untuk melihat minat seseorang dalam mengikuti
wawancara. Perilaku verbal merupakan ucapan yang muncul berupa kata-kata,
sedangkan perilaku nonverbal adalah bahasa tubuh.
Menurut Fandi Rosi Sarwo E, (2016) dalam Ducan (dalam Rakhmat,
2013) terdapat enam jenis pesan nonverbal: (1) kinesik atau gerak tubuh; (2)
paralinguistik atau suara, (3) prosemik atau penggunaan ruangan personal dan
sosial; (4) olfaksi atau penciuman, (5) sensivitas kulit; dan (6) faktor artifaktual
seperti pakaian dan kosmetik.

23
Jenis-jenis perilaku interviewer tersebut tersebut baik verbal maupun
nonverbal merupakan indikator bagi konselor mengenai sifat-sifat klien,
kesiapan klien dalam wawancara, kondisi pikiran dan perasaan berkenaan
dengan diri interviewee. Interviewer harus peka dan sensitif dalam melihat
tanda-tanda yang muncul baik secara verbal atau nonverbal. Apabila dada
interviewer selama bicara di sebelah kanan maupun kiri, apabila cenderung
mengarah kepada Anda berarti interviewer tertarik dengan proses wawancara.
Selama proses wawancara selain berfokus pada perilaku verbal dan
nonverbal interviewer, yang tidak kalah penting adalah memperhatikan
perilaku nonverbal interviewer/ pewawancara atau diri sendiri sebagai
pewawancara. Namun demikian, penerimaan pesan berupaya untuk
memperhatikan tanda-tanda kebohongan dan yang memberi pesan juga
memperhatikan tanda-tanda kecurigaan dari interviewer.
Proses saling memperhatikan ini akan berlangsung terus-menerus dan
saling bergantian selama proses wawancara berlangsung. Dalam berbohong
seseorang terkadang memanipulasi informasi atau keterangan yang
disampaikannya untuk menciptakan pesan yang logis dan beralasan dengan
cara yang benar-benar tulus.
B. Saran
Saran untuk mahasiswa/i yang akan menjadi calon konselor harus mampu
memahami kajian teori wawancara agar dapat mengaplikasikan dengan baik
dan benar pada saat melakukan sesi konseling.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2016). MAKNA KOMUNIKASI KONSELING (Analisis Wawancara


Konseling Dari Berbagai Pendekatan Konseling). Dialogia: Jurnal Studi
Islam dan Sosial, 13(1), 117-132.

Arismunandar, S. (2013). Teknik Wawancara Jurnalistik. Teknik Wawancara


Jurnalistik.

Edi, F. R. S. (2016). Teori Wawancara Psikodignostik. Yogyakarta: LeutikaPrio.

Fadhallah, R.A. (2020). Wawancara. Jakarta: UNJ Press.

Jogiyanto Hartono, M. (Ed.). (2018). Metoda Pengumpulan dan Teknik Analisis


Data. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kurniawan, N. A., & Aiman, U. (2020, December). Problematika Penggunaan


Wawancara dalam Bimbingan dan Konseling Virtual. In Seminar Nasional
Daring IIBKIN 2020 (pp. 1-5).

Mania, S. (2008). Teknik non tes: telaah atas fungsi wawancara dan kuesioner
dalam evaluasi pendidikan. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah
Dan Keguruan, 11(1), 45-54.

Rosaliza, M. (2015). Wawancara, Sebuah interaksi komunikasi dalam penelitian


kualitatif. Jurnal Ilmu Budaya, 11(2), 71-79.

Safithry, E. A. (2018). Asesmen Teknik Tes dan Non Tes. Malang: IRDH.

Soegijono, M. S. (1993). Wawancara sebagai salah satu metode pengumpulan


data. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 3(1), 157152.

STIE YAI, D. A. (2020). Modul 2: Wawancara dalam Pengukuran Kinerja. STIE


YAI, (2), 1-14.

Wrenn. (1939). Technics of Guidance and Counseling. Review of Educational


Research, Vol. IX, No.2.

25

Anda mungkin juga menyukai