Anda di halaman 1dari 5

ATAVISME

Budi Darma
Waktu itu dia menunggu lift, akan naik ke lantai 5. Begitu lift membuka, pandangannya
tertusuk oleh pandangan mahasiswa Sudan, dan pandangan mahasiswa Sudan pun tertusuk
oleh pandangan mahasiswi Indonesia. Hari itu juga mereka memutuskan untuk menjadi
suami istri, dan tiga bulan kemudian mereka benar-benar sudah menjadi suami istri. Inilah
atavisme: dalam kehidupan zaman dahulu, entah kapan dan di mana, dua orang ini tidak lain
adalah suami istri, kemudian meninggal, oleh kekuatan alam yang tidak mungkin diuraikan,
mereka dipertemukan kembali.
Pertemuan saya dengan Susan juga mirip, meskipun berbeda. Susan mahasiswa Ilmu Politik,
saya mahasiswa Sastra Inggris, dan dalam semester musim gugur sama-sama mengambil
mata kuliah psikologi. Begitu masuk kelas pada awal semester, pandangan Susan menancap
pada pandangan saya, dan pandangan saya menancap pada pandangan Susan. Atavisme.
Kami langsung mengasihi dan menyayangi. Mungkin dalam kehidupan kami dahulu, entah
kapan, Susan dan saya adalah saudara kandung. Saya abang Susan, dan Susan adik saya.
Saya tinggal di asrama dalam kampus, dan Susan tinggal di karavan di pinggir kota, jauh dari
kampus. Ada banyak jalan untuk mencapai karavan, antara lain jalan berliku-liku mengikuti
aliran sebuah sungai kecil. Sungai mengingatkan Susan pada kota kelahirannya, Newhaven,
dan ada pula beberapa jalan lain, di antaranya, jalan melewati semak belukar di antara
gedung-gedung tua yang sudah lama tidak dihuni.
Karena kebetulan kuliah Susan di Departemen Ilmu Politik dan kuliah saya di Departemen
Humaniora dimulai jam 14, kami biasa belajar bersama di Perpustakaan Universitas sampai
larut malam, bahkan kadang-kadang sampai menjelang fajar.
Sementara itu daun-daun pohon berangsur-angsur menjadi kuning, angin makin hari makin
kencang dan pohon-pohon makin gundul, siang hari makin pendek dan malam hari makin
panjang, dan cuaca makin hari makin dingin, sebelum akhirnya gumpalan-gumpalan salju
melayang-layang, lalu jatuh ke tanah setelah ditiup angin ke sana kemari. Meskipun Susan
berani pulang sendiri tapi saya tidak sampai hati, dan karena itu kadang-kadang saya
mengantar dia pulang, dan kadang-kadang juga saya menginap di karavannya, atau dia
menginap di asrama saya.
Sejak salju pertama turun, kami merasa, segala gerak kami sering diawasi oleh seseorang
terutama pada saat kami menuju ke karavan Susan. Kadang-kadang kami berjalan cepat, dan
orang itu ikut berjalan cepat, lalu kami berjalan lambat. dia pun berjalan lambat, lalu kami
berhenti dan saya pura-pura mengencangkan tali sepatu, dan dia ikut berhenti pula. Dia selalu
bersembunyi, mungkin di balik semak-semak, di balik pohon raksasa, atau juga menyelinap
di gedung-gedung tua. Karena salju sering turun, maka jejak sepatu orang itu mudah kami
kenali. Dan ternyata beberapa kali dia ganti alas sepatu. Dan ketika saya menginap di
karavan, orang itu berkeliaran tidak jauh dari karavan.
"Mari kita tangkap dia," kata saya pada suatu malam.
Susan setuju, lalu kami sama-sama membeli sepatu ringan, peluit, dan borgol. Tampaknya
orang itu tahu, dan selama beberapa hari tidak muncul. Pada saat dia muncul lagi, kami
sengaja berjalan perlahan-lahan, lalu berhenti sebentar, lalu dengan kecepatan penuh Susan
lari, melompat-lompat di antara semak-semak, kemudian saya memasuki celah gedung-
gedung tua.
Tidak lama kemudian terdengarlah bunyi peluit, dan dengan kecepatan kilat saya menuju ke
sana. Susan sedang bergulat dengan seorang laki-laki, dan saya pun segera menyergapnya.
