Ringkasan Materi Bab 12 13 14 15 Hukum Pidana
Ringkasan Materi Bab 12 13 14 15 Hukum Pidana
NIM : 210711010484
TUGAS HUKUM PIDANA : MEMBUAT RINGKASAN MATERI BAB 12, 13, 14, 15
BAB XII
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
B. Macam-Macam perbarengan
Tiga macam perbarengan dalam KUHP:
1. Perbarengan Peraturan.
Dalam pasal 63 ayat (1) dan (2) KUHP diesbut tentang “suatu perbuatan
masuk dalam lebih dari satu aturan pidana”.
Dalam bahasa Belanda ini dinamakan eendaadse samenloop, yaitu
perbarengan dalam satu perbuatan, karena yang dilakukan hanya satu
perbuatan saja tetapi satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan
pidana.
Dalam bahasa Latin dinamakan concursus idealis karena secara fisik yang
kelihatan hanya satu perbuatan saja, dimana adanya perbarengan tindak
pidana itu hanya dalam pikiran (idealis) saja.
2. Perbuatan Berlanjut.
Dalam pasal 64 ayat (1) disebutkan tentang “beberapa perbuatan,
meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut”.
Ini dinamakan perbuatan berlanjut, yaitu ada beberapa perbuatan tetapi
antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan.
3. Perbarengan perbuatan.
Dalam pasal 65 ayat (1) KUHP disebutkan tentang “beberapa perbuatan
yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri”.
Dalam Bahasa Belanda ini dinamakan meerdaadse samenloop, yaitu
perbarengan beberapa oerbuatan,karena ada beberapa perbuatan yang
dilakukan.
Dalam Bahasa Latin dinamakan concursus realis, karena perbarengan itu
merupakan kenyataan (realis) bukan sekedar ada dalam pikiran (idealis) saja.
A. Tujuan Pidana
Beberapa teori tujuan pidana dapat disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Teori-teori absolut. Disebut teori absolut karena menurut teori-teori ini pidana
seharusnya merupakan sesuatu yang mutlak (absolut) menyusul dilakukannya
kejahatan. Pidana dikenakan karena orang melakukan kejahatan (quic
peccotum), bukannya untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Termasuk dalam
teori ini antara lain:
a. Teori etis (moral) dari Immanuel Kant (1724 – 1804)
b. Teori Logika dialektis dari G.W.F Hegel (1770 – 1831)
2. Teori-teori relatif. Disebut relatif karena teori-teori ini mencari pembenaran
pidana pada tujuan yang hendak dicapai dengan pidana. Pidana dikenakan
supaya jangan melakukan kejahatan (ne peccetur). Teori-teori ini dapat dibagi
atas:
a. Teori prevensi umum Anselm Von Feuerbach (1775 – 1833)
b. Teori prevensi khusus
3. Teori-teori penyatuan/integrative. Termasuk ke dalam kelompok teori ini
adalah pandangan Groius (1583 – 1654) bahwa “ kodrat mengajarkan bahwa
barang siapa melakukan kejahatan, ia akan terkena derita” (aspek absolut),
tetapi dalam menetapkan berat ringannya derita yang dikenakan tergantung
pada kemanfaatan social (aspek relative).
B. Pidana
1. Sistem sanksi dalam KUHP
Sanksi dalam hukum pidana mencakup pidana (bld: straf) dan Tindakan
(bld: maatregel).
Menurut pasal 10 KUHP, Pidana terdiri atas:
a. Pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda.
b. Pidana tambahan:
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.
Dengan UU No.20/1946 tentang Hukuman Tutupan, ke dalam pasal
10 huruf a KUHP - dan pasal 6 huruf a KUHP Militer - ditambahkan
pidana pokok baru, yaitu hukuman tutupan. Hukuman tutupan
merupakan pengganti (alternatif) terhadap pidana penjara dalam hal
tertentu yang disebutkan dalam UU No.20/1946.
2. Pidana mati
Perbuatan-perbuatan yang diancam pidana dalam KUHP yaitu:
a. Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas
kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan presiden atau Wakil
Presiden memerintah (pasal 104).
b. Mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud
menggerakannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang
terhadap negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau
membantu mempersiapkan mereka untuk melakukan perbuatan
permusuhan atau perang terhadap negara, dan sebagai akibatnya
perbuatan permusuhan dilakukan atau terjadi perang (pasal 111 ayat 2).
c. Dalam masa perang dengan sengaja:
1. memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan
atau merusakkan sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau
diduduki, sesuatu alat perhubungan, Gudang persediaan perang, atau
kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat atau bagian
daripadanya, merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan suatu
untuk menggenangi air atau karya tentara lainnya yang direncanakan
atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang;
2. menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara,
pemberontakan atau desersi di kalangan Angkatan Perang (pasal 124
ayat 3).
d. Makar terhadap nyawa raja yang memerintah atau kepala negara
sahabat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu serta
mengakibatkan kematian (pasal 140 ayat 3).
e. Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain (pasal 340).
f. Pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan,terhadap orang dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau
peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri, jika
perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh
dua orang atau lebih dengan bersekutu, serta perbuatan dilakukan pada
waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, di jalan umum, dalam kereta api atau trem yang sedang
berjalan, jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak
atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian jabatan palsu (pasal 365 ayat 5).
g. Nakoda, komandan, atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta
melakukan perbuatan kekerasan yang diterapkan dalam pasal 438 – 441
mengakibatkan seseorang di kapal yang diserang atau seseorang yang
diserang itu mati (pasal 444).
h. Di dalam pesawat udara dalam dengan perbuatan yang melawan hukum
merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat
udara dalam penerbangan, atau dalam pesawat udara dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya
merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai
pengendalian pesawat udara dalam penerbangan, dimana perbuatan
itu:
a) Dilakukan oleh dua orang atau lebih Bersama-sama;
b) Sebagai kelanjutan permufakatan jahat;
c) Dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;
d) Mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara tersebut sehingga
dapat membahayakan penerbangannya;
e) Mengakibatkan luka berat seseorang;
f) Dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau
meneruskan merampas kemerdekaan seseorang, jika perbuatan
itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat
udara itu (pasak 479k ayat 2)
i. Dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan
terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika
perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara
tersebut, atau, dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat
udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara
tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan
keamanan penerbangan itu.
