Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SYAJA'AH (BERANI MEMBELA KEBENARAN)

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5
Anggota:
Siti Hasanah (27)
Rizkiyah Syalsabila (24)
Adi Kusuma R. (02)
Fadil (10)

SMA NEGERI 1 SRESEH

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang karena atas limpahan rahmat dan
anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Tak lupa pula
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru Mata Pelajaran yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis, terutama terkait penulisan makalah
ini.

Adapun makalah ini penulis rangkum dari sumber yang dapat dipercaya yang penyajiannya
penulis sajikan dalam lembar Daftar Pustaka. Penulis menyadari penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna
penyempurnaannya di masa mendatang.

Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan kemampuan kita
dalam bidang Ilmu Agama Islam sebagaimana yang kita semua harapkan.

Sreseh, 30 Oktober

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................iv
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................v
A. Strategi perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan eropa sebelum dan sesudah
abad ke-20............................................................................................................................1

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..........................................................................................................................1
B. Saran....................................................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak menjadi penakut
dan pengecut. Karena rasa takut dan pengecut akan membawa kegagalan dan kekalahan.
Keberanian adalah tuntutan keimanan. Iman pada Allah Swt. mengajarkan kita menjadi orang-
orang yang berani menghadapi beragam tantangan dalam hidup ini. Tantangan utama yang kita
hadapi adalah memperjuangkan kebenaran, meskipun harus menghadapi berbagai rintangan.
Rasulullah saw.

Islam tidak menyukai orang yang lemah/penakut. Orang yang lemah/penakut biasanya tidak
berani untuk mempertahankan hidup sehingga gampang putus asa. Ketakutan itu diantaranya
karena takut dikucilkan dari lingkungannya. Takut karena berlainan sikap dengan banyak orang
atau takut untuk membela sebuah kebenaran dan keadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Syaja’ah?
2. Bagaimana DALIL SYAJA’AH?
3. Apa Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah?
4. Bagaimana Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan?
5. Apa Keutamaan syaja’ah?
6. Apa Hikmah Syaja’ah?

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan tentang Pengertian Syaja’ah


2. Untuk menjelaskan tentang DALIL SYAJA’AH
3. Untuk menjelaskan tentang Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah
4. Untuk menjelaskan tentang Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
5. Untuk menjelaskan tentang Keutamaan syaja’ah
6. Untuk menjelaskan tentang Hikmah Syaja’ah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syaja'ah

SYAJA’AH ( ‫( ﺷﺠﺎﻋﺔ‬menurut makna Etimologi berarti “benar” atau “gagah”. Sedangkan


menurut istilah ialah keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan
kebenaran secara jantan dan terpuji. Jadi, Syaja’ah yaitu keberanian yang berlandaskan
kebenaran dan dilakukan dengan penuh petimbangan.

Tokoh Abu Zahra berpendapat bahwa Syaja'ah (berani) berkata akan kebenaran dan berani
bertindak membelanya adalah salah satu ciri dan inti akhlaq islami itu. Ciri yang dimiliki para
Nabi, Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri, Hasan Al Basri ketika menghadapi Al Hajjaj, Ibnu
Taimiyyah dan sebagainya. Ciri yang muncul atas penuhnya tsiqobillah (kepercayaan kepada
Allah), dalam hati seorang Muslim, keyakinan akan kebenaran Allah.

Hati yang telah terwarnai oleh celupan Allah (sibghatullah) dan memiliki tsiqoh tak akan
ragu, apalagi bersangka buruk terhadap Allah. Dalam satu detik di tengah kegagalan usaha, tak
pernah ia melemparkan kesalahan diri pada Allah, meragukan keadilan Allah dsb. Dia percaya
dengan sepenuh percaya akan Allah dengan segala asmaNya. Dia percaya tindakannya selalu
dalam pengawasan Allah dan mendapat perlindungan dariNya. Dia percaya Allah akan
membelanya baik di dunia maupun kelak di pengadilan akhirat, hari dimana semua pembela pun
turut diadili, saat dimana tak ada lagi pembela selain Allah.