"Saya orang baik-baik, suaranya gemetar, kepalanya menunduk.
Ketika saya mengeluarkan borgol, dia berkata, tetap gemetar dan tetap menunduk: "Saya
bukan orang jahat."
Setelah sampai karavan, Susan bertanya: "Nama kamu?"
"George."
"Nama lengkap?"
"George Rodam," katanya, tetap gemetar dan tetap menunduk.
Susan dan saya terbahak-bahak. Nama terkenal. Dia sering menempelkan plakat di beberapa
asrama kampus, terutama asrama khusus mahasiswi dengan berbagai kalimat, intinya, tidak
ada mahasiswi yang tidak gatal. Semua jalang. Suka menguber-uber laki-laki berandalan.
Mahasiswa yang serius justru dilecehkan. Cinta suci saya dibuat bahan tertawaan.
"Tinggal di mana?"
Dia diam, menunduk.
"Kalau kamu mau, malam ini kita bisa tidur di sini bertiga," kata Susan.
Karena capai, Susan dan saya tertidur. Ketika kami bangun, dia tidak ada.
Waktu berjalan terus, sampai akhirnya liburan tahun baru tiba. Sebelum liburan tiba,
beberapa kali George berkirim surat kepada Susan. Kalimatnya macam- macam, intinya
sama: saya mau, saya serius. Tanpa alamat.
Kami mencari dia dengan berbagai cara, tidak berhasil. Dalam buku besar daftar mahasiswa
dia juga tidak ada.
Susan menempelkan catatan kecil di sudut-sudut kampus: "George Rodam, apa kabar?" dan
dia tidak pernah muncul.
Ketika kami akan naik bus menuju Newhaven, dia tampak berkelebat sebentar, lalu
menghilang
Selama perjalanan salju turun, menyelimuti pohon, mobil, dan rumah, dan mobil- mobil
pengeruk salju tidak pernah berhenti menyekop timbunan salju, dan setelah mendekati
Newhaven salju berhenti total, dan matahari bersinar terang.
Ayah Susan tampak gagah, jangkung, kakinya panjang, mirip juara sprinter, dan ibu Susan
cantik dan anggun, mirip Susan.
Mereka memuji-muji saya, dan senang karena saya mau menjadi teman baik Susan.
Salju tidak pernah turun lagi, dan matahari terus memancar tanpa dihalangi oleh awan.
Ketika kami sedang duduk-duduk di ruang tamu, dengan mendadak kuping Susan terangkat,
lalu dia menengok ke luar, terus lari bergegas ke telepon, menelepon Kantor Pemadam
Kebakaran: "Buaya!"
Pasukan Pemadam Kebakaran datang, diikuti oleh polisi. Setelah berjuang keras, akhirnya
mereka membekuk buaya itu, mengikat mulut dan semua kakinya. Buaya besar. Mungkin
buaya itulah yang pernah mencaplok berbagai binatang peliharaan.
Buaya memang mempunyai kemampuan istimewa. Pada saat air membeku, buaya bisa
membekukan diri, dan setelah begitu udara bergerak hangat, buaya bisa membuat tubuhnya
hangat, dan beringas kembali. Buaya bisa bersembunyi di dalam air, melompat ke darat,
mencaplok korbannya.
Atas anjuran ayahnya, Susan mengajak saya naik mobil mengelilingi Newhaven. Ketika
sampai di Balai Kota Susan berhenti sampai lama, memandangi bangunan besar mempesona
itu. Matanya berkaca-kaca.
Dia bercerita, ketika masih kecil dia bertanya kepada ayahnya untuk apa gedung itu. Ayahnya
menjelaskan, itu kantor Walikota, lalu dia bertanya apa Walikota itu. Ayahnya menjelaskan,
Walikota menyejahterakan semua warga kota, mengatur kebersihan kota, memberantas
sumber penyakit, mengamankan kota dari segala macam ancaman.
"Sejak saat itu, Bodas, saya ingin menjadi Walikota Newhaven, kota tempat kelahiran ayah
saya, ibu saya, dan saya sendiri."
Dia menjatuhkan kepalanya ke dada saya sambil menangis sesenggukan, minta saya berdoa
agar cita-citanya berhasil.