Menurut pasal 11 KUHP, pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat
gantung dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher
terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Pelaksanaan pidana mati kemudian diubah oleh UU No.2/Pnps/1964, yaitu
pidana mati yang dijatuhkan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer
dialkukan dengan ditembak sampai mati. Tata cara untuk pelaksanaan pidana
mati dalam lingkungan peradilan umum dalam UU No.2/Pnps/1964.
3. Pidana penjara
Pidana penjara dan pidana kurungan dalam KUHP diatur secara berselang-
seling dari pasal 12 sampai dengan pasal 29, dan pasal 32 sampai 34.ketentuan
lebih lanjut mengenai pidana diatur dalam Reglemen Penjara
(gestichtenreglement, staatblad 1917 No.708)
Dengan UU No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
Gestichtenreglement (staatblad 1917 – 708, 10 Desember 1917), sepanjang
yang berkaitan dengan pemasyarakatan; dinyatakan tidak berlaku.
Sekarang ini jika terhadap seseorang dikenakan pidana penjara, maka ia
akan ditempatkan dalam Lembaga pemasyarakatan dan terhadapnya
diterapkan sistem pemasyarakatan.
4. Pidana kurungan
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat,
asal saja terpisah (pasal 28 KUHP).
Pidana kurungan paling sedikit 1 hari dan paling lama 1 tahun. Jika ada
pemberatan pidana karena perbarengan (semenloop) atau pengulangan
(recidive) atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah
menjadi 1 tahun 4 bulan.
5. Pidana Denda
Dalam KUHP ada ditentukan minimum umum untuk pidana penjara denda,
yaitu pidana denda paling sedikit Rp 3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen)
(pasal 30 ayat ). Tidak ada maksimum umum untuk pidana denda.
Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti pidana kurungan. Lamanya
pidana kurungan pengganti denda paling sedikit 1 hari dan paling lama 6
bulan. Jika ada pemberatan pidana denda karena perbarengan atau
pengulangan atau karena ketentuan passa 52, maka pidana kurungan
pengganti denda paling lama 8 bulan.
Lamanya pidana kurungan pengganti yaitu, jika pidana dendanya Rp 7,52
atau kurang, dihitung satu hari; jika lebih dari itu Rp 7,52, tiap-tiap Rp 7,52 di
hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup Rp 7,52
(pasal 30 ayat 4).
6. Hukuman tutupan
Hukuman tuutpan adalah hukuman (pidana) yang menggantikan pidana
penjara dalam hal mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam
dengan pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati
(pasal 2 ayat 1UU No.20/1946). Dalam hal seperti ini, hakim diberi wewenang
untuk memilih apakah pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara atau
hukuman (pidana) tutupan.
C. Alasan Pemberat Pidana
Alasan-alasan pemberat pidana dalam KUHP, yaitu:
1) Perbarengan (samenloop, concursus) dalam Buku Kesatu Bab VI KUHP.
2) Pejabat (pegawai negeri) yang melakukan perbuatan pidana melanggar suatu
kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan
pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan
kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga (pasal 52
KUHP).
3) Pengulangan kejahatan(recidive) dalam Buku Kedua (Kejahatan) Bsb XXXI
KUHP, ini merupakan alas an pemberat pidana khusus karena hanya
berkenaan dengan kejahatan-kejahatan yang tertentu saja.
D. Alasan Peringatan Pidana
Alasan-alasan peringatan pidana dalam KUHP, yaitu:
1) Percobaan
2) Membantu melakukan
3) Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya,
tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau
meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka
maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh (pasal
308 KUHP). Ini merupakan alasan peringatan pidana khusus.
4) Seorang ibu yang karena takut ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja meramapas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anaknya sendiri, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun (pasal 341 kUHP). Ini merupakan alasan peringatan
pidana khusus.
5) Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan
anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun (342
KUHP). Ini juga merupakan alasan peringatan pidana khusus.
E. Tindakan
Tindakan (maatregel) dalam KUHP terdiri dari:
1. Perawatan dalam rumah sakit jiwa bagi pelaku yang mengalami gangguan jiwa
(pasal 44 ayat 2 KUHP);
2. Hukuman bersyarat (melalui staatblad 1926 Nr. 252 Jo 486, kedalam KUHP
ditambahkan pasal 14a sampai pasal 14f yang mengatur voorwaardelijk
veroordeling yang diterjemahkan sebagai pidana bersyarat atau dalam Bahasa
sehari-hari pidana percobaan).
3. Penyerahan kepada orang tua atau pemerintah bagi terdakwa belum dewasa
yang melakukan perbuatan sebelum berumur 16 tahun. Dalam hal ini
penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan
suatu perbuatan sebelum umur 16 tahun, hakim dapat menentukan salah satu
dari kemungkinan, yaitu (pasal 45 KUHP).
BAB XIV
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA
DAN MENJALANKAN PIDANA