Rasa percaya itulah yang melahirkan keberanian, tsiqoh yang kuat membuahkan syaja'ah
yang benar--berani bukan untuk pujian, kelompok atau sesuatu yang lain, tetapi berani karena itu,
tindakan itu untuk Allah, untuk membela agama Allah semata, dan tidak untuk yang
lainnya.Dalam titik tsiqoh ini, dalam hati seorang Muslim, kebenaran Al Qur'an dan sunah tak
memerlukan lagi legalitas ilmiah dari para orientalis. Tidak lagi keyakinan baru tumbuh setelah
orang-orang kafir juga mengakuinya. Tsiqoh kepada Allah dan RasulNya memutus
ketergantungan pada selain Allah. Kebenaran Allah adalah benar,meski ia dibenarkan atau tidak
oleh para hamba taghut.

Al Haq adalah haq, meski seluruh musuh Allah berkonspirasi untuk menolaknya.Kebenaran
Allah adalah cahaya yang menerangi hati dan akal yang fitri. Dia tidak memerlukan pembenaran,
karena dia benar adanya. Dia akan terang dan menjulang meski mulut-mulut pendusta
mengingkarinya. Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.
B. Dalil Syaja'ah

"QS Al Imran : 139


Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

C. Bentuk-Bentuk Asy Syaja'ah


1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fii sabililah)

Banyak sekali kisah tauladan pada para sahabat generasi pertama umat Islam dapat diambil,
mereka tidak takut akan mati, tidak cinta dunia, lebih mencintai kehidupan akhirat. Sehingga
ketika perintah jihad datang, disambut dengan semangat tinggi. Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah
kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di
waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan
pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari
Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. al-
Anfal [8]: 15-16).

2. Berani menegakkan kebenaran

Mengatakan yang benar dengan terus terang memang sesuatu yang pahit bila dilihat dari sisi
dampak yang bakal muncul. Namun bila dilihat dari sisi manfaat dan izzah keimanan ia menjadi
sebuah keharusan. Sebagaimana sabda Nabi saw melalui Hadits Riwayat Ibnu Hibban. ‘Qulil haq
walau kaana muuran ’ (katakan yang benar meskipun itu pahit) dan berkata benar di hadapan
penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil lisan. Jelas saja dibutuhkan
keberanian menanggung segala risiko bila kita senantiasa berterus terang dalam kebenaran.
"Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan penguasa yang zhalim”.
(Hadits Riwayat Abu Daud Dan Tirmidzi).

3. Memiliki Daya Tahan Yang Besar

Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja
bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah. Banyak suri tauladan dalam sejarah
perjuangan penyebaran dan penegakan Islam. Di masa-masa awal penyebaran Islam dalam fase
Makkah, begitu besar sekali bentuk cobaan yang dirasakan kaum muslimin. Kekuatan yang
belum seberapa saat itu, masih dalam rintisan awal-awal dakwah, harus dihadapi berbagai bentuk
perlawanan, permusuhan, makar. Boikot ekonomi, siksaan terhadap individu bahkan
pembunuhan. Secara umum kaum muslimin sungguh menderita waktu itu. Sahabat Bilal
menunjukkan sikap ketahanan ini, daya tahan yang begitu besar dalam menghadapi siksaan
pemuka kaum Quraisy. Dan juga Keberanian mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada
Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang
menumbuh suburkan perjuangan dengan darahnya yang mulia.