Akhirnya dia berkata: "Di belakang rumah Walikota ada sungai. Sangat indah."
Memang beberapa kali dia berbicara mengenai politik, dan dia mengaku sebagai kader Partai
Demokrat, tapi baru kali inilah saya tahu keinginannya. Dia tidak memilih Partai Republik
karena sekian banyak presiden dari Partai Republik menyombongkan diri sebagai polisi
dunia, juru selamat seluruh umat manusia, dengan jalan memerangi negara-negara lain yang
belum tentu menanggung dosa.
Setelah Susan tenang, kami menyusuri berbagai macam sungai, sampai akhirnya tiba di
Sungai Detroit, dan tampaklah lalu lalang kapal berbagai ukuran. Musim salju, tapi salju
tidak lagi turun. Ada beberapa jalanan yang saljunya membeku menjadi es, dan beberapa
pejalan kaki tergelincir, kadang-kadang terlihat menyedihkan, tapi juga terasa lucu. Kami
terus melaju, bukan melalui jalan besar, tapi jalan kecil sepanjang sungai.
Di suatu tempat yang indah kami turun, Susan mencari telepon umum, minta izin untuk
menginap di luar kota, dan ayahnya dengan penuh semangat memberi izin. Kami melanjutkan
perjalanan ke Detroit, kota paling besar di negara bagian Michigan. Sepanjang sungai tetap
tampak kapal berbagai ukuran berseliweran.
Jumlah kapal tidak seramai dulu," kata Susan. "Detroit, kota penghasil mobil terbesar di
seluruh dunia, terancam ambruk. Orang Amerika suka mobil besar. makan banyak bensin,
potongannya kaku, padahal dunia menghendaki mobil- mobil kecil yang lebih lincah dan
hemat bensin. Partai Republik ingin menguasai dunia tanpa menyadari, bahwa negara ini
tidak mungkin berdiri sendiri tanpa kerjasama dengan negara-negara lain. Lihatlah mobil-
mobil Jepang. Bukan hanya lincah, tapi modalnya juga merupakan himpunan modal banyak
negara. Tahukah kamu, Bodas, sebagian besar roda mobil Jepang itu buatan Jakarta, bannya
buatan Bogor, kuncinya buatan Thailand, joknya buatan India? Naik mobil Jepang berarti
naik mobil global, tidak seperti naik mobil Amerika."
"Negara ini besar dan kuat, Susan."
"Betul, tapi dunia berubah. Orang-orang Partai Republik masih dihinggapi megalomania
kebesaran negeri ini.
Susan dan saya lulus bersama-sama, dan menunggu wisuda bersama-sama. Kebetulan nilai
kami juga sama, yaitu empat bulat. Kami diwisuda bersama-sama, dan setelah wisuda usai
kami berangkulan erat sekali, seolah-olali tidak ingin lepas. Dan kami menangis bersama-
sama, sebab kami tahu, kami harus segera berpisah.
Saya pulang ke Surabaya, dan waktu berjalan terus, dan Susan berhasil mendirikan Biro
Konsultasi Psikologi dengan jumlah pasien yang makin banyak. Tapi ada sesuatu yang
mengganggu: George kadang-kadang berkelebat, tetap menunduk, kemudian menghilang
Ketika Susan berkampanye untuk menjadi walikota, tiba-tiba George muncul. membawa
poster pemenangan Susan, tetap dengan wajah menunduk. Susan menang, dan beberapa
bulan kemudian dia resmi menjadi walikota, tinggal di rumah dinas.
Sungguh mengherankan, entah bagaimana caranya, George sering muncul di pekarangan
belakang rumah Walikota, duduk di atas batu di bibir sungai, sambil menunduk seperti
sedang berlatih yoga.
Pada suatu hari datanglah berita mengejutkan: George disambar buaya, sisa-sisa tubuhnya
tidak bisa ditemukan.
"Bodas, datanglah segera. Bulan depan musim panas akan tiba. Waktu berburu buaya
dilegalkan selama sepuluh hari. Hanya sepuluh hari. Sesudah itu, ilegal."
Susan mengaku, setiap kali latihan menembak, bayangan George berkelebat di otaknya, dan
tidak ada satu peluru pun yang menghunjam ke sasarannya."