4. Kemampuan Menjaga Rahasia

Merupakan kemampuan berani bertanggung jawab dan amanah, karena menyimpan rahasia
bukanlah hal yang mudah. Menjaga rahasia adalah perkara yang sangat penting, apakah untuk
menjaga kehormatan seseorang atau bahkan sampai untuk menjaga keberlangsungan dakwah.
Tidak semua orang tentunya bisa memiliki karakter ini, bahkan selevel sahabat pun hanya
segelintir orang yang mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk menyimpan rahasia. Adalah
Huzaifah ibnul Yaman r.a. seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan sebutan shahibus sirri. Dia
dapat menyimpan rahasia dengan baik. Hingga tidak diketahui yang lain akan tugas dan
tanggung jawabnya menjaga rahasia. Dia berani menghadapi konsekuensinya sekalipun terasa
amat berat. Akan tetapi yang membuat gentar dirinya adalah bila tertangkap musuh.
Sebagaimana yang pernah ia ungkapkan pada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, saya tidak takut
bila harus mati, akan tetapi yang aku takutkan adalah bila aku tertangkap.

5. Mengendalikan Nafsu

Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat dihilangkan
tapi dapat dikendalikan. “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku.” (QS. 12: 53).
Diantara bentuk nafsu adalah amarah. Allah menyebutkan dalam Alqur’anbahwasanya salah
satu ciri orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang
berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS.
3:133-134).
“Bukanlah dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu
ialah orang yang sanggup menguasai dirinya di waktu marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sayyidina Ali ketika dalam peperangan, diludahi oleh musuh beliau, bukannya malah emosi,
justru beliau menghentikan tebasan pedang yang siap untuk menebas musuh tersebut, karena Ali
takut kepada Allah sekiranya sikapnya justru dilandasi oleh amarah terhadap sikap musuh bukan
karena mengharapkan keridaan Allah.
6. Mengakui Kesalahan

Mengakui kesalahan bukanlah perkara gampang, butuh keberanian untuk betul-betul


merasakan sendiri sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru mengelakkannya
apalagi menuduhkan kesalahan diri sendiri pada orang lain. Dan apabila berkaitan dengan pihak
lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk meminta maaf, dan bersedia bertanggung jawab.

Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia, melalui perjalanan hidup
Nabi Adam. Semua manusia berpotensi berbuat kesalahan, namun rahmat pengampunan Allah
sungguh besar, senantiasa terbuka sebelum ajal menjemput. “Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)

Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun Al
Rasyid. Alkisah pada suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji, sebagaimana
lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh tempat yang akan dilaluinya tertutup untuk umum.
Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara bukit Marwah dan Shofa seorang diri, sambil
disaksikan, ribuan jamaah haji, berangkatlah Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ketempat sa'i.
Sesampainya di Shofa, kebetulan Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah beliau,
"Haruuuun...!", tanpa menyebut embel-embel kekhalifahan. Mendengar jeritan tadi, seluruh
jamaah termasuk Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara. Melihat wajah yang
memanggil, menjawablah beliau, "Labbaika ya 'amm".

"Naiklah ke bukit Shofa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di sana ?". "Tidak
ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah", jawab Khalifah. "Ketahuilah, setiap orang dari
mereka akan dimintai pertanggung-jawabannya nanti di hadapan Allah, dan kamu akan diminta
pertanggung-jawabanmu oleh Allah atas dirimu dan seluruh rakyatmu. Lihatlah kepada dirimu,
apakah pantas engkau perlakukan ummat seperti ini ?". Mendengar ucapan Abdullah bin Abdul
Aziz Al-Amri tersebut, menangislah Khalifah seraya mengakui kesalahan yang beliau lakukan.
[5] Sikap Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri juga mencerminkan point nomor 2, berterus terang
dalam kebenaran, meskipun harus disampaikan pada seseorang yang berposisi khalifah sekalipun.

7. Bersikap Obyektif Pada Diri Sendiri

Mengukur diri, memahami bahwa diri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan
untuk diperbaiki semaksimal mungkin dan kelebihan untuk dioptimalkan sebaik mungkin.
Jangan terlalu berlebihan memandang diri yang mungkin bisa berakhir pada keangkuhan dan
kesombongan. Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah yang sangat mashur, bahkan ada sebutan
bahwasanya beliau adalah khulafaur rasyidin yang ke-5, memberikan contoh saat berpidato
dihadapan rakyatnya: “Aku bukanlah orang yang paling baik dari kalian. Aku hanyalah manusia
seperti kalian akan tetapi aku mendapatkan amanah yang amat besar melebihi kalian. Karena itu
bantulah diriku dalam menunaikan amanah ini.
D. Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan

Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :

1. Rasa takut kepada Allah Swt


2. Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3. Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4. Tidak menomor satukan kekuatan materi.
5. Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah.

Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika
mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah
pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama
sekali.

Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan
berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi
kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.

Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan
perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan kewajibannya
secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan
tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu menjalankan
tugasnya secara baik, dan seterus nya.

Keberanian terbagi kepada terpuji (al-mahmudah) dan tercela (al-madzmumah). Keberanian


yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan
inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat
tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya

E. Keutamaan syaja’ah

Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti itu dapat
diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai sifat syaja’ah memiliki
ketenangan hati dan kemampuan mengolah sesuatu dengan pikiran tenang

Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan sebagai berikut:


Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup melaksanakan pekerjaan besar yang
sesuai dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan tidak penting
Menghormati tetapi tidak silau kepada orang lain.
1. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian keyakinan dipegangnya
dengan mantap
2. Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta tidak mudah
dibelokkan dari tujuan yang diyakini
3. Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
4. Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan tidak lekas marah
5. Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar.

F. Macam-Macam Syaja'ah
Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian
waktu menghadapi musuh dalam peperangan (al-Jihad fi Sabilillah). Allah berfirman :
. ‫ﻋِﻠﯿٌﻢ‬
َ ‫ﺳِﻤﯿٌﻊ‬
َ ‫ن اﻟَّﻠَﮫ‬
َّ ‫ﻋَﻠُﻤﻮْا َأ‬
ْ ‫ﻞ اﻟَّﻠِﮫ َوا‬
ِ ‫ﺳِﺒﯿ‬
َ ‫( َوَﻗﺎِﺗُﻠﻮْا ِﻓﻲ‬244)
artinya : “dan berperang lah kamu di jalan allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui “ ( Qs. Al- baqarah: 244)

2. Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan
kebenaran
a) Keberanian mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa yang DzalimDari Abu
Sa’id Al Khudri, NabiMuhhammad saw bersabda :
ٍ‫ﺟﺎِﺋﺮ‬
َ ‫ن‬ٍ ‫ﻄﺎ‬َ ‫ﺳْﻠ‬
ُ ‫ﻋْﻨَﺪ‬ ِ ‫ل‬ٍ ‫ﻋْﺪ‬
َ ‫ﺠَﮭﺎِد َﻛِﻠَﻤُﺔ‬ ِ ‫ﻞ اْﻟ‬
ُ ‫ﻀ‬َ ‫ َأْﻓ‬.
Artinya: “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di
hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah
no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
b) Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia bisa melampiaskannya
dan firman Allah swt:
‫ﻦ اْﻟَﮭَﻮى‬
ِ ‫ﻋ‬َ ‫ﺲ‬ َ ‫ف َﻣَﻘﺎَم َرِّﺑِﮫ َوَﻧَﮭﻰ اﻟَّﻨْﻔ‬ َ ‫ﺧﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ْ ‫َوَأَّﻣﺎ َﻣ‬.
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri
dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-
Nazia’at 40- 41.)

G. Hikmah Syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim,
sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan
beragama berbangsa dan bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap,
perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang
terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan
dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub.
Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah
diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
SYAJA’AH ( ‫( ﺷﺠﺎﻋﺔ‬menurut makna Etimologi berarti “benar” atau “gagah”. Sedangkan
menurut istilah ialah keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan
kebenaran secara jantan dan terpuji. Jadi, Syaja’ah yaitu keberanian yang berlandaskan
kebenaran dan dilakukan dengan penuh petimbangan.
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika
mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah
pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama
sekali)

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman disini memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSAKA

http://kabarwictwicky.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-as-syajaah-dalam-islam.html

http://ildenabineri.blogspot.co.id/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-asy.html

Anda mungkin juga menyukai