Nama : Khalifaturrahman M
Nim : 2214016074
Kelas : C
Seorang pria memiliki sahabat perempuan dan persahabatan seperti saudara kandung, satu
dari Sastra Inggris dan satu dari Ilmu Politik, Namun, ada pria misterius muncul secara tak
terduga seorang pria bernama George yang mengawasi mereka.
1. Orientasi
- Cerita dimulai dengan Bodas menceritakan pertemuannya dengan Susan di kampus.
Mereka adalah mahasiswa yang berbeda jurusan tetapi memiliki ikatan yang kuat. Mereka
sering belajar bersama di perpustakaan dan menjalani persahabatan yang mendalam. Musim
berganti dari musim gugur hingga salju pertama turun, dan mereka berdua menghabiskan
waktu bersama dalam cuaca yang semakin dingin.
2. Konflik
- Konflik dalam cerita muncul ketika mereka mulai merasa diawasi oleh seseorang saat
menuju ke karavan Susan di luar kampus. Ada seseorang yang selalu mengikuti mereka
dengan berbagai trik, seperti berjalan cepat atau bersembunyi. Mereka merasa tidak aman dan
memutuskan untuk mencari tahu siapa yang mengikuti mereka. Konflik semakin intens ketika
mereka mencoba untuk menangkap orang itu dengan membeli peralatan seperti sepatu ringan,
peluit, dan borgol.
3. Klimaks
- Klimaks cerita adalah saat mereka berhasil menangkap orang yang selama ini mengikuti
mereka. Orang itu terbukti sebagai seorang laki-laki yang tidak berbahaya, tetapi hanya
terlihat canggung dan takut. Namun, klimaks sejati cerita ini terjadi ketika berita tiba-tiba
datang bahwa George, orang yang mereka tangkap, telah disambar dan dimakan oleh seekor
buaya. Kematian tragis George mengakhiri misteri yang selama ini mengganggu mereka dan
mengguncang kehidupan Susan dan Bodas.
Dalam cerita ini, Bodas, seorang mahasiswa Sastra Inggris, bertemu dengan Susan, seorang
mahasiswa Ilmu Politik, di kampus. Mereka segera terikat erat, seperti saudara kandung, dan
berbagi waktu bersama saat musim berubah dari gugur ke musim dingin. Namun,
kebahagiaan mereka terganggu oleh seorang penguntit yang misterius. Mereka memutuskan
untuk menangkapnya, tetapi ketika mereka berhasil menangkap penguntit itu ternyata
penguntit itu adalah orang yang mereka kenal di kampus dan tidak berbahaya ia bernama
George Rodam, setelah itu mereka memutuskan untuk tidur bersama hingga pagi menjelang,
ketika bangun George hilang tidak bisa ditemui di mana pun. Kejutan besar datang ketika
berita tiba-tiba menyebutkan bahwa George, sang penguntit, telah disambar dan dimakan
oleh buaya. Kejadian tragis ini mengguncang hidup Susan dan narator, mengakhiri kisah
mereka yang penuh misteri dan ketegangan.
Untuk cerpen ini saya tertarik karena cerpennya yang berjudul Atavisme. Sehabis melihat
judul dari cerpen tersebut saya langsung tertarik untuk mencari tahu apa itu Atavisme. Di
dalam cerpenya sama dengan cerpen yang sebelumnya saya ambil yang memiliki genre
misteri, namun tidak horor karena seperti cerita roman yang menceritakan kehidupan dua
teman kemudian ada konflik diikuti oleh orang misterius yang ternyata saat tertangkap itu
adalah orang yang mereka kenal, setelah insiden itu orang misterius bernama George itu tidak
pernah di temukan lagi entah kemana, dan diakhir ceritanya masih menjadi misteri bagi saya
karena kenapa bisa ia tiba tiba di terkam buaya dan di mana ia terakhir di terkam buaya, dan
mengapa ia selalu terlihat di belakang rumah Walikota yang ada sungainya. Itu seperti misteri
yang harusnya ada terungkap di dalam cerpen pada umumnya, namun cerpen ini tipe cerita
yang menggantung dan itu membuat saya tertarik.

Anda mungkin juga menyukai